Badan-Badan Kecil Berbentuk Oval Gelap Di Dalam Kelompokan Makrofag Dan Bercak-Bercak Gelap : Dua Struktur Terabaikan Dalam Diagnosis Limfadenitis Tuberkulosis

(1)

BADAN-BADAN KECIL BERBENTUK OVAL GELAP DI DALAM

KELOMPOKAN MAKROFAG DAN BERCAK-BERCAK GELAP : DUA STRUKTUR TERABAIKAN DALAM DIAGNOSIS

LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

TESIS

HUMAIRAH MEDINA LIZA LUBIS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

BADAN-BADAN KECIL BERBENTUK OVAL GELAP DI DALAM

KELOMPOKAN MAKROFAG DAN BERCAK-BERCAK GELAP : DUA STRUKTUR TERABAIKAN DALAM DIAGNOSIS

LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

TESIS

HUMAIRAH MEDINA LIZA LUBIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk mencapai Keahlian dalam bidang Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : Badan-Badan Kecil Berbentuk Oval Gelap Di Dalam

Kelompokan Makrofag Dan Bercak-Bercak Gelap : Dua Struktur Terabaikan Dalam Diagnosis Limfadenitis Tuberkulosis

Nama mahasiswa : Humairah Medina Liza Lubis

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsentrasi : Patologi Anatomi

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH : Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.H.M.Nadjib Dahlan Lubis,Sp.PA(K) Dr.H.Delyuzar, Sp.PA(K) NIP. 130 318 033 NIP. 19630219 199003 1 001

Ketua Program Studi Ketua Departemen

00000000000000000000000000000000000000000000 Patologi Anatomi FK USU

Dr.H.Joko S.Lukito,Sp.PA Dr.H.Soekimin, Sp.PA NIP. 19460308 197802 1 001 NIP. 19480801 198003 1 002


(4)

PERNYATAAN

Judul Tesis : Badan-Badan Kecil Berbentuk Oval Gelap Di Dalam Kelompokan Makrofag Dan Bercak-Bercak Gelap : Dua Struktur Terabaikan Dalam Diagnosis Limfadenitis Tuberkulosis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti

Dr. Humairah Medina Liza Lubis


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 9 Oktober 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : Prof. Dr. Gani W. Tambunan, Sp.PA(K) Penguji II : Dr. H. Soekimin, Sp.PA


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Badan-badan Kecil Berbentuk Oval Gelap di dalam Kelompokan Makrofag dan Bercak-bercak Gelap : Dua Struktur Terabaikan dalam Diagnosis Limfadenitis Tuberkulosis.”

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan Penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU.

Dekan Fakultas Kedokteran USU, Prof. Dr. Gontar A.Siregar, Sp.PD(KGEH) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU.

Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya Penulis sampaikan kepada Prof. Dr. H.M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K) (pembimbing I), Dr. H. Delyuzar, Sp.PA(K) (pembimbing II), yang dengan penuh


(7)

perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta sara-saran yang bermanfaat kepada Penulis, mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Soekimin, Sp.PA; Dr. Sumondang M. Pardede, Sp.PA; Dr.Stephan Udjung, Sp.PA, Dr. Betty, Sp.PA

yang telah mengizinkan Penulis untuk mengambil sampel data pada laboratorium Patologi Anatomi yang dipimpin.

Terima kasih kepada Prof. Dr. Gani W. Tambunan, Sp.PA(K) dan Dr. H. Soekimin, Sp.PA yang telah bersedia untuk menguji tesis penelitian saya dan

tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA dan seluruh staf pengajar di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Persembahan terima kasih tulus, rasa hormat dan sembah sujud kepada ayahanda dan ibunda tercinta (Prof. Dr. H. M.Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K) dan Hj. Sainah Lubis), yang telah membesarkan dengan susah payah dan penuh kasih sayang serta dengan jasa mereka inilah Penulis dapat menjalani pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis ini. Semoga Allah SWT mengampuni dan selalu merahmati kedua ayahanda dan ibunda ini.

Kepada ayah dan ibu mertua (Anwar dan Masyithah Br Sitepu), suamiku tercinta Dr. H. Agussalim, ananda tersayang Qatrunnada Medina Salim; Muhammad


(8)

Muhammad Fardhan Al Zaidi Salim, tiada kata yang setara untuk mengutarakan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta doa yang diberikan kepada Penulis. Abangda Dr. M.Riza Dahlan Lubis dan istri, Adinda M. Ryadh Ghozali Lubis, B.Ec(Hons), M.Ec dan istri, M. Roza Aulia Lubis, B.Ec(Hons), M.Si dan istri, Dr. M. Fachrul Rozi Lubis, SE dan istri, M. Munawar Iqbal Lubis, S.Ked dan istri serta keponakan terkasih Azhzhilla Izza Mora Lubis; Fara Fazilla Namira Lubis;

Mhd. Raudhi Dahlan Lubis; Nayla Shoha Reza Lubis; Namora Rika Lubis; Mhd. Nazif Idris Lubis; Balques Soraya Alya Lubis dan Reihana Inanta Iqfi Lubis

yang telah memberikan dorongan moral, doa dan selalu mengingatkan Penulis untuk dapat menjalani pendidikan sampai menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Akhirnya, Penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 15 Oktober 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI Halaman Lembar Persetujuan…….……….……..……. Daftar Isi……….. Daftar Gambar……… Daftar Tabel……… Abstrak……….. Abstract………..…. Bab 1. Pendahuluan………..….

1.1. Latar Belakang Penelitian………….………..….. 1.2. Rumusan Masalah……….… 1.3. Tujuan Penelitian………

1.3.1. Tujuan Umum……….. 1.3.2. Tujuan Khusus………. 1.4. Hipotesa………

1.5. Manfaat Penelitian……….. Bab 2. Tinjauan Pustaka………

2.1. Tuberkulosis……… 2.2. Epidemiologi……….…….. 2.3. Etiologi……….. 2.4. Patogenesis………..…… 2.5. Gambaran Klinis……….….

i ii vi vii viii ix 1 1 5 6 6 6 7 7 8 8 8 9 12 18


(10)

2.6. Gambaran Sitopatologi………. 2.7. Terapi……….. 2.8. Prognosis……….. 2.9. Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus……… 2.10. Imunositokimia……… 2.10.1. Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905)……… 2.11. Diagnosis Ex juvantibus ……… 2.12. Kerangka Konsepsional……… Bab 3. Metodologi Penelitian………

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian……….. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian………..

3.2.1. Tempat Penelitian………. 3.2.2. Waktu Penelitian……… 3.3. Kerangka Operasional……… 3.4. Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian………..

3.4.1. Populasi……….. 3.4.2. Sampel……… 3.4.3. Besar Sampel Penelitian………

18 22 23 23 24 25 26 27 28 28 28 28 28 29 30 30 30 31


(11)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……….. 3.5.1. Kriteria Inklusi……….. 3.5.2. Kriteria Eksklusi……… 3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………

3.6.1. Variabel Penelitian……….. 3.6.2. Definisi Operasional……… 3.7. Prosedur Penelitian……….

3.7.1. Pengambilan Sampel Sitologi……… 3.7.1.1. Prosedur Pengambilan Sediaan Sitologi……… 3.7.1.2. Prosedur Pewarnaan Sitologi dengan Diff-Quik

Stain Set………. 3.7.2. Prosedur Kerja Imunositokimia Mycobacterium Tuberculosis Antibody (ab905) pada Sediaan Hapus……….. 3.8. Alat-Alat Penelitian dan Bahan Penelitian………

3.8.1. Alat-Alat Penelitian……… 3.8.2. Bahan Penelitian……….. 3.9. Instrumen Penelitian……….. 3.10. Pengolahan Data……….. 3.11. Teknik Analisa Data………. 3.12. Masalah Etika………...

32 32 33 34 34 34 38 38 38 39 39 41 41 41 44 45 45 47


(12)

Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan………. 4.1. Hasil Penelitian……… 4.2. Pembahasan……… Bab 5. Kesimpulan dan Saran………

5.1. Kesimpulan……….. 5.2. Saran……….. Daftar Rujukan……….

48 48 54 59 59 60 61


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Mycobacterium tuberculosis, dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen, pembesaran 1000x………. Mycobacterium tuberculosis, gram positif, organisme obligat

aerob……… Jaringan dari individu asymptomatic terinfeksi yang

M menunjukkan M. tuberculosis………. Patogenesis tuberkulosis……….… Limfadenitis granulomatosa (tuberkulosis)……….

A. Kelompokan seperti granuloma dari histiosit epiteloid pada

latar belakang dari nekrosis kaseosa granular……… B. Material granular dari nekrosis kaseosa dengan inti mengalami

degenerating dan fragemented………. Formasi granuloma……….. Granuloma-loose aggregates dari histiosit epiteloid……….. Skema kerangka konsepsional………

Skema kerangka operasional……….………. Badan- Badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag (MGG, 400x)……….

Aspirat dengan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya (MGG,400x)…………..

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 3.1. 3.2. 3.3. 10 11 17 17 19 19 19 21 21 27 29 35 32


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Persentase diagnosis sitologi……….. 48 4.2. Tampilan imunositokimia ab905 pada sitologi limfadenopati…... 50 4.3. Tampilan imunositokimia *ab905 crosstabulation pada lesi

dengan badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag radang kronik non spesifik………

51 4.4. Tampilan imunositokimia *ab905 crosstabulation pada lesi

dengan bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik dan

abses……… 52

4.5. Proporsi jumlah tampilan ab905 dan respons terapi anti tuberkulosis pada lesi badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag……… 53 4.6. Proporsi jumlah tampilan ab905 dan respons terapi anti

tuberkulosis pada lesi bercak-bercak gelap dengan massa amorf


(16)

DAFTAR SINGKATAN

AFB : Acid-fast bacilli

CD : Cluster of Differentiation FNAC : Fine needle aspiration cytology FNB : Fine needle biopsy

HE : Hematoxylin Eosin IFN- : Interferon –

IL : Interleukin

MGG : May Grunewald Giemsa MT : Mycobacterium tuberculosis

MTBC : Mycobacterium Tuberculosis Complex

MTSS : Mycobacterium Tuberculosis Species-Specific NRAMP1 : Natural resistance-associated macrophage protein 1 OAT : Obat Anti Tuberkulosis

PCR : Polymerase Chain Reaction PPD : Purified Protein Derivate TB : Tuberkulosis

TNF : Tumor Necrosis Factor ZN : Ziehl-Neelsen


(17)

ABSTRAK

BADAN-BADAN KECIL BERBENTUK OVAL GELAP DI DALAM KELOMPOKAN MAKROFAG DAN BERCAK-BERCAK GELAP:

DUA STRUKTUR TERABAIKAN DALAM DIAGNOSIS LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

Humairah Medina Liza Lubis, Muhd Nadjib Dahlan Lubis, Delyuzar Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan

Latar Belakang. Diagnosis sitologi limfadenitis tuberkulosis biasanya didasarkan pada dijumpainya sel-sel epiteloid dan (atau) sel-sel Langhans. Pada beberapa kasus dari aspirat kelenjar limfe yang diwarnai dengan May Grunewald Giemsa, dimana kedua jenis sel ini tidak dijumpai, tapi dijumpai dua struktur yang merupakan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap, biasanya tidak dapat diobati dengan antibiotika biasa, namun berhasil diobati dengan obat-obat anti tuberkulosis. Untuk membuktikan bahwa kedua struktur ini merupakan produk dari tuberkulosis maka dilakukan pemeriksaan imunositokimia khusus tertuju pada kedua struktur tersebut.

Bahan dan Cara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 100 kasus yang didiagnosis secara sitologi suspek limfadenitis tuberkulosis dengan gambaran badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofagdan bercak-bercak gelap, yang kemudian dibandingkan dengan limfadenitis non spesifik berupa radang kronik dan abses yang jelas bukan merupakan infeksi tuberkulosis, diperiksa tampilan antigennya dengan menggunakan rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam

Hasil. Tampilan Mycobacterium tuberculosis terlihat pada 14 kasus dengan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag, 21 kasus dengan bercak-bercak gelap, 1 kasus dengan radang kronik non spesifik, dan 7 kasus dengan abses, dengan pewarnaan imunositokimia rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam. Uji diagnostik terhadap lesi dengan gambaran berupa badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dibandingkan dengan gold standard berupa respons terapi anti tuberkulosis, didapatkan sensitifitas 86%, spesifisitas 50%, nilai duga positif 86%, nilai duga negatif 50% dan prevalensi 78%. Sedangkan untuk lesi dengan gambaran mikroskopik berupa bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik pada latar belakangnya dibandingkan dengan gold standard berupa respons terapi anti tuberkulosis, sensitifitas didapatkan sebesar 95%, spesifisitas 75%, nilai duga positif 95%, nilai duga negatif 75% dan prevalensi 84%.


(18)

Kesimpulan. Badan-badan kecil oval berwarna gelap didalam kelompokan makrofag, dan bercak gelap merupakan dua struktur baru yang dapat dikenali untuk menegakkan diagnosa limfadenitis tuberkulosis.

KATA KUNCI : biopsi aspirasi, tuberkulosis, makrofag, badan-badan oval kecil gelap, bercak gelap, radang kronik, abses, imunositokimia, ab905


(19)

ABSTRACT

DARK SHRUNKEN OVAL BODIES IN THE COLLECTIONS OF MACROPHAGES AND DARK SPECKS : THE TWO NEGLETED

STRUCTURES IN THE DIAGNOSIS OF LYMPHADENITIS TUBERCULOSIS

Humairah Medina Liza Lubis, Muhd Nadjib Dahlan Lubis, Delyuzar Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine, University of North

Sumatera, Medan

Background. Cytological diagnose of tuberculous lymphadenopathy is usually based on finding of epitheloid cells and (or) Langhans cells. In some aspirates of lymph nodes stained with May Grunewald Giemsa being not identified the two kinds of the cells but observed dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, and dark specks, it is could not be treated with ordinary antibiotics, but with antituberculous drugs. It needs to investigate whether or not the collections and the dark specks contain tuberculous antigen. To prove that the two structures are the products of tuberculous, immunocytochemistry is performed particularly directed to the two structures.

Methods. This research constitute analytic research with cross sectional design. A hundred cases of cytologically suspected tuberculous lymphadenopathy with dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, and dark specks, which will then compared with non specific lymphadenitis include chronic inflammatory, and abscess, which clearly is not a tuberculous infection, the expression of their antigen will be examined by rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam.

Result. The expression of Mycobacterium tuberculosis is observed on 14 cases with dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, on 21 cases with dark specks, on 1 cases with non specific chronic inflammatory, and on 7 cases with abscess, by rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam. Diagnostic test for lesion with cytological feature as dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages compared with gold standard is response of antituberculous therapy get sensitivity is 86%, specificity is 50%, posititive predictive value is 86%, negative predictive value is 50%, and prevalence is 78%. While for lesion with cytological feature as dark specks compared with response antituberculous therapy get sensitivity is 95%, specificity is 75%, positive predictive value is 95%, negative predictive value is 75%, and prevalence is 84%.

Conclusions. Dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, and dark specks, are two new structures that can be recognized to diagnose tuberculous lymphadenopathy.


(20)

KEYWORDS: aspiration biopsy, tuberculous, macrophage, dark shrunken oval bodies, dark specks, chronic inflammatory, abscess, immunocytochemistry, ab905


(21)

ABSTRAK

BADAN-BADAN KECIL BERBENTUK OVAL GELAP DI DALAM KELOMPOKAN MAKROFAG DAN BERCAK-BERCAK GELAP:

DUA STRUKTUR TERABAIKAN DALAM DIAGNOSIS LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

Humairah Medina Liza Lubis, Muhd Nadjib Dahlan Lubis, Delyuzar Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan

Latar Belakang. Diagnosis sitologi limfadenitis tuberkulosis biasanya didasarkan pada dijumpainya sel-sel epiteloid dan (atau) sel-sel Langhans. Pada beberapa kasus dari aspirat kelenjar limfe yang diwarnai dengan May Grunewald Giemsa, dimana kedua jenis sel ini tidak dijumpai, tapi dijumpai dua struktur yang merupakan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap, biasanya tidak dapat diobati dengan antibiotika biasa, namun berhasil diobati dengan obat-obat anti tuberkulosis. Untuk membuktikan bahwa kedua struktur ini merupakan produk dari tuberkulosis maka dilakukan pemeriksaan imunositokimia khusus tertuju pada kedua struktur tersebut.

Bahan dan Cara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 100 kasus yang didiagnosis secara sitologi suspek limfadenitis tuberkulosis dengan gambaran badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofagdan bercak-bercak gelap, yang kemudian dibandingkan dengan limfadenitis non spesifik berupa radang kronik dan abses yang jelas bukan merupakan infeksi tuberkulosis, diperiksa tampilan antigennya dengan menggunakan rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam

Hasil. Tampilan Mycobacterium tuberculosis terlihat pada 14 kasus dengan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag, 21 kasus dengan bercak-bercak gelap, 1 kasus dengan radang kronik non spesifik, dan 7 kasus dengan abses, dengan pewarnaan imunositokimia rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam. Uji diagnostik terhadap lesi dengan gambaran berupa badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dibandingkan dengan gold standard berupa respons terapi anti tuberkulosis, didapatkan sensitifitas 86%, spesifisitas 50%, nilai duga positif 86%, nilai duga negatif 50% dan prevalensi 78%. Sedangkan untuk lesi dengan gambaran mikroskopik berupa bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik pada latar belakangnya dibandingkan dengan gold standard berupa respons terapi anti tuberkulosis, sensitifitas didapatkan sebesar 95%, spesifisitas 75%, nilai duga positif 95%, nilai duga negatif 75% dan prevalensi 84%.


(22)

Kesimpulan. Badan-badan kecil oval berwarna gelap didalam kelompokan makrofag, dan bercak gelap merupakan dua struktur baru yang dapat dikenali untuk menegakkan diagnosa limfadenitis tuberkulosis.

KATA KUNCI : biopsi aspirasi, tuberkulosis, makrofag, badan-badan oval kecil gelap, bercak gelap, radang kronik, abses, imunositokimia, ab905


(23)

ABSTRACT

DARK SHRUNKEN OVAL BODIES IN THE COLLECTIONS OF MACROPHAGES AND DARK SPECKS : THE TWO NEGLETED

STRUCTURES IN THE DIAGNOSIS OF LYMPHADENITIS TUBERCULOSIS

Humairah Medina Liza Lubis, Muhd Nadjib Dahlan Lubis, Delyuzar Department of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine, University of North

Sumatera, Medan

Background. Cytological diagnose of tuberculous lymphadenopathy is usually based on finding of epitheloid cells and (or) Langhans cells. In some aspirates of lymph nodes stained with May Grunewald Giemsa being not identified the two kinds of the cells but observed dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, and dark specks, it is could not be treated with ordinary antibiotics, but with antituberculous drugs. It needs to investigate whether or not the collections and the dark specks contain tuberculous antigen. To prove that the two structures are the products of tuberculous, immunocytochemistry is performed particularly directed to the two structures.

Methods. This research constitute analytic research with cross sectional design. A hundred cases of cytologically suspected tuberculous lymphadenopathy with dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, and dark specks, which will then compared with non specific lymphadenitis include chronic inflammatory, and abscess, which clearly is not a tuberculous infection, the expression of their antigen will be examined by rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam.

Result. The expression of Mycobacterium tuberculosis is observed on 14 cases with dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, on 21 cases with dark specks, on 1 cases with non specific chronic inflammatory, and on 7 cases with abscess, by rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam. Diagnostic test for lesion with cytological feature as dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages compared with gold standard is response of antituberculous therapy get sensitivity is 86%, specificity is 50%, posititive predictive value is 86%, negative predictive value is 50%, and prevalence is 78%. While for lesion with cytological feature as dark specks compared with response antituberculous therapy get sensitivity is 95%, specificity is 75%, positive predictive value is 95%, negative predictive value is 75%, and prevalence is 84%.

Conclusions. Dark shrunken oval bodies in the collections of macrophages, and dark specks, are two new structures that can be recognized to diagnose tuberculous lymphadenopathy.


(24)

KEYWORDS: aspiration biopsy, tuberculous, macrophage, dark shrunken oval bodies, dark specks, chronic inflammatory, abscess, immunocytochemistry, ab905


(25)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MT).1 WHO memperkirakan TB menyebabkan 6% dari semua kematian di seluruh dunia, penyebab tersering kematian akibat infeksi bakteri tunggal dan pada masyarakat dengan sosioekonomi yang rendah.2,3,4

Pada negara berkembang seperti halnya Indonesia, TB masih menjadi masalah utama. Indonesia menjadi negara ketiga yang mempunyai kasus TB terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia dan menempati urutan ke empat penyebab kematian terbanyak di Indonesia.5,6

TB dapat melibatkan lymph node yang merupakan bentuk yang paling sering dijumpai dari extrapulmonary tuberculosis. Infeksi HIV dan kondisi-kondisi immunocompromised lain menunjukkan peningkatan insidensi limfadenitis tuberkulosis. Oleh karena itu maka diagnosis limfadenitis tuberkulosis merupakan tantangan. Kriteria klinik dan gambaran sitologi seperti


(26)

tuberkel yang digunakan untuk mendiagnosis memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang kurang memuaskan dan dapat menjurus menjadi diagnosis yang berlebihan, terutama pada negara-negara dengan endemic rate tuberkulosis yang tinggi.7

Sampai sekarang diagnosis tuberkulosis didasarkan pada dijumpainya acid-fast bacilli (AFB) dengan pewarnaan tradisional Ziehl-Neelsen (ZN)7,8,9,10 , atau dengan isolasi MT dari kultur yang diperoleh dari spesimen biopsi atau aspirat yang diambil dengan aspirasi jarum halus.7,8 Pemeriksaan kultur yang membutuhkan waktu lama mulai ditinggalkan sebagai pemeriksaan diagnostik rutin, sensitifitas dan spesifisitasnya rendah dan sering memberikan hasil negatif.

Fine needle aspiration cytology (FNAC) merupakan teknik bermanfaat yang biasa digunakan untuk mendiagnosis extrapulmonary tuberculosis, seperti pada lymph node, tulang dan cold abscess di lokasi manapun pada tubuh serta merupakan teknik yang sederhana, sensitif dan diagnosis dapat diperoleh pada hari yang sama. Limfadenopati merupakan bentuk dari extrapulmonary tuberculosis. Kasus ini sering datang ke praktek ahli sitologi hampir setiap hari.7,8

Secara patologi gambaran sitologi dari sediaan-sediaan sitologi yang selama ini dipegang untuk menegakkan diagnosis TB adalah dijumpainya sel-sel


(27)

inflamasi granulomatosa klasik berupa sel-sel histiosit epiteloid pada latar belakang limfosit, multinucleated giant cells dari tipe foreign body atau Langhans type giant cells dan dapat atau tidak menunjukkan adanya nekrosis.11

Apabila gambaran-gambaran khas diatas terlihat pada aspirat nanah yang diambil dari kelenjar limfe atau jaringan non limfoid lain, diagnosis TB mudah untuk ditegakkan. Tetapi apabila gambaran ini tidak dijumpai, sulit membedakan antara infeksi akut supuratif dengan infeksi tuberkulosis supuratif.12

Dalam praktek sehari-hari, pada beberapa kasus aspirat kelenjar limfe yang diwarnai dengan May Grunewald Giemsa (MGG), tidak dijumpai sel-sel epiteloid dan (atau) sel-sel Langhans tetapi dijumpai dua struktur:

1. Badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag, dan

2. Bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya.

Kasus-kasus seperti ini secara konvensional tidak dapat didiagnosis sebagai TB. Dalam studi pendahuluan kami dari bulan Januari 2008 hingga April 2009 terhadap 53 orang pasien yang secara sitologi menunjukkan dua struktur di atas, yang diberi pengobatan aspesifik, antara lain sefalosporin generasi pertama (Cefadroxil), yang terkadang diberikan lebih dari dua minggu, tidak memberikan


(28)

hasil sebagaimana yang diharapkan, pembengkakan tersebut tidak mengecil. Namun bila diberi pengobatan spesifik anti tuberkulosis (rifampisin, isoniazid, ethambutol, pyrazinamid) menunjukkan hasil yang memuaskan.

Lubis dkk. dalam penelitiannya terhadap gambaran yang sama berupa bercak gelap dan materi nekrotik bergranula halus eosinofilik yang dikonfirmasi dengan kultur medium Kudoh 20% (modifikasi medium Ogawa) mendapatkan uji sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value, akurasi dan prevalensi berturut-turut sebesar 97%, 81%, 83%, 89%, dan 48%.12

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami tertarik untuk melakukan penelitian terhadap badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag dan bercak-bercak gelap ini dan berasumsi bahwa mungkin dua struktur tersebut berhubungan dengan patogenesis tuberkulosis.

Sepengetahuan kami tidak ada literatur yang mengemukakan tentang struktur ini yang dihubungkan dengan timbulnya tuberkulosis.

Pada penelitian ini kami menggunakan pewarnaan imunositokimia. Dari literatur dan praktek sehari-hari, aplikasi imunositokimia pada sediaan-sediaan FNAC dari limfadenitis tuberkulosis atau extrapulmonary tuberculosis belum


(29)

rutin dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis.7 Kami mengharapkan bahwa dengan penelitian ini dapat diperoleh justifikasi bahwa imunositokimia dapat digunakan untuk menggantikan pemeriksaan kultur yang memerlukan waktu lama (sedikitnya 4 minggu) untuk memperoleh diagnosis tuberkulosis dan pemeriksaan ZN yang sering memberikan hasil negatif palsu.

Pewarnaan imunositokimia yang digunakan untuk mendeteksi MT adalah rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam. Gold standard yang digunakan pada penelitian ini adalah respons pemberian terapi anti tuberkulosis berdasarkan diagnosis ex juvantibus.

1.2.RumusanMasalah 000

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik merupakan tanda dari tuberkulosis?


(30)

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. TujuanpUmum ooo

Mengemukakan kriteria diagnostik lain sebagai pelengkap terhadap kriteria konvensional untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Mendapatkan hubungan antara badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dengan proses tuberkulosis.

2. Mendapatkan hubungan antara bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik dengan proses tuberkulosis.

3. Melihat tampilan antigen (kelompokan basil) MT dengan menggunakan rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam, pada aspirat limfadenopati dengan gambaran dua struktur baru tersebut.

4. Mengemukakan bahwa imunositokimia dapat digunakan sebagai sarana diagnostik pembantu dan dapat dijadikan gold standard untuk sitomorfologi tuberkulosis yang lebih cepat, tepat dan akurat serta lebih unggul dari pemeriksaan kultur dan ZN staining.


(31)

1.4.Hipotesa

Hipotesa nol penelitian ini adalah:

1. Tidak ada perbedaan proporsi jumlah tampilan imunositokimia positif pada lesi dengan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan radang kronik non spesifik.

2. Tidak ada perbedaan proporsi jumlah tampilan imunositokimia positif pada lesi dengan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik dan abses.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat digunakan untuk identifikasi dan pengobatan kasus-kasus tuberkulosis yang sebelumnya tidak mendapat pengobatan yang tepat sehubungan dengan tidak terdiagnosis dengan benar.

2. Dapat mendiagnosis tuberkulosis dengan cepat, sederhana, spesifik dan sensitif.

3. Menghindarkan pemberian antibiotika yang tidak bermanfaat sehingga pengobatan dapat lebih terarah, tepat


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan.1,2,13,14

2.2.Epidemiologi

TB merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia akibat infeksi bakteri. Diperkirakan di seluruh dunia 1,8 milyar orang terinfeksi oleh MT, dengan 8-10 juta kasus baru dan 3 juta kematian per tahun. Hanya sekitar 15 juta orang saja yang memiliki penyakit aktif. Derajat penyakit ini bervariasi tergantung oleh negara, umur, ras, sex dan status sosioekonomi. Di Amerika Serikat dijumpai sekitar 15.000 kasus/tahun dimana >50% dijumpai pada penduduk dengan sosioekonomi rendah.13,14,15


(33)

Infeksi HIV merupakan faktor resiko terjadi peningkatan tuberkulosis selain penyakit-penyakit immunosuppressive lain seperti diabetes dan juga pada orang-orang yang mendapat terapi kortikosteroid. Manusia berusia lanjut dengan daya tahan tubuh yang rendah juga berpotensi untuk terkena.16

Infeksi oleh MT biasanya menimbulkan reaksi hipersensitifitas tipe lambat, yang dapat dideteksi dengan uji tuberkulin (Mantoux). Sekitar 2-4 minggu setelah infeksi dimulai, penyuntikan intrakutan 0,1ml purified protein derivate (PPD) memicu terbentuknya indurasi yang terlihat dan dapat diraba dengan garis tengah minimal 5mm serta memuncak pada 48-72 jam. Uji tuberkulin positif mengisyaratkan hipersensitifitas tipe lambat terhadap antigen tuberkulosis.13

2.3.Etiologi

Secara mikrobiologi, MT merupakan basil tahan asam yang dapat dilihat dengan pewarnaan ZN (karbol fuksin). Kuman mycobacteria ini berbentuk batang dan berukuran panjang 2-4μ dan lebar 0,2-0,4μ. Kuman MT tumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. MT merupakan mikroba kecil seperti

batang yang tahan terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup pada kondisi yang kering hingga berminggu-minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam organisme hospes. 17,18,19,20,21


(34)

Kuman akan mati pada suhu 600C selama 15-20 menit, Pada suhu 300 atau 400-450C sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen menurunkan metabolisme kuman.18

MT memiliki dinding sel waxy tebal yang bertanggung jawab terhadap pembentukan granuloma kaseosa tipikal pada tuberkulosis. Infeksi TB dimulai ketika mikobakterium sampai pada alveoli pulmonalis, dimana bakteri ini menginvasi dan berreplikasi di dalam makrofag-makrofag alveolar. Bakteri ditangkap oleh sel-sel dendritik kemudian akan membawa mereka menuju nodus-nodus limfatikus lokal. Bakteri dapat menyebar lebih lanjut melalui aliran darah ke organ-organ dan jaringan-jaringan yang lebih jauh dimana lesi-lesi TB sekunder dapat berkembang pada apeks paru, nodus-nodus limfatikus perifer, ginjal, otak dan tulang.20

Gambar 2.1. Mycobacterium tuberculosis, dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen pembesaran 1000x 21


(35)

Gambar 2.2. Mycobacterium tuberculosis, gram positif, organisme obligat aerob22

Daya tahan kuman MT lebih besar dibandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap asam, alkali dan zat warna malakit. Pada sputum yang melekat pada debu dapat tahan hidup selama 8-10 hari.15

MT hominis merupakan penyebab terbesar kasus tuberkulosis dengan reservoir infeksi biasanya ditemukan pada manusia dengan penyakit paru aktif. Penularan biasanya secara langsung, melalui inhalasi organisme di udara atau melalui sekret penderita. Basil ini adalah aerob obligat yang pertumbuhannya terhambat oleh pH <6,5 dan oleh asam lemak rantai panjang. Oleh karena itu basil ini sulit ditemukan pada bagian tengah nekrosis perkijuan besar karena terdapat anaerobiosis, pH rendah dan kadar asam yang meningkat.13


(36)

