BAB I PENDAHULUAN
Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronis yang disertai dengan peningkatan reaktifitas saluran nafas terhadap berbagai jenis rangsangan .
Rangsangan ini akan menimbulkan suatu respon inflamasi berupa edema jalan nafas, pelepasan mediator inflamasi, kontraksi otot polos, dan peningkatan sekresi
mukus . Pada individu yang peka, inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi, sesak dan batuk yang rekuren, terutama pada malam hari dan atau subuh.
Episode tersebut biasanya berhubungan dengan obstruksi saluran nafas yang luas tetapi dengan derajat yang bervariasi, yang sering reversibel, baik secara spontan
ataupun dengan pengobatan. Refluks Gastroesofageal RGE merupakan suatu
pencetus potensial terhadap serangan asma Seaton, 2000 .
RGE sendiri merupakan suatu keadaan di mana asam dari dalam lambung bergerak naik kembali ke esofagus. Refluks terjadi jika kerja otot di esofagus atau
mekanisme protektif lainnya mengalami kegagalan Seaton, 2000. Manan, 2001 .
Refluks gastroesofageal dapat merupakan proses yang bersifat fisiologis dan bersifat asimtomatik.Tetapi proses refluks yang berulang-ulang dengan pajanan
asam lambung di esofagus yang berlangsung lama akan bersifat patologis dan menimbulkan keluhan dan atau lesi mukosal dan disebut sebagai Penyakit Refluks
Gastroesofageal PRGE. Simtom RGE akan timbul bila sudah terdapat kelainan pada mukosa esofagus . Simtom yang khas dan paling sering dijumpai yaitu heart
burn dan regurgitasi. Bila kedua simtom ini paling dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95 Kahrilas,
2002. Lodi, 1997. Tarigan, 2001. . RGE sebagai pencetus asma perlu dipikirkan
Universitas Sumatera Utara
jika gejala asma yang timbul sulit dikontrol dengan obat-obat asma yang biasa dipakai Devault, 2003 .
Hubungan antara Refluks Gastroesofageal RGE dengan asma sejak lama telah diketahui. Dalam bukunya ”The Principles and Practice of Medicine” pada
tahun 1892, Sir William Osler pertama kali menyatakan bahwa pengisian berlebihan lambung dan komsumsi makanan tertentu dapat memicu serangan
asma. Teori Osler tentang hubungan kausa antara gangguan lambung dan serangan asma tersebut tidak mendapat perhatian selama hampir satu abad .
Pada tahun 1967, Urschel dan Paulson melaporkan bahwa dari 636 pasien yang
dijadwalkan untuk menjalani operasi untuk PRGE, 60 di antaranya ternyata memiliki gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit paru Castell, 1995.
Harding, 1997. Harding, 1996. Stein, 2001 .
Sejak saat itu banyak studi yang dilakukan terhadap simtom RGE diantara para penderita asma. Hasil studi-studi selanjutnya mendapatkan prevalensi RGE
pada penderita asma yang bervariasi antara 34 hingga 89 Stein, 2001. Roussos, 2003. Field, 1996. Vincent, 1997. Sontag, 1990. Harding, 1999. Harding, 1999,
tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan RGE tersebut dan populasi yang mereka teliti . Suatu laporan oleh Harding dkk Harding, 2000
, Sontag dkk Sontag, 1990 dan Irwin dkk Irwin, 1993
bahkan mendapatkan bahwa penderita asma yang tidak menunjukkan adanya gejala refluks khas seperti
heartburn dan regurgitasi asam ternyata memiliki prevalensi PRGE sebesar 62 dan 25 -50 untuk hasil yang abnormal dari pemeriksaan pH esofagus 24 jam.
Studi di Thailand mendapatkan prevalensi Simtom RGE dan kontrol masing-
Universitas Sumatera Utara
masing sebesar 57 dan 42 yang berarti penderita asma memiliki prevalensi simtom RGE yang lebih tinggi dari grup kontrol tapi tidak signifikan secara
statistic Chunlertrith, 2005. Penelitian terbaru di RS Persahabatan Jakarta mendapatkan sebanyak 80.6 dan 100 pasien Asma Persisten Sedang
mengalami heartburn dan regurgitasi dengan 50 diantaranya terbukti esofagitis erosif esofagitis refluks secara endoskopi Susanto, 2005 .
Studi oleh Tug Bahcecioglu mendapatkan tidak ada asosiasi yang signifikan antara beratnya asma
dengan klinis dan kerusakan patologis RGE yang terjadi Tug, 2003 tetapi
sayangnya data di Medan belum ada .
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA