Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal

6.3 Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal

6.3.1 Matriks Uniter

Jika sebuah matriks persegi U memenuhi kondisi

U † U = I,

maka matriks U dikatakan matriks uniter (satuan). Sejumlah n kolom dalam ma- triks uniter bisa dianggap sebagai vektor kolom sejumlah n dalam sebuah himpunan ortonormal.

Dengan kata lain, jika

 ,...,u n = 

jika i = j u i u j = (u i1 ,u i2 ,...,u ∗ in ) 

 j2

jika i 6= j

u jn

6.3. Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal 271

adalah uniter. Hal ini karena

00 ··· 1 Dengan mengalikan U −1 dari kanan, kita memiliki

u 1n u 2n ··· u nn

U † UU −1 = IU −1 .

Dari sini kita memperoleh bahwa hermitian konjugat dari sebuah matriks uniter adalah inversnya

U † =U −1 .

6.3.2 Sifat-sifat Matriks Uniter

• Transformasi uniter tidak mengubah panjang vektor (invarian). Misalkan

a = U b, jadi a † =b † U † ,

Sehingga panjang vektor mula-mula sama dengan panjang vektor setelah ditransfor- masikan.

6. Nilai Eigen Matriks

• Nilai eigen mutlak sebuah matriks uniter sama dengan satu. Misalkan x adalah vektor eigen non-trivial dari sebuah matriks uniter U untuk sebuah

nilai eigen λ.

U x = λx.

Lakukan konjugasi hermitian dua sisi

x † U † =λ ∗ x † .

Kalikan dua buah persamaan terakhir

x † U † Ux=λ ∗ x † λx.

Karena U † U = I dan λ ∗

Dengan kata lain, nilai eigen sebuah matriks uniter haruslah berada pada lingkaran satuan sebuah bidang kompleks berpusat di titik asal.

6.3.3 Matriks Ortogonal

Jika semua elemen matriks uniter riil, matriks tersebut dikenal sebagai matriks orto- gonal. Sehingga sifat-sifat matriks uniter juga merupakan sifat dari matriks ortogonal. Sebagai tambahan

• Determinan sebuah matriks ortogonal sama dengan satu dan minus satu. Jika A adalah matriks persegi riil, maka dengan definisi

A † =˜ A ∗ =˜ A.

Sebagai tambahan jika A matriks uniter A † =A −1 maka

A=A ˜ −1 .

Sehingga

(6.11) Karena determinan A sama dengan determinan ˜

A˜ A = I.

A, sehingga

|A ˜ 2 A| = |A|| ˜ A| = |A| .

6.3. Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal 273

Maka determinan dari matriks ortogonal adalah +1 dan −1. Sering sekali (6.11) digunakan untuk mendefinisikan sebuah matriks ortogonal.

Yaitu sebuah matriks persegi riil A yang memenuhi (6.11) disebut sebagai matriks ortogonal. Hal ini sama dengan sebuah pernyataan “invers sebuah matriks ortogonal sama dengan transposnya.”

Jika kita tuliskan dalam elemennya, (6.11) diberikan oleh

untuk semua i dan j. Dengan cara yang sama ˜ AA = I dituliskan

Bagaimanapun (6.13) tidak bebas terhadap (6.12), karena A ˜ A=˜ AA. Jika salah satu kondisi terpenuhi (valid), maka kondisi yang lainnya juga harus terpenuhi.

Dengan kata-kata, kondisi ini berarti jumlah dari perkalian elemen dua buah kolom (baris) yang berbeda dari sebuah matriks ortogonal adalah nol, sedangkan jumlah dari kuadrat dari elemen kolom (baris) sama dengan satuan. Jika kita menganggap sejumlah n kolom dari matriks sebagai n vektor riil, hal ini berarti n vektor kolom ini ortogonal dan ternormalisasi. Dengan cara yang sama, semua baris dari sebuah matriks ortogonal adalah ortonormal.

