Maka di sadari pentingnya peran dari seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan. Perlunya Jaksa
yang profesional dan harus mempunyai peran yang aktif dalam menangani kasus tindak pidana perdagangan orang. Jaksa harus dapat menjalankan tugas dan
wewenangnya dengan baik, diharapkan agar tidak lalai untuk memberitahukan kepada korban tentang haknya mengajukan restitusi. Pengajuannya dapat
dilaksanakan sejak korban melaporkan kasusnya ke Kepolisian Republik Indonesia setempat dan ditangani oleh penyidik bersamaan dengan tindak pidana
yang dilakukan. Jaksa menyampaikan jumlah kerugian yang di derita korban bersamaan dengan tuntutan yang tidak akan menghilangkan hak korban untuk
mengajukan sendiri gugatan atas kerugiannya. Berdasarkan uraian di atas, penting untuk dilakukan penelitian tentang Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak
Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peraturan hukum dalam penentuan hak restitusi tindak
pidana perdagangan orang ? 2.
Bagaimana peran kejaksaan dalam penentuan hak restitusi tindak pidana perdagangan orang ?
3. Apa yang menjadi hambatan-hambatan dalam penentuan hak restitusi
tindak pidana perdagangan orang ?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peraturan hukum dalam penentuan hak restitusi tindak
pidana perdagangan orang. 2.
Untuk mengetahui peran kejaksaan dalam penentuan hak restitusi tindak pidana perdagangan orang.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi jaksa dalam
penentuan hak restitusi tindak pidana perdagangan orang.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan tentang penyelesaian tindak pidana
perdagangan orang.
b.
Agar dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang hukum pidana dan hukum acara pidana.
2. Manfaat Praktis a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada
semua pihak terkait dalam menangani masalah tindak pidana perdagangan orang.
b. Memberikan informasi agar dapat dilakukan penanganan apabila muncul persoalan yang sama nantinya.
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi literature sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan yang membahas judul tentang “Peran
Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Studi Putusan Nomor : 1554Pid. B2012PN.Mdn. Penelitian ini asli
karena belum ada peneliti yang melakukan penelitian tersebut di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Jaksa
Ditinjau dari segi etimologi bahasa, khususnya mengenai asal-usul perkataan atau sebutan Jaksa yang bersumber dari bahasa Sansekerta atau bahasa
Jawa Kuno Jawa Kawi. Pengertian Jaksa dalam bahasa Inggris ialah Public Prosecutor Jaksa Umum atau Jaksa Biasa, Jaksa Agung Attorney General,
Kantor Kejaksaan Office of a Public Prosecutor, Office of Council for the
Prosecution. Sebutan Jaksa di Indonesia sudah berabad-abad lamanya digunakan
dan berasal dari bahasa Sansekerta Adhyaksa. Sebutan ini juga dipakai untuk gelar pendeta paling tinggi di Kerajaan-kerajaan Hindu di Pulau Jawa, dan terutama
dipakai untuk gelar hakim kerajaan yang tertinggi. Pada zaman pemerintahan VOC di abad keenam belas ditulis sebagai “j-a-x-a”. Sejak zaman itu sampai
dengan pemerintahan kolonial belanda di tahun 1942, “jaxa” kemudian diubah menjadi “djaksa” dipakai sebagai sebutan untuk para Pejabat Hukum Bumi Putera
yang hampir sama dengan seorang magistrate. Sejak zaman pendudukan militer
Universitas Sumatera Utara
jepang 1942-1945, “jaksa” – pada masa itu ditulis “djaksa” adalah gelar bagi para pejabat hukum yang berwenang menuntut perkara-perkara pidana.
10
Menurut konsep R. Tresna antara lain menyatakan : “bahwa nama jaksa atau yaksa berasal dari India dan gelar itu di Indonesia diberikan kepada pejabat
yang sebelum pengaruh hukum Hindu masuk di Indonesia, sudah biasa melakukan pekerjaan yang sama”.
11
Menurut pandangan SAHERODJI, menjelaskan bahwa : “Kata Jaksa berasal dari bahasa sansekerta yang berarti Pengawas Superintedant atau
pengontrol yaitu pengawas soal-soal kemasyarakatan”.
12
Pengertian Jaksa sesuai lampiran Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia tahun 1978, ialah : “Jaksa asal kata dari Seloka Satya Adhy Wicaksana
yang merupakan Trapsila Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita- cita setiap warga negara Adhyaksa dan mempunyai arti serta makna sebagai
berikut : SATYA, kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap TYME,
terhadap diri pribadi dan keluarga maupun sesama manusia. ADHI, kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama pemilikan
rasa tanggung jawab baik terhadap TYME terhadap keluarga dan sesama manusia. WICAKSANA, bijaksana dalam bertutur kata dan tingkah laku khususnya
dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.
13
10
Surachman Dan Andi Hamzah, Jaksa Di Berbagai Negara Peranan Dan Kedudukannya, Jakarta : Sinar Grafika, 1995, Hal 3 – 4.
11
Ilham Gunawan, Peran Kejaksaan Dalam Menegakkan Hukum Dan Stabilitas Politik, Jakarta : Sinar Grafika, 1994, Hal 41 - 42.
12
Ibid.
13
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan Pasal 1 menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa :
1. Jaksa adalah Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
2. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
4. Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran
pelaksanaan tugas kejaksaan.
Menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 a dan b KUHAP, menyebutkan bahwa: a. Jaksa adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.
2. Pengertian Hak Restitusi
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Salah satu bentuk upaya perlindungan
hukum yang dapat diberikan kepada korban perdagangan orang adalah melalui pemberian restitusi. Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli
warisnya berhak memperoleh restitusi dari pelaku. Ada beberapa komponen terkait hak restitusi korban yang harus diberikan
pelaku berupa ganti kerugian atas :
1. Kehilangan kekayaan atau penghasilan; 2. Penderitaan;
3. Biaya untuk tindakan perawatan medis danatau psikologis; danatau; 4. Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.
Universitas Sumatera Utara
Restitusi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Yang Berat dalam Pasal 1 butir 5 adalah : Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau
keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau
penggantian biaya untuk tindakan tertentu. Restitusi menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Pasal 1 angka 13 yaitu : “Pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil danatau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.”
Restitusi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan Bantuan Kepada Saksi Dan
Korban dalam Pasal 1 angka 5 adalah : “Ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh
pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk
tindakan tertentu”. Inti tujuan dari kewajiban pemberian ganti kerugian tidak lain untuk
mengembangkan keadilan dan kesejahteraan korban sebagai anggota masyarakat dan tolak ukur pelaksanaannya adalah dengan diberikannya kesempatan kepada
korban untuk mengembangkan hak dan kewajiban sebagai manusia. Restitusi
Universitas Sumatera Utara
tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang dan dilaksanakan sejak
dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama. Pemberian restitusi dilakukan dalam empat belas hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi
yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan Pasal 48 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang. Jika pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak korban tidak dipenuhi sampai melampaui batas waktu empat belas hari, korban atau ahli
warisnya memberitahukan hal tersebut ke pengadilan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang. Selain restitusi, korban berhak mendapat rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila
yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis. Hak tersebut dapat juga diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian,
relawan pendamping, atau pekerja sosial dengan melaporkan kasus yang dialami kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 51 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Menurut Stephen Schafer,
14
perbedaan antara restitusi dan kompensasi adalah restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana
dan dibayar oleh terpidana atau merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana
14
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita, Jakarta : Rajawali Pers, 2007, Hal 167.
Universitas Sumatera Utara
the responsibility of the offender. Sedangkan kompensasi lebih bersifat perdata, timbul dari permintaan korban, di bayar oleh masyarakat atau negara the
responsible of the society.
3. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pengertian tindak pidana strafbaarfeit menurut W.J.P. Pompe adalah : “Tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan Undang-
Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”.
15
Menurut Simons pengertian tindak pidana adalah : “Sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak
dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum”.
16
Sebelum Undang-Undang Tindak Pidana disahkan, pengertian tindak pidana perdagangan orang yang umum paling banyak digunakan adalah
pengertian dari Protokol PBB untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku perdagangan orang.
Pengertian perdagangan orang menurut Protokol PBB adalah :
17
a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang
yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain
15
Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Medan : USU Press, 2010, Hal 81.
16
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, Hal 185.
17
Farhana, Op.Cit., Hal 20.
Universitas Sumatera Utara
dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayan paksa, perbudakan atau praktik- praktik serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.
b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud
yang dikemukakan dalam subalinea a ini tidak relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam subalinea a digunakan.
c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seseorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan
dalam subalinea a pasal ini.
d. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.
Dari pengertian tersebut tiga unsur yang berbeda yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu :
18
a. tindakan atau perbuatan yang dilakukan, yaitu perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang;
b. cara, menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk paksaan lain, penculikan, tipu daya, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
kedudukan rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang-orang;
c. tujuan atau maksud, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup setidak- tidaknya eksploitasi pelacuran dari orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi
seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan dan pengambilan organ tubuh.
Pasal 297 KUHP menyatakan bahwa : “perdagangan wanita dan perdagangan anak-anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun”. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, dalam Pasal 1 angka 1
Perdagangan Orang adalah sebagai berikut : “Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara
maupun antarnegara, untuk tujuan mengeksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.
Jennifer E. Enck memberi pengertian perdagangan orang yaitu :
19
“Recruitment, transport, harboring, transfer, sale or receipt of persons through
18
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
coercion, force, fraud, or deception in order to get people in situations such as forced prostitution, domestic servitude, sweatshop labor or other kinds of work to
pay debts.” Michelle O. P. Dunbar memberi pengertian perdagangan orang dalam
konteks yang lebih sempit yaitu, dalam hubungannya dengan perdagangan perempuan. Menurutnya, konsep perdagangan perempuan tidak hanya dibatasi
pada pelacuran paksa.
20
Pengertian perdagangan orang dikemukakan oleh Aliansi Global Anti Perdagangan Perempuan Global Alliance Against the Trafficking of
WomenGAATW, yaitu :
21
“All acts involved in recruitment andor transportation of a person within and across national borders for work or services by means of
violence or threat of violence, abuse of authority or dominant position, debt bondage, deception or other forms of coercion”. Semua usaha atau tindakan
yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan mengggunakan penipuan atau tekanan,
termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut,
baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan domestik seksual atau reproduktif dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu
lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Tahun 1996 Europion Parliament Report mengartikan perdagangan orang
sebagai berikut :
22
“The illegal action of someone who, directly or indirectly, encourages a citizen from a country to enter or stay in another country in order to exploit that
person by using deceit or any other from og coercion or by abusing that person’s vulnerable situation or administrative status.”
19
Mahraus Ali dan Bayu Aji Pramono, Perdagangan Orang Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2011, Hal 16 - 18.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian perdagangan manusia menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya adalah “sindikat kriminal”, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah
orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal. Dari pengertian diatas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah
melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanaannya. Aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini kegiatannya dilakukan secara terorganisir.
Pengertian secara terorganisir menurut sarjana adalah sebagai berikut :
23
a. Donald Cressey : kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang
mempercayakan penyelenggaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, di dalamnya terdapat seorang
penaksir, pengumpul, dan pemaksa. b.
Michael Maltz : kejahatan terorganisir sebagai suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk
menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan
menimbulkan korban. c.
Frank Hagan : kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk
mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta mengakibatkan aktivitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan.
Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : “Setiap tindakan
23
Chairul Bariah Mosaza, Aturan-Aturan Hukum Trafiking Perdagangan Perempuan dan Anak, Medan : USU Press, 2005, Hal 11.
Universitas Sumatera Utara
atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini”.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam perumusan masalah tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian empiris. Penelitian tipe ini lazim disebut Studi
dogmatic atau penelitian doktrinal doktrinal research.
24
Dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum positif yang
berlaku berupa norma-norma hukum positif dalam masyarakat. Sedangkan penelitian empiris, peneliti harus berhadapan langsung dengan warga
masyarakat yang menjadi objek penelitian. 2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu, data dari bahan-bahan
kepustakaan yang antara lain meliputi bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan
permasalahan yang akan diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan
hukum mengikat, dalam hal ini adalah norma atau kaidah dasar peraturan
24
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, Hal 25.
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang berupa peraturan perundang-undangan, keputusan presiden,
peraturan menteri, peraturan pemerintah, peraturan daerah. b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta memahami
bahan hukum primer, berupa buku-buku, hasil penelitian dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan penelitian dan putusan pengadilan.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang mendukung bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya seperti ensiklopedia dan lain-lain.
3. Metode pengumpulan data
a. Studi Kepustakaan Library Research, yakni studi dokumen dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku hukum, literatur, tulisan-
tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dan dokumen yang diteliti adalah
putusan pengadilan. b. Studi Lapangan Field Research, yakni studi lapangan dengan
melakukan wawancara dengan para informan yaitu, Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
4. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif. Maka pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk
mengadakan analisa terhadap permasalahan yang akan diteliti. Teknik analisis
Universitas Sumatera Utara
data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori
yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil pada penulisan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi haruslah disusun atau ditulis secara sistematis agar dihasilkan suatu tulisan yang teratur dan terarah pada suatu titik permasalahan dan
pembahasan yang jelas. Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai isi tulisan
skripsi ini. Maka penulis membuat sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian,
alat pengumpul data, analisis hasil penelitian, kemudian dijelaskan yang merupakan sistematika dari penulisan itu sendiri.
BAB II PERATURAN HUKUM HAK RESTITUSI TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
Di dalam bab ini dijelaskan tentang peraturan hukum hak restitusi korban tindak pidana perdagangan orang, dalam bentuk Undang-
Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan
Pemerintah ataupun Peraturan Daerah, baik sebelum dan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERAN
KEJAKSAAN DALAM PENENTUAN HAK RESTITUSI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Di dalam bab ini dijelaskan mengenai peran Jaksa sebagai penuntut umum dalam penentuan hak restitusi ketika menangani kasus
tindak pidana perdagangan orang diwilayah hukum kota Medan. Juga tentang kedudukan Kejaksaan RI, serta tugas, wewenang dan
fungsi Kejaksaan Republik Indonesia, serta analisa kasus.
BAB IV
HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI JAKSA DALAM PENENTUAN HAK RESTITUSI TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
Di dalam bab ini dijelaskan tentang faktor penghambat yang dihadapi Jaksa dalam penentuan hak restitusi tindak pidana
perdagangan orang, baik hambatan secara internal dan eksternal.
BAB V PENUTUP
Di dalam bab ini dijelaskan tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penulisan skripsi dan studi lapangan. Kesimpulan ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang ada. Selain itu dalam bab ini juga diberikan saran-saran yang
diharapkan dapat membantu menyelesaikan atau paling tidak diharapkan mengurangi masalah yang dibahas dalam penulisan
skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
33
BAB II PERATURAN HUKUM HAK RESTITUSI DALAM TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG A. Sebelum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlindungan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan nilai yang terganggu di dalam masyarakat.
Untuk memenuhi aspek ini, konsep menyediakan jenis sanksi berupa “pembayaran ganti kerugian” dan “pemenuhan kewajiban adat”. Kedua jenis
dimasukkan sebagai jenis pidana tambahan, karena dalam kenyataan sering terungkap bahwa penyelesaian masalah secara yuridis formal dengan menjatuhkan
sanksi pidana pokok saja kepada terdakwa belum dirasakan oleh warga masyarakat sebagai suatu penyelesaian masalah secara tuntas.
25
Selama ini dalam penegakan hukum kelemahan mendasar dalam proses penanganan perkara pidana
adalah terabaikannya hak korban maupun akibat yang harus ditanggung oleh korban kejahatan karena perlindungan hukum terhadap korban kejahatan tidak
mendapat pengaturan yang memadai. Sebelum dikeluarkannya tindak pidana
perdagangan orang, penanganan kasusnya sudah lama diatur dalam hukum positif Indonesia, misalnya saja dengan menggunakan rumusan kejahatan perdagangan
orang yang diatur dalam KUHP maupun hukum nasional lainnya diluar KUHP.
25
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, Hal 91.
Universitas Sumatera Utara
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP
Beberapa pasal dalam KUHP yang terkait dengan kejahatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana perdagangan orang yakni :
a. Pasal 297 KUHP secara tegas telah melarang dan mengancam pidana
perbuatan memperdagangkan atau memperniagakan wanita dan laki-laki. Ketentuan Pasal 297 KUHP tersebut secara lengkap berbunyi : “Perdagangan
wanita dan perdagangan laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”. Dalam memahami pasal ini sangat
penting untuk diketahui arti dari kata memperniagakan. Pada Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum tidak memberikan penjelasan mengenai kata ini. R.
Soesilo dalam penjelasan pasal terhadap pasal ini mengatakan bahwa :
26
yang dimaksud dengan perniagaan atau perdagangan perempuan ialah melakukan
perbuatan-perbuatan dengan maksud untuk menyerahkan perempuan guna pelacuran. Termasuk pula perempuan-perempuan muda untuk dikirimkan ke
luar negeri yang maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran...” b.
Pasal 324 : “Barang siapa dengan biaya sendiri atau biaya orang lain
menjalankan perniagaan budak atau melakukan perbuatan perniagaan budak atau dengan sengaja turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
salah satu perbuatan diatas, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Istilah perdagangan apabila sama artinya dengan perdagangan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, berarti : membeli untuk dijual lagi, kemudian menjual, maka seseorang yang membeli saja atau menjual saja
26
R. Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor : Politea, 1995, Hal 217.
Universitas Sumatera Utara
tidak masuk istilah berdagang. Akan tetapi, menurut Noyon-Langemenyer jilid III halaman 63, istilah menjalankan perdagangan budak belian lain
daripada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu meliputi juga membeli saja atau menjual saja. Pasal yang bersangkutan dari KUHP Belanda
tidak memuat tambahan melakukan perbuatan perdagangan. Dengan adanya tambahan kata-kata ini di Indonesia lebih tegas bahwa membeli saja atau
menjual saja seorang budak belian masuk rumusan Pasal 324 ini.
27
Terdapat sepuluh asas yang dianut oleh KUHAP dengan maksud untuk melindungi hak warganegara dalam proses hukum yang adil, yaitu :
28
1. Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun;
2. Praduga tidak bersalah;
3. Pelanggaran atas hak-hak individu warganegara yaitu dalam hal penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan harus didasarkan pada undang- undang dan dilakukan dengan surat perintah;
4. Seorang tersangka hendak diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan
terhadapnya; 5.
Seorang tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan penasehat hukum; 6.
Seorang terdakwa berhak hadir di muka pengadilan; 7.
Adanya peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat serta sederhana; 8.
Peradilan harus terbuka untuk umum; 9.
Tersangka maupun terdakwa berhak memperoleh kompensasi ganti rugi dan rehabilitasi; serta
10. Adalah kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan- putusannya.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Perdagangan perempuan dan anak merupakan bentuk pelanggaran terhadap HAM, karena melanggar :
a. Hak atas kehidupan; b. Hak atas persamaan;
c. Hak atas kemerdekaan dan keamanan prribadi; d. Hak atas perlindungan yang sama di muka umum;
27
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama : 2003, Hal 82 – 83.
28
Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010, Hal 56 - 57.
Universitas Sumatera Utara
e. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik- baiknya;
f. Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik; g. Hak untuk pendidikan lanjut; dan
h. Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain,
perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang. Undang-Undang ini telah mencantumkan tentang hak anak, hak wanita,
pelaksanaan, kewajiban, dan tanggungjawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan anak sebagai landasan
yuridis sebagai pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab tersebut. a. Pasal 3 : Setiap orang dilahirkan dengan bebas, dengan harkat dan martabat
yang sama dan sederajat, serta setiap orang berhak atas perlindungan dan kebebsasan dasar manusia tanpa diskriminasi.
b. Pasal 4 : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
c. Pasal 20 : Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba, seperti perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun
yang tujuannya serupa, dilarang. Diperbudak, diperhamba atau yang dibeli atau yang boleh dibeli, atau yang dipekerjakan karena hutang, atau yang menjadi
budak karena tidak mampu membayar hutang, atau yang perempuan karena permainan.
d. Pasal 64 : Setiap anak berhak untuk memperoleh per1indungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya,
sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral. kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.
e. Pasal 65 : Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan
eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, Undang-Undang ini tidak memuat norma tentang ketentuan saksi hukuman bagi pelanggar hak asasi manusia, termasuk pasal tentang
perdagangan anak.
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di Lingkungan Peradilan Umum yang memiliki tugas dan wewenang memeriksa dan
memutus perkara pelanggaran HAM yang berat dan berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum
Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Tetapi tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh seseorang
yang berumur di bawah 18 delapan belas tahun pada saat kejahatan dilakukan. a. Pasal 7 huruf b : Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi: kejahatan
terhadap kemanusiaan. b. Pasal 9 : Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a.
pembunuhan; b.
pemusnahan; c.
perbudakan;
29
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum intemasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
29
Penjelasan Pasal 9 huruf c UU No. 26 Tahun 2000 bahwa : Yang dimaksud dengan “perbudakan” dalam ketentuan ini termasuk perdagangan manusia, khususnya perdagangan wanita
dan anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.
c. Pasal 35 : Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
30
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Perbuatan
tindak pidana perdagangan orang merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Setiap korban atau saksi dalam pelanggaran hak asasi
manusia yang berat berhak memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum dan aparat keamanan yang diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang meliputi: perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan
mental; perahasiaan identitas korban atau saksi; dan pemberian keterangan pada
saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. Perlindungan terhadap korban dan saksi dilakukan berdasarkan
inisiatif aparat penegak hukum dan aparat keamanan; dan atau
permohonan yang disampaikan oleh korban atau saksi. Permohonan tersebut disampaikan kepada : Komisi
30
Penjelasan Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 bahwa : Yang dimaksud dengan “kompensasi” adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu
rnemberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Yang dimaksud dengan “restitusi” adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau
pihak ketiga. Restitusi dapat berupa:
a. pengembalian harta milik ; b. pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan; atau
c. penggantian biaya untuk tindakan tertentu. Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya
kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain.
Universitas Sumatera Utara
Nasional Hak Asasi Manusia, pada tahap penyelidikan; Kejaksaan, pada tahap
penyidikan dan penuntutan dan Pengadilan, pada tahap pemeriksaan. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi,
Restitusi, Dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pelanggaran HAM yang berat tersebut adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM
.
Pasal yang melindungi hak-hak korban yaitu : a. Pasal 2 : Kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi diberikan kepada korban
atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya dan harus dilaksanakan secara tepat, cepat, dan layak
.
31
b. Pasal 7 : Instansi Pemerintah Terkait melaksanakan pemberian kompensasi dan
atau rehabilitasi serta pelaku atau pihak ketiga melaksanakan pemberian restitusi, paling lambat 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak berita acara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diterima.
c. Pasal 8 : Pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi, dilaporkan oleh Instansi Pemerintah Terkait, pelaku, atau pihak ketiga kepada
Ketua Pengadilan HAM yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi. Kemudian
tanda bukti tersebut disampaikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya. Ketua Pengadilan HAM menerima tanda bukti
kemudian mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan.
d. Pasal 9 : Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan atau
rehabilitasi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana
31
Penjelasan Pasal 2 Ayat 1 PP No. 3 Tahun 2002 bahwa : Yang dimaksud dengan ahli waris adalah ahli waris sesuai dengan penetapan pengadilan. Lihat Penjelasan Pasal Ayat 2
bahwa : Yang dimaksud dengan tepat adalah bahwa penggantian kerugian dan atau pemulihan hak-hak lainnya diberikan kepada korban yang memang mengalami penderitaan sebagai akibat
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Yang dimaksud dengan cepat adalah bahwa penggantian kerugian dan atau pemulihan hak-hak lainnya diberikan kepada korban sesegera
mungkin dalam rangka secepatnya mengurangi penderitaan korban. Yang dimaksud dengan layak adalah bahwa penggantian kerugian dan atau pemulihan hak-hak lainnya diberikan kepada
korban secara patut berdasarkan rasa keadilan.
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam Pasal 7, korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut kepada Jaksa Agung. Kemudian Jaksa
Agung segera memerintahkan Instansi Pemerintah Terkait, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 7 tujuh hari kerja
terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima.
e. Pasal 10 : Dalam hal pemberian kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau
kelambatan pelaksanaan harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.
32
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya
termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia; dan anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat manusia sebagai manusia seutuhnya dan ini adalah bagian dari pembukaan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
a. Pasal 59 : Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam
situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban
penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
salah dan penelantaran.
b. Pasal 66 : Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi
danatau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yang dilakukan melalui:
a. penyebarluasan danatau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual;
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga
swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi danatau seksual.
32
Penjelasan Pasal 10 PP No. 3 Tahun 2002 bahwa : Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keringanan kepada pelaku atau Pemerintah dalam pemberian kompensasi, restitusi,
dan atau rehabilitasi untuk dilakukan secara bertahap karena keterbatasan kemampuan bila dilaksanakan sekaligus.
Universitas Sumatera Utara
c. Pasal 68 : Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui
upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat dan setiap orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan.
d. Pasal 81 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah dan berlaku pula bagi setiap orang yang dengan
sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
e. Pasal 82 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
enam puluh juta rupiah.
f. Pasal 83 : Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.
g. Pasal 84 : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ danatau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun danatau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
h. Pasal 85 : Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh danatau jaringan tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun
danatau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan organ tubuh
danatau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa
seizin orang tua atau tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun danatau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
7. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 RAN Anti Perdagangan Orang Rencana Aksi Nasional RAN Anti Perdagangan Orang dan Anak
disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah
dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti
trafficking di Tingkat Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di tingkat provinsi dan kabupatenkota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus
tugas didasarkan keputusan kepala daerah masing-masing termasuk anggaran
pembiayaannya. Rencana Aksi Nasional RAN penghapusan Perdagangan
trafficking Perempuan dan Anak yang menjadi arahan, pedoman, dan rujukan dalam penanganan masalah trafficking ini. Adapun RAN ini telah dilakukan
penyusunannya dengan memperhatikan pokok-pokok penyusunan rencana aksi yang baik, yaitu memenuhi standar sistematik sistematic, terukur measurable
dapat dicapai attainable, rasional dan layak rationalreasonable, dan waktu yang tepat timely.
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
a. Pasal 68 : Pengusaha dilarang mempekerjakan anak;
b. Pasal 69 ayat 1 : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tiga belas tahun sampai
dengan 15 lima belas tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
c. Pasal 69 ayat 2 Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagai-mana dimaksud dalam ayat 1 harus memenuhi persyaratan:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali; b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
Universitas Sumatera Utara
c. waktu kerja maksimum 3 tiga jam; d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Pasal 74 : Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk. Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang
dimaksud meliputi : a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak
untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; danatau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
9. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan
Trafficking Perempuan Dan Anak
Suatu langkah maju Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah melahirkan suatu Peraturan Daerah Trafficking disahkan di Medan pada tanggal 6 Juli 2004
oleh Gubernur Provinsi Sumatera Utara T. Rizal Nurdin dan diundangkan di Medan pada tanggal 16 Agustus 2004 oleh Sekretaris Daerah Propinsi, Drs.
Muhyan Tambuse. Dalam Peraturan Daerah ini bahwa perdagangan orang merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan
melanggar hak asasi manusia, dan mempunyai jaringan yang luas sehingga merupakan ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta penghormatan
terhadap hak asasi manusia baik secara nasional maupun internasional. Hal-hal yang penting dalam Perda Nomor 6 Tahun 2004, yaitu :
a. Pasal 3 yaitu : bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan trafiking.
Universitas Sumatera Utara
b. Pasal 4 yaitu : Perempuan yang akan bekerja diluar wilayah desakelurahan
wajib memiliki Surat izin Bekerja Perempuan SIBP yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Lurah dan diadministrasikan oleh camat setempat.
c. Pasal 11 yaitu : Perlu mengefektifkan dan menjamin pelakasanaan pencegahan
trafiking perlu dibentuk gugus tugas tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak RAN-P3A.
d. Pasal 17 yaitu : Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta membantu upaya pencegahan dan penghapusan
perdagangan trafiking perempuan dan anak. e. Pasal 28 yaitu : Sanksi pidana, setiap orang yang melakukan, mengetahui,
melindungi, menutup informasi dan membantu secara langsung maupun tidak langsung terjadinya perdagangan trafiking perempuan dan anak dengan
tujuan untuk melakukan eksploitasi baik dengan atau tanpa persetujuan untuk pelacuran, kerja atau pelayanan, perbudakan atau praktek serupa dengan
perbudakan, pemindahan atau transplantasi organ tubuh, atau segala tindakan yang melibatkan pemerasaan dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga dan atau
kemampuan seseorang oleh pihak lain dengan secara sewenang-wenang untuk mendapatkan keuntungan baik material maupun non material dapat dikenakan
ancaman pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
Suatu langkah maju dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, negara Indonesia telah melahirkan suatu
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap saksi danatau korban. Undang-Undang ini bertujuan memberikan perlindungan
rasa aman pada saksi danatau korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi
baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak
lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari
berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Maka sudah saatnya perlindungan Saksi dan Korban diatur dengan undang-undang tersendiri.
Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban meliputi:
1. Perlindungan dan hak Saksi dan Korban; 2. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;
3. Syarat dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan; dan 4. Ketentuan pidana.
B. Setelah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Salah satu dasar pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah
dikarenakan selama ini peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perdagangan orang belum memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu dalam
melakukan pemberantasan perdagangan orang. Dengan lahirnya Undang-Undang ini maka pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi
perdagangan orang yang didasarkan pada komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, peningkatan kerjasama,
Universitas Sumatera Utara
penindakan terhadap pelaku, dan termasuk perlindungan terhadap hak-hak korban perdagangan orang. Dengan demikian penanganan perkara perdagangan orang
telah berlandaskan pada pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 sehingga para pelaku baik perorangan maupun korporasi dapat jera untuk
melangkah melakukannya. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 terdiri dari 9 Bab yang meliputi
67 Pasal, yang pada intinya mencakup Pencegahan, Pemberantasan dan Penanganan yang terdiri dari dua aspek yaitu :
1. Aspek Non Pro Justisia, yaitu : a.
Aspek Perlindungan Saksi dan Korban b.
Aspek Pencegahan dan Penanganan c.
Aspek Kerjasama Dan Peran Serta Masyarakat 2. Aspek Pro Justisia, yaitu merupakan Aspek Pemidanaan Atau Hukum Materiil
dan Aspek Hukum Acara Pidana. Adapun secara menyeluruh Undang-Undang ini berisi dan menceritakan
tentang beberapa aspek yang terdapat di dalam beberapa pasal berikut ini :
33
1 Aspek Tindak Pidana Perdagangan Orang Secara garis besar aspek ini memuat tentang berbagai macam dan cara
serta jenis-jenis dari tindak pidana perdagangan orang yang dimulai dari perekrutan, pengangkutan hingga nantinya diperkerjakan, baik itu yang ditujukan
ke dalam atau ke luar negeri, yang mana baik itu dilakukan dengan unsur penipuan, pembujukan, pemanfaatan ataupun kekerasan bahkan yang dilakukan
33
Lihat beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Universitas Sumatera Utara
secara korporasi, yang mana kesemuanya itu terdapat di dalam Pasal 2 hingga Pasal 18 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini, pada dasarnya berisikan
mengenai ketentuan-ketentuan pidana yang dijatuhkan terhadap perdagangan orang, baik pidana Penjara, Kurungan atupun Denda. Bagi pelaku Human
Trafficking yang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan seseorang mengalami eksploitasi ataupun yang melakukan kegiatan perdagangan orang yang
dimulai dari percobaan, pemanfaatan, pengiriman bahkan korporasi. Terhadap tindak pidana perdagangan orang akan dijatuhkan pidana denda paling sedikit 120
juta rupiah dan paling banyak 600 juta rupiah, dan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama seumur hidup.
2 Aspek Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Aspek ini memuat tentang berbagai tindak pidana kejahatan yang bersifat menghalangi pemeriksaan terhadap kejahatan perdagangan orang yang terjadi,
atau dengan kata lain berusaha mencegah, merintangi dan bahkan menggagalkan suatu penyelidikan dan pemeriksaan tindak pidana lain yang terjadi dan
mendukung terhadap terjadinya tindak pidana kejahatan perdagangan orang, yang mana aspek ini dimulai dari Pasal 19 hingga Pasal 27 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007. Dalam Undang-Undang ini, ditetapkan bahwa berbagai tindakan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang dan bahkan bersifat
menghalangi akan dipidana dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun.
Universitas Sumatera Utara
3 Aspek Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan, di Sidang Pengadilan Aspek ini berisikan mengenai penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan,
di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, termasuk didalamnya pemeriksaan alat bukti, saksi, dan korban. Aspek ini dimulai dari
Pasal 28 hingga Pasal 42 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. 4 Aspek Perlindungan Saksi dan Korban
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, seorang korban dan saksi perlu mendapat perlindungan sebagaimana tercantum, antara lain :
a. Ruang Pelayanan Khusus Pasal 45
b. Pusat Pelayanan Terpadu Pasal 46
c. Mekanisme Pembayaran Restitusi Pasal 48-Pasal 50
d. Rehabilitasi untuk Pemulihan Korban Pasal 51
e. Rumah Perlindungan Sosialpusat trauma Pasal 52
Di sinilah sangat penting peran masyarakat untuk membantu memberikan perlindungan kepada saksi korban. Adapun aspek ini meliputi Pasal 43 hingga
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. 5 Aspek Pencegahan dan Penanganan
Aspek ini meliputi 2 hal yaitu : a. Program Pencegahan Pasal 57
b. Pembentukan Gugus Tugas Pasal 58 6 Aspek Kerjasama Internasional dan Peran Serta Masyarakat
Dalam aspek ini berisikan tentang upaya dari pemerintah dengan mengadakan kerjasama internasional dalam menyelenggarakan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan aspek ini juga bercerita mengenai peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan
Universitas Sumatera Utara
korban tindak pidana perdagangan orang. Aspek ini terdapat dalam Pasal 59 hingga Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.
7 Aspek lain yang meliputi : a. Ketentuan Umum Pasal 1
b. Ketentuan Peralihan Pasal 64 c. Ketentuan Penutup Pasal 65-67
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau Korban Tindak
Pidana Perdagangan Orang
Peraturan Pemerintah ini diharapakan dapat lebih memberikan kemudahan penerapan undang-undang yang ada di dalamnya mengatur mengenai pencegahan,
pemberantasan, penghukuman, penanganan dan pemenuhan hak saksi danatau korban tindak pidana perdagangan orang yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah. Pada Pasal 46 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengamanatkan
mengenai tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tata cara adalah rangkaian proses pelayanan terpadu yang
diberikan kepada korban yakni mulai dari identifikasi korban, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan hukum, pemulangan, dan reintegrasi sosial.
Mekanisme adalah sistem pelayanan terpadu satu pintu baik dalam satu atap maupun berjejaring yang merupakan rangkaian tugas dan fungsi instansilembaga
terkait dalam menangani korban perdagangan orang. Pusat Pelayanan Terpadu, yang selanjutnya disingkat dengan PPT, adalah satu unit kesatuan yang
menyelenggarakan pelayanan terpadu untuk saksi danatau korban tindak pidana perdagangan orang.
Universitas Sumatera Utara
PPT dibentuk di kabupatenkota yang pembentukannya dengan peraturan daerah masing-masing kabupatenkota. Peraturan Daerah KabupatenKota yang
akan dibentuk mengacu pada Peraturan Pemerintah ini, terutama mengenai tata cara dan mekanisme pelayanan, serta pegaturan mengenai standar pelayanan
minimal dan standar operasional prosedur pemulangan dan reintegrasi sosial juga wajib menyediakan sarana dan prasarana PPT yang meliputi penyediaan fisik
bangunan beserta perlengkapan yang dibutuhkan atau sesuai dengan standar pelayanan minimal dan standar operasional prosedur pemulangan dan reintegrasi
sosial. Sarana dan prasarana adalah ketersediaan para petugas dalam pengelolaan PPT tersebut, misalnya tenaga kesehatan, keperawatan, psikolog, psikiater,
pekerja sosial yang digaji sesuai ketentuan perundang-undangan. Pendanaan penyelengaraan PPT dibebankan pada anggaran pendapatan belanja negara dan
anggaran pendapatan belanja daerah serta dari sumber-sumber lain yang sah.
34
3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan Bantuan Kepada Saksi Dan Korban
Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008
pengertian kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi
tanggung jawabnya. Sedangkan, pengertian restitusi menurut Pasal 1 angka 5 adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku
atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk
tindakan tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah ini Pemberian kompensasi diatur
34
Lihat Penjelasan PP RI No. 9 Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 dan Pemberian restitusi diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 33.
a. Pasal 20 : Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi. Permohonan
dapat diajukan oleh Korban, Keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa khusus dan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas
bermeterai cukup kepada pengadilan melalui LPSK.
b. Pasal 21: Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah pelaku dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Pasal 33 : Dalam hal pemberian Restitusi dilakukan secara bertahap, setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan harus dilaporkan Korban,
Keluarga atau kuasanya kepada pengadilan yang menetapkan atau memutuskan permohonan Restitusi.
d. Pasal 34 : Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak
memperoleh bantuan, berupa: a. bantuan medis;
b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Dan Permohonan Bantuan dapat diajukan oleh Korban, Keluarga, atau
kuasanya dengan surat kuasa khusus yang dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada LPSK atau Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban.
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol Untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang,
Terutama Perempuan Dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional
yang Terorganisasi
Protokol Palermo adalah suatu perjanjian yang berisi sebuah perangkat hukum yang mengikat kewajiban bagi semua negara yang meratifikasi atau
menyetujuinya untuk mencegah, menekan, dan menghukum trafficking pada manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak. Penandatanganan protokol
ini untuk mencegah, menindak, dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak oleh pemerintah Republik Indonesia dalam
pemberatasan perdagangan orang.
Universitas Sumatera Utara
Konvensi Palermo memuat tiga protokol, yaitu anti perdagangan orang terutama perempuan dan anak-anak, anti penyeludupan imigran, serta
antiproduksi dan penyeludupan senjata api gelap. Sedangkan dalam perdagangan orang, tindakan-tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan
orang, terutama perempuan dan anak-anak, membutuhkan sebuah pendekatan internasional yang komprehensif di negara asal, negara transit dan negara tujuan
yang mencakup langkah-langkah untuk mencegah perdagangan, untuk menghukum para pelaku perdagangan orang dan untuk melindungi korban-korban
perdagangan orang termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional.
5. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan
Pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 dijelaskan
bahwa Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah tolak ukur kinerja pelayanan unit pelayanan terpadu dalam memberikan pelayanan
penanganan laporanpengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum, serta pemulangan dan reintegrasi sosial bagi
perempuan dan anak korban kekerasan. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis
yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Kekerasan yang dimaksud terhadap perempuan dan anak.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1 angka 3 kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Sedangkan kekerasan terhadap anak menurut Pasal 1
angka 4 adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk
penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak.
Unit pelayanan terpadu atau disingkat UPT adalah suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan fungsi pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak
korban kekerasan. UPT tersebut dapat berada di Pusat Pelayanan Terpadu PPT dan Pusat Krisis Terpadu PKT yang berbasis Rumah Sakit, Puskesmas, Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak UPPA, Rumah Perlindungan Trauma Center
RPTC, Rumah Perlindungan Sosial Anak RPSA, BP4 dan lembaga-lembaga keumatan lainnya, Kejaksaan, Pengadilan, Satuan Tugas Pelayanan Warga pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Women Crisis Center WCC, lembaga bantuan hukum LBH, dan lembaga sejenis lainnya. Layanan ini dapat
berbentuk satu atap one stop crisis center atau berbentuk jejaring, tergantung kebutuhan di masing-masing daerah.
Universitas Sumatera Utara
SPM Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, meliputi layanan :
a. penanganan pengaduanlaporan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak;
b. pelayanan kesehatan bagi perempuan dan anak korban kekerasan; c. rehabilitasi sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan;
d. penegakan dan bantuan hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan;
dan e. pemulangan dan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 memiliki indikator kinerja dan target batas waktu pencapaian pada tahun 2014, meliputi :
a. cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan penanganan pengaduan oleh petugas terlatih di dalam unit pelayanan terpadu: 100;
b. cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih di Puskesmas mampu tatalaksana
KtPA dan PPTPKT di Rumah Sakit: 100 dari sasaran program; c. cakupan layanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh petugas rehabilitasi
sosial terlatih bagi perempuan dan anak korban kekerasan di dalam unit pelayanan terpadu: 75;
d. cakupan layanan bimbingan rohani yang diberikan oleh petugas bimbingan rohani terlatih bagi perempuan dan anak korban kekerasan di dalam unit
pelayanan terpadu: 75; e. cakupan penegakan hukum dari tingkat penyidikan sampai dengan putusan
pengadilan atas kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak: 80; f. cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan
bantuan hukum: 50; g. cakupan layanan pemulangan bagi perempuan dan anak korban kekerasan:
50; dan h. cakupan layanan reintegrasi sosial bagi perempuan dan anak korban kekerasan:
100.
6. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Prosedur
Standar Operasional Pelayanan Terpadu Bagi Saksi danatau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Berdasarkan bukti empiris terungkap bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang banyak menjadi korban kekerasan, berupa kekerasan fisik, psikis,
seksual, penelantaran, eksploitasi, dan kekerasan lainnya. Faktor yang penyebabnya adalah faktor budaya patriarki yang masih banyak terjadi di
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang memandang perempuan lebih rendah dari pada laki-laki dan adanya persepsi yang salah yakni menganggap kekerasan sebagai hal yang biasa
dan merupakan hak dari pelaku. Kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dilihat dari jenis, pelaku, tempat kejadian, waktu, usia dan akibat dari tindak
kekerasan yang berlaku umum dan tidak memiliki relevansi dengan jenis pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, kedudukan sosial, agama dan keyakinan,
suku bangsa, etnis dan ras yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat terjadi pada semua jenis strata sosial, kekerasan terhadap
perempuan dan anak dapat dan terus terjadi sepanjang ketimpangan hubungan laki-laki dan perempuan masih diyakini dan dimanifestasikan dalam kehidupan
sosial. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang dapat dijadikan panduan
bagi penyelenggara layanan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di daerah, dan sekaligus menjadi landasan kebijakan setiap layanan minimal bagi
perempuan dan anak korban kekerasan yang bermutu dan profesional dengan berfokus pada kepentingan korban. Untuk itu, disusunlah Standar Pelayanan
Minimal SPM Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
Universitas Sumatera Utara
56
BAB III PERAN KEJAKSAAN DALAM PENENTUAN HAK RESTITUSI TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang
berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, yang memiliki kewenangan untuk menyidik dan menuntut setiap kasus pidana termasuk kejahatan
perdagangan orang. Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana executive ambtenaar. Selain berperan dalam perkara pidana,
Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha
Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan
pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
35
Segala kegiatan penuntutan oleh Kejaksaan di pengadilan tidak akan berhenti hanya karena Jaksa
yang semula bertugas berhalangan. Dalam hal demikian, tugas penuntutan oleh Kejaksaan akan tetap dilakukan sekalipun oleh Jaksa Pengganti.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, menurut Pasal 24 ayat 1 UUD 1945, ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Ketentuan mengenai badan-badan lain tersebut dipertegas dalam
35
http:kejaksaan.go.idtentang_kejaksaan.php?id=1, diakses pada tanggal 18 Maret 2013.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 41 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan mengenai badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan badan-badan lain yang diatur dengan undang-undang.
Dalam melaksanakan kekuasaan negara sebagaimana tersebut di atas diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri
secara merdeka atau tidak ada intervensi dan pengaruh dari pihak manapun. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri adalah satu kesatuan
yang utuh dan tidak terpisah-pisahkan. Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan
negara Republik Indonesia. Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Selanjutnya, Kejaksaan Negeri
berkedudukan di ibukota kabupatenkota yang daerah hukumnya meliputi wilayah kabupatenkota.
