mereka. Bahkan, jika tidak ada lagi pilihan lain yang dapat membersihkan nama baik mereka, mereka tidak segan-segan melakukan bunuh diri karena bunuh diri
dianggap merupakan tindakan terhormat untuk menegakkan kembali citra mereka. Bunuh diri tersebut disebut dengan seppuku. Seppuku banyak dilakukan oleh
samurai. Bahkan, dalam peperangan Iwo Jima, pasukan perang yang hampir sekarat dan yang akan dijadikan tawanan perang oleh tentara Amerika Serikat ada
yang memilih untuk bunuh diri dari pada dijadikan tawanan perang.
3.2 Teknologi Perang
Setelah Restorasi Meiji, Jepang yang selama lebih dari dua abad berhasil menutup diri mulai mengejar ketinggalan akan pengetahuan umum yang telah
dipelajari oleh bangsa barat. Keteguhan dan keuletan para pelajar membuat Jepang maju berkembang pesat pada industri dan kemajuan teknologi. Kemajuan
teknologi tersebut tidak hanya berkisar pada teknologi yang digunakan pada kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, perebutan sengketa wilayah jajahan pun
membuat Jepang semakin memajukan teknologi akan senjata dan perlengkapan perangnya.
Sebelum Perang Dunia II yaitu sekitar tahun 1930-an Jepang terkenal sebagai produsen yang memproduksi barang murah tetapi cepat rusak. Barang – barang
tersebut merupakan barang tiruan dari negara barat. Keahlian Jepang dalam hal tersebut membuat Jepang disebut sebagai tukang tiru oleh negara – negara barat.
Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat Jepang merasa rendah diri dan Jepang terus berkreasi dalam memajukan produksi pembuatan teknologi perang.
Universitas Sumatera Utara
Pada peperangan Iwo Jima Jepang menggunakan teknologi peperangan Jepang yang terdiri atas senjata baik berupan senjata api laras panjang maupun pendek,
bom dan torpedo serta perlengkapan nirkabel berupa telegraf dan telepon radio. Ketika peperangan Iwo Jima yaitu tahun 1945 pada umumnya pesawat
milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dilengkapi dengan senjata berkaliber 7,7mm. Senapan mesin standar di pesawat tempur Angkatan Laut Kekaisaran
Jepang merupakan pembaharuan rancangan Vickers milik inggris. Senjata standar Angkatan Laut Kekaisaran Jepang berikutnya adalah senapan mesin tipe 92
berkaliber 7,7 mm yang diperbaharui dari rancangan senapan mesin Lewis milik Amerika Serikat dengan diletakkan dimesin genggam fleksibel dalam pesawat
dengan banyak posisi senapan mesin. Selain itu, sebelumnya pada tahun 1937 Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
melisensi rancangan kanon 20mm dengan produsen senjata dari Swiss, Oerlikon, dan memproduksinya sebagai mesin tipe 99. Senjata mesin tipe 99 digunakan
sebagai senjata berposisi tetap dan juga sebagai sebagai senjata genggam. Senapan mesin tipe 99 memiliki beberapa versi, versi aslinya adalah Mark 1 yang berlaras
pendek dan menggunakan magasin drum, sedangkan versi 2 memiliki laras lebih panjang dengan jangkauan dan kecepatan peluru lebih baik dan tidak memerlukan
magasin drum lagi. Mesin senjata versi posisi tetap pertama kali digunakan sebagai perlengkapan
senjata sayap di Pesawat Tempur Berbasis Kapal Induk Tipe 0, yaitu yang terkenal dengan sebutan Rei-sen atau “Zero” A6M. Sedangkan, mesin senjata
versi genggam digunakan sebagai persenjataan buritan dalam Pesawat Serbu
Universitas Sumatera Utara
Darat Tipe 96 G3M dan Pesawat Serbu Darat Tipe 1 G4M milik Angkatan Darat Kekaisaran Jepang.
Angkatan Laut Kekaisaran Jepang menyebut senjata api berkaliber sampai 20mm sebagai kikan-ju atau “senapan mesin”. Sedangkan, Angkatan Darat Kekaisaran
Jepang menyebut semua senjata berkaliber di bawah 12,7 mm sebagai kikan-ju dan senjata berkaliber 12,7 mm ke atas disebut kikan-ho atau “meriam mesin”.
Sebagai perbaikan dari senapan mesin tipe 92, 7,7 mm, senapan mesin tipe 1 berkaliber 7,92 mm yang diperbaharui dari senjata MG 15 Rheinmetall milik
Jerman diadopsi menjadi senjata genggam dan digunakan dikokpit belakang sebagian pesawat generasi kedua seperti pada kapal yang dinamai Pengebom
Berbasis Kapal Induk Suisei Komet D4Y. Akan tetapi, senjata ini lebih baik jika digunakan untuk menyerang dan kurang layak untuk keperluan bertahan.
Senapan mesin tipe 3 berkaliber 13,2 mm merupakan senjata berposisi tetap yang menggantikan tipe 97 yang berkaliber 7,7 mm sebagai senjata sekunder digenerasi
pesawat tempur Angkatan Laut Kekaisaran Jepang termasuk model-model pesawat tempur jenis Rei-sen.
Kemudian dikembangkan juga senjata dengan kaliber diatas 20 mm, seperti yang disebut dengan tipe 5 dengan kaliber 30mm. Senjata tipe 5 tidak digunakan secara
umum dan hanya diujikan saat kondisi pertempuran. Selain itu senjata tradisional yang digunakan oleh tentara dipeperangan Iwo Jima
adalah bayonet Tipe 30. Bayonet ini didesain sebagai perlengkapan untuk senapan tipe 38 rifle dan arisaka tipe 99 rifle. diproduksi dari tahun 1897 sampai 1945
memiliki panjang mata pisau sepanjang 16 inci.
Universitas Sumatera Utara
Bom yang digunakan oleh tentara Jepang pada saat peperangan iwo Jima adalah bom dengan kategori 60 kg, 240 kg, 500 kg, dan 800 kg. Ada beberapa kategori
bom yang digunakan pasukan tentara Jepang yaitu yang dikenal dengan “bom biasa” dan “bom darat”.
Bom biasa digunakan untuk melawan kapal yang dikenal. Sedangkan, bom darat digunakan untuk kapal yang tidak berpelindung dan untuk sasaran di darat seperti
pasukan tentara dan tank-tank baja. Bom darat terkenal dengan daya ledaknya yang tinggi dengan bahan peledak yang banyak dan pembungkus yang lemah.
Bom 800 kg termasuk kedalam “bom darat”. Sedangkan, kategori 60 kg, 240 kg, dan 500 kg masuk ke tipe “bom biasa”.
Selain bom kategori tinggi, jepang juga menggunakan bom ukuran rendah yaitu kategori 1 kg, 4 kg, bom roket 7,5 kg, 10 kg dan bom fosfor 30 kg. Bom
1 kg, 4 kg,10 kg digunakan untuk menyerang musuh denganreaksi cara kerja mengeluarkan asap ketika menyentuh sasaran. Sedangkan, bom roket 7,5 kg
digunakan untuk diledakkan di udara untuk merusak formasi pesawat musuh serta bom fosfor 30 kg yang digunakan untuk hal serupa akan tetapi digunakan pasa
saat awal dan pertengahan pertempuran. Torpedo tipe 91 memiliki Sembilan jenis versi. Versi asli dan modifikasi pertama
memiliki panjang 5,27 m dengan berat 785 kg. Dengan hulu ledak 150 kg dan jarak efektif 2.000 m dengan kecepatan maksimum 42 knot. Versi modifikasi 2
panjangnya menjadi 5,47 kg dengan tingkat hulu ledak 205, sehingga berat total 838kg. versi modifikasi 3 panjangnya 5,47 kg dengan tingkat hulu ledak yang
lebih besar. Tipe 91 paling pamungkas adalah modifikasi 7 dengan panjang 5,71 m dengan hulu ledak 420 kg dengan berat total mencapai 1.055 kg. Modifikasi 7
Universitas Sumatera Utara
mencapai kecepatan 42 knot namun jarak efektifnya berkurang menjadi 1.500 m. Torpedo tipe 91 modifikasi 7 hanya digunakan di daratan karena jika dipasangkan
ke pesawat tempur memakan bobot terlalu berat. Tipe terakhir dari tipe 91 adalah tipe 4.
Pesawat garis depan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang umumnya dilengkapi dengan generasi telegraf dan telepon radio tipe 96. Sedangkan, pesawat serbu
berbasis darat tipe 96 yang digunakan oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yaitu G3M “Nell dan tipe 1 G4m “Betty” dan Perahu Terbang tipe 97 H5K
“Mavis” dan tipe 2 H6K“Emily membawa telegraf nirkabel tipe 96 Mark Udara 3, tipe 96 Mark Udara 4 dan telepon radio tipe 98 Mark Udara 4. Tipe 96 Mark
udara dengan daya 40 watt dan jarak efektif mencapai 500 mil laut. Sedangkan, tipe 96 Mark udara 3 memiliki daya 50 watt dengan jarak efektif mencapai lebih
dari 800 mil laut. Selain itu, di banyak pesawat tempur udara milik tentara jepang juga dipasang telegraf nirkabel tipe 2 Mark udara dengan daya 80 watt dan jarak
efektif 1.500 watt. Telegraf ini digunakan tentara Jepang bagian angkatan udara untuk dapat memberikan informasi keberadaan musuh satu sama lainnya.
3.3 Perjalanan Perang Di Iwo Jima