Unsur Fisik Puisi Struktur Puisi
puisi. Pemilihan kata inilah yang membuat puisi berbeda dengan karya sastra lainnya.
2 PengimajianPencitraan
Pengimajian atau pencitraan adalah pengungkapan pengalaman sensoris penyair kedalam kata dan ungkapan, sehingga terjelma gambaran suasana yang
lebih konkret. Ungkapan itu menyebabkan pembaca seolah-olah melihat sesuatu, mendengar sesuatu atau turut merasakan sesuatu Waluyo, 1987:78. Menurut
Sudjiman 2006:17, citraan adalah cara membentuk cita mental, pribadi atau gambaran sesuatu. Biasanya citraan menyarankan gambar yang tampak oleh mata
batin kita, tetapi dapat juga menyarankan hal-hal yang merangsang pancaindera yang lain seperti penciuma dan pendengaran.
Situmorang 1981:20 membagi imaginasi sebagai berikut : 1
imaginasi visual
penglihatan, 2
imaginasi auditory
pendengaran, 3
imaginasi artriculatory
pengucapan, 4
imaginasi alfactory
penciuman, 5
imaginasi gustatory
pencicipan, 6
imaginasi tactual
perasaan, 7
imaginasi kinaestetik
gerak, dan 8
imaginasi organik
badan. Dengan demikian, pengimajinasian atau pencitraan, mengingatkan
kembali kepada kita tentang pengalam yang pernah terjadi karena kemahiran penyair dalam menggambarkan peristiwa. Jadi kita seolah-olah berada pada
kejadian yang terjadi dalam puisi tersebut.
3 Kata Konkret
Untuk memperkonkret imaji pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyarankan kepada arti yang
menyeluruh. Kata konkret erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang Waluyo, 1987:81. Menurut Pradopo 1991:55, kata konkret adalah
penggunaan kiasan dan lambang dalam sebuah puisi untuk menggambarkan secara konkret apa yang dilukiskan penyair.
4 Bahasa FiguratifMajas
Waluyo 1987:83, mengatakan bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang. Menurut Perrine via Waluyo, 1987:83, bahasa figuratif
dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair, karena: 1 bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, 2 bahasa
figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, 3 bahasa
figuratif adalah cara menambahkan intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, 4 bahasa figuratif adalah cara untuk
mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Menurut Waluyo 1987:84-86, bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna
lambang. Kiasan yang dimaksud meliputi: metafora, perbandingan, personifikasi, hiperbola, sinekdoce, dan ironi.
a Metafora
Metafora adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atu ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau
kesejajaran makna diantaranya Sudjiman, 2006:43. Menurut Waluyo 1987:84, metafora adalah sebuah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. b
Perbandingan Perbandingan adalah kiasan yang tidak disebut langsung. Benda yang
dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana, bagaikan, dan sebagainya Waluyo, 1987:84. Menurut Pradopo
2009:62, perbandingan ialah bahasa kias yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak,
seperti, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding yang lain. c
Personifikasi Personifikasi adalah benda mati dianggap sepserti manusia. Hal ini guna
memperjelas penggambaran peristiwa dan keadaan itu Waluyo, 1987:85. Pradopo
2009:75 mengatakan personifikasi adalah jenis bahasa kias yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat,
berpikir, dan sebagainya seperti manusia.
d Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang
lebih seksama dari pembaca Waluyo, 1987:85. Menurut Pradopo 2009:98, hiperbola yaitu sarana yang melebih-lebihkan suatu hal atau keadaan.
e Sinekdoce
Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian Waluyo, 1987:85.
Menurut Altenbernd via Pradopo, 2009:78, sinekdoce adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda hal untuk benda atau hal
itu sendiri. f
Ironi Ironi adalah kata-katanya bersifat berlawanan untuk memberikan
sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata keras dan kasar untuk menyindir atau mengkritik Waluyo, 1987:86.
5 Versifikasi Rima dan Ritma
Menurut Wellek dan Warren via Djojosuroto, 2005:22, peranan bunyi mendapat perhatian penting dalam menentukan makna yang dihasilkan puisi jika
puisi tersebut dibaca. Pembahasan bunyi di dalam puisi menyangkut masalah rima dan ritma. Rima berarti persamaan atau pengulangan bunyi.
Waluyo 1987:94 mengatakan, bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi. Adanya pengulangan bunyi, puisi menjadi merdu jika dibaca. Ritma sangat berhubungan dengan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.
Marjorie boulton via Waluyo, 1987:90 menyebut rima sebagai
phonetic form
. Jika bentuk fonetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi. Dalam rima terdapat
onomatope
, bentuk intern pola bunyi, dan pengulangan kataungkapan.
a
Onomatope
Onomatope berarti tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada. Efek yang dihasilkan akibat
onomatope
akan kuat terutama jika puisi tersebut dibacakan secara keras Waluyo, 1987:90. Wellek dan Warren 1995:200 menyimpulkan
bahwa
onomatope
yakni kelompok kata yang agak menyimpang dari sistem bunyi bahasa pada umumnya.
Onomatope
disebut juga dengan peniruan bunyi. Peniru bunyi dalam puisi kebanyakan hanya memberikan saran tentang suara sebenarnya.
Onomatope
menimbulkan tanggapan yang jelas dari kata-kata yang tidak menunjukkan adanya hubungan dengan hal yang ditunjuk, sebab dalam puisi
diperlukan kejelasan. b
Bentuk intern pola bunyi Menurut Boulton via Waluyo, 1987:92, yang dimaksud bentuk internal
ini, adalah: aliterasi, asonansi, dan persamaan bunyi. Aleterasi merupakan persamaan bunyi pada pada suku kata pertama Waluyo, 1987:92.
Cummings Simmons 1986:10 mengatakan, aliterasi adalah repetisi bunyi awal pada kata-
kata yang berbeda, biasanya berupa konsonan.
Asonansi adalah gaya bahasa repetisi yang berjudul perulangan vokal pada suatu kata atau beberapa kata, biasanya dipergunakan dalam puisi untuk
mendapatkan efek penekanan Suroto, 1993:130. Sementara itu, Waluyo 1991:92 menyatakan asonansi adalah ulangan bunyi vokal pada kata-kata tanpa
selingan persamaan bunyi-bunyi konsonan. Zaidan 1989:41- 42 membedakan persamaan bunyi antara lain, a rima
awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi, b rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi,
dan c rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi. Menurut Waluyo 1989:93, pada rima akhir terdapat tiga pola, yaitu
persamaan bunyi dengan pola aa, bb, cc, dd disebut juga saak berangkai, persamaan bunyi dengan pola ab, ab, cd, ef, ef disebut juga sajak bersilang, dan
persamaan bunyi dengan pola abba, cddc, baab disebut juga sajak berpeluk.
c Pengulangan kataungkapan
Boulton via Waluyo, 1987:93 menyatakan, pengulangan bunyi, kata, frasa memberi efek intelektual dan efek magis yang murni. Pengulangan tidak
hanya terbatas pada bunyi, namun mungkin kata-kata, atau ungkapan. Rima memiliki nilai estetik. Rima menghasilkan efek-efek yang
menyejukkan dan efek-efek yang dapat menyenangkan pleasurable dalam sebuah puisi Reaske,1966:21. Walaupun demikian, tidak berarti rima terlepas
dari makna puisi secara keseluruhan karena pada hakikatnya karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna.
Sementara itu, ritma berasal dari bahasa Yunani
rheo
yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus mengalir
terus. Slametmuljana menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggirendah, panjangpendek, keraslemah, yang mengalun dengan teratur
dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan Waluyo, 1987:91. Menurut Pradopo 2009:40, ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan
atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma penyairnya.
Dalam konteks karya sastra, ritma berarti gerakan yang teratur dari kata-kata atau frasa-frasa dalam bait-bait puisi atau prosa Cuddon, 1977:247.
6 Tata WajahTipografi
Menurut Waluyo 1987:97, tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Perbedaan itu tampak pada susunan kalimat
atau kata-katanya yang biasanya membentuk bait. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait.