Sketsa Kehidupan Muhammad al-Ghazali
A. Sketsa Kehidupan Muhammad al-Ghazali
1. Latar Belakang Pendidikan Muhammad al-Ghazali Muhammad al-Ghazali, lahir di Desa Nakla ‘l-'Inab, Mesir tanggal 22-
September 1917. Desa Nakla al-'Inab tempat kelahiran Ghazali dikenal sebagai salah satu tempat yang melahirkan sejumlah pemikir muslim kenamaan seperti; Muhammad Abduh, Mahmud Shaltut, Hasan al-Banna', Muhammad al-Bahi, Muhammad al-Madani, Salim al-Bisyri, Muhammad Sami al-Barudi dan lain-lain. Ghazali dilahirkan dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang taat beragama, ayahnya adalah seorang penghafal Qur'an. Oleh karenanya, Ghazali, oleh ayahnya dimasukkan pada satu lembaga pendidikan yang secara khusus diproyeksikan bagi penghafal Qur'an. Bakat intelektual Ghazali sejak kecil mulai tampak, hal ini terbukti September 1917. Desa Nakla al-'Inab tempat kelahiran Ghazali dikenal sebagai salah satu tempat yang melahirkan sejumlah pemikir muslim kenamaan seperti; Muhammad Abduh, Mahmud Shaltut, Hasan al-Banna', Muhammad al-Bahi, Muhammad al-Madani, Salim al-Bisyri, Muhammad Sami al-Barudi dan lain-lain. Ghazali dilahirkan dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang taat beragama, ayahnya adalah seorang penghafal Qur'an. Oleh karenanya, Ghazali, oleh ayahnya dimasukkan pada satu lembaga pendidikan yang secara khusus diproyeksikan bagi penghafal Qur'an. Bakat intelektual Ghazali sejak kecil mulai tampak, hal ini terbukti
Setelah menyelesaikan pendidikan menghafal Qur'an, dia kemudian melanjutkan pendidikannya di kota Iskandariyah. Tahun 1937, Ghazali hijrah ke Kairo dan kuliah pada Universitas Al-Azhar setelah terlebih dahulu menyelesaikan pendidikan tingkat menengah dan atas di Iskandariyah. Tahun 1941 dia berhasil meraih gelar sarjana pada fakultas Ushuluddin, dan dua tahun setelah menyelesaikan
jenjang sarjana, Ia meraih gelar Master pada fakultas Bahasa Arab. 2
2. Aktivitas Muhammad al-Ghazali Sosok Ghazali, khususnya di Timur Tengah dikenal sebagai salah seorang ulama yang penuh dengan berbagai aktivitas dalam berbagai lapangan kehidupan. Sebagai sosok aktivis, dia termasuk salah seorang tokoh gerakan Ikhwan al -Mus- limin sekaligus sebagai salah seorang di antara murid Hasan al-Banna (pendiri Ikhwan). Perkenalan Ghazali dengan Ikhwan al- Muslimin, terjadi pada tahun 1938, ketika Hasan al-Banna mengadakan kunjungan dan memberikan ceramah umum di Nakla al-'Inab . Pertemuan tersebut, memberikan sentuhan yang sangat berarti dan penuh kesan yang mendalam pada diri Ghazali, yang kemudian mengantarkannya untuk ikut bergabung dalam Ikhwan al- Muslimin.
Sekalipun Ghazali ikut bergabung dalam gerakan Ikhwan al- Muslimin dan sangat kagum kepada sosok pendiri gerakan Ikhwan tersebut, tidak berarti memupus dan menghilangkan sikap dan sifat kritis Ghazali, karenanya dia selalu melontarkan kritik terhadap organisasi ini. Ghazali dengan tegas mengatakan, bahwa Sekalipun Ghazali ikut bergabung dalam gerakan Ikhwan al- Muslimin dan sangat kagum kepada sosok pendiri gerakan Ikhwan tersebut, tidak berarti memupus dan menghilangkan sikap dan sifat kritis Ghazali, karenanya dia selalu melontarkan kritik terhadap organisasi ini. Ghazali dengan tegas mengatakan, bahwa
ditanggalkan dan dibuang jauh-jauh. 3 Di samping sebagai seorang aktivis pergerakan Ikhwan, sosok Ghazali juga
dikenal sebagai juru dakwah yang piawai dan mampu memukau para pendengarnya. Menurut Quraish Shihab, Ghazali adalah seorang da'i yang sangat diminati, baik oleh kalangan mahasiswa maupun ulama, cendekiawan dan masyarakat awam. Sehingga kuliah-kuliahnya selalu dipadati oleh banyak orang. Lebih lanjut Shihab mengungkapkan, bahwa sering kali ruangan yang mereka tempati penuh sesak oleh mahasiswa dan pendengar dari Fakultas lain di lingkungan Al-Azhar, yang
seharusnya mengikuti kuliah di tempatnya masing-masing. 4 Selain terkenal sebagai da'i, Ghazali juga aktiv dalam dunia pendidikan, dia
merupakan staf pengajar pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Di samping mengajar dan memberikan kuliah di Al-Azhar, Ia juga tercatat sebagai pengajar pada beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah seperti ; Universitas Ummul Qura Mekkah, Fakultas Syari'ah Universitas Qatar, serta Institut Ilmu-Ilmu Islam Universitas Amir Abdul Kadir di Al-Jazair. Salah satu jasa besarnya dibidang
2 Abdullah al-'Aqil, "al-Da'iyat al-Mujaddid al-Shaikh Muhammad al-Ghazali" dalam al- Mujtama, No.1296, th.1998
3 Anis Thalib, "Syaikh Muhammad Al-Ghazali Da'i yang Menulis" dalam Pengantar terjemahan, Kaifa Nata'amal ma'a al-Sunna al-Nabawi (Bandung: Mizan, 1997), h.5
4 M. Quraish Shihab, dalam Pengantar terjemah, al-Sunnah al-Nabawiyah, (Bandung; Mizan, 1989), h. 7.
pendidikan adalah peran strategisnya dalam memotivasi berdirinya fakultas Syari'ah Universitas Qatar. 5
Selaku seorang da'i dan pengajar, Ghazali tergolong ulama yang produktif dalam melahirkan berbagai karya tulis, sehingga pikiran-pikirannya tidak saja terungkap lewat ceramah dan khutbah, namun abadi dalam bentuk buku dan berbagai artikel. Hingga akhir hayatnya, Ghazali telah menulis tidak kurang dari 60 (enam puluh) judul buku dan sebagian di antaranya telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Turki, Persia dan Indonesia. Selain sejumlah buku yang telah ditulisnya, juga tulisannya dapat dijumpai pada berbagai majalah dan sejumlah koran di Timur Tengah. Di antara majalah yang kerapkali memuat tulisan-tulisannya adalah majalah al-Azhar, al Muslimun, al-Mabahith, Mimbar al-Islam di Mesir, al-Da'wah, al- Tadhamun al Islami , Majalah al-Rabitah di Saudia Arabiyah, al-'Ummah di Qatar
dan majalah al-Wa'yu al-Islam serta al-Mujtamma' di Kuwait. 6 Karya tulis Ghazali yang pertama kali dipublikasikan adalah al-Islam wa al-
Auda al- Iqtisadiyah ( Islam dan Kondisi Ekonomi Ummat) th. 1947. Dalam buku ini dia menyorot dengan sangat tajam mengenai keadaan perekonomian umat Islam serta mengkritik dengan sangat pedas para penguasa yang bergelimang dengan kekayaan yang melimpah, sementara rakyat mereka hidup dalam penderitaaan. Pada buku ini Ghazali menggunakan dan membangun satu istilah; "agama melayani bangsa-bangsa ". Istilah tersebut digunakan Ghazali sebagai upaya mengimbangi istilah kaum komunis, "agama adalah candu bagi bangsa-bangsa". Tulisan tersebut
5 Abdullah al-'Aqil, al-Da'iyat,... op.cit., h. 48 / Anis, Syeikh Ghazali... op.cit., h. 6.
6 Ibid.
diatas melahirkan pro dan kontra dikalangan ulama dan kaum muslim di Mesir pada saat itu. Demikian terlihat, bahwa sudah sejak awal tokoh ini telah menulis dengan
semangat yang tinggi dan sejak itupula karyanya menjadi kontroversi. 7 Karya tulis Ghazali lainnya, yang cukup mendapat perhatian para pembaca,
dan kemudian melahirkan pro dan kontra, adalah tulisannya yang memuat serta menerangkan berbagai pandangannya mengenai hadis yang diberi judul; al-Sunnah al-Nabawiyah; Baina Ahl al- Fiqh wa Ahl al- Hadith . Dalam pengantar buku ini, Ghazali menyebutkan tulisan yang disusunnya tersebut selain untuk memenuhi permintaan Direktur International Institute of Islamic Thought dalam hal ini Ustadz Jabir al-'Alwani, juga dimaksudkan sebagai upaya Ghazali dalam meletakkan dan memberikan acuan pemahaman terhadap sunnah secara proporsional sekaligus membelanya, agar tidak menjadi korban dari keberanian orang-orang dungu yang
berwawasan sempit. 8 Buku ini kemudian melahirkan polemik yang tajam dan berkepanjangan di
kawasan Timur Tengah. Karena tulisan tersebut, sejumlah ulama menyebut Ghazali sebagai pengingkar sunnah. Rabi' bin Hadi al-Madkhali salah seorang pengajar hadis pada Universitas Madinah, melukiskan bahwa karya Ghazali di atas ibarat sebuah senjata yang mematikan semangat ummat Islam yang menjadikan sunnah sebagai jalan hidup, dalam kaitan ini Rabi' mengatakan :
7 Shihab, Pengantar ......, h. 8. 8 Ghazali, al-Sunnah ...., h. 11.
Setiap orang Muslim pasti menyayangkan karangan-karangan Ghazali yang dilihatnya, karena karangan-karangan tersebut bagaikan granat yang dilemparkan kepada setiap orang yang berenang pada kolam sunnah Nabawiyah yang suci atau di sekitar akidah yang benar berdasarkan beratus- ratus karangan yang akurat dari kitab Allah serta sunnah Rasul-Nya yang
ditopang oleh ijma' sahabat dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka. 9
Terlepas dari kontroversi dan tudingan terhadap Ghazali sebagai “ingkar sunnah”, sosok Ghazali sebagai aktivis, da'i pendidik dan penulis, dalam diri Ghazali menurut Qardawi terakumulasi sebuah sosok manusia yang cerdas, rendah hati dan berakhlak mulia, dia dikenal sebagai figur yang tulus dan jujur, ikhlas dan dewasa dalam berfikir. Dia juga memiliki keberanian yang luar biasa dalam membela kebenaran. Sebagai pendidik dia mengajarkan kepada mahasiswanya keseimbangan, yaitu keseimbangan menggunakan akal dan sumber agama (naql) juga dalam memandang dunia dan agama, dia sangat respek terhadap kemajuan dan
modernisme. 10