demikian, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa : jasa yang diharapkan expected service dan jasa yang dirasakandipersepsikan perceived
service parasuraman, et al, 1985 dalam Tjiptono Gregorius, 2005:121. Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas jasa yang
bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika perceived service melebihi ecpected service, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal.
Sebaliknya apabila perceived services lebih jelek dibandingkan expected service lebih jelek dibandingkan ecpected service, maka kualitas jasa dipersepsikan
nagatif atau buruk. Oleh sebab itu baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
Menurut J. Supranto 2002:230, kualitas adalah sebuah kata bagi penyedia jasa merupakan suatu yang harus dikerjakan dengan baik. Kualitas jasa atau
kualitas layanan service quality berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi, positioning, dan strategi bersaing setiap organisasi pemasaran, baik
manufaktur maupun penyedia jasa. Sejumlah riset empiris menyimpulkan bahwa profitabilitas, pangsa pasar, ROI Return Of Investment, perputaran asset,
efisiensi biaya, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, minat pembelian uang, dan komunikasi gethok tular word of mouth communication berkaitan positif
dengan persepsi terhadap kualitas jasa atau layanan sebuah organisasi Boulding, etal,1993;Crosby,1979;Edvardson,etal,1994;Olsen,2002;ReicheldSasser,1990;R
ust, et al,1996; Zeithhaml, et al,1990,2000. Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta
kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman
masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut, serta promosi yang dilakukan perusahaan jasa, kemudian membandingkannya.
B. Perspektif Kualitas Jasa
Menurut Garvin 2004, perspektif kualitas bisa diklasifikasikan dalam lima kelompok : trancedental approach, product-based approach, user-based
approach, manufacturing-based approach, dan value-based approach. Kelima 10
macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas diintrepetasikan secar berbeda-beda oleh masing-masing individu dalam konteks berlainan.
1. Transcedental Approach Dalam ancangan ini, kualitas diapandang sebagai innate excellence, yaitu
sesuatu yang bisa dirasakan atau diketahui, namun sukar didefinisikan, dirumuskan atau dioperasionalkan. Perspektif ini menegaskan bahwa orang
yang bisa belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dari eksposur berulang kali.
2. Product-based Approach Ancangan ini mengamsumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut
yang dimiliki produk. 3. User-based Approach
Ancangan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menilainya eye of the beholder, sehingga produk yang paling
preferensi seseorang maximum satisfaction merupakan produk yang berkualitas tinggi.
4. Manufactured-based Approach Perspektif ini bersifat supply based dan lebih berfokus pada praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan conformance to requirement.
5. Value-based Approach Ancangan ini memandang kualitas dari aspek nilai value dan harga price.
Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dengan harga. Kualitas didefinisikan sebagai offrdable excellence.
C. Dimensi Kualitas Jasa
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa, Parasuraman, dkk1985 berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok
kualitas jasa, yaitu Reliabilitas, responsivitas, akses, kesopanan, komunikasi, 11
kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan, dan bukti fisik. Namun setelah melalui beberapa riset selanjutnya mereka menemukan terjadi
overlapping diantara beberapa dimensi diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok,
yaitu.Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan assurance. Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami
pelanggan diintegrasikan menjadi empati emphaty. Dengan demikian terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya
sebagai berikut. 1. Reliabilitas reliability
Dimensi reliabilitas yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada para pelanggannya. Dimensi ini
mencakup dua aspek, yang pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh
suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan. Ada tiga hal besar yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya
meningkatkan tingkat reliability. Pertama adalah pembentukan budaya kerja “error free” atau “no mistake”. Kedua, perusahaan perlu mempersiapkan
infrastruktur yang memungkinkan perusahaan memberikan pelayanan “no mistake
”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus-menerus dan menekankan kerja team work. Ketiga, diperlukan tes
sebelum suatu layanan diluncurkan, untuk melihat tingkat reliabilitas dari layanan ini. Handy Irawan,2004:65.
2. Daya Tanggap Responsiveness Responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis.
Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hamper dapat dipastikan akan berubah dengan kecendrungan naik dari waktu ke waktu. Daya tanggap
berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan
kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 12
3. Jaminan Assurance Assurance, yaitu perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa karyawan selalu bersikap
sopan dan menguasai pengetahuan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. Berdasarkan banyak
riset yang dilakukan ada empat aspek dari dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan.
4. Empati emphaty Emphaty, berarti perusahaan memahami masalah pelanggan dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian secara personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti Fisik tangibles Karena suatu servis tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium, tidak bisa diraba,
maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas
pelayanan. Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah sumber yang
mempengaruhi harapan pelanggan.
2.1.3 Persepsi Pelanggan