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 pernah berlaku Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, dalam Pasal 2 menegaskan bahwa : 1. Kejaksaan Republik Indonesia selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut
Kejaksaan, adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
2. Kejaksaan adalah salah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam melakukan penuntutan.
Universitas Sumatera Utara
Pernah juga berlaku Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, dalam Pasal 1 ayat 1
menegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia selanjutnya disebut Kejaksaan, ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai Penuntut
Umum. Dalam ayat 2 menegaskan bahwa Kejaksaan dalam menjalankan tugasnya selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara. Pasal
3 menetapkan bahwa bahwa Kejaksaan adalah satu dan tak dapat dipisah- pisahkan. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik beberapa hal penting, yaitu:
1. Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum; 2. Tugas utama Kejaksaan adalah sebagai penuntut umum;
3. Kejaksaan harus menjujung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara; 4. Kejaksaan adalah satu dan tak dapat dipisah-pisahkan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 2 menegaskan bahwa:
1. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut Kejaksaan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. 2. Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan secara
merdeka. 3. Kejaksaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 adalah satu dan tidak
terpisahkan.
Universitas Sumatera Utara
Dari ketiga undang-undang mengenai kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia di atas tampak ada beberapa
persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu : 1. Kesamaan ketiga Undang-Undang Kejaksaan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 berkaitan dengan kedudukan Kejaksaan adalah
pertama, Kejaksaan melakukan kekuasaan kewenangan utama di bidang penuntutan.
2. Kesamaaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 yakni Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang
melakukan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berbeda dari pengaturan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1961 yang menegaskan bahwa
Kejaksaan adalah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum.
Adapun perbedaan ketiga undang-undang mengenai kedudukan Kejaksaan Republik Indonesia tersebut, yaitu :
1. Perbedaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 terletak
pada unsur bahwa “kekuasaan kewenangan itu dilakukan secara merdeka”. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 mengatur dengan tegas bahwa
kejaksaan memiliki kemerdekaan dan kemandirian dalam melakukan kekuasaan negara di bidang penuntutan, sedangkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1991 dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tidak mengatur hal ini.
Universitas Sumatera Utara
2. Perbedaan lainnya adalah Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 menegaskan secara eksplisit bahwa Kejaksaan harus menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat
dan hukum negara, sementara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tidak menegaskan hal tersebut.
Dalam konteks Ilmu Manajemen Pemerintahan Jaksa Agung, sebagai bawahan Presiden, harus mampu melakukan tiga hal, yaitu :
1. Menjabarkan instruksi, petunjuk, dan berbagai bentuk kebijakan lainnya dari Presiden dalam tugas dan wewenangnya dalam bidang penegakan hukum;
2. Melaksanakan instruksi, petunjuk, dan berbagai kebijakan Presiden yang telah dijabarkan tersebut; dan
3. Mengamankan instruksi, petunjuk, dan berbagai kebijakan Presiden yang sementara dan telah dilaksanakan.
Dedikasi, loyalitas, dan kredibilitas Jaksa Agung di hadapan Presiden diukur dari sejauh mana Jaksa Agung mampu melakukan ketiga hal tersebut, yang
pasti adalah Jaksa Agung harus berusaha melakukan ketiga itu untuk menunjukkan dedikasi, loyalitas, dan kredibilitasnya sebagai pengemban
kekuasaan negara di bidang penegakan hukum.
36
Di sinilah letak kecenderungan ketidakmerdekaan Kejaksaan melakukan tugas, wewenang dan fungsinya.
Implikasinya adalah keadilan, kepastian hukum, dan kegunaan kemanfaatan hukum yang menjadi cita hukum bangsa Indonesia, sekaligus yang menjadi tujuan
hukum yang mestinya harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hanya menjadi cita-cita dan jauh dari kenyataan.
36
http:raypratama.blogspot.com201202kedudukan-kejaksaan-dalam sistem.html, diakses pada tanggal 23 Maret 2013.
Universitas Sumatera Utara
Maka berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 menempatkan Kejaksaan dalam kedudukan yang
ambigu. Di satu sisi, Kejaksaan dituntut menjalankan fungsi, dan wewenangnya secara merdeka, di sisi lain Kejaksaan dipasung karena kedudukan berada di
bawah kekuasaan eksekutif. Di sinilah antara lain letak kelemahan pengaturan undang-undang ini. Apabila pemerintah Presiden benar-benar memiliki
komitmen untuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia, tidak menjadi masalah bila Kejaksaan tetap berada dalam lingkungan eksekutif, asalkan
Kejaksaan diberdayakan dengan diberi kewenangan dan tanggung jawab luas dan besar namun profesional. Apabila Pemerintah tidak memiliki komitmen seperti
itu, alangkah lebih baik bila Kejaksaan, sebagai salah satu instistusi penegak hukum, didudukkan sebagai “badan negara” yang mandiri dan independen bukan
menjadi lembaga pemerintahan yang tidak berada di bawah kekuasaan eksekutif, maupun di bawah kekuasaan lainnya, sehingga Kejaksaan bersifat independen dan
merdeka, dalam arti tidak terpengaruh dan atau dipengaruhi, dalam melaksanakan penegakan hukum di Indonesia.
B. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia
Berdasarkan Bab III Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Tugas dan Wewenang Kejaksaan adalah :
1. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. melakukan penuntutan;
37
37
Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 Huruf a dijelaskan bahwa melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan pra penuntutan. Pra penuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau
perkembangan penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh
penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Universitas Sumatera Utara
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; c.
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
38
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang; e.
melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah. 3. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan : a.
peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b.
pengamanan kebijakan penegakan hukum; c.
pengawasan peredaran barang cetakan; d.
pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan danatau penodaan agama;
f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal.
Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan
terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri disebabkan oleh hal-hal
yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa disamping tugas dan wewenang
tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan
tugas dan wewenang, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan
38
Dalam penjelasan Pasal 30 ayat 1 Huruf c bahwa yang dimaksud dengan “keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri yang tugas dan
tanggungjawabnya di bidang permasyarakataan.
Universitas Sumatera Utara
penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.
39
Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Di samping tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia di atas, Jaksa Agung memiliki tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 35
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, yaitu : a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan
dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan; b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; d. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam
perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;
40
e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Pasal 36 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 mengatur bahwa :
1 Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa
41
untuk berobat atau menjalani perawatan dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan
tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
39
Penjelasan Pasal 33 menyatakan adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja
sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. Hubungan kerjasama ini dilakukan
melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Kerjasama antara Kejaksaan dan
instansi penegak hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara.
40
Penjelasan Pasal 35 UU NO. 16 Tahun 2004 Huruf d pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah sesuai dengan ketentuan.
41
Penjelasan Pasal 36 UU No. 16 Tahun 2004 ayat 1: keluarganya mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung. Diperlukannya izin dalam ketentuan ini oleh karena status tersangka atau
Universitas Sumatera Utara
2 Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung,
sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
3 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar
negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di
dalam negeri.
42
Kemudian Pasal 37 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa :
1 Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
2 Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan rakyat sesuai dengan akuntabilitas.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia diatur tugas dan wewenang Kejaksaan RI. Pasal 27
menegaskan bahwa :
terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, misalnya berupa penahanan, kewajiban lapor, danatau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah
tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab kejaksaan. Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tetentu” adalah apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam
negeri tidak ada.
42
Penjelasan Pasal 36 UU No. 16 Tahun 2004 ayat 3 : Selain rekomendasi dari dokter untuk berobat ke luar negeri, juga disyaratkan adanya jaminan tersangka atau terdakwa atau
keluarganya berupa uang sejumlah kerugian negara yang diduga dilakukan oleh tersangka atau terdakwa. Apabila tersangka atau terdakwa tidak kembali tanpa alasan yang sah dalam jangka
waktu 1 satu tahun uang jaminan tersebut menjadi milik negara. Pelaksaannya dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
1 Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan;
43
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat;
44
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
2 Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan khusus dapat
bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah;
3 Dalam bidang ketertiban dan ketentuan umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan
45
: a.
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b.
Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c.
Pengamanan peredaran barang tertentu; d.
Pengawasan alliran kepercayaaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal.
43
Penjelasan Pasal 27 ayat 1 Huruf b : dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, Kejaksaan memerhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalm masyarakat dan
peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan tersebut juga melaksanakan tugas dan wewenang
mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.
44
Penjelasan Pasal 27 ayat 1 Huruf c : Yang dimaksud dengan “keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman.
45
Penjelasan Pasal 27 ayat 3 : Tugas dan wewenang Kejaksaan dalam ayat ini bersifat preventif danatau edukatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yag berlaku. Yang
dimaksud dengan “turut menyelenggarakan” adalah mencakaup kegiatan-kegiatan membantu, turut serta, dan bekerja sama. Dalam turut menyelenggarakan tersebut , Kejaksaan senantiasa
memerhatikan koordinasi instansi terkait.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di
rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat
membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri. Pasal 29 Undang- Undang tersebut menetapkan bahwa disamping tugas dan wewenang dalam
Undang-Undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Kemudian, Pasal 30 menegaskan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan-badan penegak hukum dan kedilan serta badan negara atau
instansi lainnya.
46
Selanjutnya, Pasal 31 mengatur bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah
lainnya. Tugas dan wewenang Jaksa Agung diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1991 yaitu : a.
Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;
b. Mengkordinasikan penanganan perkara pidana tentu dengan institusi terkait
berdasarkan Undang-Undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
47
46
Penjelasan Pasal 30 adalah : kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegkan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerjasama yang dilandasi
semangat keterbukaan kebersamaan dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi vertikal
dan horizontal secara berkala dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Kerja sama antara Kejaksaan dan instansi penegak hukum lainnya
dimaksudkan untuk memperlancar upaya penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana dann biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara.
47
Penjelasan Pasal 32 Huruf b : 1 Yang dimaksud dengan “perkara pidana tertentu” adalah perkara-perkara pidana
yang dapat meresahkan masyarakat luas, danatau dapat membahayakan keselamatan negara, danatau dapat merugikan perekonomian negara;
Universitas Sumatera Utara
c. Menyampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam
perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara; e.
Mengajukan pertimbangan tekhnis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
f. Menyampaikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan grasi
dalam hal pidana mati; g.
Mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk kedalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena
keterlibatannya dalam perkara pidana;
Sedangkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang yaitu :
1. Jaksa Agung memberikan izin kepada seseorang tersangka atau terdakwa
dalam hal tertentu untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit, baik di dalam maupun di luar negeri;
2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri
diberikan oleh kepada Kepala Kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di
luar negeri hanya diberikan kepada Jaksa Agung; 3.
Izin, sebagaimana yang dimaksud dengan ayat 1 dan 2, hanya di berikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar
negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan untuk itu yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.
Kewenangan Penuntut Umum, secara normatif dirumuskan oleh KUHAP melalui Pasal 14, yaitu :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari Penyidik atau
Penyidik Pembantu;
2 Yang dimaksud dengan “instansi terkait” adalah instansi yang secara fungsional terkait dengan penanganan perkara pidana tertentu, baik badan penegak hukum maupun instansi
pemerintah lainnya, dalam hal ini tidak termasuk badan peradilan.
