Hubungan Faktor Dari Luar Tubuh dengan Tingkat Keracunan

94 orang dengan persentase 6,2 dan penggunaan jumlah jenis pestisida kurang dari 2 jenis sebanyak 30 orang dengan persentase sebesar 93,8. Penggunaan batasan jumlah jenis pestisida didapatkan dari hasil perhitungan median yang didapatkan hasil 2 jenis pestisida.Hal ini dapat di deskripsikan bahwa petugas yang menggunakan lebih dari 2 jenis pestisida dalam sekali penyemprotan sangat rendah dibandingkan dengan yang menggunakan kurang dari 2 jenis pestisida pada saat penyemprotan. Sehingga memiliki resiko paparan atau pajanan pestisida yang lebih kecil dalam hal penurunan kadar kolinesterase dalam darah. Jenis pestisida yang paling banyak digunakan adalah dari insektisida dari golongan organofosfat malathion, dichlorvos dan piretroid cypermethrin, deltamethrin, imidakloripod, fipronil dan zeta cypermetrin serta rodentisida. Cara kerja organofosfat yaitu untuk mematikan serangga dengan cara melalui penghambatan enzim asetilkholinesterase pada sistem syaraf serangga antara sel syaraf dengan sel-sel lain termasuk otot. Pada organofosfat penghambatan enzim kolinesterase bersifat tidak bolak balik, pestisida ini pada umumnya merupakan racun pembasmi serangga yang paling beracun, keracunan kronis pada pestisida golongan organofosfat dapat berpotensi karsinogenik kanker Djojosumarto, 2008. Sampai saat ini pestisida golongan organofosfat masih merupakan kelompok insektisida yang paling banyak digunakan diseluruh dunia.Sedangkan pestisida golongan piretroid merupakan kelompok insektisida organik sintetik yang memiliki pengaruh menjatuhkan serangga dengan cepat 95 tetapi di alam mudah terurai oleh sinar ultraviolet.Piretrum mempunyai toksisitas yang rendah pada manusia tetapi dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka. 6.4.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri Petugas pengguna pestisida yang baik adalah teknisi yang menggunakan alat pelindung diri yang telah disyaratkan.Hasil penelitian ini didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan alat pelindung diri pada saat penyemprotan dengan tingkat keracunan. Hasil ini sesusai persentase pada tabel 5.10, teknisi pest control dengan skor tidak sesuai berjumlah 17 orang dengan persentase sebesar 53,1 dan teknisi pest control yang memiliki skor sesuai dalam penggunaan alat pelindung diri sebanyak 15 orang dengan persentase sebesar 56,2. Penelitian yang dilakukan oleh Mwanthi dan Kimani 1993 di Kenya melaporkan bahwa akibat penggunaan pakaian pelindung yang tidak sempurna dapat menyebabkan keracunan. Menurut Nurhayati 1997, menyebutkan bahwa paparan terbesar pada penyemprot pestisida adalah melalui kulit dan tangan. Suroso 2002 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian keracunan pestisida pada petugas pest control yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap dengan yang tidak lengkap. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Achmadi 1987, ternyata petugas pest control yang menggunakan baju 96 lengan panjang dan celana panjang lebih tertutup mendapatkan efek yang lebih rendah disbanding petugas yang berpakaian minim. Seperti diketahui bahwa masuknya pestisida kedalam tubuh selain melalui kulit dan pernapasan juga melalui mulut atau saluran cerna dimana pestisida masuk kedalam mulut melalui makanan, minuman dan rokok. Dan ini terjadi karena teknisi melakukan kecerobohan misalnya saat setelah bekerja langsung memegang makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu sehingga pestisida yang menempel ditangan dapat berpindah ke makanan atau tanpa membuka pakaian pelindung, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi makanan menempel di pakaian tanpa sengaja dan akhirnya ikut masuk kedalama mulut melalui makanan, minumana atau rokok tersebut. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan peraturan tentang penggunaan pakaian pelindung untuk pengelolaan pestisida yaitu Surat Keputusan Menkes RI No. 1350MENKESSKXII2001 tentang Pengelolaan Pestisida dalam peraturan tersebut antara lain disebutkan bahwa untuk melindungi permukaan kulit dengan menggunakan : sepatu, baju lengan panjang, celana lengan panjang, topi, sarung tangan, pelindung muka dan masker. Pasal 5 ayat 1 dan 3 menyatakan bahwa tenaga penjamah, teknisi atau operator harus memenuhi persyaratan kesehatan dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menggunakan perlengkapan pelindung yang aman. Perlengkapan pelindung pestisida terdiri dari pelindung kepala topi, pelindung mata google, pelindung 97 pernapasan masker, pelindung badan apron baju overall, pelindung tangan glove, dan pelindung kaki sepatu.Tetapi dalam prakteknya di lapangan kurang adanya pemantauan tentang penggunaan pakaian pelindung yang aman bagi pekerja pengelola pestisida. 6.5. Pelatihan Pengamanan Penggunaan Pestisida Berdasarkan hasil kuesioner yang ditanyakan pada petugas pest control didapatkan hasil bahwa dari 32 orang petugas yang pernah melakukan atau mengikuti pelatihan tentang pestisida baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oleh dinas kesehatan DKI Jakarta dalam 2 tahun terakhir berjumlah 21 orang. Sebanyak 13 orang responden mengatakan mendapatkan pelatihan 2 kali atau lebih pelatihan dalam 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh perusahaan, 17 responden mengakui mengerahui manfaat tentang bahaya penggunaan pestisida dan cara aman dalam pengelolaan dan penggunaan pestisida. Serta dari 21 orang petugas yang melakukan pelatihan dalam 2 tahun terakhir mengatakan bahwa pada saat pelatihan dijelaskan mengenai pentingnya pemeriksaan kolinesterase pada petugas pest control secara rutin. Pelatihan yang dilakukan berguna untuk peningkatan pengetahuan tenaga penyemprot tentang pestisida dan cara penggunaan pestisida sebagai upaya pencegahan dan meminimalisir masuknya pestisida kedalam tubuh merupakan hal yang sangat penting karena mempunyai hubungan 98 yang paling besar dengan penurunan aktifitas kolinesterase akibat paparan pestisida. Penyuluhan dan pelatihan dapat dilakukan oleh para pengawas atau pimpinan di perusahaan yang bersangkutan, asosiasi IPPHAMI, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selaku Pembina teknis. Hingga saat ini penyakit yang ditularkan melalui serangga vector borne disease masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Khusus di daerah DKI Jakarta, penyakit demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, merupakan penyakit endemik yang selalu ada sepanjang tahun dan dapat menimbulkan kematian. Jenis serangga tersebut beserta lalat dan kecoa, perlu dikendalikan populasinya. Salah satu bentuk pengendalian serangga yang dapat dilakukan oleh individu per rumah atau instansi perkantoran, perhotelan, perusahaan, dan lain-lain adalah pengendalian secara kimiawi, dengan menggunakan jasa perusahaan pengendalian hama. Pengendalian serangga secara kimiawi dapat dilihat hasilnya secara cepat, namun perlu diingat pula bahwa penggunaan pestisida secara terus menerus mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan diantaranya dapat terjadi resistensi, kerusakan pemangsa alami dan organisme bukan sasaran, bahaya terhadap manusia keracunan akut maupun kronik dan kematian. 99

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kadar kholinesterase yang tidak normal dengan batasan nilai 4600 Ul pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014 sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar3,1. 2. Gambaran petugas teknisi pest control adalahmedian umur petugas 38,50 tahun dan terbanyak petugas mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 21 orang 65,6, pengetahuan baik sebanyak 18 orang 56,1, status gizi normal sebanyak 27 orang 84,4,tata cara pencampuran pestisida yang baik sebanyak 22 orang 68,8, frekuensi penyemprotan setiap hari sebanyak 22 orang 68,8, pemakaian jumlah jenis pestisida kurang dari 2 jenis sebanyak 30 orang 93,8 dan pemakaian alat pelindung diri yang tidak sesuai sebanyak 17 orang 53,1. 3. Pada variabel umur dan penggunaan Alat Pelindung Diri APD didapatkan ada hubungan yang signifikan dengan kadar kolinesterase pada petugas teknisi pest control, tetapi pada variabel lainnya didapatkan tidak 100 ada hubungan dengan kadar kolinesterase pada petugas teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

7.2. Saran

Dari hasil pembahasan dan kesimpulan, dapat dibuatkan saran sebagai berikut : 1. Bagi petugas teknisi pest control a. Diharapkan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri terutama pelindung kepala, pelindung tubuh, sepatu boot, masker, sarung tangan selama kontak dengan pestisida. b. Menggunakan masker yang disesuaikan dengan jenis pestisida yang digunakan pada saat melakukan penyemprotan. 2. Bagi perusahaan pest control a. Melakukan pemeriksaan kadar kolinesterase secara berkala untuk memberikan perlindungan bagi petugasnya akibat paparan pestisida. b. Melakukan pendataan petugas yang belum mendapatkan pelatihan tentang bahaya keracunan pestisida baik pelatihan yang dilakukan oleh perusahaan, dinas kesehatan DKI Jakarta maupun dari organisasi IPPHAMI. 3. Bagi Peneliti lain a. Melakukan penelitian lebih lanjutmengenai tingkat keracunan pestisida dengan menggunakan desain case control serta mengembangkan kuesioner yang lebih baik lagi berupa pertanyaan yang tidak mengarahkan. 101 b. Memastikan adanya data sekunder yang spesifik menjelaskan pemeriksaan kadar kolinesterase berkala yang dilakukan oleh perusahaan pest control agar di dapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi kesehatan masing-masing petugas teknisinya. 102 DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fahmi. 1983. Pengamanan Keracunan Pestisida. Universitas Indonesia, Jakarta. Achmadi, Umar Fahmi. 1985. Intersectoral Collaboration for Minimizing Behavioral Exposure To Pesticide Rationale From A Grossroots Study in Central Javanese Agriculture. Disertasi. Griffith University School Of AES. School Of Australian Environmental Studies. GU.P. 33-36. Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Rajawali Pers, Jakarta. Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. Alkhoiri, Amir. 1999. Kajian Cholinesterase Sebagai Parameter Dampak Pestisida. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Cetakan Pertam. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.