Syarat-syarat Pemimpin dan Kepemimpinan

b. Kewibawaan Maksud kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, dan keutamaan untuk mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh padanya dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. c. Kemampuan Kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggotanya.

C. Hambatan Kepemimpinan Perempuan

Superioritas terhadap laki-laki bukan berarti penghalang besar bagi perempuan untuk terus mengembangkan kemampuannya. Dewasa ini superioritas tersebut tidak dapat lagi dipertahankan. Artinya, tidak setiap laki-laki pasti bisa lebih berkualitas dari perempuan. Zaman telah berubah, sekarang telah semakin banyak perempuan yang memiliki potensi dan bisa melakukan peran-peran yang selama ini dipandang hanya dan harus menjadi milik laki-laki. Banyak perempuan di berbagai ruang kehidupan yang mampu tampil dalam peran kepemimpinan domestik maupun publik. 39 Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk perempuan, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan-jabatan tertinggi, kendati ada jabatan yang oleh sebagian ulama dianngap tidak boleh diduduki oleh perempuan, yaitu jabatan kepala 39 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender Yogyakarta: LKis, 2001, h. 25. Negara dan hakim. Namun perkembangan masyarakat dari saat ke saat mengurangi pendukungan larangan tersebut. 40 Perempuan sebagai pemimpin tidak jarang menghadapi banyak hambatan yang berasal dari sikap budaya masyarakat yang keberatan, mengingat bahwa laki-laki berfungsi sebagai pelindung perempuan. Begitu pula hambatan fisik wanita yang dianggap tidak mampu melaksanakan tugas-tugas berat. Untuk lebih jelas, Ibrahim menguraikan beberapa hambatan yang muncul dari kepemimpinan perempuan sebagai berikut 41 : a. Hambatan Fisik. Dalam kodratnya, banyak orang yang mengatakan bahwa perempuan dibebani tugas “kontrak” untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui. Keharusan ini mengurangi keleluasaan perempuan untuk aktif terus menerus dalam berbagai bidang kehidupan. b. Hambatan Teologis. Untuk waktu yang lama, perempuan dipandang sebagai makhluk yang diciptakan untuk laki-laki, termasuk untuk mendampinginya, menghiburnya, dan mengurus keperluannya. Menurut cerita teologis, perempuan diciptakan dari rusuk laki-laki. Cerita ini secara psikologis menjadi salah satu faktor penghambat perempuan untuk mengambil peran yang berarti dalam keidupan bermasyarakat. 40 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur an; Tafsir Maudhu I Atas Berbagai Persoalan Umat Bandung: Mizan, 1996, Cet ke-13, h. 317 41 Gurniwan Kamil Pasya, Mengutip Pendapatnya Ibrahim Dalam Artikelnya Berjudul Peranan Wanita Dalam Kepemimpinan dan Politik, UPI, h. 9 c. Hambatan Sosial-Budaya. Pandangan ini melihat perempuan sebagai makhluk yang pasif, lemah, perasa, dan tergantungan. Sebaliknya laki-laki dinilai sebagai makhluk yang aktif, kuat, cerdas, mandiri, dan sebagainya. Pandangan ini pula menempatkan lak-laki secara sosio-kultural lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan. d. Hambatan Sikap Pandang. Hambatan ini bisa dimunculkan oleh pandangan dikotomistis antara tugas perempuan dan laki-laki. Perempuan dinilai sebagai makhluk rumah, sedangkan laki-laki dilihat sebagai makhluk luar rumah. e. Hambatan Historis. Kurangnya nama perempuan dalam sejarah dimasa lalu bisa dipakai untuk membenarkan ketidakmampuan perempuan untuk berkiprah seperti halnya laki-laki.

D. Alasan Penolakan Kepemimpinan Perempuan

Umat Islam meyakini bahwa agamanya sebagai raḥ matan li al-’ālamῑn, artinya agama yang menebarkan rahmat bagi alam semesta. Salah satu bentuk rahmat itu adalah pengakuan Islam terhadap keutuhan kemanusiaan kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki. Ukuran kemuliaan seorang manusia dihadapan Allah swt. adalah prestasi dan kualitas dari ketakwaanya, tanpa membedakan jenis kelaminnya. 42 42 Lihat QS. al- ujur t [49] ayat 13 Sayangnya, ajaran Islam yang demikian ideal dan luhur itu, khususnya berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan tidak terimplementasi dengan baik dalam realitas sosiologis para penganutnya. Kondisi itu dibangun berdasarkan beberapa pemahaman sebagai berikut : a. Makhluk Pertama adalah Laki-laki Bukan Perempuan Pemahaman tentang asal-usul penciptaan manusia dalam kitab- kitab fiqih menjelaskan bahwa nabi Adam as. adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Tuhan swt, sedangkan isterinya, Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam as. 43 Pemahan seperti ini mengacu kepada al- Qur’an surat al-Nisā‘ [4]: ayat 1 : 44 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya 45 Allah menciptakan isterinya. Dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam a.s bagian belakang yang sebelah kiri ketika ia sedang tidur. Kemudian Adam a.s bangun dan dikejutkan oleh keberadaan Hawa. 46 43 Tim LSPPA, Setara di Hadapan Tuhan, h. 55 44 Departemen Agama RI, al-Qur an dan Terjemahnya Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002, h.78 45 Maksud dari padanya ialah bagian tubuh tulang rusuk Adam a.s 46 Muhammad Nasib ar-Rifa I, Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jakarta: Gema Insani Press, 1999, Jilid 1, h. 646.