Metode Analisis Nilai Perusahaan

perusahaan sebelum didistribusikan baik kepada kreditor maupun pemilik perusahaan. b. Return on Common Stockholders Equity ROE Salah satu alasan utama mengapa mengoperasikan perusahaan adalah untuk menghasilkan laba yang akan bermanfaat bagi para pemegang saham. Ukuran keberhasilan dari pencapaian alasan ini adalah angka return on common stockholders equity yang berhasil dicapai. Laba yang dipakai di sini adalah laba bersih setelah pajak dikurangi deviden untuk para pemegang saham istimewa bila ada. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan besarnya laba yang benar-benar tersedia dan tersisa bagi para pemegang saham biasa. 3. Ratio Investor Para pemegang saham biasa hanya memiliki hak sisa atas laba dan aktiva perusahaan. Hanya setelah hak para kreditor dan pemegang saham istimewa dipenuhi, para pemegang saham biasa bisa menerima dividen atau distribusi aktiva dalam hal likuidasi. Oleh karena itu, ukuran yang berkaitan dengan para pemegang saham biasa sangat diperlukan. Beberapa angka ratio yang sering digunakan adalah EPS, PER, Dividend payout, Dividend yield, percentage of earning retained dari Book value per share Prastowo dan Juliaty, 2002 : 92-99. a. Earning per Common Share EPS Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividen atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan kenaikan nilai saham di masa datang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka Earning per Common Share yang dilaporkan perusahaan. Earning per Common Share adalah jumlah laba yang menjadi hak untuk setiap pemegang satu lembar saham biasa. Earning per Common Share hanya dihitung untuk saham biasa. b. PriceEarning Ratio PE Ratio PriceEarning Ratio menunjukan hubungan antara harga pasar saham biasa dan Earning per Share. Oleh para investor, angka ratio digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba earning power di masa datang. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PriceEarning Ratio yang tinggi, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah, cenderung memiliki PriceEarning Ratio yang rendah. PriceEarning Ratio menjadi tidak mempunyai makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat rendah abnormal atau menderita kerugian. Pada keadaan ini, PriceEarning Ratio perusahaan akan begitu tinggi atau bahkan negatif. c. Percentage of Earning Retained Ratio Percentage of earning retained ratio ini mengukur proporsi laba yang dihasilkan perusahaan saat ini, yang ditahan untuk keperluan pertumbuhan ekspansi. d. Dividend Payout Ratio Dividend payout ratio mengukur proporsi laba bersih per satu lembar saham biasa yang dibayarkan dalam bentuk dividen. e. Dividend Yield Ratio Dividend yield ratio menunjukan hubungan antara dividen yang dibayarkan untuk setiap satu lembar saham biasa dan harga pasar saham biasa per lembar. f. Book Value Per Share Suatu angka atau data statistik yang biasanya dipublikasikan pada laporan tahunan adalah book value per share. Ratio ini menunjukan jumlah stockholders equity modal sendiri yang berkaitan dengan setiap lembar saham yang beredar. Harga pasar saham umumnya tidak memperkirakan nilai buku, karena aktiva dicatat sebesar harga perolehan. Harga pokok historis mencerminkan harga perolehan aktiva tersebut yang belum ditutup. Sebaliknya, di mata investor, harga pasar mencerminkan potensi perusahaan di masa datang. Ratio book value per share ini digunakan sangat terbatas oleh para analis, karena perhitungannya didasarkan pada data historis. Apabila harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial.

E. Manajemen Laba

Earn ings management can be defined as the “purposeful intervention by management in the earnings determination process, usually to satisfy selfish objectives” Schipper, 1989. It often involves window-dressing financial statements, especially the bottom line earnings number. Earnings management can be cosmetic, where managers manipulate accruals without any cash flows consequences. It also can be real, where managers take actions with cash flow consequences for purposes of managing earnings Wild, et al, 2004 : 93. Cosmetic earnings management is a potential outcome of the latitude in appliying accrual accounting. Accounting standards and monitoring mechanisms reduce this latitude. Yet, it is impossible to eliminate this latitude given the complexity and variation in business activities. Moreover, accrual accounting requires estimates and judgements. This yields some managerial discretion in determining accounting numbers. While this discretion provides an opportunity for managers to reveal a more informative picture of a companys business activities, it also allows them to window-dress financial statements and manage earnings Wild, et al, 2004 : 93. Sejauh ini hanya model berbasis agragate accruals yang diterima secara umum sebagai model yang memberikan hasil yang paling kuat dalam mendeteksi manajemen laba karena Sulistyanto, 2008 : 160: 1. Model empiris ini sejalan dengan akuntansi berbasis akrual yang selama ini digunakan dalam pencatatan transaksi. Model akuntansi akrual dapat memunculkan komponen akun akrual yang mudah dipermainkan nominalnya karena akun ini berasal dari transaksi-transaksi yang tidak disertai penerimaan dan pengeluaran kas. 2. Model aggregate accruals menggunakan semua komponen laporan keuangan untuk mendeteksi rekayasa keuangan. Model berbasis aggregate accruals yang digunakan adalah Modified Jones Model. Model tersebut dikembangkan oleh Dechow, Sloan, dan Sweeney 1995. Total accruals adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi Utamai, 2005. Komponen total accruals dalam Modified Jones Model dapat dipisahkan menjadi 2, yaitu discretionary accruals dan non discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen total accruals yang berasal dari rekayasa manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam menentukan nilai estimasi pada metode akuntansi. Sementara itu, non discretionary accruals merupakan merupakan komponen total accruals yang diperoleh secara alami dari pencatatan akuntansi dengan mengikuti satndar akuntansi yang diterima secara umum. Atas dasar pemikiran bahwa komponen total accruals yang bebas dipermainkan dengan kebijakan manajerial adalah discretionary accruals, maka manajemen laba diproksikan dengan discretionary accruals Sulistyanto, 2008 : 164. Menurut Sulistyanto 2008 manajemen laba dilakukan dengan 3 pola, yaitu income increasing, income decreasing, dan income smoothing. Penaikan laba income increasing merupakan upaya perusahaan mengatur agar laba periode berjalan menjadi lebih tinggi daripada laba sesungguhnya. Income decreasing merupakan tindakan untuk menurunkan laba periode berjalan. Income smoothing merupakan upaya untuk mengatur laba perusahaan agar relatif stabil selama beberapa periode. Beberapa hal yang memotivasi seorang manajer untuk melakukan manajemen laba antara lain insentif perjanjian, dampak harga saham, dan insentif lain Wild, et al, 2005 : 122 : 1. Insentif Perjanjian Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya, perjanjian kompensasi manajer biasanya mencakup bonus berdasarkan laba. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya manajer tidak mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah dan tidak mendapatkan bonus tambahan saat laba lebih tinggi dari batas atas. Hal ini berarti

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

8 137 102

Determinan Merger Dan Akuisisi : studi di perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2013

0 27 0

Pengaruh profitabilitas, leverage, umur, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013)

4 44 154

ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM MERGER DAN AKUISISI PADA BIDDING FIRM (STUDI PADA PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014).

0 3 9

ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM MERGER DAN AKUISISIPADA BIDDING FIRM (STUDI PADA PERUSAHAAN DI BURSA EFEK ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM MERGER DAN AKUISISI PADA BIDDING FIRM (STUDI PADA PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014).

0 2 12

MANAJEMEN LABA, MERGER DAN AKUISISI ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM MERGER DAN AKUISISI PADA BIDDING FIRM (STUDI PADA PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2010-2014).

0 5 24

ANALISIS MANAJEMEN LABA SEBELUM MERGER DAN AKUISISI DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PENGAKUISISI SEBELUM DAN Analisis Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum Dan Sesudah Merger Dan Akuisisi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indones

0 0 14

Manajemen laba dan profitabilitas perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi : studi empiris perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 – 2011.

0 0 113

Manajemen laba dan profitabilitas perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi studi empiris perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 – 2011

0 1 111

ANALISIS MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PENGAKUISISI SEBELUM DAN SESUDAH MERGER DAN AKUISISI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2006-2013

0 0 17