Diagnosis infeksi mikobakterium, terutama mikobakterium non tuberkulosis pada spesimen patologik masih merupakan tantangan dan pekerjaan yang sulit pada bagian mikrobiologi dan patologi. Infeksi mikobakterium non tuberkulosis menunjukkan gejala nonspesifik. Di samping itu, pemeriksaan kultur mikrobiologi menunjukkan sensitifitas rendah (50-60%) pada mikobakterium nontuberkulosis terutama pada limfadenitis tuberkulosis. Secara morfologi, granuloma kaseosa dan non kaseosa dapat dijumpai, dimana biasanya tidak menggambarkan perbedaan antara etiologi infeksi yang beragam dan reaksi hipersensitifitas. Pewarnaan ZN untuk AFB sering negatif. Kemudian dilakukan satu studi dengan menggunakan PCR untuk mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan non tuberkulosis dalam formalin-fixed paraffin-embedded tissue yang menunjukkan suspicious granulomatous lesion, dimana dijumpai Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium fortuitum complex, Mycobacterium avium, Mycobacterium intracellulare, Mycobacterium gordonae, Mycobacterium chelonae dan Mycobacterium rhodesiae.22

2.4.Patogenesis

Limfadenitis tuberkulosis merupakan manifestasi yang paling sering terjadi pada tuberculosis non-respiratory. Limfadenitis TB ini dianggap merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik.23


(37)

Limfadenitis TB dijumpai seiring dengan infeksi tuberkulosis primer atau hasil dari reaktifasi fokus dorman atau akibat perluasan langsung dari contiguous focus . Pada tuberkulosis pulmonari primer, basili masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi dan bakteremia. Hilus, mediastinal dan paratracheal lymph node adalah tempat pertama penyebaran infeksi dari parenkim paru.23

Infeksi menyebar melalui limfatik ke cervical lymph node yang terdekat. Keterlibatan supraclavicular lymph node merefleksikan rute drainase limfatik untuk penyakit mikobakterium parenkim paru. Limfadenitis TB cervical menunjukkan penyebaran dari fokus primer infeksi ke dalam tonsil, adenoid, sinonasal atau osteomielitis dari tulang etmoid.23

Limfadenitis TB juga dapat disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung dari fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari kompleks primer, pembesaran akan timbul pertama kali dekat tempat masuk basil TB. Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang unilateral merupakan penyebaran dari fokus primer di kulit atau subkutan paha. Limfadenitis TB di leher pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan tetapi kasus ini jarang terjadi kecuali di beberapa negara yang memiliki prevalensi TB oleh M. bovine yang tinggi.6,24


(38)

Stadium awal dari keterlibatan lymph node superfisial, multiplikasi progresif dari basili tuberkel, onset hipersensitifitas tipe lambat diikuti dengan hiperemia dan swelling, nekrosis dan kaseosa pada sentral nodus. Kemudian diikuti dengan inflamasi perinodal, progressive swelling dan bersatu dengan nodus lain membentuk kelompokan. Adhesi pada lapisan kulit mungkin dijumpai.23

Sentral dari pembesaran massa menjadi lunak dan kaseosa, material ruptur ke dalam jaringan sekitarnya atau memasuki kulit dengan formasi sinus. Jika tidak diterapi discharging sinus tidak dapat disembuhkan hingga bertahun-tahun, tetapi jika sembuh akan menimbulkan scarring dan kalsifikasi. 23

Akhir-akhir ini ditemukan satu gen yang disebut NRAMP1 (natural resistance-associated macrophage protein 1) yang diperkirakan berperan pada aktifitas awal mikrobisida dan gen ini berperan dalam perkembangan tuberkulosis pada manusia. Polimorfisme tertentu pada alel NRAMP1 telah dibuktikan berkaitan dengan peningkatan insidensi tuberkulosis dan dipostulasikan bahwa variasi genotip NRAMP1 ini mungkin menyebabkan penurunan fungsi mikrobisida. Oleh karena itu fase terdini pada tuberkulosis primer (<3 minggu) pada orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara sehingga terjadi bakteremia dan penyemaian di banyak tempat. Walaupun terjadi bakteremia sebagian penderita tahan terhadap tahap ini, asimtomatik atau


(39)

mengalami gejala mirip flu. Timbulnya imunitas seluler sekitar 3 minggu setelah terpajan, antigen mikobakterium yang telah diproses mencapai kelenjar getah bening regional dan disajikan dalam konteks histokompatibilitas mayor kelas II oleh makrofag ke sel THO CD4+ uncommitted yang memiliki reseptor sel Tα .

Di bawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan oleh makrofag, sel THO ini

mengalami “pematangan” menjadi sel T CD4+ subtype TH1 yang mampu

mengeluarkan IFN- yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ yang sangat penting untuk mengaktifkan makrofag.

Makrofag yang telah aktif mengeluarkan berbagai mediator yang mempunyai efek:

TNF berperan merekrut monosit yang pada akhirnya mengalami pengaktifan dan berdiferensiasi menjadi “histiosit epiteloid” yang menandai respons granulomatosa.

IFN- bersama dengan TNF mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang menyebabkan meningkatnya kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan menyebabkan terbentuknya zat antara nitrogen reaktif dan radikal bebas lain yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada beberapa konstituen mikobakterium dari dinding sel hingga DNA.


