54 52.2 44.8 56.3 46.1 53.9 Analisis Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010

6.2.2. Hubungan Pendidikan Akseptor KB Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik

46.2 54

53.8 46

10 20 30 40 50 60 70 Pendidikan tinggi Pendidikan rendah P rop or si KB suntik Tidak KB suntik Gambar 6.10. Diagram Bar Prevalens Rate Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Berdasarkan Pendidikan Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor KB yang menggunakan alat kontrasepsi suntik dengan pendidikan tinggi 46,2 sedangkan prevalens rate akseptor KB dengan pendidikan rendah 54. Ratio Prevalens = 0,856 95 CI = 0,361-1,489. Pendidikan bukan merupakan fakor risiko. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p0,05 ini berarti tidak ada hubungan asosiasi yang bermakna antara pendidikan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik. Di Kelurahan Harjosari I akseptor KB terbanyak dengan pendidikan tinggi 61,5. Dari hasil kuesioner pendidikan akseptor KB Tidak sekolahtidak tamat SD 3 Universitas Sumatera Utara orang dengan proporsi 2,3, Tamat SDsederajat 16 orang dengan proporsi 12,3, Tamat SMPsederajat 31 orang dengan proporsi 23,8, Tamat SLTAsederajat 66 orang dengan proporsi 50,8, Tamat diploma 9 orang dengan proporsi 6,9 dan tamat sarjana 5 orang dengan proporsi 3,8. Pendidikan akseptor terbanyak adalah Tamat SLTAsederajat. Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan pemakaian alat kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai alat kontrasepsi tersebut. 45 Pendidikan adalah suatu proses ilmiah yang terjadi pada manusia. Pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga diharapkan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Dapat diartikan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. 46 Sesuai dengan penelitian Lisdarwati 2000 di Sumatera Selatan dengan desain cross sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dengan nilai p0,05. 47 Universitas Sumatera Utara

6.2.3. Hubungan Pekerjaan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik

Gambar 6.11. Diagram Bar Prevalens Rate Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Berdasarkan Pekerjaan Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate yang menggunakan alat kontrasepsi suntik pada akseptor KB bekerja 42,5 sedangkan prevalens rate yang tidak bekerja 52,2 . Ratio Prevalens= 0,814 95 CI = 0,319- 1,433, artinya pekerjaan bukan merupakan faktor risiko terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p0,05 ini berarti tidak ada hubungan antara pekerjaan akseptor KB dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik.

42.5 52.2

57.5 47.8

10 20 30 40 50 60 70 Bekerja Tidak bekerja P ro p o rs i KB suntik Tidak KB suntik Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan penelitian Ilyas 2009 di Yogyakarta dengan desain Cross sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dengan nilai p=0,327 p0,05. 48 Dari hasil kuesioner bahwa proporsi akseptor KB yang bekerja 30,8 sedangkan ibu yang tidak bekerja 69,2 . Tetapi ibu yang banyak menjadi akseptor KB suntik adalah ibu yang tidak mempunyai pekerjaan. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga. Status pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong seseorang untuk ber KB. Pekerjaan dari peserta KB akan mempengaruhi pendapatan dan status ekonomi keluarga sehingga berpengaruh dalam keikutsertaan KB. 37 Universitas Sumatera Utara

6.2.4. Hubungan Umur Menikah Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik

50.5 44.8

49.5 55.2

10 20 30 40 50 60 70 Risiko rendah Risiko tinggi P rop or si KB suntik Tidak KB suntik Gambar 6.12. Diagram Bar Prevalens Rate Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Berdasarkan Umur Menikah Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor KB yang menggunakan alat kontrasepsi umur menikah risiko rendah 50,5 sedangkan prevalens rate akseptor KB dengan umur risiko tinggi 44,8. Ratio Prevalens= 1,126 95 CI = 0,548-2,887. Umur bukan merupakan faktor risiko terhadap penggunaan alat kontrasepsi suntik. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p0,05 ini berarti tidak ada hubungan asosiasi yang bermakna antara umur menikah dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan penelitian Amiranti 2001 Propinsi Maluku dan Papua dengan desain cross sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara umur menikah dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dengan nilai p0,05. 49 Terdapat pengaruh positif umur wanita menikah dengan penggunaan alat kontrasepsi.Semakin muda umur menikah maka semakin cenderung menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek suntik,pil,kondom. Semakin tua wanita menikah cenderung menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang. Hal ini dapat diasumsikan bahwa yang berusia 35 tahun kebawah masih potensial mempunyai anak dikarenakan masih dalam puncak reproduksi sedangkan usia 36-49 tahun keatas lebih cocok menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang karena sudah tidak ingin punya anak lagi dan dihubungkan dengan komplikasi ataupun risiko dalam persalinan. 50 Secara tidak langsung status perkawinan akan mempengaruhi tingkat kelahiran. Umur perkawinan pertama wanita erat hubungannya dengan fertilitas. Karena bila umur perkawinan pertamanya semakin muda semakin mendekati umur haid pertama kali, maka semakin lama masa reproduksinya. Hal ini berarti semakin panjang resiko seorang wanita untuk hamil dan melahirkan. Maka pada puncak reporoduksi dan kurun reproduksi sehat sangat bagus jika menggunakan alat kontrasepsi. Untuk mengurangi jumlah anak karena makin sering melahirkan makin tinggi risiko kematian terhadap ibu dan anak. 51 Universitas Sumatera Utara

6.2.5. Hubungan Pengetahuan Akseptor KB Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik

Gambar 6.13. Diagram Bar Prevalens Rate Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Berdasarkan Pengetahuan Akseptor KB DI Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor KB menggunakan alat kontrasepsi suntik dengan pengetahuan baik sebesar 72,9 sedangkan prevalens rate akseptor KB dengan pengetahuan kurang sebesar 4,4. Ratio Prevalens = 16,412 95 CI= 12,979 – 258,795. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p0,05 ini berarti ada hubungan asosiasi yang bermakna antara pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dengan estimated risk = 16,412 artinya akseptor 72.9

4.4 27.1

95.6 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Baik Kurang P rop or si KB suntik Tidak KB suntik Universitas Sumatera Utara KB dengan pengetahuan baik lebih tinggi prevalensinya dibandingkan akseptor KB berpengetahuan kurang. Hal ini kemungkinan disebabkan di Kelurahan Harjosari I akseptor KB berpengetahuan baik yang menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 62 orang dengan proporsi 96,8 dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang sebanyak 2 orang dengan proporsi 3,2. Sehingga mereka lebih selektif memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan. Sesuai dengan penelitian Lisdarwati 2000 di Sumatera Selatan dengan desain cross sectional didapatkan hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik p0,05. 47 Sedangkan penelitian Heti 2001 Puskesmas Kiaracondong di Bandung dengan desain cross sectional didapatkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik nilai p 0,05. 52 Dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki seseorang dapat menentukan pilihannya. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sehingga lebih matang dalam menentukan suatu pilihan ataupun lebih selektif. Dalam hal pemilihan alat kontrasepsi juga sangat diperlukan pengetahuan sehingga alat kontrasepsi yang dipilih memberikan pengaruh yang baik sehingga tidak memberikan efek yang buruk terhadap diri akseptor karena dengan pengetahuan yang baik seseorang akan lebih mudah menerima gagasan maupun informasi. 53 Universitas Sumatera Utara

6.2.6. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik

Gambar 6.14. Diagram Bar Prevalens Rate Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Berdasarkan Dukungan Keluarga Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor KB yang menggunakan alat kontrasepsi dengan ada dukungan 48,2 sedangkan prevalens rate akseptor KB tidak ada dukungan 56,3. Ratio Prevalens = 0,858 95 CI =0,253-2,080. Dukungan keluarga bukan merupakan faktor risiko terhadap penggunaan alat kontrasepsi suntik. Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p0,05 ini berarti tidak terdapat hubungan asosiasi yang bermakna antara dukungan keluarga penggunaan alat kontrasepsi suntik .

48.2 56.3

51.8 43.8

10 20 30 40 50 60 70 Ada dukungan Tidak ada dukungan P rop or si KB suntik Tidak KB suntik Universitas Sumatera Utara Hal ini sesuai dengan penelitian Prihatmatik 2003 di Kecamatan Genuk dengan desain cross sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dengan nilai p=0,498 p0,05. 52 Merundingkan dengan suami dan ada dukungan suami adalah satu langkah yang tepat dalam menetapkan metode kontrasepsi apa yang yang akan digunakan. Oleh karena itu sebaiknya keputusan untuk memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan ada pada keputusan bersama. 54

6.2.7. Hubungan Paritas dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik

56.1 46.1

43.9 53.9

10 20 30 40 50 60 70 2 orang ≥ 2 orang P rop or si KB suntik Tidak KB suntik Gambar 6.15. Diagram Bar Prevalens Rate Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Berdasarkan Paritas Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor KB yang menggunakan alat kontrasepsi dengan paritas 2 orang 56,1 sedangkan Universitas Sumatera Utara prevalens rate akseptor KB dengan paritas ≥ 2 orang 46,1. Ratio Prevalens = 1,218 95 CI 0,711-3,149. sDari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p0,05 ini berarti tidak ada hubungan asosiasi yang bermakna antara paritas dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik. Sesuai dengan penelitian Sukma, dkk 2001 di Kalimantan Selatan dengan desain cross sectional didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi suntik dengan nilai p0,05. 55 Jumlah anak yang dilahirkan merupakan faktor yang cukup penting didalam menentukan keikutsertaan dalam ber KB. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program KB. Oleh karena itu jumlah anak yang sedikit memungkinkan meningkatkan pendidikan, taraf hidup,membentuk keluarga kecil. Dengan keluarga kecil berharap dapat menciptakan keluarga bahagia dan sejahtera demi masa depan anak tersebut. 50 Pada masa lalu banyak terdapat pandangan tentang jumlah anak yang tidak sepenuhnya benar. Pendapat tradisional banyak anak banyak rezeki dan keluarga besar adalah suatu pelayanan luhur terhadap masyarakat telah diganti dengan banyak anak banyak susah dan banyak melahirkan anak adalah tindakan yang bertanggung jawab terhadap anak dan keluarga. 56 Tidak dapat dipungkiri bahwa anak mempunyai nilai tertentu bagi orangtua, latar belakang sosial yang berbeda tingkat pendidikan, kesehatan, kebudayaan, adat istiadat suatu kelompok social serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan sehingga memiliki pandangan yang berbeda mengenai jumlah anak. 56 Universitas Sumatera Utara

6.3. Analisis Multivariat

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Pada Akseptor KB di kelurahan Suka Raja Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2010

1 44 122

Analisis Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Pada Akseptor KB Di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010

2 31 147

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pil KB Pada Akseptor KB di Desa Pandiangan Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi Tahun 2010

2 38 112

Karakteristik Akseptor KB Di Kelurahan Setia Negara Pematangsiantar Tahun 2009

4 62 169

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP AKSEPTOR KB DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Akseptor Kb Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Di Desa Kateguhan Kabupaten Boyolali.

0 3 14

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP AKSEPTOR KB DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Akseptor Kb Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Di Desa Kateguhan Kabupaten Boyolali.

0 3 17

ANALISIS PERMUKIMAN PENDUDUK DI KELURAHAN HARJOSARI I KECAMATAN MEDAN AMPLAS.

0 2 24

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS DELANGGU KLATEN.

1 1 9

PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK TERHADAP BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK TERHADAP BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS BANYUDONO I KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 16

GAMBARAN EFEK SAMPING KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB SUNTIK

0 0 5