PEMBAHASAN Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

BAB V PEMBAHASAN

Walaupun hubungan yang kuat antara RGE dengan asma telah dilaporkan berulang kali, namun hubungan di antaranya masih belum jelas. Berbagai data yang telah dipublikasikan mendukung dan menentang hipotesa yang menyatakan bahwa RGE menyebabkan asma, asma menyebabkan RGE, dan pengobatan dengan bronkodilator menyebabkan RGE. Hubungan yang kuat antara RGE dan asma, dan juga laporan-laporan yang menyebutkan bahwa RGE menyebabkan timbulnya gejala-gejala pernafasan pada penderita asma telah membawa banyak peneliti untuk menduga bahwa hubungan tersebut merupakan yang disebabkan karena RGE menyebabkan asma Tanjung, 2003. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang di dapat oleh Field 1996, Vincent dkk, Sontag dkk dan penelitian lainnya yang mendapatkan prevalensi simtom RGE bervariasi dari 34 hingga 89 dari penderita asma yang diteliti, kami mendapatkan bahwa prevalensi simtom RGE pada asma sebesar 61,7 yang berbeda bermakna bila dibanding dengan kelompok kontrol yang hanya sebesar 40,0 dengan nilai p=0,029. Begitu juga dengan simtom heartburn 31.9 : 20.0, regurgitasi 51.1 ; 36.4, berturut turut dengan nilai p = 0.169 ; 0.135 akan tetapi terhadap simtom heartburn dan regurgitasi tidak didapati perbedaan yang bermakna dimana didapati 21,3 : 16,4 dengan nilai p=0,527 Karena ada pengaruh antara simtom RGE dengan IMT dan IMT 30 maka pada penelitian ini kami juga menghitung IMT masing masing sampel. Pada Universitas Sumatera Utara penelitian ini di dapati IMT pada kelompok kontrol dan asma tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,277 dan semuanya dengan IMT30 . Terdapat perbedaan usia yang bermakna antara kelompok asma dan kontrol dengan p0,01 akan tetapi ini bisa diterima karena memang usia bukanlah merupakan faktor perancu sehingga perbedaan usia yang diperoleh dari sampel penelitian tidak akan menimbulkan bias. Faktor-faktor yang berperan menimbulkan RGE pada penderita asma meliputi disregulasi otonom, peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung,gangguan fungsi krural diafragma, dan penggunaan obat-obat bronkodilator . Terdapat hubungan antara skor RGE dengan beratnya keparahan asma dimana semakin berat tingkat keparahan asma maka skor RGE akan semakin tinggi dengan nilai p=0,035. Ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuncer Tug 2003 dimana didapati tidak ada perbedaan skor RGE dengan keparahan asma dengan nilai p0,05. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena pada penelitian kami tidak dilakukan evaluasi terhadap lamanya menderita asma pada setiap penderita. Sebagaimana diketahui bahwa lamanya seseorang menderita asma akan berhubungan dengan makin lamanya pemaparan terhadap faktor-faktor yang yang berperan menimbulkan RGE pada penderita asma yaitu disregulasi otonom, peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung,gangguan fungsi krural diafragma, dan penggunaan obat-obat bronkodilator yang oleh banyak peneliti dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya RGE pada penderita asma. Pada Asma persisten ringan dibanding dengan asma persisten sedang dan asma persisten berat didapati perbedaan skor RGE yang Universitas Sumatera Utara berbeda bermakna dengan nilai p. berturut turut 0,023 dan 0,019. Sedangkan bila dibandingkan antara asma persisten sedang dan asma persisten berat tidak dijumpai perbedaan nilai yang bermakna terhadap skor RGE nilai p = 0,844. Dengan menggunakan Uji Spearman untuk melihat hubungan antara skor RGE dengan beratnya asma diperoleh nilai p=0,012. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara beratnya asma dengan skor RGE, walaupun hubungan itu adalah bersifat lemah dengan nilai r=0,326 Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN