8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Temu Kunci
Boesenbergia pandurata
Boesenbergia pandurata Roxb. Gambar 1 atau lebih dikenal dengan nama
temu kunci, merupakan salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia Agus Chahyadi, 2014.
Gambar 1. Rimpang Temu Kunci Sumber:
www.tanamanobat.net Nama Tumbuhan
Nama Ilmiah : Boesenbergia pandurata Sinonim
: Gastrochillus panduratum Roxb Schult; Kaemferia pandurata
Roxb; Boesenbergia rotunda Nama umum : Temu kunci
Nama lokal : Temu kunci Indonesia, Koncih Sumatera, Tamu kunci
Minangkabau, Konce Madura, Kunci Jawa Tengah, Dumu kunci Bima, Tamu konci Makasar, Tumu kunci Ambon,
9
Anipa wakang Hila-Alfuru, Aruhu konci haruku, Sun Buru,
Rutu kakuzi Seram, Tamputi Ternate
Nama asing : Fingerroot Inggris, Krachai Thailand, Chinesekey Cina Klasifikasi tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Boesenbergia
Spesies : Boesenbergia pandurata
a. Uraian Tumbuhan
Temu kunci berperawakan herbal rendah, merayap di dalam tanah. Dalam satu tahun pertumbuhannya 0,3-0,9 cm. Batangnya merupakan batang asli dalam
tanah sebagai rimpang berwarna kuning cokelat, aromatik, menebal, berukuran 5- 30x0,5-2 cm. Batang di atas tanah berupa batang semu pelepah daun. Daun
tanaman ini pada umumnya 2-7 helai. Daun bawah berupa pelepah daun berwarna merah tanpa helaian daun. Tangkai daun tanaman ini beralur, tidak berambut,
panjangnya 7-16 cm, lidah-lidah berbentuk segitiga melebar, menyerupai selaput, panjang 1-1,5 cm, pelepah daun sering sama panjang dengan tangkai daun, helai
daunnya tegak, bentuk lanset lebar atau sedikit jorong, ujung daun runcing, permukaan halus tetapi bagian bawah sedikit berambut terutama sepanjang
pertulangan, warna helai daun hijau muda muda, lebarnya 5-11 cm. Bunga tanaman ini berupa susunan bulir tidak terbatas, di ketiak daun dilindungi oleh 2
10
spatha, panjang tangkai 41 cm, umumnya tangkai tersembunyi dalam 2 helai daun terujung. Kelopak bunganya tiga buah lepas, runcing. Mahkota bunganya tiga
buah, warnanya merah muda atau kuning-putih, berbentuk tabung 55-52 mm, bagian atas tajuk berbelah-belah, berbentuk lanset dengan lebar 4 mm dan panjang
18 mm. Benang sarinya satu fertil besar, kepala sarinya bentuk garis membuka secara memanjang. Lainnya berupa bibir-bibiran staminodia bulat telur terbalik
tumpul, merah muda atau kuning lemon, gundul, memiliki 6 pertulangan dan ukurannya 25x7 cm. Putik bunganya berupa bakal buah 3 ruang, banyak biji
dalam setiap ruang Plantus, 2008. Temu kunci Boesenbergia pandurata L. merupakan salah satu tanaman
herbal yang banyak ditemukan di negara-negara Asia beriklim tropis. Biasanya dikenal dengan nama temu kunci atau kunci. Bentuk temu kunci agak berbeda
dengan temu-temuan yang lain karena rimpang biasanya tumbuh di bawah permukaan tanah secara mendatar dan beruas, sedikit keras, bersisik tipis, dan
berbau harum. Anakan rimpang menggerombol kecil di sebelah rimpang induk, menyerupai rangkaian anak kunci Rikha, Susi, dan Eka 2013.
b. Senyawa Metabolit Sekunder
Menurut Rikha, Susi, dan Eka 2013, kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman temu kunci Boesenbergia pandurata adalah minyak atsiri terdiri
dari kamfer, sineol, metil sinamat, dan hidromirsen, damar, pati, saponin,
flavonoid pinostrolerin, dan alpinetin.
Kandungan lainnya berupa kardamonin, pinosembrin 5,7-dihidroksiflavon, pinostrombin
5-hidroksi-7-metoksiflavanon, panduratin
A, dan
4-
11
hidroksipanduratin Tuchinda, et al., 2002. Selain itu, rimpang temu kunci juga mengandung pati, damar, saponin, boesenbergin A, boesenbergin B, asam
kavinat, senyawa flavon 5,7-dimetoksiflavon; 3,5,7,4-tetrametoksiflavon; dan 3,5,7,3,4-pentametoksiflavon,
senyawa flavanon
5-hidroksi-7,4- dimetoksiflavanon, senyawa kalkon 2-hidroksi-4,6-dimetoksikalkon; 2,6-
dihidroksi-4-metoksikalkon; 2-hidroksi-4,4,6-trimetoksikalkon;
dan 2,4-
dihidroksi-6-metoksikalkon, panduratin B1, serta panduran B2 Hargono, 2000. Penelitian lain tentang penemuan senyawa metabolit sekunder dalam temu kunci
adalah Oka 2012 berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa pinostrobin 5-hidroksi-7-metoksi flavanon pada ekstrak n-heksana rimpang temu kunci,
Agus Chahyadi dkk 2014, minyak atsiri dan flavonoid.
c. Manfaat Temu Kunci
Boesenbergia pandurata
Boesenbergia pandurata Roxb. Zingiberaceae, lebih dikenal dengan nama
temu kunci merupakan salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia. Rimpang dari temu kunci secara tradisional telah banyak digunakan untuk pengobatan
beberapa penyakit. Rimpang dari temu kunci Boesenbergia pandurata mengandung minyak atsiri dan berbagai macam senyawa flavonoid yang memiliki
manfaat dalam dunia farmasi sebagai antijamur, antibakteri, antioksidan, dan lainnya. Kelebihan lain dari temu kunci yang menjadikan tanaman ini menarik
adalah adanya salah satu senyawa flavonoid, yakni panduratin yang memiliki aktivitas biologi terutama kemampuan yang kuat sebagai antijamur, antibakteri,
anti-inflamasi, dan antikanker Agus Chahyadi dkk, 2014.
12
Di Indonesia rimpang dari temu kunci dimanfaatkan sebagai bumbu masakan tradisional dan juga digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai
penyakit seperti asma, diare, demam, dan sakit perut Mulyadi, Tjitjik, dan Mulya, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi, Tjitjik, dan Mulya 2013
menemukan bahwa rimpang dari temu kunci memiliki beberapa senyawa flavonoid dan minyak atsiri, dan berhasil mengisolasi dua senyawa flavonoid
yaitu pinostrobin dan pinocembrin sebagai agen antioksidan dan sitotoksik.
2. Nanopartikel
Nanopartikel adalah partikel koloid atau padatan dengan diameter berkisar dari 10-1000 nm. Nanopartikel dengan menggunakan polimer dapat dimanfaatkan
untuk sistem penghantaran tertarget, meningkatkan bioavailabilitas, pelepasan obat terkendali, atau melarutkan obat untuk penghantaran sistemik. Juga dapat
digunakan untuk melindungi agen terapetik akibat adanya degradasi enzim nuklease
dan protease Rauhatun dan Iis, 2013. Menurut Tiyaboonchai 2003, secara sederhana nanopartikel yang terbuat
dari suatu polimer dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu nanosphere dan nanokapsul. Nanosphere merupakan nanopartikel dengan sistem matriks dimana
obat terdispersi seluruhnya di dalam matris tersebut, sedangkan nanokapsul merupakan nanopartikel dengan sistem reservoar yang terbuat dari membran
polimer yang mengelilingi intinya. Pada awalnya, nanopartikel dibuat menggunakan polimer non-biodegradable, namun jenis polimer ini segera
tergantikan oleh polimer yang biodegradable. Nanopartikel yang terbuat dari polimer biodegradable banyak dikembangkan sebagai sistem penghantaran obat.
13
Nanopertikel terbukti mampu membawa obat antibiotik, sitostatik, peptida, dan protein ke target jaringan yang spesifik. Nanopatrikel jugan diyakini mampu
melindungi obat agar tidak mengalami degradasi baik secara kimia maupun enzimatis. Nanopartikel juga mampu mengurangi efek samping yang mungkin
ditimbulkan dari beberapa zat aktif. Menurut Rawat, Singh, dan Saraf 2006, nanopartikel yang digunakan
sebagai sistem penghantaran obat memiliki banyak keuntungan. Salah satu keuntungannya yaitu, ukuran partikel dan sifat permukaannya dapat diatur dengan
mudah. Nanopartikel dapat mengontrol pelepasan zat aktif selama perjalanannya menuju lokasi obat tersebut bekerja, sehingga dapat meningkatkan efek terapi
obat dan mengurangi efek sampingnya. Sistem pelepasan obat dalam bentuk nanopartikel dapat diatur dengan jalan memilih matriks yang tepat sehingga
nantinya dapat dihasilkan sitem pelepasan obat yang berbeda-beda. Nanopartikel dapat digunakan untuk banyak rute pemberian obat, seperti oral, nasal, parental,
intra-okular, dan lainnya.
3. Kitosan
Gambar 2. Struktur Kimia Kitosan
Eriawan Rismana dkk, 2014 Senyawa yang biasanya digunakan untuk menstabilkan ukuran nanopartikel
adalah polimer Tatang, Doni, dan Qomarudin, 2011. Menurut Tiyaboonchai
14
2003, kitosan adalah suatu polimer dari sakarida polisakarida yang didapatkan dari proses deasetilasi senyawa kitin yang terkandung di dalam kulit luar hewan
golongan Crustacea contohnya udang, kepiting, dan lainnya. Kitosan merupakan salah satu polimer yang banyak dikembangkan dan diteliti untuk aplikasinya
dalam bidang farmasetika karena memiliki sifat biocompatible, biodegradable, dan tidak memiliki efek toksik. Struktur kimia kitosan dapat dilihat pada Gambar
2 Eriawan Rismana dkk, 2014. Sumber utama untuk produksi kitosan adalah kitin dan bahan baku yang
digunakan untuk mengolahnya tersedia dalam jumlah yang cukup melimpah di Indonesia, terutama cangkang kepiting dan rajungan serta kulit udang. Kitosan
merupakan modifikasi polimer karbohidrat alami yang diproses melalui N deasetilasi parsial kitin. Unit utama pada polimer kitin adalah 2-deoksi-2-
asetilamino glukosa. Walaupun kitin tidak larut dalam sebagian besar pelarut, kitosan larut dalam sebagian besar larutan asam organik pada pH kurang dari 6,5
termasuk asam format, asetat, tartrat, dan sitrat. Kitosan tidak larut dalam asam fosfat dan asam sulfat. Kitosan tersedia dalam rentang berat molekul dan derajat
deasetilasi yang luas. Berat molekul BM dan derajat deasetilasi DD adalah faktor utama yang mempengaruhi ukuran partikel, pembentukan partikel, dan
agregasi Tiyaboonchai, 2003. Kitosan memiliki sifat-sifat yang ideal sebagai polimer nanopartikel,sifat-
sifat tersebut yaitu: mudah disintesis, murah, biokompatibel, biodegradable, non- imunogenic, non-toxic.
Pada pembuatan nanopartikel menggunakan kitosan tidak melibatkan panas, tekanan tinggi, ataupun pelarut organik. Kitosan dapat
15
diaplikasikan untuk obat dengan molekul kecil, protein, dan polinukleotida Tiyaboonchai, 2003.
Kitosan merupakan biopolimer alami yang menarik disebabkan adanya gugus amino reaktif dan grup fungsional hidroksil. Kitosan memiliki karakteristik
biokompatibilitas yang diinginkan serta kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas membran. Oleh karenanya, kitosan merupakan salah satu matriks
imobilisasi yang paling menjanjikan karena memiliki kemampuan membentuk membran, sifat adesi yang baik, harga murah, tidak beracun, kekuatan mekanis
dan hidrofilisitas yang tinggi serta perbaikan stabilitas Nakorn, 2008; Erdawati, 2008.
Kitosan sangat sukar larut dalam air dan tidak larut dalam etanol 95, pelarut organik lain, dan larutan netral atau basa pada pH di atas 6,5. Kitosan
mudah larut dalam larutan asam organik encer maupun pekat Rowe, 2009. Menurut Tiyaboonchai 2003, salah satu aplikasi kitosan yang banyak diteliti
adalah kemampuannya sebagai polimer dalam membentuk nanopartikel dan telah banyak diteliti bahwa nanopartikel kitosan sebagai pembawa obat untuk
penghantaran obat secara oral maupun topikal.
4. Natrium Tripolifosfat NaTPP
Gambar 3. Struktur Kimia NaTPP Natrium Tripolifosfat
Eriawan Rismana dkk, 2014
16
Tripolifosfat dalam nanopartikel sambung silang multi ion digunakan sebagai pasangan ion dari kitosan. Sifatnya sebagai anion multivalen yang dapat
membentuk ikatan sambung silang dengan kitosan menjadi alasan penggunaan tripolifosfat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yu Shin et al 2008
menyebutkan bahwa penggunaan tripolifosfat sebagai salah satu pasangan ion kitosan akan memberikan hasil nanopartikel yang dapat lebih stabil dan memiliki
karakter penembusan membran yang lebih baik. Yu Shin et al 2008 mengungkapkan bahwa pada nanopartikel sambung silang multi ion, tripolifosfat
berperan sebagai komponen anion multivalen yang dapat membentuk ikatan sambung silang dengan kitosan yang memiliki sifat kationik. Struktur kimia
NaTPP dapat dilihat pada Gambar 3 Eriawan Rismana dkk, 2014.
5. Metode Gelasi Ionik
Beberapa metode telah digunakan untuk membuat sistem partikulat kitosan. Penentuan metode yang digunakan tergantung faktor-faktor seperti ukuran
partikel yang diinginkan, stabilitas kimia dan panas dari bahan aktif, reprodusibilitas profil kinetik pelepasan produk akhir dan toksisitas residu yang
terkait dengan produk akhir Agnihotri et al., 2004. Menurut Agnihotri et al. 2004 dan Tiyaboonchai 2003, metode yang dapat digunakan untuk
memproduksi mikro dan nanopartikel kitosan dari kitosan adalah metode ikatan silang emulsi emulsion cross-linking, presipitasi precipitation, pengeringan
semprot spray drying, metode penggabungan droplet emulsi emulsion-droplet coalescence method
, gelasi ionik ionic gelation, reverse micellar method, dan kompleks polielektrolit polyelectrolyte complex.
17
Salah satu metode yang digunakan untuk pembuatan nanopartikel adalah dengan gabungan kompleks koaservasi atau gelasi ionik. Kompleks koaservasi
atau gelasi ionik dapat diinduksi dalam sistem yang mempunyai dua dispersi koloid hidrofilik dan mempunyai muatan yang berlawanan. Netralisai muatan
positif oleh muatan negatif menyebabkan pemisahan kompleks Versic, 2010; Rauhatun dan Iis, 2014. Mekanisme terbentuknya formulasi nanopartikel kitosan
ini berdasarkan pada interaksi elektrostatik antar gugus amina kitosan dengan gugus bermuatan negatif dari suatu polianion Tiyaboonchai, 2003. Menurut
penelitian yang dilakukan Dustgania Amir, et al 2008, nanopartikel yang dibuat dengan metode gelasi ionik dengan komposisi kitosan dan natrium tripolifosfat di
dalamnya akan menghasilkan nanopartikel dengan ukuran 250-350 nm dengan efisiensi penjerapan zat aktif sekitar 72,2.
Mekanisme pembentukan nanopartikel berdasarkan interaksi elektrostatik antara gugus amin dari kitosan dan gugus negatif dari polianion seperti
tripolifosfat. Mekanisme kerja yang diawali dengan melarutkan kitosan didalam asam asetat glasial ini kemudian dilanjutkan dengan penambahan natrium
tripolifosfat sedikit demi sedikit dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer
.
6. PSA
Particle Size Analyzer
Metode yang paling umum digunakan untuk analisa gambar mikrografi, meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan
biasanya SEM, TEM dan AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanoteknologi, para peneliti mulai
18
menggunakan Laser Diffraction LAS. Metode ini dinilai lebih akurat untuk analisis bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan
sieve analyses, terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron. Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size
Analyzer PSA. Alat ini menggunakan prinsip Dynamic Light Scattering DLS.
Metode ini juga dikenal sebagai Quasi-Elastic Light Scattering QELS. Alat ini berbasis Photon Correlation Spectroscopy PCS. Metode LAS bisa dibagi dalam
dua metode: 1.
metode basah : metode ini menggunakan media pendispersi untuk
mendispersikan material uji. 2.
metode kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara
untuk melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antarpartikel
lemah dan kemungkinan untuk beraglomerasi kecil. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan
metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar.
Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan
partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi menggumpal. Dengan demikian ukuran partikel yang terukur
adalah ukuran dari single particle.Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk
19
distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.
7. Zeta Sizer Nano
Potensial zeta menggambarkan stabilitas nanopartikel karena perbedaan muatan antar partikel akan mempengaruhi gaya tolak menolak antar partikel.
Untuk memperoleh koloid nanopartikel yang stabil, nanopartikel harus memiliki nilai zeta potensial lebih dari 30 mV Akhtar et al., 2012.
Menurut Jahanshahi dan Babaei 2008, potensial zeta juga berkaitan dengan stabilitas fisik permukaan yang mencegah terjadinya agregasi partikel,
dengan menurunkan potensial zeta akan menyebabkan terjadinya agregasi atau sedimentasi. Potensial zeta dari sebuah nanopartikel biasnya digunakan untuk
mengkarakterisasi sifat muatan permukaan partikel yang berkaitan dengan interaksi elektrostatik nanopartikel. Potensial zeta juga mencerminkan potensi
muatan dari partikel yang dipengaruhi oleh komposisi dari partikel dan medium tempat nanopartikel terdispersi.
8. SEM
Scanning Electron Microscopy
SEM Scanning Electron Microscopy adalah analisis untuk penggambaran sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat
melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel. Sampel
yang ditembak akan menghasilkan penggambaran denggan ukuran hingga ribuan kali lebih besar.
20
SEM Scanning Electron Microscopy berbeda dengan TEM Transmision Electron Microscopy
dalam hal bahwa suatu berkas elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi berkas tersebut dalam
tabung sinar katoda. Elektron elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang
memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan dengan
menggunakan SEM, terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å Stevens,
2001. 9.
KLT Kromatografi Lapis Tipis
Menurut Sudjadi 2008, Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan metode pemisahan yang paling populer, memiliki banyak kegunaan yang
memberikan keuntungan seperti peralatan yang dibutuhkan sederhana, murah, waktu yang digunakan untuk analisis singkat, sampel yang dibutuhkan sedikit,
dan memiliki daya pisah yang cukup baik. Pemisahan komponen-komponen berdasrkan perbedaan adsorbsi atau partisi
oleh fase diam dipisahkan oleh gerak pelarut pengembang. Pemilihan eluen fasa gerak yang tepat merupakan langkah penting dalam keberhasilan analisis
menggunakan KLT. Pemilihan eluen berdasarkan pada prinsip “like disolve like”. Eluen yang dipilih hendaknya merupakan campuran pelarut yang mempunyai
polaritas serendah mungkin, hal ini dimaksudkan uanatuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen yang
21
mempunyai sifat polar tinggi misalnya air dalam campuran, maka akan mengubah sistem menjadi partisi. Campuran yang baik memberikan fasa gerak
yang mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi sebaiknya dihindari mencampur lebih dari dua komponen, karena campuran yang lebih kompleks
cepat mengalami perubahan-perubahan fasa terhadap perubahan suhu Hardjono, 1991.
Identitas noda pada plat dinyatakan dengan harga Rf Retordation factor. Rf merupakan rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap titik
awal. Secara sistematis dapat dituliskan : Rf =
dengan, l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan cm dan h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen cm. Harga Rf
berkisar antara 0-0,999. Keuntungan yang pasti dari KLT adalah biaya yang sangat rendah dan
kemudahannya. KLT juga mempunyai kemampuan sebagai suatu metode rutin untuk penyaringan awal sampel-sampel polimer atau untuk memonitor proses-
proses polimerisasi Stevens, 2001.
B. Penelitian Relevan
Nanopartikel merupakan bahan dengan ukuran partikel pada skala nanometer. Beberapa bahan nanopartikel dengan ukuran partikel di atas 100 nm
telah berhasil disintesis untuk produk yang berasal dari bahan alam antara lain untuk kurkumin, paclitaxel dan praziquantel dengan ukuran partikel masing
– masing adalah 450 nm, 147,7 nm, dan 200 nm, sehingga nanopartikel dapat juga
22
didefinisikan sebagai sis tem koloid submikronik 1 μm Eriawan Rismana, dkk.
2014. Beberapa penelitian pembuatan material nano juga dilakukan antara lain oleh Dustgani dkk. 2008 melakukan penelitian tentang pembuatan nanopartikel
kitosan sebagai matriks penghantar untuk dexametason, Wu dkk. 2005 melakukan penelitian tentang pembuatan nanopartikel kitosan sebagai matriks
penghantar untuk glycyrrhizinate. Penelitian mengenai pembuatan nanopartikel telah dilakukan oleh Sri Atun
dan Retno Arianingrum 2015. Objek penelitiannya adalah Kaemferia rotunda, pembuatan nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik dengan kitosan dan
NaTPP. Hasil pengukuran nanopartikel adalah adntara 172-87 nm dengan nilai zeta potensial antara +28,06 mV sampai +38,03 mV.
Penelitian yang dilakukan oleh Rauhatun dan Iis 2014 mengenai preparasi nanopartikel kitosan-TPP dari ekstrak etanol daging buah mahkota dewa
Phaleriamacrocarpa Scheff Boerl dengan metode gelasi ionik, diperoleh hasil
bahwa nanopartikel ekstrak etanol buah mahkota dewa konsentrasi 1,5 mgmL memiliki ukuran partikel rata-rata 190,9 nm dan konsentrasi 2,0 mgmL rata-rata
162,87 nm. Zeta potensial rata-rata 60,86 mV dan 48,5 mV. Loading capacity rata-rata 2,96 dan 5,33 . Loading efficiency atau efisiensi proses nanopartikel
yaitu rata-rata 35,75 dan 45,26 . Ekstraksi dan karakterisasi nanopartikel ekstrak sirih merah Piper
Croatum telah dilakukan oleh Kun, Sri, dan Sedarnawati 2013 dengan
mengekstraksi senyawa aktif sirih merah dengan cara maserasi menggunakan etanol 96 dan refluks. Kemudian pelarut diuapkan menggunakan rotary
23
evaporator hingga dihasilkan ekstrak kental. Pada tahapan sintesis nanopartikel
dilakukan dengan modifikasi fisik menggunakan metode gelasi ionik untuk pembentukan oleh sodium tripolifosfat STPP. Sintesis nanopartikel dilakukan
pada beberapa konsentrasi kitosan dalam asam asetat. Nanopartikel kemudian dienkapsulasi menggunakan spray dryer LabPlant SD-05 dengan bahan pengisi
maltodekstrin dan isolat protein kedelai. Karakterisasi nanopartikel menggunakan PSA Particle Size Analyzer DelsaNano C Beckman Coulter, zeta potensial,
kapasitas antioksidan DPPH, dan analisis morfologi menggunakan SEM. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah rendemen senyawa
aktif pada ekstraksi daun sirih merah lebih besar menggunakan metode refluks. Nanopartikel ekstrak sirih merah disintesis dengan modifikasi fisik menggunakan
metode gelasi ionik memanfaatkan sodium tripolifosfat STPP untuk membentuk ikatan silang.
C. Kerangka Berfikir
Kesadaran masyarakat akan bahaya dari efek samping penggunaan obat- obatan kimia saat ini, membuat masyarakat beralih menggunakan obat-obatan
dengan bahan herbal yang memiliki efek samping lebih sedikit. Untuk itu, perkembangan obat berbahan herbal sangan berkembang pesat beberapa tahun
belakangan ini. Berbagai sedian obat herbal coba di ciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satunya sediaan obat herbal adalah dalam ukuran
nanopartikel. Pada penelitian ini ukuran nanopartikel dipilih karena manfaatnya yang sangat banyak, apalagi dalam bentuk obat. Obat dalam sediaan nanopartikel
24
lebih baik untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, yaitu meningkatkan kemampuan penyerapan dan peredaran obat di dalam tubuh.
Temu kunci memiliki kandungan yang beragam dan sangat bermanfaat bagi pengobatan. Sediaan nanopartikel dipilih untuk meningkatkan manfaat yang
terkandung dalam senyawa temu kunci dan juga memiliki keunggulan dalam penghantaran obat ke reseptor.
Pada pembuatan nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik, mekanisme terbentuknya formulasi nanopartikel kitosan ini berdasarkan pada
interaksi elektrostatik antara gugus amina kitosan dengan gugus muatan negatif dari suatu polianion. Gugus amina pada kitosan yang dilarutkan dalam suasana
asam akan terprotonasi membentuk amina kationik -NH
3 +
. TPP mempunyai muatan negatif sehingga dapat berfungsi sebagai polianion. Reaksi dengan
komponen bermuatan negatif baik ion ataupun molekul dapat menyebabkan pembentukan jaringan antara rantai polimer melalui jembatan ionik.
Karakterisasi yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci adalah dengan menggunakan instrumen
PSA Particle Size Analyzer, Zeta Sizer, SEM Scanning Electron Microscopy, dan KLT Kromatografi Lapis Tipis.