Universitas Sumatera Utara
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan Penyidikan dan Penyidik;
c. memberikan perpanjangan pemahaman, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh Penyidik;
d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan
waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan umum;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
Penuntut Umum menurut ketentuan undang-undang ini; j.
melaksanakan penetapan hakim. Untuk memenuhi ekspektasi masyarakat yang terus berkembang, maka
peran Kejaksaan dalam penegakan hukum perlu dioptimalkan. Perubahan yang terjadi dalam Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia dari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran
Kejaksaan sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan dalam rangka mewujudkan kepastian hukum,
ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-
nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
48
Selanjutnya, wewenang Jaksa sebagai eksekutor dapat dilihat pada Pasal 270 KUHAP, jaksalah yang melaksanakan putusan pengadilan.
49
Dalam pelaksanaan keputusan pengadilan ini tegas KUHAP menyebut “Jaksa”, berbeda
48
Marwan Effendy, Kejaksaan Dan Penegakan Hukum, Jakarta : Timpani Publishing, 2010, Hal 29.
49
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, Hal 312.
Universitas Sumatera Utara
dengan pada penuntutan seperti penahanan, dakwaan, tuntutan, dan lain-lain disebut “penuntut umum”. Dengan sendirinya, ini berarti jaksa yang tidak menjadi
penuntut umm untuk sesuatu perkara boleh melaksanakan putusan pengadilan. Adapun fungsi Jaksa, yaitu :
50
1. perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan bidang
tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung;
2. penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana, pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan tatalaksanaan serta
pengelolaan atas milik negara menjadi tanggung jawabnya; 3. pelaksanaan penegakan hukum baik preventif maupun yang berintikan
keadilan di bidang pidana; 4. pelaksanaan pemberian bantuan di bidang intelijen yustisial, dibidang
ketertiban dan
ketentraman umum,
pemberian bantuan,
pertimbangan, pelayanan dan penegaakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas lain, untuk menjamin
kepastian hukum, kewibawaanm pemerintah dan penyelamatan kekayaan negara, berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan Jaksa Agung;
5. penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan Hakim
karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal - hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri;
6. pemberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah, penyusunan peraturan perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum
masyarakat; 7. koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan, baik
di dalam maupun dengan instansi terkait atas pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Jaksa Agung.
C. Analisa Kasus
a. Kasus Posisi
Berawal dari permintaan terdakwa Andreas Ginting alias Ucok
51
yang bekerja sebagai manager di Restoran Cafe Pesona milik Ibu terdakwa untuk
50
http:www.kejaksaan.go.idunit_kejaksaan.php?idu=31sm=2, diakses pada tanggal 26 Maret 2013.
51
Putusan PN Medan Nomor 1554Pid.B2012 pada Selasa tanggal 27 November 2012.
Universitas Sumatera Utara
dicarikan orang bekerja kepada saksi Titin Sumartini alias Entin dan hal tersebut disanggupi oleh saksi Entin. Sekira bulan Desember 2011 bertempat di Sukabumi
saksi Entin datang ke rumah tetangganya yakni saksi korban Lisna Widiyanti alias LW untuk menawarkan pekerjaan sebagai kasir di sebuah restoran di Medan.
Setelah mendengar tawaran tersebut saksi korban minta izin kepada orangtua nya, tetapi kedua orang tua saksi korban tidak mengizinkan karena terlalu jauh kerja di
Medan, namun saksi korban tetap ngotot dan berkeras untuk pergi ke Medan. Sekira tanggal 14 Desember 2011, saksi Entin bersama saksi korban dan seorang
laki-laki yaitu saksi Ikbal berangkat dari Sukabumi menuju Jakarta dengan naik bis dan biaya ongkos juga di bayar oleh saksi Entin. Setelah sampai di Jakarta,
saksi korban dan saksi Ikbal berjumpa dengan Istri terdakwa yaitu saksi Asrat Nitawati kemudian saksi korban menginap di rumah saksi Asrat Nitawati selama
5 lima hari. Selanjutnya, sekira tanggal 19 Desember 2011, saksi korban dan saksi Ikbal diberangkatkan ke Medan dengan naik pesawat oleh Istri terdakwa.
Saksi Entin tidak ikut namun kembali ke Sukabumi. Sekira pukul 23.00 wib tiba di Medan, saksi korban dan saksi Ikbal dijemput oleh terdakwa di Bandara
Polonia. Lalu dibawa menuju sebuah Mess untuk tidur dan berdekatan dengan Cafe Pesona beralamat di jalan Setia Kasih No. 30 Desa Sunggal kanan
Kecamatan Sunggal dan keesokan harinya sekira tanggal 20 Desember 2011, saksi korban mulai bekerja sebagai waiters atau pelayan di Cafe dengan melayani
tamu yang minum, menyajikan minuman atas perintah bossnya. Cafe beroperasi pada pukul 20.00 sampai dengan 03.00 wib. Saksi korban bekerja di tempat
tersebut dimana pekerjaan saksi korban adalah menuang minuman untuk tamu-
Universitas Sumatera Utara
tamu yang datang dan juga menemani laki-laki yang datang minum ke tempat tersebut, yang kadang kala tamu-tamu yang datang itu suka pegang-pegang saksi
korban, dan hal ini pernah saksi korban katakan kepada terdakwa : “Katanya dulu saya kerja di restoran makanan, kenapa jadi disini” dan terdakwa pada waktu itu
mengatakan kepada saksi korban : “Inikan restoran juga”. Selanjutnya, sekira tanggal 08 Januari 2012 sekira pukul 15.00 wib, terdakwa mengajak saksi korban
melihat rumah baru orang tua terdakwa yaitu saksi Dahlia Sari Purba beralamat di jalan Melati Raya Medan. Awalnya saksi korban tidak mau, lalu terdakwa
mengatakan pembantunya yang bernama Bahagia bersama istrinya juga ikut, akhirnya saksi korban setuju. Lalu terdakwa bersama-sama dengan saksi korban
dan kedua orang pembantu Ibu terdakwa menuju rumah Ibu terdakwa dengan naik mobil Soluna Silver No.Pol.B.1136 UN. Setelah sampai di rumah tersebut, kedua
orang pembantu terdakwa disuruh oleh terdakwa untuk membersihkan rumah, sedangkan terdakwa mengajak saksi korban kembali naik ke dalam mobil,
selanjutnya terdakwa melajukan mobilnya menuju Hotel Internasional Pardede. Sewaktu di dalam mobil saksi korban bertanya : “Mengapa mereka tidak ikut?”
lalu terdakwa menjawab : “Mereka tinggal disini untuk bersih-bersih” tidak berapa lama kemudian terdakwa dan saksi korban sampai di Hotel Internasional
Pardede jalan Ir Haji Juanda No. 12 Medan. Lalu memesan makanan dan minuman dan diantar kedalam kamar 409. Ketika sampai di hotel saksi korban
menanyakan kepada terdakwa “Ngapain kesini?” terdakwa bilang “Biar adem- adem disini”, terus saksi korban dipegang-pegang dan terdakwa katakan : “Saya
bertanggungjawab sama kamu, nanti saya belikan rumah, mobil” terus saksi
Universitas Sumatera Utara
korban bilang : ”Ngapain saya diraba-raba” waktu itu saksi korban merasa takut, lalu terdakwa bilang : “Jangan takut” kemudian saksi korban disetubuhi dan
mengalami pelecehan seksual. Saksi korban pasrah karena terdakwa ada mengancam dan mengatakan : “Awas kalau kamu kabur, nanti di Sukabumi tidak
aman dan jangan sampai ada yang tahu’, itulah yang dibilang kepada saksi korban dan setelah itu saksi korban diawasi terus, dan pada saat itu saksi korban minta
pertanggungjawaban terdakwa diam saja. Setelah kejadian tersebut saksi korban naik kedalam mobil dan terdakwa kembali membawa saksi korban ke rumah Ibu
terdakwa yaitu saksi Dahlia Sari Purba beralamat di jalan Melati Raya. Setelah sampai di rumah tersebut, terdakwa mengajak kedua orang pembantunya, lalu
kembali ke Mess jalan Setia Kasih No. 30, Desa Sunggal kanan Kecamatan Sunggal. Setelah kejadian itu saksi korban kembali bekerja seperti biasa,
kemudian sekira tanggal 12 Januari 2012 pukul 00.00 wib saksi korban mengatakan kepada saksi Marlan dan saksi Anggriawan yang juga merupakan
pegawai cafe “tolong bang, abang ku anggap Bapakku, hidupku sudah hancur, masa depanku sudah hilang, perawanku diambil Pak Andre secara paksa di kamar
Hotel”. Setelah mengatakan hal tersebut, kemudian saksi korban lari kedalam kamar saksi Dahlia Sari Purba mau minum racun serangga. Kemudian dicegah
oleh saksi Marlan, lalu saksi korban pingsan, akhirnya saksi Marlan mengantar saksi korban kedalam kamar saksi korban. Selanjutnya, sekira tanggal 16 Januari
2012 sekira pukul 16.00 wib saksi korban mengirim sms kepada saksi Andini Anggriawan dengan kata lain “Kak, tolong aku, aku sudah sakit sekali” kemudian
saksi Marlan menelepon saksi korban dengan mengatakan “Sabar, abang akan
Universitas Sumatera Utara
tolong Lisna untuk keluar dari Cafe Pesona”. Selanjutnya, sekira pukul 18.00 wib saksi korban minta izin kepada saksi Ella, untuk keluar beli nasi goreng, didepan
Cafe Pesona ada saksi Marlan, kemudian saksi korban dibonceng oleh saksi Marlan dan diantar menuju rumah saudara saksi Marlan untuk menghindar dari
terdakwa. Keesokan harinya, saksi korban melapor atas kejadian yang telah
dialaminya ke POLDASU. b. Bentuk Surat Dakwaan
Bentuk surat dakwaan dalam kasus ini adalah alternatif. Defenisi yang umum yang lazim diberikan kepada surat dakwaan yang berbentuk alternatif :
52
a. Dakwaan yang satu menjadi “pengganti” dakwaan yang lain atau one that
substitutes for another, b.
Dengan demikian penuntut umum menawarkan offering atau mengemukakan “pilihan” choice atau option kepada hakim untuk mengambil mana di antara
dakwaan yang diajukan dianggap tepat untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan terdakwa,
c. Jadi dalam dakwaan yang berbentuk alternatif, antara dakwaan yang satu
dengan yang lain : “saling mengecualikan”. Dakwaan yang ditempatkan pada urutan pertama mengecualikan dakwaan berikutnya atau selebihnya,
d. Ciri utama dakwaan alternatif, antara yang satu dengan yang lain terdapat
perkataan “atau”.
52
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, Hal 455 - 456.
Universitas Sumatera Utara
Dakwaan : KESATU : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang. KEDUA : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
c. Tuntutan JPU
1. Menyatakan terdakwa ANDREAS GINTING ALIAS UCOK bersalah
melakukan tindak pidana “Perdagangan Orang” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
2. Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa ANDREAS GINTING
ALIAS UCOK dengan pidana penjara selama 4 empat tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda sebesar Rp.
