Perkara Pidana No. 54/ Pid.B/2003/PN.Mdn
1. Perkara Pidana No. 54/ Pid.B/2003/PN.Mdn
Berdasarkan kasus yang Penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan terhadap putusan perkara pidana Nomor 54/Pid.B/2003/PN.MDN mengenai tindak pidana dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan Berdasarkan kasus yang Penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan terhadap putusan perkara pidana Nomor 54/Pid.B/2003/PN.MDN mengenai tindak pidana dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan
Kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus ini adalah kejahatan di bidang pangan yaitu menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan yang diatur dalam Pasal 10 (1) Jo 55 (b) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Lebih lengkap rumusan Pasalnya sebagai berikut :
Pasal 10 ayat (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan barang apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
Pasal 55 (b) menggunakan barang yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 ayat (1).
Unsur-unsur perbuatan dalam Pasal 10 (1) Jo. 55 (b) antara lain :
a. Barang siapa ; Perkataan “barang siapa” dalam pasal ini menunjukkan pelakunya (subjek)
atau orang yang melakukan kejahatan yaitu Kwang Yu als. Kenny als. Afu
b. Dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan ; Kata sengaja tersebut meliputi semua bagian-bagian norma pidana yang
terdapat sesudah kata sengaja itu, artinya bahwa terdakwa harus menghendaki untuk menggunakan bahan tambahan pangan dan terdakwa harus mengetahui terdapat sesudah kata sengaja itu, artinya bahwa terdakwa harus menghendaki untuk menggunakan bahan tambahan pangan dan terdakwa harus mengetahui
Pelaku yang dijadikan terdakwa dalam kasus ini adalah orang yang bekerja pada sebuah tempat pembuatan bakso ikan yaitu Kwang Yu als. Kenny als. Afu. Pelaku tindak pidana dalam kasus ini merupakan manusia sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun apabila dilihat dari fakta persidangan tampak bahwa terdakwa ditangkap karena pada saat terjadi penggrebekan oleh polisi, terdakwa tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan mencampur borax kedalam adonan bakso ikan. Sedangkan segala sesuatu yang dilakukan dalam lingkup pekerjaan pembuatan bakso ikan merupakan tanggung jawab dari pemilik tempat usaha pembuatan bakso ikan, dalam hal ini pemilik tempat usaha tersebut tidak dimintai pertanggungjawaban pidana dan hanya dijadikan sebagai saksi, padahal menurut doktrin vicarious liability , majikan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pekerja dalam ruang lingkup pekerjaannya.
Tujuan pemidanaan yang terlihat dalam kasus ini semata-mata bukan hanya untuk pembalasan atas perbuatan terdakwa semata-mata, yaitu dengan memberikan nestapa kepadanya, akan tetapi pidana dijadikan sebagai alat perlindungan bagi masyarakat. Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah dapat dilihat sebagai social defence untuk terciptanya ketertiban bagi kehidupan masyarakat. Ditinjau dari aliran utilitarianism yang menentukan bahwa Tujuan pemidanaan yang terlihat dalam kasus ini semata-mata bukan hanya untuk pembalasan atas perbuatan terdakwa semata-mata, yaitu dengan memberikan nestapa kepadanya, akan tetapi pidana dijadikan sebagai alat perlindungan bagi masyarakat. Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa sudah dapat dilihat sebagai social defence untuk terciptanya ketertiban bagi kehidupan masyarakat. Ditinjau dari aliran utilitarianism yang menentukan bahwa
umum). 74 Dilihat dari segi korban, perbuatan terdakwa tidak menimbulkan korban
yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan terdakwa. Akan tetapi perbuatan terdakwa telah merugikan masyarakat secara keseluruhan karena mengkonsumsi bakso ikan yang telah mengandung bahan-bahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan. Disini terlihat bahwa hukum pidana memberikan perlindungan bagi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikan konsumen.
Jaksa penuntut umum telah secara tepat menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan tidak menggunakan KUHP sebagai dasar untuk membuat dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa. Hal ini telah sesuai dengan asas lex spesialis derogat lex generalis yaitu ketentuan yang khusus mengenyampingkan ketentuan yang umum. Dalam hal ini
74 Muladi dan Barda Nawawi Arief , op.cit., hal.
perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa diatur secara khusus dalam undang- undang pangan dan juga mempunyai sanksi pidana sendiri.
Sanksi yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada terdakwa dalam kasus ini adalah pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Sanksi ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun penjara. Dilihat dasar hukum yang digunakan untuk menuntut terdakwa yaitu ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan maka sanksi pidananya adalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa dapat lebih ringan dari tuntuan jaksa penuntut umum karena Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang harus berdasarkan kepada dua alat bukti yang sah dan ditambah dengan keyakinan hakim. Dalam kasus ini dua alat bukti yang sah telah terpenuhi yaitu dengan adanya keterangan saksi dan keterangan ahli yang diperoleh pada saat persidangan. Dalam menjatuhkan hukuman Hakim juga harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan, baik yang meringankan maupun yang memberatkan sehingga putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa dapat mencerminkam rasa keadilan.