16
dengan perkataan yang jelas sharih maupun dengan perkataan samar kinayah. Hal ini berlaku juga untuk qabul diisyaratkan bagi yang menitipkan dan yang
dititipi barang dengan mukallaf. Tidak sah apabila yang menitipkan dan yang menerima benda titipan adalah orang gila atau anak yang belum dewasa shabiy.
Menurut Syafi’iyah. Wadi’ah memiliki tiga rukun, yaitu :
6
1. Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau
benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara ’.
2. Orang yang menitipkan dan yang menerima titipan, diisyaratkan bagi penitip
dan penerima titipan sudah baligh, berakal serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil.
3. Shighat ijab dan qabul al-wadi’ah, diisyaratkan pada ijab dan qabul ini
dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar.
D. Sifat Akad Simpanan
Ulama fiqih sepakat mengatakan, bahwa akad wadi’ah bersifat
mengikat kedua belah pihak. Akan tetapi, apakah tanggung jawab memelihara barang itu bersifat amanah atau bersifat ganti rugi Dhamanah. Ulama fiqih
sepakat, bahwa status wadi’ah bersifat amanah, bukan dhamanah, sehingga
semua kerusakan penitipan tidak menjadi tanggung jawab pihak yang menitipi, berbeda sekiranya kerusakan itu disengaja oleh orang yang dititipi. Sebagai
alasannya adalah sabda Rasulullah :
7
6
M. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, Cet. 1, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2007, h. 183.
7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, cet.2, h. 247.
17
ا ض ّلغ لا ريغ د تس لا ىلع سيل يق يبلا ا ر
“Orang yang dititipi barang apabila tidak melakukan pengkhianatan tidak dikenakan ganti rug
i”. HR. al-Baihaqi Dengan demikian, apabila dalam akad
wadi’ah ada dipersyaratkan ganti rugi atas orang yang dititipi juga harus menjaga amanat dengan baik dan
tidak boleh menuntut upah jasa dari orang yang menitipkan.
8
E. Perubahan Simpanan dari Amanah menjadi Dhamanah
Akad wadi’ah adalah bersifat amanat dan imbalannya hanya
mengharapkan ridho Allah semata. Namun para ulama fiqih memikirkan juga kemungkinan lain, yaitu
wadi’ahsimpanan yang bersifat amanat berubah menjadi
wadi’ah yang bersifat dhamanah ganti rugi. Kemungkinan- kemungkinan tersebut adalah :
9
1. Barang itu tidak dapat dipelihara oleh orang yang dititipi. Demikian juga
halnya apabila ada orang lain yang akan merusaknya, tetapi dia tidak mempertahankannya, sedangkan dia mampu mengatasinya mencegahnya.
2. Barang titipan itu dititipkan lagi kepada orang lain yang bukan keluarga
dekat, atau orang yang bukan dibawah tanggung jawabnya. 3.
Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi, kemudian barang itu rusak atau hilang. Sedangkan barang titipan seharusnya diperlihara, bukan
dimanfaatkan.
8
Ahmad Bin Husein Bin Ali Bim Musa Abu Bakar, Sunan al-Baihaqi al-Kubro, Darul Baz, 1994, Hadits No. 12479, Juz. 6, h. 289.
9
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. 2, h.249.