120.000.000,- Seratus dua puluh juta rupiah Subsidair 2 dua bulan kurungan;
3. Menyatakan barang bukti berupa :
- 1 satu lembar fotocopy Akte Kelahiran No. 1960Th 1998 an. Lisna
Widiyanti yang sudah dilegalisir yang dilegaliser yang dikeluarkan
Universitas Sumatera Utara
oleh Kepala Kantor Catatan Sipil Dra. Ratu Dwi Yayah Dj pada tanggal 16 Maret 1998;
- 1 satu buah baju kaos warna kuning bertuliskan Spongebob, 1 satu
buah celana pendek warna hitam, 1 satu buah bra warna putih pink, 1 satu buah celana dalam pink;
- 1 satu lembar Akte Kelahiran No. 1960Th 1998 an. Lisna
Widiyanti; Dikembalikan kepada saksi korban Lisna Widiyanti; -
1 satu lembar Buku Tamu Pardede International Cottage tanggal 08 Januari 2012, Dikembalikan kepada Pardede International Cottage;
4. Menyatakan agar terdakwa dibebani untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp 1000,- Seribu rupiah;
d. Fakta Hukum
Bahwa dari keterangan masing-masing saksi dikaitkan satu dengan lainnya serta dengan adanya alat bukti, dihubungkan dengan keterangan terdakwa,
maka didapati fakta-fakta hukum sebagai berikut : - Bahwa benar sekitar bulan Oktober 2011 terdakwa Andreas Ginting alias
Ucok telah kembali ke Medan untuk mengelola Cafe Pesona milik orang tua terdakwa yang bernama Dahlia Sari Purba, yang terletak di Jalan Setia
Indah No. 30 Desa Sunggal Kanan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, sementara istri terdakwa yaitu saksi Asrat Nitawati tinggal di Jalan
Bangil No. 12 Rawamangun, Jakarta Timur; - Bahwa benar Cafe Pesona yang dikelola terdakwa ada mempekerjakan laki-
laki dan perempuan diantaranya bernama Ela Julaeha, Nyai alias Ai, Deden,
Universitas Sumatera Utara
Minar dan Diana yang sebelumnya telah didatangkan dari Sukabumi Jawa Barat dimana dari orang-orang tersebut ada yang bekerja sebagai supir,
cleaning service, dan juga sebagai waiters yaitu melayani dan menerima tamu-tamu yang datang minum ke Cafe tersebut dan para waiters tersebut
disarankan untuk berpenampilan sexi, dengan pakaian baju tanpa lengan dan celana pendek;
- Bahwa Cafe Pesona mulai buka pada pukul 20.00 wib sampai dengan pukul 03.00 wib dimana gaji yang diterima oleh setiap waiters adalah sebesar Rp
300.000,- Tiga ratus ribu rupiah perbulan selama masa training dan setelah selesai training menjadi Rp 400.000,- Empat ratus ribu rupiah perbulan,
disamping adanya bonus botol yaitu bonus dari setiap minuman yang terjual sebesar Rp 2.000,- Dua ribu rupiah perbotol, serta adanya tip dari tamu
yang jumlahnya bervariasi; - Bahwa benar sekitar bulan Nopember 2011 terdakwa ada mengatakan
kepada Ela Julaeha agar dicarikan beberapa orang lagi untuk dipekerjakan sebagai pelayan di Cafe Pesona, sebagai supir dan sebagai pembantu untuk
mengurus orang tua terdakwa, dan setelah itu Ela Julaeha menghubungi saksi Titin Sumartini alias Entin yang berada di Sukabumi melalui Hand
Phone agar dicarikan orang sesuai dengan permintaan terdakwa, dan hal tersebut telah dilaporkan Ela Julaeha kepada terdakwa;
- Bahwa benar selanjutnya terdakwalah yang berhubungan dengan saksi Titin Sumartini alias Entin melalui Hand Phone dan terdakwa juga telah minta
tolong kepada Titin Sumartini alias Entin agar dicarikan orang untuk
Universitas Sumatera Utara
bekerja di Cafe Pesona sebagai pelayan dan sebagai supir dengan janji terdakwa akan memberikan semacam fee atau bonus sebesar Rp 1.000.000,-
Satu juta rupiah untuk setiap orang; - Bahwa benar dengan adanya permintaan terdakwa tersebut, saksi Titin
Sumartini alias Entin telah menjumpai tetangganya yaitu saksi Enong Sulyani Ibu kandung dari saksi korban Lisna Widiyanti untuk
memberitahukan dan menawarkan pekerjaan bagi saksi Lisna Widiyanti yaitu sebagai kasir di RestoranCafe Pesona di Medan dengan gaji Rp
1.000.000,- Satu juta rupiah perbulan namun pada waktu itu saksi Enong Sulyani keberatan karena Lisna Widiyanti masih anak-anak baru berusia 15
lima belas tahun akan tetapi karena Lisna Widiyanti terus menangis minta diizinkan untuk bekerja di Medan, akhirnya orangtua saksi korban Lisna
Widiyanti mengizinkan saksi korban untuk berangkat ke Medan, dan selanjutnya saksi Titin Sumartini juga menjumpai tetangganya bernama
Ikbal Salehudin, umur 18 tahun dan menawarkan pekerjaan sebagai supir atau cleaning service di Cafe Pesona Medan, dan atas tawaran tersebut Ikbal
Salehudin menerimanya; - Bahwa benar setelah Lisna Widiyanti dan Ikbal Salehudin mau dipekerjakan
ke Medan kemudian saksi Titin Sumartini alias Entin menghubungi terdakwa melalui Hand Phone untuk memberitahukan hal tersebut,
selanjutnya terdakwa telah mentransfermengirimkan uang kepada saksi Titin Sumartini alias Entin sebanyak dua kali, yaitu yang pertama Rp
Universitas Sumatera Utara
350.000,- Tiga ratus lima puluh ribu rupiah dan yang kedua sebesar Rp 200.000,- Dua ratus ribu rupiah;
- Bahwa benar pada tanggal 14 Desember 2011 saksi Titin Sumartini alias Entin, saksi Lisna Widiyanti dan Ikbal Salehudin telah berangkat dari
Sukabumi ke Jakarta dengan menaiki bis penumpang menuju terminal Pulo Gadung, dan dari Pulo Gadung selanjutnya naik taxi menuju rumah
terdakwa di Jalan Bangkil No. 12 Kayu Putih, Jakarta Timur dan di rumah tersebut bertemu dengan isteri terdakwa yaitu saksi Asrat Nitawati, karena
sebelumnya pembantunya telah memberitahukan kepada saksi Asrat Nitawati, bahwa terdakwa ada menelepon dari Medan dengan mengatakan
ada orang dari Sukabumi mau tinggal di rumah dulu, mau dikirim ke Medan;
- Bahwa benar keesokan harinya saksi Titin Sumartini alias Entin kembali ke Sukabumi, sedangkan saksi Lisna Widiyanti dan Ikbal Salehudin masih
tinggal beberapa hari di rumah terdakwa di Jakarta, dan baru pada tanggal 19 Desember 2011 saksi Lisna Widiyanti dan Ikbal Salehudin berangkat
menuju Medan dengan menaiki pesawat Sriwijaya Air pada pukul 21.00 wib yang diantar oleh adik terdakwa dan tiba di Medan pada pukul 23.00 wib,
yang dijemput oleh terdakwa di Bandara Polonia Medan selanjutnya saksi Lisna Widiyanti dan Ikbal Salehudin dibawa oleh terdakwa ke Mess Cafe
Pesona Sunggal Medan; - Bahwa benar besoknya pada tanggal 20 Desember 2011 Ikbal Salehudin dan
saksi Lisna Widiyanti mulai bekerja di Cafe PesonaHotel Pesona Medan
Universitas Sumatera Utara
dimana Ikbal Salehudin sebagai Room boy dan saksi Lisna Widiyanti sebagai waiters di Cafe Pesona Medan yang bertugas melayani tamu-tamu
yang datang minum di Cafe Pesona, yang bekerja mulai dari pukul 20.00 wib ssampai dengan 03.00 wib dimana pada waktu Lisna Widiyanti bekerja
disarankan agar berpenampilan sexi, dengan pakaian baju tanpa lengan dan celana pendek, dengan gaji Rp 300.000,- Tiga ratus ribu rupiah perbulan,
disamping adanya bonus botol yaitu sebesar Rp 2.000,- Dua ribu rupiah perbotol dari minuman yang terjual dan uang tip dari tamu yang jumlahnya
bervariasi; - Bahwa benar setelah Lisna Widiyanti bekerja hampir satu bulan di Cafe
Pesona lalu pada tanggal 08 Januari 2012 sekira pukul 15.00 wib terdakwa telah membawa saksi korban Lisna Widiyanti keluar dari Cafe Pesona
dengan mengendarai mobil sedan Toyota Soluna milik terdakwa dengan alasan mau melihat rumah baru tersebut lalu terdakwa telah membawa saksi
Lisna Widiyanti ke Hotel Pardede Internasional Cottage di daerah Polonia Medan, dan ditempat tersebut terdakwa telah menyetubuhi saksi korban
Lisna Widiyanti seperti layaknya suami isteri, dengan janji terdakwa meminta agar hubungan tersebut jangan sampai diketahui oleh orang lain;
- Bahwa benar selama saksi korban Lisna Widiyanti bekerja di Cafe Pesona belum pernah menerima gaji dari terdakwa dan yang membeli makanan
selama ini adalah dari uang saksi korban sendiri yaitu uang bonus botol dan uang tip yang diberikan oleh tamu kepada saksi dan apa yang dijanjikan
Universitas Sumatera Utara
oleh terdakwa kepada saksi korban untuk bertanggungjawab atas perbuatannya ternyata tidak dipenuhi terdakwa kepada saksi korban;
- Bahwa benar karena saksi korban Lisna Widiyanti tidak tahan lagi dengan keadaan yang dialaminya di Cafe Pesona, lalu saksi telah melarikan diri dari
Cafe Pesona tersebut pada tanggal 16 Januari 2012 pukul 18.00 wib dengan dibantu oleh saksi Marlan yaitu petugas keamanansatpam di Cafe Pesona,
dan selanjutnya saksi Marlan juga telah membantu saksi Lisna Widiyanti melaporkan kejadian tersebut ke Polda Sumatera Utara dan oleh Polda
Sumatera Utara telah memberitahukan kejadian yang dialami saksi korban kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara dan
oleh KPAID Sumatera Utara telah berkoordinasi dengan KPAID Jawa Barat.
e. Pertimbangan Hakim
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Pertama, melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Setiap orang;
2. Melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
Universitas Sumatera Utara
bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain;
3. Untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik
Indonesia. Karena Dakwaan Kesatu telah terbukti dan terpenuhi maka untuk Dakwaan
Kedua tidak perlu dipertimbangkan lagi.
f. Putusan Pengadilan M E N G A D I L I
: DALAM PERKARA PIDANA :
1. Menyatakan Terdakwa ANDREAS GINTING ALIAS UCOK terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan : “Tindak pidana Perdagangan Orang”;
2. Memidana terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama : 3 tiga tahun, dan denda sebesar Rp 120.000.000,- Seratus duapuluh juta rupiah
dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 dua bulan ;
DALAM TUNTUTANGUGATAN HAK RESTITUSI : A.
Mengabulkan TuntutanGugatan Hak Restitusi yang diajukan oleh Enong Suliyani Ibu kandung saksi korban Lisna Widiyanti sebahagian;
B. Menghukum Terdakwa
ANDREAS GINTING ALIAS UCOK untuk
membayar Ganti Kerugian kepada ENONG SULYANI Ibu kandung saksi korban Lisna Widiyanti sebesar Rp 64.700.000,- Enam puluh empat juta
tujuh ratus ribu rupiah.
Universitas Sumatera Utara
D. Tanggapan
Pelaku tindak pidana perdagangan orang Trafficker pantas dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya terlebih korbannya adalah anak
yang masih dibawah umur. Sebab perbuatan perdagangan orang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang dan sanksi yang dijatuhkan bagi pelaku menjadi lebih tegas yakni hukuman pidana penjara dan pidana denda. Telah dijelaskan pada
Pasal 2 bahwa “Setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dipidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,- enam ratus juta rupiah”. Selain itu, korban juga berhak
untuk mendapatkan restitusi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 pada Pasal 48 ayat 1 bahwa “Setiap korban tindak pidana perdagangan
orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi”. Dalam kasus ini korban adalah seorang anak yang masih dibawah umur maka harus juga dilindungi oleh
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku dalam kasus ini juga telah melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp
Universitas Sumatera Utara
60.000.000,00 enam puluh juta rupiah”. Akibat perbuatan pelaku maka saksi korban telah mengalami kerugian baik secara materil dan immateriil. Saksi korban
telah dirugikan secara materil karena selama bekerja cafe saksi korban belum pernah menerima gaji sebesar Rp. 300.000,- tiga ratus ribu per bulan dan gaji
tersebut tidak sesuai dengan yang dijanjikan saksi Entin yang menawarkan pekerjaan sebagai kasir cafe di Medan. Saksi korban juga hanya diberi tempat
penginapan saja dan biaya makan ditanggung sendiri. Saksi korban hanya menerima uang botol hasil penjualan minuman dan jika dihitung setiap minggu
bisa dapat kira-kira Rp. 185.000,- seratus delapan puluh lima ribu rupiah dan uang tip dari tamu yang tidak ditentukan jumlahnya Rp. 10.000,- sepuluh ribu
rupiah sampai Rp. 50.000,- lima puluh ribu rupiah. Sedangkan secara immateriil, saksi korban dirugikan karena dia telah mengalami pelecehan seksual
dan dijadikan sebagai Pekerja Seks Komersial PSK padahal saksi korban adalah anak dibawah umur yakni berusia 15 tahun. Karena korban bukan seorang anak
yang penduduk Sumut maka dijalin kerja sama antar provinsi yakni Polda Sumut dan Jawa Barat juga mendapat pendampingan oleh KPAID Komisi Perlindungan
Anak Daerah Sumut dengan KPAID Komisi Perlindungan Anak Daerah Jawa Barat. Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum JPU yang menangani perkara tindak
pidana perdagangan orang telah menjalankan tugas dan wewenang sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
JPU melakukan tugas penuntutan dan telah dapat mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat terutama terhadap korban dan keluarganya. JPU juga telah
melaksanakan peraturan yang baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Meskipun penyelesaian suatu perkara tindak pidana perdagangan orang
memakan waktu yang cukup lama, akan tetapi Jaksa sebagai Pengacara Negara sekaligus Penuntut Umum telah bertindak secara maksimal untuk berupaya
melindungi hak korban atas kerugian yang di deritanya. Jaksa tidak menghilangkan hak restitusi korban agar pelaku tindak pidana perdagangan orang
membayar ganti kerugian kepada korban dan tidak menghapuskan sanksi pidana penjara. Hal sedemikian telah dilakukan Jaksa dalam perkara tindak pidana
perdagangan orang tersebut atas nama terdakwa Andreas Ginting alias Ucok di Pengadilan Negeri Medan. Apabila Jaksa tidak memperhatikan atau tidak teliti,
kemungkinan hak korban atas gugatan resitusi tidak dikabulkan oleh Hakim. Maka dibutuhkan peran aktif seorang Jaksa untuk mencantumkan tuntutan
restitusi pada tahap penuntutan dipersidangan. Setiap Jaksa diharapkan dapat menjalankan tugas, wewenang dan fungsinya secara profesional. Hendaknya
Jaksa yang menangani perkara ini dapat menjadi contoh teladan yang baik kepada Jaksa lain. Agar citra Kejaksaan khususnya wilayah Sumatera Utara sebagai
aparatur negara dan penegak hukum dapat dipercaya kembali oleh masyarakat luas dan masyarakat tidak perlu khawatir jika ingin melaporkan suatu peristiwa
tindak pidana perdagangan orang. Vonis yang dijatuhkan oleh Hakim telah sesuai dengan cita-cita masyarakat dalam menegakkan keadilan, ketertiban hukum,
kepastian hukum, dan ketentraman dilingkungan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
85
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN JAKSA DALAM PENENTUAN HAK
RESTITUSI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Hambatan Internal yang berasal dari dalam Kejaksaan
Tidak dapat disangkal bahwa usaha penegakan hukum itu merupakan masalah yang kompleks dan selalu menimbulkan permasalahan lebih lanjut
karena beberapa hal tertentu. Penegakan hukum adalah suatu usaha bersama dan merupakan tanggungjawab setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuan
masing-masing yang harus diusahakan diberbagai bidang kehidupan kesejahteraan rakyat. Usaha penegakan hukum kerapkali dilakukan berdasarkan kemauan dan
tujuan yang baik, tetapai kerapkali pelaksanaannya menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan yang merugikan, yang menimbulkan korban fisik, mental
dan sosial. Sehubungan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 sudah mempertegas hak restitusi dalam Pasal 48, tetapi pada faktanya hak
restitusi untuk korban perdagangan orang masih sangat sulit dilaksanakan. Hal ini disampaikan oleh Teguh Suhendro dari Kejaksaan Agung dihadapan peserta
Rakornas Gugus Tugas PPTPPO di hotel Aston, Bogor 76. Masih banyak kendala yang dihadapi Jaksa dalam pemenuhan hak bagi saksi danatau korban
pada tahap penyidikan, tahap penuntutan, dan tahap pelaksanaan putusan. penuntutan, dan tahap pelaksanaan putusan.
53
Pada tahap penyidikan, kendala yang dihadapi adalah korban enggan mengikuti proses persidangan yang panjang minimum 3 bulan. Masih adanya
53
http:www.gugustugastrafficking.orgindex.php?option=com_contentview=articlei d=1925:optimalisasi-gugus-tugas-pptppo-penegakan-hukumcatid=56:infoItemid=70, diakses
pada tanggal 30 Maret 2013.
Universitas Sumatera Utara
perbedaan pendapat antara polisi dan jaksa terhadap laporan saksi danatau korban dalam proses penyidikan. Kendala lain yang dihadapi oleh Jaksa yaitu tidak
adanya barang-barang bergeraktidak bergerak yang disita untuk jaminan pemenuhanpembayaran restitusi. Saksi danatau korban yang melaporkan
menjadi tersangka dalam perkara tidnak pidana lain. Jaksa dalam melakukan penuntutan, banyak mengalami kesulitan untuk
menghadirkan saksi, permintaan restitusi tidak di dukung dengan bukti-bukti pengeluaran dalam hal ini seringkali pelaku tidak membayar dan memilih untuk
tambahan kurungan, sementara tambahan kurungan sebagai pengganti restitusi ini sangat ringat maksimum 1 tahun kurungan. Kesulitan yang dihadapi Jaksa
adalah dalam menentukan berapa besaran restitusi yang menjadi hak saksi korban dan menghadirkan ahli.
Pada tahap pelaksanaan putusan pengadilan, para Jaksa menghadapi kendala dalam mengeksekusi putusan restitusi untuk saksi danatau korban,
karena aplikasi penyitaan barang bergerak maupun tidak bergerak milik terpidana belum ada dasar hukum untuk penyitaan, lebih dari itu terpidana tindak pidana
perdagangan orang seringkali tidak mampu membayar restitusi dan memilih tambahan penjara kurungan, dimana menurut UUPTPPO pengalihan hukuman
denda restitusi dengan maksimum 1 tahun penjara kurungan. Hal ini terjadi karena terpidana umumnya adalah pelaku lapangan dan bukan pelaku utama atau
korporasi. Untuk mengatasi kendala dalam memenuhi hak bagi saksi danatau
korban, menurut Teguh Suhendro, “Perlu menggunakan pendekatan sistemik
Universitas Sumatera Utara
dalam penegakan hukum, yaitu melalui pembenahan struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.”
Sedangkan Hakim Agung Rehngena Purba mengakui memang tidak banyak vonis perdagangan orang yang mencantumkan ganti rugi kepada
korbannya. Hal ini disebabkan penyidik Kepolisian atau Jaksa Penuntut Umum alpa memasukkan aspek restitusi atau ganti rugi ke dalam berkas acara
pemeriksaan dan tuntutan. Dalam menjatuhkan sanksi, hakim tidak mempertimbangkan dan kerugian yang dialami korban untuk ganti rugi restitusi
karena sejak dari penyidikan Polisi dan tingkat penuntutan Jaksa, tidak dimasukkan tuntutan tentang ganti rugi atau restitusi.
54
Selain faktor di atas, faktor penghambat yang berasal dari dalam Kejaksaan adalah beberapa oknum Kejaksaan yang tidak mencerminkan
pengayoman masyarakat dan memberikan rasa keadilan. Tidak adanya keseimbangan antara tanggungjawab moral, kesadaran hukum dan pelaksanaan
hukum demi keadilan dan kesejahteraan para penegak hukum. Dan diragukan pula kesadaran hukum penuntut umum yang tidak menuntutkan ganti kerugian bagi
pihak korban yang tidak mampu dari pihak pelaku. Terutama dari pihak pelaku yang mampu, kuat finansial, material, yang sedikit banyak harus dimintakan
pertanggungjawaban atas perbuatan mereka sesuai dengan kemampuan. Maka dengan adanya peraturan perundang-undangan yang baik, harus didukung oleh
mental penegak hukum yang baik. Karena persoalan moral senantiasa mengemuka dalam pembicaraan lemahnya penegakan hukum. Bila moralitas penegakan
54
http:www.hukumonline.comberitabacalt4de03de674c65vonis-human-trafficking- seringkali-tanpa-restitusi diakses pada tanggal 3 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
hukum tidak dibenahi, hukum senantiasa dijadikan alat kejahatan. Kemudian, belum memadainya kualitas dan kuantitas aparat penegak hukum yang memiliki
keahlian khusus dalam penyidikan kasus perdagangan perempuan dan anak. Kecenderungan aparat penegak hukum masih menggunakan KUHP daripada
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dalam proses penjatuhan hukuman pada pelaku.
B. Hambatan Eksternal yang berasal dari luar Kejaksaan