Pembuatan Koloid Nanopartikel Ekstrak Etanol Temu Kunci

37 mL larutan NaTPP sedikit demi sedikit sambil tetap diaduk sehingga terbentuk suspensi nanopartikel. Setelah semua larutan tercampur, pengadukan dilanjutkan selama ±2 jam dengan kecepatan yang stabil agar proses crosslinking berlangsung sempurna. Crosslinker polianion yang digunakan adalah natrium tripolifosfat NaTPP karena bersifat tidak toksik. Penggunaan kitosan pada pembuatan nanopartikel ini karena kitosan merupakan biomaterial yang memiliki sifat-sifat istimewa seperti mukoadhesif, biokompatibel, biodegradable, nontoksik, dan tingkat imonogenisitas yang rendah, serta dalam penggunannya sangat menjanjikan sebagai pembawa carrier pada sistem penghantaran obat. Bentuk kitosan dalam ukuran nano juga sangat menjanjikan untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus. Proses pembentukan partikel menggunkan metode gelasi ionik. Metode ini dipilih dikarenakan prosesnya yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan mudah. Pembentukan partikel terjadi akibat adanya interaksi ionik antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang bermuatan negatif membentuk struktur network inter- danatau intramolekul tiga dimensi. Koloid yang terbentuk setelah pengadukan selama ±2 jam disimpan dalam lemari es dengan suhu ±3 o C. Selanjutnya, koloid yang telah terbentuk dikarakterisasi menggunakan PSA Particle Size Analizer untuk mengetahui ukuran partikel yang terbentuk. Setiap komposisi menghasilkan ukuran partikel yang berbeda-beda Tabel 1. Ukuran partikel dalam bentuk nano yang paling 38 banyak terdapat pada sampel G yakni sebanyak 98,1 dengan rentang ukuran 389-877 nm Lampiran 6 sampel G. Partikel dalam bentuk nano sebanyak 98,1 pada sampel G berukuran 1000 nm sehingga dapat dilanjutkan pengujian menggunakan Zeta Sizer Nano Series Malvem untuk mengetahui nilai zeta potensialnya. Rerata nilai zeta potensial pada sampel G adalah 41,87 mV Lampiran 7 sampel G. Nilai zeta potensial menunjukkan kestabilan nanopartikel yang terbentuk. Pengukuran dengan menggunakan Zeta Sizer hanya dilakukan pada 5 sampel yakni sampel A dengan nilai rerata zeta potensial sebesar 19,17 mV dan persen partikel berukuran nano sebanyak 1,3. Sampel B dengan nilai rerata zeta potensial sebesar 26,83 mV dan persen partikel berukuran nano sebanyak 68,7. Sampel D dengan nilai rerata zeta potensial sebesar 14,4 mV dan persen partikel berukuran nano sebanyak 1. Sampel E dengan nilai rerata zeta potensial sebesar 32,77 mV dan persen partikel berukuran nano sebanyak 75,8 dan sampel A dengan nilai rerata zeta potensial sebesar 41,87 mV dan persen partikel berukuran nano sebanyak 98,1. Dari kelima sampel yang diukur nilai zeta potensialnya dapat dilihat bahwa semakin kecil nanopartikel yang terbentuk, maka akan memiliki nilai zeta potensial yang kecil pula. Untuk itu, jika hasil pengukuran partikel dengan PSA didapatkan persen nanopartikel kecil maka pengukuran zeta potensial tidak akan dilakukan karena sudah dapat dipastikan nilainya akan kecil. Komposisi paling optimal pada pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci-kitosan NaTPP adalah komposisi pada sampel G. Sampel G memenuhi 39 standar yang menentukan keoptimalan komposisi yakni persen jumlah nano yang terdapat pada koloidnya menunjukkan ukuran partikel pada rentang 389-877 nm sebanyak 98,1 yang artinya hampir seluruh partikel dalam keadaan koloid memiliki ukuran nano, hanya sekitar 1,9 saja yang memiliki ukuran 1000nm termasuk dalam kategori mikromolekul. Pada sampel G juga menunjukkan hasil yang bagus dalam pengukuran menggunakan instrumen Zeta Sizer, nilai zeta potensial pada sampel G adalah 41,87 mV. Nilai zeta potensial menunjukkan nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan nilai minimal zeta potensial untuk menetapkan nanopartikel dikatakan stabil yakni 30 mV, sehingga dengan nilai zeta potensial sebesar 41,87mV dapat dikatakan sampel G merupakan koloid nanopartikel yang stabil. Sampel E dan sampel I memiliki perbandingan konsentrasi yang sama antara kitosan dan NaTPP yang digunakan yakni 10:1 akan tetapi menghasilkan persen nanopartikel yang berbeda. Untuk sampel E didapatkan persem nanopartikel pada rentang 389-877 nm sebanyak 75,8 sedangkan pada sampel I sebanyak 45,7 pada rentang 339-877 nm. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : proses penuangan NaTPP yang tidak konsisten, pelarutan kitosan yang kurang sempurna, maupun pelarutan ekstrak etanol temu kunci yang kurang sempurna, sehingga terbentuknya partikel nano melalui interaksi elektrostatik antara grup amina kitosan dengan grup bermuatan negatif dari polianion TPP kurang sempurna. 40

3. Endapan dalam Koloid dan Karakterisasi menggunakan SEM

Endapan terlarut dalam koloid nanopartikel dipisahkan endapannya dengan cara sentrifugasi pemusingan menggunakan alat Sentrifuge merk Kokusan. Pemusingan dilakukan selama ±15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Endapan yang didapatkan berwarna kuning cerah disimpan dalam freezer ±-4 o C selama ±2 hari, kemudian endapan dipindahkan dalam lemari es dengan suhu ±3 o C hingga mengering. Endapan kering berwarna cokelat dengan struktur padat. Endapan tersebut kemudian dikarakterisasi menggunakan instrumen SEM untuk mengetahui morfologi permukaan ekstrak etanol temu kunci dalam sediaan nano. Analisis dengan instrumen SEM Scanning Electron Microscopy hanya dilakukan pada sampel G dengan nilai persen ukuran paertikel dalam bentuk nano yang paling banyak yaitu 98,1. Foto SEM dilakukan pada perbesaran 100- 5000 kali. Hasil foto SEM pada padatan ekstrak etanol temu kunci dalam sedian nanopartikel dapat dilihat dengan jelas morfologi pernukaannya serta ukuran partikelnya Lampiran 8. Morfologi permukaan ekstrak etanol sediaan nanopartikel jika dilihat dari samping pada perbebesaran 5000x tampak seperti bentuk stalaktit atau stalakmit yang terdapat pada goa morfologi permukaannya tidak rata.

4. Hasil Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT

Endapan kering hasil sentrifugasi juga dilakukan identifikasi menggunakan KLT Kromatografi Lapis Tipis. Identifikasi ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan senyawa ekstrak etanol temu kunci dalam sediaan nanopartikel dan ekstrak etanol murni. 41 Analisis dengan KLT ini dimulai dengan menyiapkan sampel terlebih dahulu. Sampel yang dianalisis menggunakan KLT ini adalah ekstrak etanol temu kunci, G, H, I, J, dan K. Pelarut yang digunakan adalah etanol p.a. Sampel yang telah larut kemudian ditotolkan pada plat KLT yang telah disiapkan dengan jarak penotolan setiap sample adalah 1 cm dengan tujuan agar saat proses elusidasi tidak terjadi percampuran noda. Selanjutnya plat dimasukkan dalam chamber yang bersisi eluen fasa gerak. Eluen yang digunakan adalah kloroform. Kloroform digunakan karena memiliki tingkat polaritas yang rendah sehingga diharapkan sampel lebih terikat pada fasa diam. Proses elusidasi ini menghasilkan bercak-bercak kuning yang terbawa pada setiap sampel yang terlihat melalui bantuan sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Perhitungan nilai Rf pada masing masing sampel menunjukkan hasil bahwa komponen senyawa yang terdapat pada ekstrak etanol temu kunci dan yang terdapat dalam nanopartikel ekstrak etanol temu kunci adalah sama, yakni pada rentang 0,2-0,8. Untuk Rf A = 0,25 dan 0,60; Rf B = 0,23 dan 0,58; Rf C = 0,22 dan 0,57; Rf D = 0,22 dan 0,57; Rf E 0,23 dan 0,58; Rf F = 0,30 dan 0,63. Perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada lampiran 2. Dengan harga Rf yang memiliki nilai hampir sama dapat disimpulkan bahwa keenam sampel tersebut memiliki kandungan senyawa yang sama. Kandungan senyawa temu kunci dalam ekstrak etanol maupun ekstrak etanol temu kunci dalam sediaan nanopartikel adalah sama. Ukuran partikel yang berubah menjadi nano tidak mempengaruhi merubah kandungan senyawa dalam temu kunci.

Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK TEMU KUNCI ( BOESENBERGIA PANDURATA ROXB) TERHADAP AKTIVITAS FASCIOLA HEPATICA SECARA IN-VITRO

0 7 57

UJI AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DAN PENETAPAN KADAR FENOLIK TOTAL EKSTRAK ETANOL TIGA RIMPANG GENUS CURCUMA DAN RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata)

0 3 7

DAYA ANTIBAKTERI FRAKSI ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) TERHADAP Salmonella typhi DAN Streptococcus hemolytic α non pneumoniae

0 5 7

PENDAHULUAN UJI AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL BEBAS DAN PENETAPAN KADAR FENOLIK TOTAL EKSTRAK ETANOL TIGA RIMPANG GENUS CURCUMA DAN RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata).

0 1 14

AKTIVITAS KEMOPREVENSI EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) PADA KARSINOGENESIS KULIT MENCIT BALB/C TERINDUKSI RADIASI ULTRA VIOLET.

0 0 5

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA DALAM EKSTRAK ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) DENGAN METODE DPPH.

2 13 83

PEMBUATAN NANOPARTIKEL EKSTRAK KUNCI PEPET (Kaempferia rotunda) DENGAN ALGINAT PADA BERBAGAI VARIASI KONSENTRASI ION KALSIUM.

13 44 75

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK ETANOL TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) PADA BERBAGAI VARIASI KOMPOSISI ALGINAT.

2 8 77

Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata Schlecht) terhadap Sel Kanker Serviks (Hela Cell Line) - Ubaya Repository

0 0 1

Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Tanaman Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Skrining Kandungan Senyawa Kimianya - Ubaya Repository

0 1 1