Hubungan Simtom Refluks Gastroesofageal dengan Derajat Beratnya Asma di RSUP H Adam Mallk Medan

(1)

Hubungan Simtom Refluks Gastroesofageal

dengan Derajat Beratnya Asma

di RSUP H Adam Malik Medan

TESIS

OLEH

SYAFRIZAL NASUTION

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

Pembimbing Tesis

Prof Dr Habibah H Nasution, SpPD-Psi Dr.Alwinsyah Abidin, SpPD-KP

Disahkan oleh :

Ka. Departemen Ketua Program Studi

Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, kami dapat

menyelesaikan tesis ini yang berjudul : “Hubungan Simtom Refluks Gastroesofageal

dengan Derajat Beratnya Asma di RSUP H Adam Mallk Medan “ yang berlangsung

sejak bulan Maret sampai Juni 2012. Tulisan ini dibuat sebagai salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Pendidikan Magister Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya tulis ini maka penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih dan hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr.Salli Roseffi Nasution SpPD-KGH. Selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan

kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr Zuhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr Zainal Safri Sp.PD-SpJP sebagai Ketua dan

Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam yang membantu, membentuk penulis

menjadi ahli penyakit dalam yang berilmu, handal dan berbudi luhur.

3. Seluruh staf Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK – USU / RSUD Dr Pirngadi / RSUP H.

Adam Malik Medan : Prof Harun Rasyid Lubis, Prof H.Bachtiar Fanani Lubis, Prof.

Hj.Habibah Hanum Nasution, Prof Sutomo Kasiman, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH, Prof OK Moehadsyah, Prof. M.Yusuf Nasution, Prof Dr Gontar A

Siregar SpPD-KGEH, Dr Betthin Marpaung, , Dr Mabel Sihombing, DR Dr Juwita

Sembiring , Dr Alwinsyah Abidin, Dr Abdurahim Rasyid Lubis, Dr Dharma

Lindarto, Dr Yosia Ginting, Dr Refli Hasan, Dr EN Keliat, Dr Zuhrial , Dr Lenardo

Dairy, Dr. Armon Rahimi, Dr Daud Ginting, Dr. Tambar Kembaren, Dr Saut

Marpaung, Dr Mardianto, Dr Zuhrial, DR Dr Blondina Marpaung merupakan

guru-guru yang telah banyak memberikan petunjuk kepada saya selama mengikuti


(4)

4. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dan

kemudahan serta keizinan dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit

dalam menunjang pendidikan keahlian.

5. Para sejawat peserta PPDS-I, perawat serta paramedis lainnya dan seluruh karyawan /

karyawati di lingkungan SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr Pirngadi

Medan / RSUP H. Adam Malik Medan atas kerja sama yang baik selama ini.

6. Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF / Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Dr Pirngadi Medan / RSUP H Adam Malik Medan, karena tanpa mereka tidak

mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

7. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada Prof Dr Habibah Hanum Nasution, SpPD-KPsi dan Dr Alwinsyah Abidin

SpPD-KP sebagai kepala Divisi Pulmonologi dan Alergi-Immunologi yang telah

banyak memberikan bimbingan dan kemudahan dalam melaksanakan penelitian

yang kami lakukan sampai selesainya karya tulis ini.

Dengan mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT yang

telah memberikan kesehatan kepada penulis sekeluarga, tidak mungkin akan terlupakan

rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada ayahanda Abdul Rachmat Nasution (Alm)

dan ibunda Hj Delima Siregar (Alm) yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik, dan

menyekolahkan penulis, serta memberikan dukungan secara moril maupun materil demi kemajuan penulis. Semoga ini semua dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan batin

bagi orangtuaku. Kedua mertuaku, Dr. H Rustam Effendi YS Sp.PD dan Dr Hj Chairul

Rahmah Sp.PK penulis mengucapkan rasa hormat atas dukungannya selama ini .

Kepada istriku tercinta Dr. Imelda Rey, SpPD sulit memilih kata-kata yang tepat

untuk menyampaikan betapa rasa terima kasih penulis atas kesabaran, dukungan

semangat dan pengorbanan yang telah kamu berikan selama ini. Kepada anakku

tersayang, Astrid Beauty Clarissa Nasution yang selalu menjadi pendorong dan penambah


(5)

Kepada almarhum abang, kakak, adik kandungku dan seluruh anggota keluarga

yang telah memberi semangat dan dorongan moril maupun materil selama ini, penulis

ucapkan terimakasih.

Sebenarnya masih banyak lagi ucapan terima kasih yang selayaknya saya

sampaikan kepada berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu pada

kesempatan ini, dalam hal ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

setulusnya secara menyeluruh.

Medan, Juli 2012

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... vii

ABSTRAKS... viii

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

BAB II . TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 4

2.1. Defenisi RGE ... 4

2.2. Patofisiogi RGE ... 5

2.3. Gejala Klinis RGE ... 7

2.3.1. Heartburn ... 8

2.3.2. Regurgitasi ... 9

2.4. Faktor Predisposisi RGE Pada Asma ... 10

2.5. Faktor RGE Sebagai Pencetus Asma ... .... 13

2.6. Gejala Klinis PRGE Pada Penderita Asma ... ... 15

2.7. Pendekatan Diagnosa PRGE Pada Penderita Asma... .... 17

2.8.Penanganan Penderita Asma Dengan PRGE... 18

2.8.1. Terapi Medis... 19

2.8.2. Terapi Pembedahan... 21

2.8.3. Pendekatan Terapi PRGE Pada Penderita Asma... 22

BAB III PENELITIAN SENDIRI ... ………. 27

3.1. Latar Belakang Penelitian ... 27

3.2. Perumusan Masalah ... 29


(7)

3.4. Tujuan Penelitian ... 29

3.5 Manfaat Penelitian ... 30

3.6. Bahan dan Cara ... 3.6.1 Disain penelitian ... 31

3.6.2 Definisi operasional ... 31

3.6.3 Waktu dan tempat penelitian ... 33

3.6.4 Subjek Penelitian ………. .... 33

3.6.5 Kriteria yang dimasukkan ... 33

3.6.6 Kriteria yang dikeluarkan ... 33

3.6.7 Jumlah sampel ... 34

3.6.8 Cara penelitian ... 35

3.6.9 Analisa data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 3.7. Data Umum Hasil Penelitian ... ……… 37

BAB V. PEMBAHASAN ... 42

BAB VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1.Kesimpulan ... 45

6.2.Saran ... 45

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 46

LAMPIRAN ... 49

Lampiran 1 : Master Tabel ... ….. 49

Lampiran 2 : Daftar Riwayat Hidup... ….. 51


(8)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1 : Daftar obat yang menurunkan tekanan LES ... 13 Tabel 2 : Gejala klinis PRGE pada Asma ... 18 Tabel 3 : Klasifikasi derajat asma menurut GINA yang direvisi tahun 2002 yang di Update 2005……….. 32 Tabel 4 : Data Karakteristik demografik penderita asma

dan Kontrol... 38 Tabel 5 : Derajat asma dan skor RGE total ,skor Frekwensi RGE dan

Skor Keparahan RGE ... 38 Tabel 6 : Prevalensi Simtom RGE, Heartburn, Regurgitasi pada

Kelompok Asma dan Kontrol... 40 Tabel 7 : Gambaran perbedaan nilai rata rata skor RGE menurut

beratnya asma... 40 Tabel 8 : Korelasi Skor RGE dengan beratnya asma... 40 Gambar 1 : Anatomi Esophagogastric Junction ... 7 Gambar 2 : Mekanisme patofisiologi asam esofagus menginduksi

bronkokonstriksi ... 16 Gambar 3 :Pendekatan penanganan RGE pada penderita asma ... 25 Gambar 4 :Hubungan antara berat asma dgn skor RGE ... 39 Gambar 5 :Hubungan antara Skor RGE dengan masing-masing


(9)

ABSTRACT

Background :Gastroesophageal reflux (GER) is a potential trigger of asthma .

A high prevalence and association GER symptoms in asthma patients has been shown in several reports from many countries. However, nο data from Medan are available.

Objective:To determine the prevalence symptoms in asthma patients at Adam Malik Hospital and compare them with a non-asthmatic control group and to asses it”s association between asthma severity.

Material and Method: A cross sectional study consisted of 47 asthma patients at the outpatient Adam Malik Hospital and 55 non-asthmatic patients as the control group. The study group and the control group were interviewed with questionnaire.

Results: Among the asthmatics,31.9%,51.1% & 21.3% experienced heartburn, regurgitation & both symptoms, respectively. While in the control group, 20%, 36.6% & 16.4%

Conclusion:The present study showed the prevalence of GER symptoms in asthmatic patients in Pirngadi Hospital and the control group to be 61.7% and 40%. Asthmatic patients had a greater significance prevalence than the control group and there was significant association between asthma severity and GER symptoms .

Keywords: Asthma patients,control group, Heartburn, Regurgitation

ABSTRAK

Latar Belakang:Refluks Gastroesofageal (RGE) merupakan pencetus potensial terhadap serangan asma . Prevalensi yang tinggi dan adanya hubungan simtom RGE pada penderita asma telah ditunjukkan pada banyak laporan diberbagai negara sementara data di Medan belum ada .

Tujuan Studi :Untuk mencari prevalensi simtom RGE pada Penderita Asma di RSUP H Adam Malik Medan dengan membandingkannya dengan kelompok non-asma serta hubungan antara beratnya asma dan simtom RGE.

Bahan dan Metode: Studi potong lintang yang melibatkan 47 penderita asma di Poliklinik Pulmonologi dan Allrgi Immunologi RSUP H Adam Malik dan 55 non-asma sebagai kontrol yang diwawancarai dengan mempergunakan kwesioner.

Hasil : Pada penderita asma didapati, 31.9%, 51.1% & 21.3% mengalami heartburn, regurgitasi dan kedua simtom, sementara pada kontrol, 20%, 36.6% dan 16.4%

Kesimpulan: Hasil studi ini menunjukkan prevalensi simtom RGE pada penderita asma dan kontrol sebesar 61.7% dan 40%. Penderita asma memiliki prevalensi Simtom RGE lebih besar bermakna dari pada kelompok kontrol serta ada hubungan yang bermakna antara beratnya asma dan simtom RGE .


(10)

ABSTRACT

Background :Gastroesophageal reflux (GER) is a potential trigger of asthma .

A high prevalence and association GER symptoms in asthma patients has been shown in several reports from many countries. However, nο data from Medan are available.

Objective:To determine the prevalence symptoms in asthma patients at Adam Malik Hospital and compare them with a non-asthmatic control group and to asses it”s association between asthma severity.

Material and Method: A cross sectional study consisted of 47 asthma patients at the outpatient Adam Malik Hospital and 55 non-asthmatic patients as the control group. The study group and the control group were interviewed with questionnaire.

Results: Among the asthmatics,31.9%,51.1% & 21.3% experienced heartburn, regurgitation & both symptoms, respectively. While in the control group, 20%, 36.6% & 16.4%

Conclusion:The present study showed the prevalence of GER symptoms in asthmatic patients in Pirngadi Hospital and the control group to be 61.7% and 40%. Asthmatic patients had a greater significance prevalence than the control group and there was significant association between asthma severity and GER symptoms .

Keywords: Asthma patients,control group, Heartburn, Regurgitation

ABSTRAK

Latar Belakang:Refluks Gastroesofageal (RGE) merupakan pencetus potensial terhadap serangan asma . Prevalensi yang tinggi dan adanya hubungan simtom RGE pada penderita asma telah ditunjukkan pada banyak laporan diberbagai negara sementara data di Medan belum ada .

Tujuan Studi :Untuk mencari prevalensi simtom RGE pada Penderita Asma di RSUP H Adam Malik Medan dengan membandingkannya dengan kelompok non-asma serta hubungan antara beratnya asma dan simtom RGE.

Bahan dan Metode: Studi potong lintang yang melibatkan 47 penderita asma di Poliklinik Pulmonologi dan Allrgi Immunologi RSUP H Adam Malik dan 55 non-asma sebagai kontrol yang diwawancarai dengan mempergunakan kwesioner.

Hasil : Pada penderita asma didapati, 31.9%, 51.1% & 21.3% mengalami heartburn, regurgitasi dan kedua simtom, sementara pada kontrol, 20%, 36.6% dan 16.4%

Kesimpulan: Hasil studi ini menunjukkan prevalensi simtom RGE pada penderita asma dan kontrol sebesar 61.7% dan 40%. Penderita asma memiliki prevalensi Simtom RGE lebih besar bermakna dari pada kelompok kontrol serta ada hubungan yang bermakna antara beratnya asma dan simtom RGE .


(11)

BAB I PENDAHULUAN

Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronis yang disertai dengan peningkatan reaktifitas saluran nafas terhadap berbagai jenis rangsangan . Rangsangan ini akan menimbulkan suatu respon inflamasi berupa edema jalan nafas, pelepasan mediator inflamasi, kontraksi otot polos, dan peningkatan sekresi mukus . Pada individu yang peka, inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi, sesak dan batuk yang rekuren, terutama pada malam hari dan / atau subuh. Episode tersebut biasanya berhubungan dengan obstruksi saluran nafas yang luas tetapi dengan derajat yang bervariasi, yang sering reversibel, baik secara spontan ataupun dengan pengobatan. Refluks Gastroesofageal (RGE) merupakan suatu pencetus potensial terhadap serangan asma (Seaton, 2000).

RGE sendiri merupakan suatu keadaan di mana asam dari dalam lambung bergerak naik kembali ke esofagus. Refluks terjadi jika kerja otot di esofagus atau mekanisme protektif lainnya mengalami kegagalan (Seaton, 2000. Manan, 2001) . Refluks gastroesofageal dapat merupakan proses yang bersifat fisiologis dan bersifat asimtomatik.Tetapi proses refluks yang berulang-ulang dengan pajanan asam lambung di esofagus yang berlangsung lama akan bersifat patologis dan menimbulkan keluhan dan atau lesi mukosal dan disebut sebagai Penyakit Refluks Gastroesofageal (PRGE). Simtom RGE akan timbul bila sudah terdapat kelainan pada mukosa esofagus . Simtom yang khas dan paling sering dijumpai yaitu heart burn dan regurgitasi. Bila kedua simtom ini paling dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, 2002. Lodi, 1997. Tarigan, 2001.) . RGE sebagai pencetus asma perlu dipikirkan


(12)

jika gejala asma yang timbul sulit dikontrol dengan obat-obat asma yang biasa dipakai (Devault, 2003) .

Hubungan antara Refluks Gastroesofageal (RGE) dengan asma sejak lama telah diketahui. Dalam bukunya ”The Principles and Practice of Medicine” pada tahun 1892, Sir William Osler pertama kali menyatakan bahwa pengisian berlebihan lambung dan komsumsi makanan tertentu dapat memicu serangan asma. Teori Osler tentang hubungan kausa antara gangguan lambung dan serangan asma tersebut tidak mendapat perhatian selama hampir satu abad .Pada tahun 1967, Urschel dan Paulson melaporkan bahwa dari 636 pasien yang dijadwalkan untuk menjalani operasi untuk PRGE, 60% di antaranya ternyata memiliki gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit paru (Castell, 1995. Harding, 1997. Harding, 1996. Stein, 2001) .

Sejak saat itu banyak studi yang dilakukan terhadap simtom RGE diantara para penderita asma. Hasil studi-studi selanjutnya mendapatkan prevalensi RGE pada penderita asma yang bervariasi antara 34 hingga 89% (Stein, 2001. Roussos, 2003. Field, 1996. Vincent, 1997. Sontag, 1990. Harding, 1999. Harding, 1999), tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan RGE tersebut dan populasi yang mereka teliti . Suatu laporan oleh Harding dkk (Harding, 2000) , Sontag dkk (Sontag, 1990) dan Irwin dkk (Irwin, 1993) bahkan mendapatkan bahwa penderita asma yang tidak menunjukkan adanya gejala refluks khas seperti

heartburn dan regurgitasi asam ternyata memiliki prevalensi PRGE sebesar 62% dan 25 -50% untuk hasil yang abnormal dari pemeriksaan pH esofagus 24 jam. Studi di Thailand mendapatkan prevalensi Simtom RGE dan kontrol


(13)

masing-masing sebesar 57% dan 42% yang berarti penderita asma memiliki prevalensi simtom RGE yang lebih tinggi dari grup kontrol tapi tidak signifikan secara statistic (Chunlertrith, 2005). Penelitian terbaru di RS Persahabatan Jakarta mendapatkan sebanyak 80.6% dan 100% pasien Asma Persisten Sedang mengalami heartburn dan regurgitasi dengan 50% diantaranya terbukti esofagitis erosif (esofagitis refluks) secara endoskopi (Susanto, 2005) . Studi oleh Tug & Bahcecioglu mendapatkan tidak ada asosiasi yang signifikan antara beratnya asma dengan klinis dan kerusakan patologis RGE yang terjadi (Tug, 2003) tetapi sayangnya data di Medan belum ada .


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Refluks Gastroesofageal

RGE merupakan fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang sewaktu-waktu . Pada orang normal refluks ini biasanya terjadi pada posisi tegak sewaktu makan atau pada posisi berbaring setelah makan . Pada saat terjadi refluks, esofagus akan berkontraksi untuk membersihkan lumen dari material refluks tersebut sehingga tidak terjadi suatu kontak yang lama antara isi lambung dan mukosa esofagus . Refluks yang sejenak seperti ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala oleh karena itu disebut refluks fisiologis .Refluks dikatakan patologis bila terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama dan dapat menyebabkan inflamasi pada mukosa, keadaan ini disebut sebagai Penyakit Refluks Gastroesofageal (Djojoningrat, 2002. Manan, 2001).

Penyakit Refluks Gastroesofagus (PRGE) didefenisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas. Istilah Esofagistis Refluks berarti kerusakan mukosa esofagus akibat refluks cairan lambung seperti erosi dan ulserasi epitel esofagus . Pada kondisi terdapat gejala refluks tanpa kelainan mukosa esofagus pad pemeriksaan endoskopi disebut Asymtomatic Gastro-Esophageal Reflux atau Non-Erosiv Reflux Disease (NERD) . Kelainan ini timbul akibat hipersensitivitas mukosa


(15)

esofagus terhadap asam yang dihubungkan dengan peningkatan persepsi nyeri (Makmun, 2006).

Keadaan ini umum ditemukan pada populasi di Negara-negara Barat,namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara Asia dan Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn dan atau regurgitasi ) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan . Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara dinegara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1.5% di China dan 2.75 di korea ) . Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22.8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksan endoskopi atas indikasi dispepsia (Syafrudin 1999) (Makmun, 2006).

2.2 Patofisiologi RGE

Esofagus yang biasa dikenal sebagai pipa saluran makanan, merupakan suatu saluran berotot yang sempit dengan panjang sekitar sembilan setengah inci. Esofagus tersebut dimulai dari di bawah lidah, dan berakhir pada lambung. Jika seseorang menelan makanan, esofagus akan menggerakkannya ke dalam lambung dengan kerja peristaltik, yang merupakan kontraksi otot yang bergelombang. Di dalam lambung, lemak dan protein di dalam makanan dipecah oleh asam dan berbagai jenis enzim, terutama asam hidroklorida dan pepsin. Lambung memiliki selapis mukus yang tipis yang melindunginya dari cairan lambung tersebut jika


(16)

asam dan enzim pencernaan tersebut naik kembali ke esofagus. Namun lapisan tersebut hanya memberikan perlindungan yang lemah. Esofagus dilindungi oleh otot-otot yang spesifik dan berbagai faktor lainnya. Struktur yang paling penting yang melindungi esofagus adalah sfingkter esofagus bawah (Lower Esophageal Sphincter = LES). LES merupakan otot yang melingkari bagian bawah di mana esofagus berhubungan dengan lambung. Jika tahanan barier tidak mencukupi untuk mencegah terjadinya regurgitasi, dan asam lambung naik kembali ke esofagus (refluks), maka kerja peristaltik esofagus berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tambahan dan mendorong kembali isi esofagus kembali ke dalam lambung (gambar 1)( Mittal, 1997).

Gambar 1. Anatomi Esophagogastric Junction. (Devault, 2003)

RGE terjadi bilamana tidak ada keseimbangan antara mekanisme antirefluks pada LES dan kondisi lambung . Gangguan mekanisme anti refluks pada LES dapat berupa tonus yang melemah dan adanya relaksasi sfingter yang abnormal . Melemahnya tonus LES akan berakibat refluksat mudah masuk ke esofagus secara berulang kali dan biasanya disertai berkurangnya peristaltik


(17)

berlangsung lebih lama . Peran refluksat sebagai faktor agresif terutama dipengaruhi asam lambung . Makin rendah pH lambung, tingkat agresifitas refluks akan lebih meningkat .Sehingga dalam kondisi motilitas yang cukup baik disertai LES normal dapat terjadi kelainan pada mukosa .pada pemeriksaan pH esofagus 24 jam didapatkan pH kurang dari 4 . Dari fakta tersebut terbukti faktor refluksat lebih dominan dibandingkan faktor motilitas, hal tersebut sangat menentukan cara pemberian terapi pada kasus-kasus RGE (Manan, 2001.Tarigan, 2001). Sedangkan kondisi lambung yang berperan adalah sekresi asam lambung atau cairan lambung yang lainnya yang berlebihan, lambatnya pengosongan lambung, paska operasi lambung, peningkatan tekanan dalam lambung seperti pada obesitas, kehamilan, asites dan adanya hiatus hernia (Devault, 2003. Manan, 2001. Smout, 1998. Tarigan, 2001)

2.3 Gejala Klinis RGE

Adanya gejala pada RGE didasari adanya kontak asam lambung pada dinding esofagus serta berat ringannya gejala berkorelasi dengan lamanya pajanan asam dan pepsin tersebut dengan dinding esophagus (Manan, 2001) .

Simtom RGE akan timbul bila sudah terdapat kelainan pada mukosa esofagus . Gejala yang ditimbulkan adalah bervariasi baik yang khas maupun yang tidak khas . Gejala yang khas dan yang paling sering dijumpai yaitu heart burn dan regurgitasi. Bila kedua simtom ini paling dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, 2002. Lodi, 1997. Tarigan, 2001) . Sedangkan yang tidak khas yaitu nyeri dada non kardiak, mengi, batuk pada malam hari, aspirasi pneumoni, bronkitis, suara


(18)

serak, disfagia, sendawa dan gangguan pada gigi (Devault, 2003. Manan, 2001. Smout, 1998. Tarigan, 2001)

Manifestasi klinis dijumpai berupa: Erosive Reflux Esophagitis dimana secara endoskopi ditemukan lesi mukosa esofagus, Non Erosive Reflux Disease

(NERD) jika tidak adanya refluks esofagitis secara endoskopi dan Extra Esophageal Reflux Disease yaitu adanya manifestasi diluar saluran cerna (Devault, 2003. Manan, 2001.Tarigan, 2001)

Karena pentingnya gejala klinis ini guna mendukung atau bahkan dapat menegakkan diagnosa maka berikut ini akan dipaparkan hanya gejala khas dari RGE yaitu Heartburn dan regurgitasi :

2.3.1 Heartburn

Heartburn merupakan gejala khas dari RGE yang paling sering dikeluhkan oleh penderita . Gejala ini merupakan gejala primer pada RGE dan paling kurang terjadi pada 75% kasus (Djojoningrat, 2002. Tarigan, 2001). Kualitas hidup setiap individual akan merasa terganggu bila frekwensi heartburn minimal 3 kali seminggu (Manan, 2001) .Heartburn adalah sensasi rasa nyeri esofagus yang sifatnya panas membakar atau mengiris dan umumnya timbul dibelakang bawah ujung sternum . Penjalaran umumnya keatas hingga kerahang bawah dan ke epigastrium, punggung belakang dan bahkan kelengan kiri yang menyerupai keluhan angina pektoris . Timbulnya keluhan ini akibat rangsangan kemoreseptor pada mukosa . Rasa terbakar tersebut disertai dengan sendawa, mulut terasa masam dan pahit serta merasa cepat kenyang . Bila simtom heartburn & regurgitasi yang paling


(19)

dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, 2002. Lodi, 1997. Mittal, 1995).

Bahan makanan yang sifatnya mengiritasi dianggap sebagai pencetus heartburn misalnya : anggur merah, bawang putih, makanan berlemak, coklat, jeruk sitrum, bumbu kari . Keluhan heartburn dapat diperburuk oleh posisi membungkuk kedepan, berbaring terlentang dan berbaring setelah makan. Jika rasa terbakar didada yang timbul sewaktu berolah raga, perlu pemeriksaan yang cermat untuk memastikan apakah gejalanya berasal dari iskemia koroner (Smout, 1998) .

2.3.2 Regurgitasi (Devault, 2003. Djojoningrat, 2002 . Roussos, 2003) Refluks yang sangat kuat dapat memunculkan regurgitasi yang berupa bahan yang terkandung dari esofagus atau lambung yang sampai kerongga mulut . Obstruksi dari esofagus bagian distal dan keadan stasis seperti pada akalasia atau divertikulitis dapat sebagai penyebabnya .

Bahan regurgitasi yang terasa asam atau sengit dimulut merupakan gambaran sudah terjadinya GERD yang berat dan dihubungkan dengan inkompetensi sfingter bagian atas dan LES . Regurgitasi dapat mengakibatkann aspirasi laringeal, batuk yang terus menerus, keadaan tercekik waktu bangun dari tidur dan aspirasi pnemonia. Peningkatan tekanan intra abdominal yang


(20)

imbul karena posisi membungkuk, cekukan dan bergerak cepat dapat memprovokasi terjadinya regurgitasi .

Regurgitasi yang berat dapat dihubungkan dengan gejala berupa serangan tercekik, batuk kering, mengi, suara serak, mulut bau pada pagi hari, sesak nafas, karies gigi dan aspirasi hidung . Beberapa pasien mengeluh sering terbangun dari tidur karena rasa tercekik, batuk yang kuat tapi jarang menghasilkan sputum .

2.4 Faktor Predisposisi RGE Pada Asma

Walaupun hubungan yang kuat antara RGE dengan asma telah dilaporkan berulang kali, namun hubungan di antaranya masih belum jelas. Berbagai data yang telah dipublikasikan mendukung dan menentang hipotesa yang menyatakan bahwa RGE menyebabkan asma, asma menyebabkan RGE, dan pengobatan dengan bronkodilator menyebabkan RGE. Walaupun adanya data yang saling bertentangan, namun minat mengenai hubungan antara kedua keadaan tersebut semakin meningkat. Penelusuran melalui PubMed dengan menggabungkan kata asma dan RGE menghasilkan > 500 kutipan dari literatur medis, dengan rata-rata 2 kutipan per tahun antara tahun 1966 dan 1980, dua puluh kutipan per tahun antara 1991 hingga 1995, dan 79 kutipan hanya pada tahun 2000 saja. Hubungan yang kuat antara RGE dan asma, dan juga laporan-laporan yang menyebutkan bahwa RGE menyebabkan timbulnya gejala-gejala pernafasan pada penderita asma telah membawa banyak peneliti untuk menduga bahwa hubungan tersebut merupakan yang disebabkan karena RGE menyebabkan asma (Tanjung, 2003).


(21)

Faktor-faktor yang berperan menimbulkan RGE pada penderita asma meliputi disregulasi otonom, peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung,gangguan fungsi krural diafragma, dan penggunaan obat-obat bronkodilator .

Penderita asma memiliki bukti adanya suatu disregulasi otonom . Pada uji fungsi otonomik terhadap 73 penderita asma dengan RGE (Lodi dkk 1997), didapat 20 orang dengan respon yang normal, respon hipervagal pada 37 orang, respon hiperadrenergik pada 6 orang, dan respon campuran pada 10 orang . Data tersebut menunjukkan bahwa penderita asma dengan RGE memiliki respon vagal yang tinggi. Disregulasi otonomik akan menurunkan tekanan LES dan relaksasi sementara LES, suatu mekanisme utama yang berperan pada RGE (Lodi, 1997).

Faktor penyebab kedua adalah peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung. Pada saat akhir ekspirasi tekanan gradien antara lambung dan esofagus 4-5 mmhg .

Faktor ketiga adalah perubahan pada fungsi krural diafragma . Diafragma krural mempengaruhi tekanan LES (Lodi, 1997) .

Untuk itu suatu tekanan LES yang normal 10-35 mmhg pada akhir ekspirasi adalah cukup untuk menetralkan tekanan gradien walaupun dengan obstruksi aliran udara, suatu tekanan pleura yang lebih negatif dapat meningkatkan tekanan gradien lalu mengakibatkan refluks (Lodi, 1997).

Faktor terakhir adalah pemberian bronkodilator.Sebenarnya banyak obat yang menurunkan tekanan LES (tabel 1) (Devault, 2002).

Para peneliti telah mendapatkan bahwa relaksasi sementara LES dan diafragma krural bertanggung jawab terhadap terjadinya RGE. Hiperinflasi sehubungan dengan bronkospasme menempatkan diafragma krural menjadi merugikan oleh karena pendataran geometrik (Mittal, 1995) .


(22)

pemberian infus isoproterenol menurunkan tekanan LES pada binatang ataupun manusia (Goyal dkk 1973, Zfass dkk 1970). Namun pada penelitian lain ternyata inhalasi β agonis tidak menyebabkan perubahan prevalensi RGE atau motilitas esofagus yang signifikan (Michoud, 1991 .Schindlbeck, 1988).

Tabel 1.Daftar obat yang menurunkan tekanan LES (Susanto, 2005)

Teofilin meningkatkan sekresi a

sam lambung dan menurunkan tekanan LES , namun ada perdebatan mengenai kepentingan klinis dari hasil tersebut . Pada suatu penelitian acak tersamar ganda pada 16 penderita asma (Hubert, 1988) malah tidak mendapatkan adanya perbedaan signifikan pada hasil pemeriksaan pH esofagus 24 jam baik terhadap penderita asma yang mendapat Teofilin oral atau plasebo, dan tak ada perbedaan episode refluks atau waktu keterpaparan asam total , dan saat bersamaan fungsi paru membaik . Namun demikian Ekstrom dan Tibling pada tahun 1988 meneliti 25 penderita asma ringan - sedang dengan riwayat RGE pada uji single-blind plasebo terkontrol .Pasien lalu menjalani 2 kali pemeriksaan pH esofagus 24 jam , satu dengan dan satu lagi tidak dengan dosis teofilin biasa mereka. Didapati peningkatan refluks 24% pada siang hari selama terapi teofilin sementara gejala refluks meningkat 170% dimana gejala respiratorik dan fungsi

• Aminofilin • Antikolinergik • β-agonis adrenergik • α-antagonis adrenergik

• Benzodiazepin • Klorpromazin • Kalsium channel blockers

• Derivat Nikotin • Nitrogliserin


(23)

paru membaik dengan terapi teofilin tersebut (Ekström, 1998). Sontag dkk malah mendapatkan tidak ada perbedaan prevalensi esofagitis (Sontag, 1992) dan pH esofagus yang signifikan baik pada penderita yang mendapat atau tidak pengobatan bronkodilator (Sontag, 1992) .Sementara Field dkk menemukan tidak ada obat-obatan asma yang berhubungan dengan suatu peningkatan kemungkinan mengalami heartburn atau regurgitasi (Field, 1996). Ini menimbulkan suatu kontroversi yang berkepanjangan tentang pengaruh obat bronkodilator terhadap terjadinya RGE pada penderita asma .

2.5 Faktor RGE Sebagai Pencetus Asma 2.5.1 Refleks vagal

Trakeobronkial dan esofagus sama-sama berasal dari embrionik foregut dan dipersarafi secara otonom melalui nervus vagus . Pada studi terhadap hewan didapati bahwa asam esofagus menyebabkan suatu peningkatan resistensi pernafasan yang menghilang bila dilakukan vagotomi (gambar 2) (Harding, 1999). Juga didapati bahwa asam esofagus menyebabkan suatu penurunan nilai PEF tanpa bukti terjadinya mikroaspirasi dan inflamasi mukosa esofagus yang diperiksa dengan tes Bersntein yang positif (Harding, 1995).Pada 136 subjek tersebut didapati asam esofagus menyebabkan penurunan denyut jantung, FEV1, dan saturasi oksigen (Harding, 1999). Kemudian respon tersebut menghilang dengan pemberian atropin sehingga disimpulkan bahwa nervus vagus memegang peranan .


(24)

2.5.2 Peningkatan reaktifitas bronkus (Harding, 1999).

Pada pemeriksaan uji tantangan metakolin terhadap 105 penderita asma didapati suatu korelasi signifikan (R = 0.56; P = 0.05) antara jumlah dosis metakolin yang dibutuhkan untuk penurunan FEV1 20% dengan jumlah episode refluks .

Ini menunjukkan bahwa asam esofagus memegang peranan utama sehingga jika penderita asma terpapar faktor pencetus lain maka mereka akan mengalami peningkatan reaktifitas bronkus.

2.5.3 Mikroaspirasi (Harding, 1999).

Pada penelitian terhadap hewan, sejumlah asam trakea menyebabkan peningkatan lima kali lipat resistensi paru, dimana 10 ml asam esofagus hanya menyebabkan peningkatan 1-1.5 kali lipat saja. Menariknya bronkokonstriksi yang disebabkan mikroaspirasi menghilang dengan vagotomi ini. menunjukkan bahwa nervus vagus memiliki peranan yang utama pada mikroaspirasi. Selanjutnya hasil studi pada manusia mendapatkan bahwa episode refluks berhubungan dengan terjadinya penurunan pH esofagus dan trakea yang ditunjukkan dengan perubahan yang nyata pada nilai PEF.


(25)

Gambar 2 : Mekanisme patofisiologi asam esofagus menginduksi bronkokonstriksi (Harding, 1999).

2.5.4 Inflamasi Neurogenik(Harding, 1999)

Pada percobaan hewan didapati asam esofagus menyebabkan pelepasan substansi P yang menyebabkan terjadinya edema aliran nafas pada paru .

2.6 Gejala Klinis PRGE Pada Penderita Asma

Edema jalan nafas tersebut diinhibisi oleh suatu reseptor antagonis substansi P . Asam esofagus menyebabkan pelepasan takikinin dan substansi P dari saraf sensorik melalui jalur akson & vagal (gambar 2) .

Gejala yang sangat spesifik untuk RGE adalah heartburn, regurgitasi atau keduanya dan sering timbul setelah makan (terutama dalam jumlah besar atau yang berlemak ). Asma malam atau timbul batuk malam hari, rasa tercekik, mengi pada saat bangun tidur perlu dipikirkan terdapat episode RGE pada saat tidur (Devault, 2003. Manan, 2001.Sontag, 1990). Pasien asma dengan RGE sering mengeluh sesak nafas, nafas pendek, mengi dan batuk setelah episode refluks,


(26)

setelah makan makanan tinggi lemak, kopi, coklat, alkohol serta pada posisi terlentang . RGE sebagai pencetus asma perlu dipikirkan jika gejala asma yang timbul mungkin sulit dikontrol dengan obat-obat asma yang biasa dipakai (Devault, 2003. Harding, 1999) Karakteristik asma yang dicetuskan oleh refluks antara lain timbul pada usia dewasa, bukan perokok, bukan tipe alergenik, gejala batuk menetap, lebih dominan pada malam hari, memburuk setelah makan, tidak respon dengan pengobatan asma dan respons dengan pengobatan anti sekretori asam Devault, 2003).

Tabel 2 . Gejala klinis PRGE pada Asma

Gejala klinis PRGE pada asma dapat dilihat pada Tabel 2 .

Gejala Khas Heartburn Regurgitasi Water Brash

Disfagia/sulit menelan

Perburukan Asma pada Saat Tidur

Makan

Minum Alkohol

Posisi terlentang/bernaring Gejala Tidak Khas

Suara Parau Sakit Tenggorokan Nyeri Leher Nyeri telinga Nyeri Dada Rasa Tercekik

Penggunaan obat Bronkodilator Teofilin

Agonis β2 adrenergik sistemik Asma Yang Timbul Usia dewasa

Reflux Associated Resp. Symtoms Silent Reflux

2.7 Pendekatan Diagnosa PRGE Pada Penderita Asma.

Semua penderita asma harus dianamnese secara teliti mengenai manifestasi esofagus dan ekstraesofagus dari PRGE. Pertanyaan-pertanyaan yang spesifik harus menyertakan apakah gejala asma muncul setelah makan dalam porsi yang banyak atau makan makanan yang berlemak, atau dengan makanan yang diketahui dapat menurunkan tekanan LES. Juga akan bermanfaat untuk


(27)

mengetahui apakah batuk, sesak nafas, atau apakah penderita menggunakan inhaler saat mengalami gejala-gejala PRGE. Field dkk telah menerbitkan suatu kwesioner mengenai asma dan PRGE yang dapat disertakan dalam penatalaksanaan penderita (Field, 1996).

Jika riwayat penderita sejalan dengan PRGE, tidak diperlukan penjajakan diagnostik tambahan lainnya, dan pemberian terapi antirefluks yang agresif harus segera dimulai. Penjajakan diagnostik tambahan lainnya direkomendasikan pada penderita yang dengan terapi empiris untuk PRGE tidak menunjukkan hasil atau pada mereka yang memiliki gejala yang menunjukkan adanya PRGE yang mengalami komplikasi seperti esofagitis, striktur esofagus, Barrett’s esofagus atau neoplasma . Pada mereka yang dicurigai adanya komplikasi PRGE, penjajakan yang seharusnya dilakukan adalah dengan endoskopi, karena dapat memberikan visualisasi secara langsung pada mukosa esofagus, dapat mengambil spesimen biopsi, dan lebih sensitif dibandingkan dengan esofagogram Barium dalam mendeteksi esophagus (Harding, 1997).

Pemeriksaan pH esofagus 24 jam memainkan peranan penting dalam menegakkan diagnosa PRGE, terutama pada penderita asma tanpa gejala-gejala klasik refluks atau pada mereka yang sulit untuk diobati. Irwin et al meneliti sekelompok penderita asma yang sulit dikontrol, yang didefinisikan sebagai mereka yang memerlukan > 10 mg prednisone setiap selang sehari selama minimal 3 bulan dalam setahun, menemukan bahwa PRGE didapati ”silent” secara klinis pada 24%. Mereka menemukan bahwa pengobatan dosis tinggi terhadap PRGE bermanfaat dalam mengubah penderita yang asmanya tadinya sulit dikontrol menjadi penderita yang asmanya tidak lagi sulit ditangani Devault, 1995). Para peneliti tersebut akhirnya menganjurkan dilakukannya pemeriksaan


(28)

pH esofagus 24 jam pada seluruh penderita asma yang dengan keadaan sulit dikontrol atau yang mendapatkan terapi prednisone jangka panjang. American Gastroenterological Association sendiri merekomendasikan pemeriksaan pH esofagus hanya untuk penderita asma yang dicurigai menderita asma yang dicetuskan oleh refluks (Irwin, 1993).

2.8 Penanganan Penderita Asma Dengan PRGE .

PRGE merupakan suatu penyakit yang kronis. Pengobatan PRGE yang agresif dapat merupakan suatu komitmen yang seumur hidup dan mahal biayanya. Seluruh penderita harus di-edukasi mengenai terapi gaya hidup, termasuk penghentian merokok, peninggian bagian kepala dari tempat tidur, menghindari makanan dengan porsi besar, dan penurunan berat badan jika diperlukan. Penderita seharusnya makan makanan rendah lemak, dan menghindari makanan yang menurunkan tekanan LES, termasuk kafein, coklat, pepermint dan alkohol. Jika memungkinkan, pengobatan yang menurunkan tekanan LES harus dihindari. Jika PRGE mencetuskan asma, maka seharusnya pengontrolan refluks akan memperbaiki hasil akhir asma pada sekelompok penderita.

2.8.1 Terapi medis

Terapi medis temasuk yang berikut ini: antasida, yang dapat digunakan untuk menghilangkan keluhan simptomatis, antagonis H2 yang secara parsial menghambat sekresi asam lambung, penghambat pompa proton (PPI) yang dapat secara langsung menghambat sekresi asam lambung pada jalur akhir bersama, dan obat prokinetik yang memperbaiki kontraktilitas esofagus, meningkatkan tekanan LES dan meningkatkan


(29)

pengosongan lambung. Intervensi bedah menurunkan waktu perawatan dan pemulihan; namun tindakan ini mungkin lebih mahal dan keefektifan jangka panjangnya tidak diketahui (Kahrilas, 1996).

Banyak penelitian menggunakan regimen obat (antasida, simetidin, ranitidin dan omeprazole) yang hingga saat ini hanya sedikit menolong mengontrol keluhan PRGE.

Penghambat pompa proton adalah obat yang paling baik yang ada untuk mengobati PRGE karena dapat menurunkan refluks asam sebesar > 80%, dan dapat menyembuhkan esofagitis pada 80-85% penderita (Maton, 1996). Depla dkk melaporkan seorang penderita asma dengan PRGE yang menunjukkan perbaikan yang bermakna pada bronkospasme jika diobati dengan omeprazole 20 mg / hari setelah gagal untuk memberikan respon dengan regimen medis antirefluks lainnya, termasuk ranitidin 750 mg / hari (Depla, 1998).

Kebanyakan penelitian-penelitian tersebut memiliki dua kesalahan rancangan penelitian. Yang pertama adalah kurangnya pencatatan penekanan asam yang adekuat dengan terapi medis. Hal ini terutama penting karena kebanyakan obat-obat tersebut menekan refluks asam sebesar 50%. Yang kedua, lamanya pengobatan mungkin tidak mencukupi untuk memperbaiki asma (Ekstrom, 1989. Goodall, 1981. Harper, 1987. Kjellen, 1981. Nagel, 1988).

Meier dkk meneliti 15 subjek dengan plasebo dan omeprazole 20 mg dua kali sehari selama masing-masing 6 minggu. Dengan menggunakan perubahan FEV1 yang > 20% dari baseline terhadap akhir dari setiap periode pengobatan, empat (29%) dari 14 penderita merupakan penderita asma yang responsif terhadap omeprazole (Meier, 1994). Ford et al memeriksa 11 penderita dengan asma nokturnal


(30)

dan PRGE, membandingkan pemberian omeprazole 20 mg selama 4 minggu terhadap plasebo pada suatu penelitian cross over yang meneliti gejala asma dan APE. Mereka tidak mendapatkan adanya perbedaan yang bermakna (Ford, 1994. Harding, 1996) . Kedua penelitian tersebut memiliki kekurangan karena penekanan asam yang tidak adekuat dengan omeprazole dosis tetap dan juga lamanya penelitian yang terlalu singkat.

Masih ada banyak pertanyaan mengenai hubungan dan penangan yang sesuai terhadap PRGE yang sehubungan dengan asma. Suatu penelitian yang besar dan multisentra diperlukan untuk menjawab permasalahan tersebut. Harding menganjurkan penggunaan penghambat pompa proton (omeprazole 40 mg bid, atau lansoprazole 60 mg bid), dan mungkin dengan menambahkan antagonis H2 pada saat hendak tidur malam untuk menghasilkan kontrol sekresi asam nokturnal yang lebih baik. Cara ini akan menghindarkan titrasi individual dengan serangkaian pemeriksaan pH yang akan tidak mungkin dilakukan pada suatu penelitian yang besar. Lamanya penelitian tersebut seharusnya paling tidak selama 6 bulan. Akhirnya penelitian mengenai analisa biaya dan kualitas hidup diperlukan untuk menjajaki untung ruginya dari segi biaya (mahalnya pengobatan antirefluks dibandingkan lebih sedikitnya obat-obat asma yang digunakan), perbaikan dalam kualitas hidup, dan penggunaan sarana kesehatan pada penderita-penderita tersebut (Harding, 1996).

2.8.2 Terapi pembedahan

Sontag dkk melakukan pembedahan antirefluks pada 13 penderita dengan PRGE dan asma, menemukan bahwa enam penderita menunjukkan


(31)

perbaikan yang sempurna dari asmanya. Dari 11 penderita yang memerlukan terapi bronkodilator jangka panjang sebelum pembedahan, ternyata empat penderita mampu untuk menghentikan pengobatannya, enam orang dapat menurunkan penggunaan obat-obatan, dan seorang tidak menunjukkan perubahan penggunaan obat-obatan. Dari tujuh penderita asma yang tergantung steroid, dua orang tidak lagi memerlukan steroid, dan tiga orang di-tappered off steroid-nya (Sontag, 1987). Perrin-Fayole dkk melaporkan follow up selama 5 tahun dari pembedahan antirefluks pada 44 orang penderita asma, di mana 20 orang di antaranya tergantung pada steroid. Dua puluh lima persen menunjukkan resolusi total dari gejala asmanya, 16% menunjukkan perbaikan yang bermakna, 25% menunjukkan perbaikan yang sedang, dan 34% menunjukkan tak adanya perbaikan. Penderita yang paling menunjukkan perbaikan adalah mereka yang dengan asma intrinsik dan PRGE yang berat, dan mereka dengan onset refluks sebelum gejala asma (Perrin, 1989).

Tardif dkk melakukan pembedahan pada 10 orang penderita asma dengan PRGE, menemukan bahwa 5 orang menunjukkan perbaikan pada status parunya. Hasil gabungan secara keseluruhan dari penelitian-penelitian pembedahan menunjukkan bahwa 34% penderita bebas dari gejala asma setelah pembedahan, 42% menunjukkan perbaikan, dan 24% tidak menunjukkan perubahan. Banyak penderita mampu untuk menurunkan atau menghentikan terapi kortikosteroid oral (Perrin, 1989. Sontag, 1987. Tardiff, 1989).


(32)

2.8.3 Pendekatan Terapi PRGE Pada Penderita Asma

Harding et al mengajukan prosedur pendekatan terapi PRGE pada penderita asma dengan gejala refluks (gambar 2). Kuncinya adalah perubahan gaya hidup dan percobaan pengobatan selama 3 bulan dengan omeprazole 20 mg dua kali sehari sementara dilakukan penilaian terhadap gejala pernafasan, fungsi paru dan APE. Mereka merekomendasikan dosis tersebut karena sekitar 30% penderita asma dengan refluks tidak memiliki supresi asam yang adekuat dengan omeprazole 20 mg per hari (Harding, 1996). Selama percobaan pengobatan, penderita harus memonitor APE dan gejala asma. Jika kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan, maka

Penderita asma tanpa simptom GER

Penderita asma dengan simptom

GER

pH Esofagus 24 jam

pH (-): GER tdk berhub asma

pH (+): Silent GER

Monitor Preterapi: variabilitas ,simptom, penggunaan obat, spirometri

Uji 3 bulan

OMZ 20 mg BID atau lansoprazole 30 mg BID, teruskan monitor

Asma membaik Mulai terapi maintenans antirefluks spt; •PPI, •H2 bloker •Prokinetik, •Evaluasi bedah

Asma tdk membaik Lakukan tes pH 24 jam esofagus sementara anti

refluks diteruskan

pH (+) : Tingkatkan terapi anti

refluks atau rujuk ke gastroenterologis

pH (-): GER tdk berhub asma

Gambar 3. Pendekatan penanganan RGE pada penderita asma (Harding, 1999) .


(33)

kemungkinannya bahwa asma penderita tersebut tidak berhubungan dengan PRGE. Jika APE dan gejala asma menunjukkan perbaikan dengan penekanan asam, terapi harus dipertimbangkan. Terapi maintenans dapat menyertakan PPI seperti omeprazole atau lansoprazole,sedangkan dosis tinggi antagonis H2 atau obat prokinetik seperti metoclopramide atau cisapride biasanya digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat lainnya. Semua pasien yang memerlukan PPI untuk mengontrol PRGE -nya harus ditanyakan mengenai pilihan pembedahan, terutama pada penderita dengan usia muda, karena masih didapatinya pertanyaan-pertanyaan yang belum dijawab mengenai keamanan jangka panjang dari PPI (Depla, 1998. Klinkenberg, 1994). Yang penting dalam keberhasilan pembedahan antirefluks adalah preservasi fungsi esofagus dan ahli bedah yang berpengalaman. Keuntungan utama dari terapi pembedahan adalah kemampuannya untuk ”menyembuhkan” penyakit tersebut, walaupun biaya sekali waktunya cukup mahal. Keterbatasan tindakan pembedahan meliputi kemungkinan mortalitas (<1%), miditas dan angka rekurensi yang diperkirakan antara 10 dan 20% (Kahrilas, 1996).


(34)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1 Latar Belakang Penelitian

Hubungan antara Refluks Gastroesofageal (RGE) dengan asma sejak lama telah diketahui. Dalam bukunya ”The Principles and Practice of Medicine” pada tahun 1892, Sir William Osler pertama kali menyatakan bahwa pengisian berlebihan lambung dan komsumsi makanan tertentu dapat memicu serangan asma. RGE sendiri merupakan suatu keadaan di mana asam dari dalam lambung bergerak naik kembali ke esofagus. Refluks terjadi jika kerja otot di esofagus atau mekanisme protektif lainnya mengalami kegagalan (Seaton, 2000. Manan, 2001). Refluks gastroesofageal dapat merupakan proses yang bersifat fisiologis dan bersifat asimtomatik. Tetapi proses refluks yang berulang-ulang dengan pajanan asam lambung diesofagus yang berlangsung lama akan bersifat patologis dan menimbulkan keluhan dan atau lesi mukosal dan disebut sebagai Penyakit Refluks Gastroesofageal (PRGE). Simtom RGE akan timbul bila sudah terdapat kelainan pada mukosa esofagus . Simtom yang khas dan paling sering dijumpai yaitu heart burn dan regurgitasi. Bila kedua simtom ini paling dominan dikeluhkan penderita maka diagnosa PRGE memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95% (Kahrilas, 2002. Lodi, 1997. Tarigan, 2001). RGE sebagai pencetus asma perlu dipikirkan jika gejala asma yang timbul sulit dikontrol dengan obat-obat asma yang biasa dipakai (Mittal, 1996). Teori Osler tentang hubungan kausa antara gangguan lambung dan serangan asma tersebut tidak mendapat perhatian selama hampir satu abad (Devault, 2003).Pada tahun 1967, Urschel dan Paulson melaporkan bahwa dari 636 pasien yang dijadwalkan untuk menjalani operasi untuk PRGE, 60% di


(35)

antaranya ternyata memiliki gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit paru (Castel, 1995).

Sejak saat itu banyak studi yang dilakukan terhadap simtom RGE diantara penderita asma. Hasil studi-studi selanjutnya mendapatkan prevalensi yang bervariasi antara 34 hingga 89% (Studi di Eropa & Amerika utara 50-72% 7 Field dkk 1996 77% (Harding, 1997), Vincent dkk dan Sontag dkk 32 - 82% (Harding, 1996. Stein, 2001) ,tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan RGE dan populasi yang diteliti. Suatu laporan oleh Harding dkk 2000 12 Sontag Irwin dkk (Field, 1996. Harding, 1999) bahkan mendapatkan bahwa penderita asma yang tidak menunjukkan adanya gejala-gejala refluks seperti heartburn dan regurgitasi asam memiliki prevalensi PRGE 62% dan 25 -50% untuk hasil yang abnormal dari pemeriksaan pH esofagus 24 jam. Studi di Thailand mendapatkan prevalensi Simtom RGE dan kontrol 57% dan 42% yang berarti penderita asma memiliki prevalensi lebih tinggi dari grup kontrol tapi tidak signifikan secara statistic (Harding, 1999). Penelitian terbaru di RS Persahabatan Jakarta mendapatkan sebanyak 80.6% dan 100% pasien Asma Persisten Sedang mengalami heartburn dan regurgitasi dengan 50% diantaranya terbukti esofagitis erosif (esofagitis refluks) secara endoskopi (Sontag, 1990) . Studi oleh Tug & Bahcecioglu mendapatkan tidak ada asosiasi yang signifikan antara beratnya asma dengan klinis dan kerusakan patologis RGE yang terjadi (Harding, 1999)tetapi sayangnya data di Medan belum ada .

Tertarik dengan hal tersebut diatas kami ingin mengetahui Prevalensi Simtom RGE dan hubungannya dengan berat asma dengan frekwensi Simtom RGE di Poli Pulmonogi & Alergi Imunologi Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan


(36)

3.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas :

3.2.1 Adanya simtom Refluks Gastroesofageal (RGE) pada penderita asma sejak lama telah diketahui tetapi selama ini kurang mendapat perhatian

3.2.2 Simtom RGE yang tidak mendapatkan terapi yang adekuat dapat menyebabkan perburukan gejala asma sehingga terjadi kegagalan dalam terapinya

3.2.3 Hasil studi sebelumnya di berbagai tempat menunjukkan prevalensi Simtom RGE yang tinggi sementara data di Medan belum ada .

3.3 Hipotesa

3.3.1 Prevalensi Simtom RGE lebih tinggi pada Penderita Asma

3.3.2 Ada hubungan antara beratnya asma dengan Simtom RGE

3.4 Tujuan Penelitian

3.4.1 Untuk mengetahui Bagaimana Prevalensi Simtom RGE pada Penderita Asma

3.4.2 Untuk mengetahui hubungan antara beratnya asma dengan Simtom RGE

3.5. Manfaat Penelitian

3.5.1. Dengan mengetahui Prevalensi Simtom RGE pada Penderita Asma maka kepada setiap penderita asma nantinya dapat ditentukan apakah perlu diberi perhatian khusus terhadap kemungkinan adanya simtom RGE


(37)

dengan peningkatan kualitas penanganan terhadap penderita Asma sesuai dengan derajat beratnya dan pencegahan komplikasi simtom RGE berupa PRGE, esofagitis, ulserasi, striktur, perdarahan, Barrett’s esophagus dan malignansi

3.5.3. Dapat menjadi data dasar guna penelitian lebih lanjut tentang simtom RGE dan asma dimasa mendatang .

3.6. Kerangka Konsep

3.7. Kerangka Teori

3.8. Bahan dan Cara

3.8.1 Disain penelitian

Penelitian bersifat deskriptip analitik dengan metode pengumpulan data secara cross sectional (potong lintang).


(38)

3.8.2 Defenisi operasional

a) Simtom RGE : Adanya simtom gejala berupa heartburn dan regurgitasi dalam bentuk skor frekwensi RGE, skor keparahan dan skor RGE total yang didapat melalui wawancara dengan mempergunakan kwesioner .

b) Heartburn : yaitu perasaan seperti dada terbakar, dibelakang tulang dada, terutama dirasakan setelah makan atau saat berbaring.

c) Regurgitasi : perasaan seperti kembalinya isi lambung atau disertai sendawa dan atau rasa asam dimulut

d) Penderita asma : Riwayat & hasil pemeriksaan medis sebelumnya sesuai dgn diagnosa asma dan peningkatan nilai APE > 15% setelah inhalasi dgn bronkodilator

d) Beratnya asma: dibagi dalam 3 klasifikasi derajat Asma

persisten ringan,sedang & berat menurut GINA 2005 (Tabel 3) e) Kontrol (Non Asma) : Subjek yang pada anamnese,

pemeriksaan fisik bukan penderita Asma dan penyakit lain yang sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan dalam penelitian.

Tabel 3 . Klasifikasi derajat asma menurut GINA 2005 (The NHLBI/WHO Workshop Report, 2005).

D e r a j a t A s m a

G e j a l a S i a n g

G e j a l a M a l a m

% APE /FEV1

Var. APE Terbaik

Intermiten • < 1 x / mgg

• Asimtomatik & APE

≤ 2

kali/bln < 20% ≥ 80%


(39)

N selama serangan Persisten

Ringan

• 1 kali /mgg tapi < x/hr

• Serangan dpt mengganggu aktifitas

> 2

kali/bln 20-30% ≥ 80%

Persisten Sedang

• Tiap Hari

• Serangan mengganggu aktifitas

> 1

kali/mgg > 30% 60%-80%

Persisten Berat

• Terus Menerus

• Aktifitas fisik terbatas

sering

> 30% ≤ 60%

3.8.3 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret s/d Juni 2012 atau sampai jumlah sampel memenuhi target di Poliklinik Pulmonologi dan Alergi Imunologi dan Poliklinik pria/wanita Penyakit Dalam di RSUP H Adam Malik Medan.

3.8.4 Subjek penelitian

Penderita asma persisten ringan,sedang dan berat yang berobat ke Poliklinik Pulmonologi & Alergi imunologi Penyakit Dalam di RSUP H Adam Malik Medan, sebagai kontrol dipergunakan pasien non asma sesuai kriteria dimaksud yang berobat di poliklinik pria/wanita .

3.8.5 Kriteria yang dimasukkan

1. Riwayat dan pemeriksaan sebelumnya sesuai dengan diagnosa asma .

2. Usia 16 tahun keatas

3. Bersedia mengikuti penelitian dan mengisi informed consent. 4. Tidak merokok


(40)

3.6.6 Kriteria yang dikeluarkan

1) Sedang mengalami eksaserbasi akut sedang-berat 2) PPOM

3) Obesitas (BMI>30kg/m2 4) Wanita Hamil

)

5) Riwayat penyakit esofagus seperti akalasia,striktura dan Karsinoma

3.6.7 Jumlah sampel

Rumus yang digunakan:

n1 = n2 = [ Z(0.5-α). √ 2 P1Q1 + Z(0.5-β). √ 2 P1Q1- P2 Q2]

( P 2

1 - P2 )2

(0.15)

{1.96x(2. 0.57x0.43 + 1.282) . 2. 0.57 0.43-0.421 x 0.579

= 43.19  43 orang (minimal sampel 43 orang untuk masing masing kelompok)

2

dimana:

Z(0.5-α).=nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α= 0,05  Z(0.5-α)=1.96

Z(0.5-β).=nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,10  Z(0.5-β)=1.282


(41)

P2 Q

= prevalensi RGE pada non asma=0.42 (Stein,2001) 2 = 1- P2

P = P

= 0.579 1 + P2

Q = 1-P =1-0.445 = 0.555

/2 = (0.57+0.421)/2 = 0.445

P1-P2 = perbedaan yg masih bisa ditolerir = 0.15

3.6.8 Cara Penelitian

Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberi penjelasan tentang prosedur dan tujuan studi yang akan dilaksanakan . Setelah menandatangani informed consent dilakukan pengisian status penelitian berupa data demografik berupa usia,jenis kelamin,berat badan tinggi badan dan indeks massa tubuh. Lalu seluruh subjek menjalani pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan alat mini-Wright Peak Flow Meter sebelum dan sesudah Inhalasi dengan B2 Agonis kerja cepat Fenoterol (Berotec Inh MDI) 400 µg dalam rangka penegakan diagnosa dan penentuan tingkat beratnya asma . Kemudian baik subjek maupun kontrol mengisi kwesioner simtom RGE (adopsi dari Dent dan Chinese GERD Study Group) yang berisi pertanyaan mengenai berapa sering dan bagaimana berat ringan simtom RGE yang dialami untuk mendapatkan ;skor frekwensi RGE (0=tidak pernah, 1=<1 hari seminggu, 2=1 hari seminggu, 3=2-3 hari seminggu, 4=4-6 hari seminggu dan 5=setiap hari) dan skor keparahan (0=tidak pernah, 1=sangat ringan, 2=ringan, 3=sedang, 4=sedikit berat dan 5=berat) . Hasil skor frekwensi dan skor keparahan dijumlahkan untuk mendapatkan skor RGE total (Chinese GERD Study, 2004. Dent, 2000).


(42)

3.6.9 Analisa data

Nilai deskriptif untuk variabel kuantitatif dicatat dalam bentuk mean ± standar deviasi (SD). Untuk melihat perbandingan Prevalensi Simtom RGE pada penderita asma dan kontrol digunakan chi-square test

pada tingkat kemaknaan (α=0.05) . Uji Anova untuk menilai perbedaan antara beratnya asma dengan skor frekwensi, skor keparahan dan skor RGE total dan apabila bermakna dilanjutkan analisa Post Hoc untuk melihat dimana letak perbedaan tersebut . Untuk menilai sejauh mana hubungan antara beratnya asma dengan skor simtom RGE digunakan uji korelasi Pearson dengan alternatif Uji non parametrik Spearman apabila tidak memenuhi syarat . Uji Prosesing dan analisa data dengan menggunakan program SPSS 11.5. Dikatakan bermakna secara signifikan apabila p < 0,05 .


(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Juni 2012 di RSUP H Adam Malik Medan. Selama kurun waktu tersebut didapatkan 47 orang penderita asma dan 55 kontrol yang memenuhi kriteria penelitian .Gambaran karakteristik penelitian dapat dilihat pada tabel 4.

A. Data Umum Hasil Penelitian

Dari 47 penderita Asma terdiri dari wanita 32 orang ( 79 %) dan pria 15 orang (21 %). Pada kelompok kontrol terdapat 39 orang wanita ( 71 %) dan 16 orang pria (29 %) dimana dengan metode statistik tidak terdapat perbedan yang bermakna terhadap perbedaan jenis kelamin pada kelompok asma dan kontrol (p=0,757). Indeks Massa Tubuh (IMT) rata-rata pada kelompok Asma 24,93 ± 3,78 sedangkan pada kelompok kontrol adalah 22,00 ± 2,08 walaupun IMT pada kelompok kontrol lebih tinggi, tetapi secara statistik tidak didapat perbedaan yang bermakna antara keduanya ( p = 0,277) hal ini menunjukkan bahwa IMT antara kelompok asma dan kontrol adalah setara. Dengan menggunaka uji t-independent rata-rata umur penderita asma dan kontrol sesungguhnya berbeda (p<0,05) ( terlihat pada tabel 4)


(44)

Tabel 4. Karakteristik demografi penderita asma dan kontrol

Karakteristik

Asma ( 47 )

Kontrol ( 55 )

P

Usia (Mean ± SD) 47,98 ±11,74 25,36 ± 5,37 0.000

Lk : Pr 32 : 15 39 : 16 0.757

T B 156,37 ± 6,30 161,13±7,37 0.314 B B 61,01 ± 10,46 57,31 ± 9,66 0.830 IMT ( Mean ± SD) 24,93 ± 3,78 22,00 ± 2,84 0,277

Dari tabel 5 terlihat bahwa dengan mengunakan uji Anova pada kelompok asma terdapat perbedaan yang bermakna antara beratnya asma dengan skor frekwensi, skor keparahan dan skor RGE total dengan nilai p berturut-turut : 0,048 ; 0,042 ; 0,035 (Tabel 5)

Tabel 5. Derajat asma dan skor RGE total ,skor Frekwensi RGE dan skor Keparahan RGE

Karakteristik

D e r a j a t A s m a

Nilai P Persisten

Ringan

Persisten Sedang

Persisten Berat

Skor RGE total 1.67± 2.64 6.79 ± 7.24 7.19 ± 5.88 0,035 Skor frekwensi 0.83 ± 1.53 2.74 ± 2.75 3.38 ± 3.20 0,048 Skor keparahan 0.83 ± 1.34 4.05 ± 4.81 4.00 ± 3.1.83 0,042

Gambar 4 memperlihatkan dengan jelas hubungan antara skor RGE dengan derajat keparahan beratnya asma dimana tergambar bahwa semakin berat derajat keparahan asma maka skor RGE akan semakin tinggi


(45)

Persis ringanPersis sedangPersis berat

0

2

4

6

8

Mean of

rge

Gambar 4. Hubungan antara berat asma dgn skor RGE

Terdapat perbedaan yang bermakna Prevalensi simtom RGE pada penderita asma dibandingkan dengan kontrol (tabel 6) dengan nilai p=0,029 akan tetapi terhadap simtom : heartburn, regurgitasi serta , heartburn dan regurgitasi tidak didapati perbedaan yang bermakna (dengan nilai p berturut-turut 0,169; 0,135; 0,527). Tabel 6 juga memperlihatkan bahwa Prevalensi simtom RGE dijumpai 61,7% pada kelompok asma sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebesar 40,0% . Begitu juga didapati prevalensi heartburn (31,9%:20,0%), regurgitasi (51,1%:36,4%), dan yang mengalami baik heartburn maupun regurgitasi (21,3%:16,4%) .


(46)

Tabel 6. Prevalensi Simtom RGE, Heartburn, Regurgitasi pada kelompok Asma dan Kontrol

Simtom RGE ( % ) Heartburn ( % ) Regurgitasi ( % ) Heartburn & Regurgitasi (% ) Asma : Kontrol 61,7 : 40 31,9:20.0 51,1 : 36.4 21,3 : 16,4

P 0.029 0.169 0.135 0.527

Tabel 7. Gambaran perbedaan nilai rata rata skor RGE menurut beratnya asma

Derajat Asma Perbedaan nilai Mean Skor RGE

Signifikansi

Persis. Ringan Persis. sedang Persis. berat

-5,123 -5,521

0,023* 0,019* Persis.sedang Persis.ringan

Persis. berat

5,123 0,398

0,023* 0,844 Keterangan : * = signifikan (p. <0,05)

Tabel 8. Korelasi Skor RGE dengan beratnya asma

K o r e l a s i

r

p.

Skor RGE dgn keparahan Asma

0,326 0,012

Tabel 8 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara skor RGE dengan beratnya asma dengan nilai koefisien korelasi (r=0,326). Nilai positif menunjukkan sifat hubungan yang berbanding lurus jika derajat asma semakin berat maka skor RGE akan semakin tinggi. Sifat hubungan ini juga dapat dilihat pada gambar berikut.


(47)

0

5

10

15

20

25

11.5Derajat Asma22.53 Observed Linear Skor RGE


(48)

BAB V PEMBAHASAN

Walaupun hubungan yang kuat antara RGE dengan asma telah dilaporkan berulang kali, namun hubungan di antaranya masih belum jelas. Berbagai data yang telah dipublikasikan mendukung dan menentang hipotesa yang menyatakan bahwa RGE menyebabkan asma, asma menyebabkan RGE, dan pengobatan dengan bronkodilator menyebabkan RGE. Hubungan yang kuat antara RGE dan asma, dan juga laporan-laporan yang menyebutkan bahwa RGE menyebabkan timbulnya gejala-gejala pernafasan pada penderita asma telah membawa banyak peneliti untuk menduga bahwa hubungan tersebut merupakan yang disebabkan karena RGE menyebabkan asma (Tanjung, 2003).

Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang di dapat oleh Field (1996), Vincent dkk, Sontag dkk dan penelitian lainnya yang mendapatkan prevalensi simtom RGE bervariasi dari 34% hingga 89% dari penderita asma yang diteliti, kami mendapatkan bahwa prevalensi simtom RGE pada asma sebesar 61,7% yang berbeda bermakna bila dibanding dengan kelompok kontrol yang hanya sebesar 40,0% dengan nilai p=0,029. Begitu juga dengan simtom heartburn (31.9% : 20.0%), regurgitasi (51.1% ; 36.4%), berturut turut dengan nilai p = 0.169 ; 0.135 akan tetapi terhadap simtom heartburn dan regurgitasi tidak didapati perbedaan yang bermakna dimana didapati 21,3% : 16,4% dengan nilai p=0,527

Karena ada pengaruh antara simtom RGE dengan IMT dan IMT > 30% maka pada penelitian ini kami juga menghitung IMT masing masing sampel. Pada


(49)

penelitian ini di dapati IMT pada kelompok kontrol dan asma tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,277 dan semuanya dengan IMT<30% .

Terdapat perbedaan usia yang bermakna antara kelompok asma dan kontrol dengan p<0,01 akan tetapi ini bisa diterima karena memang usia bukanlah merupakan faktor perancu sehingga perbedaan usia yang diperoleh dari sampel penelitian tidak akan menimbulkan bias.

Faktor-faktor yang berperan menimbulkan RGE pada penderita asma meliputi disregulasi otonom, peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung,gangguan fungsi krural diafragma, dan penggunaan obat-obat bronkodilator .

Terdapat hubungan antara skor RGE dengan beratnya keparahan asma dimana semakin berat tingkat keparahan asma maka skor RGE akan semakin tinggi dengan nilai p=0,035. Ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuncer Tug (2003) dimana didapati tidak ada perbedaan skor RGE dengan keparahan asma dengan nilai p>0,05. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena pada penelitian kami tidak dilakukan evaluasi terhadap lamanya menderita asma pada setiap penderita. Sebagaimana diketahui bahwa lamanya seseorang menderita asma akan berhubungan dengan makin lamanya pemaparan terhadap faktor-faktor yang yang berperan menimbulkan RGE pada penderita asma yaitu disregulasi otonom, peningkatan tekanan gradien antara esofagus dan lambung,gangguan fungsi krural diafragma, dan penggunaan obat-obat bronkodilator yang oleh banyak peneliti dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya RGE pada penderita asma.

Pada Asma persisten ringan dibanding dengan asma persisten sedang dan asma persisten berat didapati perbedaan skor RGE yang


(50)

berbeda bermakna dengan nilai p. berturut turut 0,023 dan 0,019. Sedangkan bila dibandingkan antara asma persisten sedang dan asma persisten berat tidak dijumpai perbedaan nilai yang bermakna terhadap skor RGE (nilai p = 0,844).

Dengan menggunakan Uji Spearman untuk melihat hubungan antara skor RGE dengan beratnya asma diperoleh nilai p=0,012. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara beratnya asma dengan skor RGE, walaupun hubungan itu adalah bersifat lemah (dengan nilai r=0,326)


(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN

1. Prevalensi simtom RGE pada penderita asma adalah 61,7% sedangkan pada non-asma sebanyak 40,0% ..

2. Ada hubungan antara beratnya asma dengan simtom RGE . 6.2. SARAN

1. Oleh karena tingginya prevalensi simtom RGE pada penderita asma maka kepada setiap penderita asma perlu diberi perhatian khusus terhadap kemungkinan adanya simtom RGE

2. Dengan adanya hubungan antara beratnya Asma dengan Simtom RGE perlu dipertrimbangkan suatu protokol terapi baru sehubungan dengan peningkatan kualitas penanganan terhadap penderita Asma sesuai dengan derajat beratnya dan pencegahan komplikasi simtom RGE sendiri berupa PRGE, esofagitis, ulserasi, striktur, perdarahan, Barrett’s esophagus

dan malignansi

3. Dengan tersedianya data dari hasil penelitian kami ini dan masih banyaknya tanda tanya seputar RGE pada penderita asma maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang simtom RGE dan asma dengan sampel yang lebih bayak dan metode yang lebih disempurnakan .


(52)

DAFTAR PUSTAKA

American Gastroenterological Association. American Gastroenterological Association medical position statement: guidelines on the use of esophageal pH recording. Gastroenterology 1996; 110:1981

Castell DO, Schnatz PF. Gastroesophageal reflux and asthma. Reflux or reflex ? . Chest 1995;108;1186-7

Chinese GERD Study Group . Value of reflux diagnostic questionnaire in the diagnosis of gastroesophageal reflux disease . The Chinese Journal Digestive Disease 2004;5:51-5 .

Chunlertrith, K. Boonsawat, W., Zaeoue U . Prevalence of Gastroesophageal Reflux Symptoms in Asthma Patients at Srinagarind Hospital . J Med Assoc Thai 2005; 88(5): 668-71

Dent J .Highlights International Symposium, Porto, Portugal, 7 October 2000 . Evolution of Reflux Disease Management & the role of Nexium

Depla, A.C., Bartelsman, J.F., Roos, C.M., et al. Beneficial effect of omeprazole in a patient with severe bronchial asthma and gastroesophageal reflux. Eur Respir J 1988; 1:966-68

Devault, K.R . Extraesophageal symptoms of GERD . Cleveland Clinic Journal of Medicine vol 70 Supllement 5 Nov 2003 : S 20-S 32

Harding, S.M., Richter, J.E. The role of gastroesophageal reflux in chronic cough and asthma. Chest 1997;111:1389-402.

DeVault, K.R., Castell, D.O., for the Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. Guidelines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. Arch Intern Med 1995; 155:2165-73


(53)

DeVault, K.R., Richter, J.E., Alfano, L.F. dkk. New Considerations in the Evaluation and Management of GERD American Medical Association. [cited July 2002]

Djojoningrat, D. Tatalaksana Medikamentosa Terkini Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam: Setiati S dkk Ed. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002 . Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI : 187-193

Ekström, T., Tibbling ,L. Influence of theophylline on gastro-oesophageal reflux and asthma. Eur J Clin Pharmacol 1988;35:353-6

Ekstrom, T., Lindgren, B.R., Tibbling, L. Effects of ranitidine treatment on patients with asthma and a history of gastrooesophageal reflux: a double blind cross over study. Thorax 1989; 44:19-23

Field, S.K., Underwood, M., Brant, R., et al. Prevalence of GER symptoms in asthma. Chest 1996;109:316-22

Ford, G.A., Oliver, P.S., Prior, J.S., et al. Omeprazole in the treatment of asthmatics with nocturnal symptoms and gastrooesophageal reflux: a placebo-controlled cross-over study.Postgrad Med J 1994; 70:350-54

Goodall, R.J.R., Earis, J.E., Cooper, D.N., et al. Relationship between asthma and gastroesophageal reflux. Thorax 1981;36:116-21

Harding, S.M., Richter, J.E., Guzzo, M.R., Schan, C.A., Alexander, R.W., Bradley, L.A . Asthma and gastroesophageal reflux : Acid suppressive therapy improves asthma outcome. Am J Med 1996;100:395-405 .

Harding, S.M.,, Richter, J.E., Guzzo, M.R., et al. Asthma and GER: acid suppressive therapy improves asthma outcome. Am J Med 1996; 100:395-405


(54)

Harding, S.M. Gastroesophageal reflux and asthma: Insight into the association. J Allergy Clin Immunol 1999; 104:251-259

Harding, S.M., Schan, C.A., Richter, J.E . 24–h esophageal pH testing in asthmatic; respiratory symptom correlation with esophageal acid event. Chest 1999;115:654-9 .

Harding, S.M., Guzzo, M.R., Richter, J.E. The prevalence of GER in asthma patients without reflux symptoms. Am J Respir Crit Care Med 2000; 162:34-39

Harding, S.M. GERD, airway disease, and the mechanisms of interaction.(Chap 7) IN: Stein, M.R., editor. Gastroesophageal reflux disease and airway disease. Vol 129. Lung Biology in Health and Disease series. New York: Marcel Dekker, 1999: p 139-178

Harding, S.M., Schan, C.A., Guzzo, M.R., et al. Gastroesophageal reflux-induced bronchoconstriction. Is microaspiration a factor? Chest 1995; 108:1220-1227

Harper, P.C., Bergren, A., Kaye, M.D. Anti-reflux treatment in asthma:improvement in patients with associated gastroesophageal reflux. Arch Intern Med 1987; 147:56-60

Hubert, D., Gaudric, M., Guerre, J., Lockhart, A., Marsac, J. Effect of theophylline on GER in patients with asthma. J Allergy Clin Immunol 1988;81:1168-74.

Irwin, R.S., French, C.L., Curley, F.J., et al. Chronic cough due to gastroesophageal reflux: clinical, diagnostic, and pathogenetic aspects. Chest 1993; 104:1511-17


(55)

Kahrilas PJ, Pandolfino JE . GERD and It’s Complication including Barret’s Metaplasia . In : Feldman M, Friedman LS, Sleisinger MH (eds). Gastrointestinal and Liver Disease 7th edition Philadelpia : Saunders An imprint of alsevier Science 2002 : 599-630

Irwin RS, Curley FJ, French CL. Difficult to control asthma:contributing factors and outcome of a systematic management protocol.Chest 1993; 103:1662-69 Kahrilas PJ, Quigley EMM. Clinical esophageal pH recording:a technical review

for practice guideline development.Gastroenterology 1996; 110:1982-96 Klinkenberg-Knol EC, Festen HP, Jansen JB, et al. Longterm treatment with

omeprazole for refractory reflux esophagitis:efficacy and safety. Ann Intern Med 1994; 121:161-67

Kjellen G, Tibbling L, Wranne B. Effect of conservative treatment of oeso -phageal dysfunction on bronchial asthma.Eur J Respir Dis 1981; 62:190-97 Lodi U, Harding SM, Coghlan HC, Guzzo MR,Walker LH. Autonomic regulation

in asthmatics with GER. Chest 1997;111:65-70.

Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal . Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M , Setiati S , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jakarta 2006 : 317-321

Manan, C. Penyakit Refluks Gastroesofageal-Esofagitis Refluks,Pengobatan Masa Kini. Current Diagnosis and Treatment 2001:1-7

Maton, P.N. Omeprazole. N Engl J Med 1991; 324:965-75

Meier, J.H., McNally, P.R., Punja, M., et al. Does omeprazole (Prilosec) improve respiratory function in asthmatics with gastroesophageal reflux? A double-blind, placebo-controlled crossover study. Dig Dis Sci 1994; 39:2127-33


(56)

Michoud, M.C., Leduc, T., Proulx, F., et al. Effect of salbutamol on GER in healthy volunteers and patients with asthma. J Allergy Clin Immunol 1991; 87:762-67

Mittal, R.K., Balaban, D.H. The esophagogastric junction. N Engl J Med 1997;336:924-32. Mittal, R.K., Holloway, R.H., Penagini, R., Blackshaw, L.A., Dent, J. Transient

LES relaxation. Gastroenterology 1995;109:601-610

Nagel, R.A., Brown, P., Perks, WH., et al. Ambulatory pH monitoring of gastro-oesophageal reflux in ‘morning dipper’ asthmatics. BMJ 1988; 297:1371-73 Perrin Fayolle, M., Gormand, F., Braillon, G., et al. Long-term results of surgical

treatment for gastroesophageal reflux in asthmatic patients. Chest 1989; 96:40-51987; 82:119-26

Roussos, A.,Gerogianni, Ι.,Lagogianni, I., dkk. Prevalence οf GERD symptoms in bronchial asthma patients in Greece . Pneumon 2003,16(1): 67-73.

Schindlbeck, N.E., Heinrich, C., Huber, R.M., Müller-Lissner, S.A. Effects of albuterol (salbutamol) on esophageal motility and gastroesophageal reflux in healthy volunteers. JAMA 1988;260:3156-8.

Seaton, A., Crompton, G. Asthma:clinical feature.In:Seaton, A.,Seaton,

D.,Leitch, A.G. (Eds).Crofton & Douglas’s respiratory disease.Blackwell Science.Oxford;2000 .p.922-72

Smout, A.J.P.M. GERD : Pathogenesis and Diagnosis . In : Champion, M.C. (ed) Evolving concepts in Gastrointestinal motility. Oxford Blackwell Science ltd 1998; 46-86


(57)

Sontag, S.J., O’Connell, S., Khandelwal, S., et al. Most asthmatics have gastro esophageal reflux with or without bronchodilator therapy. Gastroenterology 1990; 99:613-20

Sontag ,S.J., Schnell ,T.G., Miller, T.Q., Khandelwal ,S., O’Connell, S., Chejfec, G., et al. Prevalence of oesophagitis in asthmatics. Gut 1992;33:872-6

Sontag, S., O’Connell, S.O., Greenlee, H., et al. Is gastroesophageal reflux a factor in some asthmatics? Am J Gastroenterol

Stein, M.R. Gastroesophageal reflux Disease and Asthma in the adult . Imunol Allergy Clinical North America 2001;21:449-71

Susanto, A.D. Perbaikan gejala asma dan arus puncak ekspirasi pasien asma persisten sedang dengan PRGE setelah pengobatan 8 minggu. Peran penghambat pompa proton. Tesis Program Studi Pulmonologi. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta 2005

Tanjung, A. The role Gastroesophageal reflux In asthma .Disampaikan dalam Gastroentero-Hepatologi Update 2003 .Medan 21-22 Oktober 2003

Tardif, C., Nouvee, T.G., Denis, P., et al. Surgical treatment of gastroesophageal reflux in 10 patients with severe asthma.Respiration 1989; 56:115-16.

Tarigan, P. Gastroesophageal refluks disease . Kongres Nasional X PGI-PEGI dan Pertemuan Ilmiah Nasional XI PPHI, Medan 2001:1-7

The NHLBI/WHO Workshop Report: Global Strategy for Asthma Management and Prevention issued January, 1995, revised 2002 and updated 2005 .

Tug, T., Bahcecioglu ,H . The Association Between Severity and Stage of Asthma Symptoms in a Distinctive Period and GER .Turkish Respiratory Journal. 2003;4(3):116-19.


(58)

Vincent, D., Cohen-Jonathan, A.M., Leport, J., Merrouche, M., Geronimi, A., Pradalier, A., et al. GER prevalence and relationship with bronchial reactivity in asthma. Eur Respir J 1997;10:2255-9.


(59)

Tabel Kasus

Prevalensi Simtom RGE dan Hubungannya dengan Berat Asma di RS Pirngadi Medan

S Nilai APE (Peak Flow Meter) Persentase A P E Skor Refluks Gastro Esofageal N E M Umur BB TB IMT Lama Derajat Heartburn Regurgitasi O X R (th) (kg) (cm) (m2) Sakit Pre

BD

Post

BD Min Max

Nilai Varia Reversi Asma Rasa Panas Nyeri Dada Mulut Asam Refluks (thn) Terbaik bilitas bilitas Frek Keparahan Frek Keparahan Frek Keparahan Frek Keparahan

1 1 133915 41 62 147 28.69 24 500 650 500 650 76 26 30 2 0 0 0 0 0 0 0 0

2 1 20 31 160 12.11 7 450 550 450 550 82 20 22 1 5 2 0 0 0 0 0 0

3 1 24 45 155 18.73 8 360 450 350 450 80 25 25 1 0 0 0 0 0 0 0 0

4 2 36 62 166 22.50 10 400 500 350 500 80 22 25 1 0 0 0 0 0 0 0 0

5 1 50 85 162 32.39 7 450 550 350 550 82 20 65 1 1 2 0 0 0 0 1 0

6 L 470638 46 62 160 24.22 10 480 540 400 540 88 12 30 1 0 0 0 0 0 0 1 2

7 1 50 56 157 22.72 34 250 350 250 350 71 33 25 3 0 0 0 0 1 2 1 3

8 1 490316 43 63 160 24.61 16 200 250 200 250 80 22 25 1 0 0 0 0 0 0 0 0 9 2 480645 55 67 168 23.74 45 250 350 250 350 71 33 25 3 0 0 0 0 0 0 0 0 10 1 436337 60 52 151 22.81 12 220 270 150 270 81 20 23 1 0 0 0 0 0 0 0 0 11 1 492724 27 53 155 22.06 12 425 525 350 525 81 21 23 1 0 0 0 0 0 0 0 3 12 1 487968 57 59 157 24.09 8 400 500 400 500 80 22 25 1 0 0 0 0 0 0 0 0 13 1 413564 50 58 152 25.10 11 320 400 250 400 80 22 25 3 3 3 3 3 0 0 1 2 14 2 468228 41 92 168 32.60 10 400 500 400 500 80 22 25 1 5 2 0 0 5 2 1 2

15 1 42 41 151 17.98 10 300 500 300 500 60 50 66 3 0 0 0 0 0 0 3 3

16 2 58 58 150 25.78 5 350 420 300 450 66 40 20 3 0 0 0 0 3 5 5 2

17 1 47 48 150 21.33 8 370 450 370 450 80 22 22 1 0 0 1 1 0 0 0 0

18 1 450619 46 51 148 23.28 5 270 330 250 350 71 33 22 2 0 0 0 0 0 0 0 0

19 1 57 64 153 27.34 12 290 350 360 200 77 25 21 2 0 1 0 1 2 2 2 2

20 2 46 73 161 28.16 16 560 700 560 700 80 22 25 2 0 0 0 0 0 0 1 4

21 1 461195 57 66 160 25.78 40 300 400 240 400 75 50 33 2 0 0 0 0 3 0 0 0

22 1 50 70 149 31.53 18 150 180 150 200 75 28 20 2 0 0 0 0 3 4 3 1


(60)

24 1 434211 51 63 155 26.22 27 200 250 200 280 71 33 25 2 2 5 2 5 1 3 2 5 25 1 200695 50 54 154 22.77 24 370 450 370 450 82 19 22 1 0 0 0 0 2 1 2 4 26 1 456500 41 59 149 26.58 40 370 450 370 460 80 22 22 1 1 4 0 0 1 3 1 4

27 1 50 60 150 26.44 6 250 300 250 310 81 24 20 2 0 0 0 0 1 2 0 0

28 1 46 65 145 30.92 20 200 300 200 300 66 40 50 2 0 0 0 0 0 0 0 0

29 1 360089 68 55 157 22.31 8 200 250 200 250 80 22 50 3 0 0 0 0 0 0 0 0 30 2 447460 42 77 163 28.98 37 260 320 260 320 81 20 23 2 0 0 0 0 1 2 1 2

31 1 70 54 156 22.19 65 150 200 120 210 71 54 33 3 0 0 3 5 0 0 0 0

32 1 294710 65 60 152 25.97 2 200 240 200 240 83 18 20 1 0 0 0 0 0 0 0 0

33 2 40 57 148 26.02 30 130 160 130 200 65 42 23 2 1 2 0 0 1 3 3 5

34 2 475465 18 60 164 22.31 15 350 430 350 430 81 20 22 1 0 0 3 2 0 0 0 0 35 1 472635 55 55 158 22.03 11 220 270 220 300 73 31 22 2 0 0 0 0 0 0 0 0 36 1 279012 44 61 160 23.83 10 210 250 210 250 84 17 23 1 0 0 0 0 0 0 0 0 37 1 30530 44 54 155 22.48 10 180 220 180 250 72 32 22 2 0 0 2 2 3 2 2 2 38 2 425220 69 74 164 27.51 49 400 540 400 540 74 30 35 2 0 0 0 0 0 0 0 0

39 1 44 59 156 24.24 6 150 180 125 180 69 53 20 2 3 5 3 5 0 0 0 0

40 1 302119 42 63 159 24.92 42 200 300 200 300 66 40 25 3 0 0 0 0 3 3 3 3

41 1 61 61 158 24.44 10 400 500 400 500 80 22 25 1 0 0 0 0 0 0 3 2

42 1 369453 63 64 154 26.99 8 150 200 150 200 75 28 33 2 0 0 1 3 0 0 3 3 43 2 462824 51 65 162 24.77 14 200 250 200 250 80 22 25 1 0 0 0 0 0 0 0 0

44 2 38 65 167 23.31 25 200 250 200 280 71 33 25 2 0 0 3 2 1 2 2 2

45 1 42 67 167 24.02 15 300 360 300 360 83 18 20 1 0 0 0 0 1 2 1 2

46 1 50 63 145 29.96 22 150 200 120 210 71 54 33 3 0 0 0 0 0 0 0 0

47 1 423274 43 80 162 30.48 41 200 260 200 280 85 33 30 2 0 0 0 0 0 0 0 0

Jenis kelamin 1 = perempuan 2 = Laki-laki Derajat Asma


(61)

2 = Persis sedang 3 = Persis berat

Tabel Kontrol

Prevalensi Simtom RGE dan Hubungannya dengan Berat Asma di RS Pirngadi Medan

NO MR SEX

Umur BB TB IMT Skor Refluks Gastro Esofageal

Heartburn Regurgitasi

(Thn) (kg) (cm) (Kg/m2) Rasa Panas Nyeri Dada Mulut Asam Refluks Skor Frek Keparahan Frek Keparahan Frek Keparahan Frek Keparahan Total

1 2 23 65 175 21.2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 2 25 53 167 19.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 1 24 52 158 20.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 1 22 47 155 19.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 1 23 44 160 17.2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 1 24 55 165 20.2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 1 23 60 158 24.0 0 0 0 0 1 1 4 2 8

8 1 22 58 155 24.1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 1 23 48 155 20.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 1 21 52 162 19.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 1 25 47 157 19.1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 1 23 53 159 21.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 2 25 83 173 27.7 0 1 1 0 0 0 0 0 2

14 1 23 45 162 17.1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 2 22 64 171 21.9 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 2 23 70 168 24.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(1)

Lembaran CURRICULUM VITAE

CURRICULUM VITAE I. Data Pribadi

Nama : Dr Syafrizal Nasution, SpPD Tempat /tgl lahir : Medan 25 Mei 1968

Agama : Islam

Alamat : Jl Sutrisno Gg Sehati no 754 Medan

II. Riwayat Pendidikan

1. SD Mardi Lestari Medan, Ijazah Tahun 1980 2. SMP Amir Hamzah Medan, Ijazah Tahun 1983 3. SMAN 4 Medan, Ijazah Tahun 1986

4. FK USU, Ijazah Dokter Umum Tahun 1994 5. Spesialis Penyakit Dalam FK USU Tahun 2007

III. Riwayat Pekerjaan

1. Dokter PTT di RSU Kutacane 1996-2000 2. PNS Dinkes Pemprov NAD 2000-2008

3. Staf Medis Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan 2008-sekarang


(2)

IV. Keanggotaan

Sekretaris III IDI Wilayah Sumatera Utara 2009-sekarang IDI Cabang Medan 2007-sekarang

PAPDI SUMUT 2008-sekarang PUSKI Jakarta 2007-sekarang PERNEFRI 2007-sekarang Ina SH 2008-sekarang

v. Karya Ilmiah

1. Syafrizal Nasution ,Harris Hasan. Profile CHF Patients in RSHAM . 2nd

2. Syafrizal Nasution, Gontar Siregar. Duodenal Ulcer With Massive Bleeding as Complication ,A Case Report . KONAS X PGI – PEGI dan Pertemuan Ilmiah Nasional XI PPHI. Medan, 6 – 9 Agustus 2003 .

Asean Confference On Medical Science. Medan, 18 – 20 Agustus 2002.

3. Syafrizal Nasution, Blondina M,OK Moehad Sjah . Penggunaan Skor Aktifitas Penyakit (Skor DAS) Pada Penilaian Remisi dan Respon Terapi Penderita Artritis Rematoid . Temu Ilmiah Rematologi 2004, Jakarta 27-29 Agustus 2004 .


(3)

(Informed Consent)

For m u lir Pe r se t u j u a n Se t e la h Pe n j e la sa n

Nama instansi : Divisi Pulmonologi dan Alergi-Imunologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUP H Adam Malik Medan

Surat Persetujuan Penelitian Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur : ... Jenis kelamin : Pria / Wanita

Pekerjaan : ... Alamat : ...

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian dibawah ini yang berjudul : Prevalensi Simtom Refluks

Gastroesofageal dan Hubungannya dengan Berat Asma di RSUP H Adam Malik Medan

Dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila sesuatu waktu dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini

Medan, …. ………..…2006

Mengetahui: Yang menyetuju : Penanggung jawab penelitian Peserta Penelitian

………... ………... Saksi :


(4)

Status Penelitian

Divisi Pulmonologi & Alergi Imunologi

Departemen Penyakit Dalam FK USU/RSUPHAM

No :

MR :

Tangggal :

Nama :

Sex :

Usia :

Pekerjaan : Agama :

Suku Alamat :

Telepon :

TB :


(5)

Sesak : Sudah berapa Lama ? (tahun,bulan) Anamnesa Penyakit

→... : Seringnya kekambuhan (...x/mgg atau..x/bln)

:Pengaruh kekambuhan asma terhadap akyofitas dan tidur ( Ya / Tidak )

→ ...

: Seringnya serangan sesak malam hari (...x/bulan ..../mgg) → ...

: Pernah opname sehubungan sesak ?  Tidak

 Pernah > Berapa kali

→... Kapan opname terakhir → ... Pemeriksaan Jasmani :

1. Keadaan umum : ... 2. Keadan penyakit : Ringan / Sedang / Berat

3. Keadan gizi : Kurang / baik / obesitas. TB :...cm. BB:...kg BMI=

4. Tanda vital :

TD:... Nadi: ... RR: ... Suhu :...

5. Kepala : ... 6. Leher : ... 7. Thoraks depan : - Inspeksi : ... - Palpasi : ... - perkusi : ... - Auskultasi : ... 8. Thoraks Belakang: - Inspeksi : ...


(6)

11. Alat gerak : - Atas : ... - Bawah : ... IV. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium :

- Hb : ... gr %. - Lekosit : ... per mm 2. Pemeriksaan radiologi :

3

- foto thoraks : ... 3. Pemeriksaaan EKG :... 4. Tes faal paru :

a) Pemeriksaan Spirometri Hasil pre bronkodilator

HASIL PREDIKSI PREDIKSI %

VC (L) FEV1 (L) FVC (L) FEV1% (L)

• Hasil Paska Bronkodilator

HASIL PREDIKSI PREDIKSI % VC (L) FEV1 (L) FVC (L) FEV1% (L)

b) Pemeriksaan Peak Flow Meter

• APE :………...

• Variabilitas :………

• Reversibilitas :……….