6.3.4 Elemen Bebas dari Matriks Ortogonal

Sebuah matriks persegi berorde n memiliki elemen sejumlah n 2 . Untuk sebuah ma- triks ortogonal, tidak semua elemennya bebas satu dengan yang lain, karena terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi. Pertama, terdapat kondisi sejumlah n agar tiap kolom ternormalisasi. Kemudian terdapat sejumlah n(n − 1)/2 agar tiap kolom ortogonal dengan kolom yang lain. Sehingga jumlah parameter bebas sebuah matriks ortogonal adalah

n 2 − [n + n(n − 1)/2] = n(n − 1)/2.

Dengan kata lain, sebuah matriks ortogonal berorde n dikarakterisasi oleh sejumlah n(n − 1)/2 elemen bebas.

6. Nilai Eigen Matriks

Untuk n = 2, jumlah parameter bebas adalah 1. Hal ini diilustrasikan sebagai berikut. Misalkan sebuah matriks ortogonal sebarang orde 2

A=

Fakta bahwa tiap kolom ternormalisasi membawa kita kepada

a 2 +b 2 = 1,

(6.15) Selanjutnya, dua buah kolom ortogonal

Solusi umum dari (6.14) adalah a = cos θ dan b = sin θ dengan θ sebuah skalar. Dengan cara yang sama solusi dari (6.15) adalah c = cos φ dan d = sin φ dengan φ adalah skalar yang lain. Sedangkan (6.16) mensyaratkan

cos θ cos φ + sin θ sin φ = cos(θ − φ) = 0,

sehingga

Sehingga solusi paling umum matriks ortogonal orde 2 adalah

atau A 2 =

sin θ − cos θ Setiap matriks ortogonal berorde 2 bisa dinyatakan dalam bentuk ini dengan nilai θ

cos θ

tertentu. Jelas bahwa determinan A 1 sama dengan 1 dan determinan A 2 sama dengan -1.

6.3.5 Transformasi Ortogonal dan Matriks Rotasi

Kenyataan bahwa dalam ruang riil, transformasi ortogonal menjaga panjang sebuah vektor tetap (tidak berubah) menyarankan kepada kita bahwa matriks ortogonal bera- sosiasi dengan rotasi sebuah vektor. Matriks ortogonal ini berkaitan dengan dua buah jenis rotasi di dalam ruang. Pertama, kita bisa melihatnya sebagai operator yang me- rotasikan sebuah vektor. Hal ini sering disebut sebagi transformasi aktif. Kedua kita bisa melihatnya sebagai matriks transformasi ketika sumbu koordinat dari kerangka acuan dirotasikan. Hal ini dikenal sebagai transformasi pasif.

Pertama marilah kita perhatikan vektor pada Gambar 6.1.(a). Komponen x dan y dari vektor r 1 diberikan oleh x 1 = r cos ϕ dan y 1 = r sin ϕ dengan r adalah panjang

6.3. Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal 275

Gambar 6.1: Interpretasi matriks ortogonal A 1 yang determinannya +1. (a) sebagai sebuah operator, merotasikan vektor r 1 menjadi r 2 tanpa mengubah panjang vektor. (b) sebagai matriks transformasi antara ujung sebuah vektor tetap ketika sumbu koordinatnya dirotasikan. Perhatikan bahwa arah rotasi (b) berlawanan dengan arah rotasi (a).

vektor. Sekarang marilah kita rotasikan vektor tersebut berlawanan arah jarum jam sebesar sudut θ, sehingga x 2 = r cos(ϕ+θ) dan y 2 = r sin(ϕ+θ). Dengan menggunakan trigonometri, kita bisa menuliskan

x 2 = r cos(ϕ + θ) = r cos ϕ cos θ − r sin ϕ sin θ = x 1 cos θ − y 1 sin θ, y 2 = r sin(ϕ + θ) = r sin ϕ cos θ + r cos ϕ sin θ = y 1 cos θ + x 1 sin θ.

Kita bisa menuliskan koefisein dalam bentuk matriks

Terlihat bahwa matriks koefisien tidak lain adalah matriks ortogonal A 1 dalam (6.17). Sehingga matriks ortogonal dengan determinan +1 disebut juga matriks rotasi. Ma- triks ini merotasikan r 1 menjadi r 2 tanpa mengubah panjang vektor.

Interpretasi kedua dari matriks rotasi adalah sebagai berikut. Misalkan P adalah ujung sebuah vektor tetap. Koordinat P adalah (x, y) dalam sebuah sistem koordinat persegi khusus. Sekarang sumbu koordinatnya dirotasikan searah jarum jam sebesar sudut θ seperti yang ditunjukkan Gambar 6.1.(b). Koordinat P dalam sistem yang dirotasikan menjadi (x ′ ,y ′ ). Dari geometri pada Gambar 6.1.(b). Jelas bahwa

x ′ = OT − SQ = OQ cos θ − P Q sin θ = x cos θ − y sin θ, y ′ = QT + P S = OQ sin θ + P Q cos θ = x sin θ + y cos θ,

atau

cos θ

sin θ

sin θ − cos θ

6. Nilai Eigen Matriks

Perhatikan bahwa matriks yang terlibat di sini adalah matriks ortogonal A 1 . Tetapi, kali ini A 1 bertindak sebagai matriks transformasi antara koordinat ujung vektor tetap ketika sumbu koordinatnya dirotasikan.

Ekivalensi antara dua buah interpretasi bisa diharapkan sebelumnya, karena ori- entasi relatif antara vektor dan sumbu koordinat adalah sama apakah vektor yang dirotasikan berlawanan jarum jam dengan sudut θ atau sumbu koordinat dirotasikan searah jarum jam dengan sudut yang sama.

Selanjutnya, marilah kita bahas matriks rotasi A 2 yang memiliki determinan -1. Matriks A 2 bisa dinyatakan

Jelas bahwa di sini hal ini berhubungan dengan pencerminan (refleksi) vektor terha- dap sumbu−X. Sehingga A 2 bisa dipandang sebagai sebuah operator yang pertama membalik vektor r 1 simetrik sepanjang sumbu−X kemudian merotasikannya menjadi r 3 seperti yang terlihat pada Gambar 6.2.(a).

Dalam suku transformasi koordinat, kita bisa menunjukkan (x ′ ,y ′ ) dalam persa- maan

merepresentasikan koordinat baru dari ujung sebuah vektor tetap setelah sumbu−Y dibalik dan sumbu koordinat dirotasikan dengan sudut θ, seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 6.2.(b). Dalam kasus ini kita harus berhati-hati dengan tanda pada sudut. Perjanjian tanda adalah sebagai berikut, positif ketika arah rotasi berlawanan jarum jam dan negatif ketika searah jarum jam. Tetapi setelah sumbu−Y dibalik seperti tampak pada Gambar 6.2.(b), rotasi negatif (dalam artian rotasi dari arah sumbu−X positif melalui sumbu−Y negatif) muncul berlawanan arah jarum jam. Hal ini mengapa pada Gambar 6.1.(a),(b), vektor dan sumbu koordinat berotasi dalam arah berlawanan, sedangkan dalam Gambar 6.2.(a),(b) tampak berotasi searah.

Sejauh ini kita telah menggunakan rotasi dalam dua dimensi sebagai contoh. Ba- gaimanapun kesimpulan bahwa matriks ortogonal yang determinannya +1 merepresen- tasikan rotasi murni dan matriks ortogonal yang determinannya -1 merepresentasikan pencerminan diikuti dengan sebuah rotasi secara umum juga valid untuk dimensi yang lebih tinggi. Kita akan membahas hal ini dalam transformasi vektor.

6.4. Diagonalisasi 277

Gambar 6.2: Dua buah interpretasi matriks ortogonal A 2 yang determinannya -1. (a) Seba-

gai sebuah operator, matriks ini membalik vektor r 1 menjadi r 2 simetrik terhadap sumbu−X, dan kemudian merotasikan r 2 menjadi r 3 .(b) Sebagai matriks transformasi antara ujung vektor tetap ketika sumbu−Y dibalik dan kemudian sumbu koordinat dirotasikan. Perhatikan bahwa (b) arahnya tampak sama dengan (a).