(40)

Selain mengaktifkan makrofag, sel T CD4+ juga mempermudah terbentuknya sel T sitotoksik CD8+, yang dapat mematikan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis. Sementara sebagian besar respons imun yang diperantarai oleh sel T dilakukan oleh sel yang memiliki reseptor sel Tα , penelitian terakhir berfokus pada peran komplementer sel T δ dalam resistensi tubuh terhadap pathogen intrasel seperti mikobakterium. Sel δ tidak saja mengeluarkan IFN- sehingga mengaktifkan makrofag, tetapi juga dapat berfungsi sebagai sel efektor sitotoksik yang menyebabkan kerusakan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis. Defek di setiap langkah respon TH1 (termasuk

pembentukan IL-12, IFN- atau nitrat oksida) menyebabkan granuloma tidak terbentuk sempurna, tidak adanya resistensi dan terjadinya perkembangan penyakit. Imunitas terhadap infeksi tuberkulosis diperantarai terutama oleh sel T dan ditandai dengan pembentukan dua cabang hipersensitifitas dan munculnya resistensi terhadap organisme.2


(41)

Gambar 2.3. Jaringan dari individu asymptomatic terinfeksi yang menunjukkan M. tuberculosis pada lesi primer di dalam paru, dan juga area-area bebas lesi dari paru dan lymph nodes. Meskipun lesi primer dapat ditemukan pada bagian manapun

dari paru, penyakit post primary biasanya berkembang pada regio apex.


(42)

2.5. Gambaran Klinis

Gambaran utama limfadenitis TB berupa massa palpable yang dijumpai sekitar 75% dari pasien tanpa gejala khas.Demam, penurunan berat badan dan keringat malam bervariasi pada 10% hingga 100% pasien. Lama timbulnya gejala sebelum terdiagnosis berkisar antara beberapa minggu hingga bulan.23

Pembesaran lymph node biasanya disertai rasa sakit disebabkan oleh karena periadenitis dan adhesi pada struktur jaringan sekitar yang dijumpai pada 50-70 kasus. Keterlibatan lokasi-lokasi multiple dijumpai lebih dari 20% pasien, termasuk inflamasi kulit, abscess formation atau cutaneous discharging sinus.23

Gambaran klinis limfadenitis mikobakterium non TB terlokalisasi pada lokasi terlibat dan tumbuh secara cepat, jarang berhubungan dengan manifestasi sistemik. Komplikasi terlokalisasi pada lokasi lymph node yang terlibat seperti inflamasi kulit, abscess formation dan discharging cutaneous sinus, yang lebih sering dijumpai dibandingkan dengan limfadenitis TB.23

2.6.Gambaran Sitopatologi

Kriteria diagnosis limfadenitis granulomatosa (tuberkulosis) menunjukkan histiosit-histiosit dari tipe epiteloid membentuk kelompokan kohesif dan juga


(43)

multinucleated giant cells tipe Langhans.Sel-sel epiteloid adalah tanda khas dari FNB smear. Inti berbentuk elongated, bentuk ini dideskripsikan mirip dengan tapak sepatu. Kromatin inti bergranul halus dan pucat dan sitoplasma pucat tanpa pinggir sel yang jelas. Sel-sel epiteloid limfadenitis granuloma membentuk gumpalan kohesif, beberapa kecil, beberapa besar, mirip granuloma pada pemotongan jaringan. Dapat dijumpai beberapa multinucleated Langhans giant cells dan terkadang tidak dijumpai. Dijumpai nekrosis sentral pada kelompokan yang besar, fibrinoid atau kaseosa. Material kaseosa bergranul dan eosinofilik pada smear.11,25

Gambar 2.5. Limfadenitis granulomatosa (tuberkulosis) (A) Kelompokan seperti granuloma dari histiosit histiosit epiteloid pada latar belakang dari nekrosis kaseosa granular (MGG); (B) Material granular dari nekrosis kaseosa dengan inti

mengalami degenerating dan fragmented. Keberadaan polimorfisme, gambaran yang tidak biasa dijumpai, terutama dijumpai pada pasien AIDS (Pap).25


(44)

Granuloma dengan nekrosis kaseosa merupakan tanda limfadenitis tuberkulosis. Dijumpai kelompokan seperti granuloma kohesif dari sel-sel epiteloid di dalam nekrosis dan pewarnaan dengan AFB perlu dilakukan pada semua kasus limfadenitis granulomatosa. AFB terlihat pada direct smear dan kultur dari aspirat. Smear dari lymph node tuberkulosis terkadang hanya menunjukkan polimorfisme dan debris nekrotik tanpa histiosit, terutama pada pasien immunocompromised.11,25

Untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dan mikobakterium non tuberkulosis menurut Kraus M et al mendapatkan empat kriteria yakni; adanya mikroabses, granuloma yang tidak jelas, granuloma non kaseosa dan giant cell yang sangat sedikit.26

Khrisna K. Singh et al. menulis bahwa smear dikatakan positif TB jika dijumpai granuloma sel epiteloid, dengan atau tanpa multinucleated giant cell dan nekrosis kaseosa atau jika acid-fast bacilli terlihat.27

Granulomata menurut Koo V et al. secara sitologi dikenal dengan adanya agregat-agregat histiosit dengan atau tanpa berhubungan dengan multinucleated giant cell. Latar belakang nekrotik yang kotor kemungkinan adalah kaseosa dan menunjukkan tuberkulosis.28


(45)

Gambar 2.6. Formasi granuloma28

Gambar 2.7. Granuloma-loose aggregates dari histiosit epiteloid28

Iyengar et al. meneliti pada empat orang pasien immunocompromised (AIDS) dimana mikobakterium terlihat sebagai negative images pada FNA cytologic smear seperti struktur unstained rod-shape pada latar belakang dan di dalam histiosit. Kemudian gambaran ini dikonfirmasi sebagai AFB dengan pewarnaan ZN.29


(46)

2.7.Terapi

Penatalaksanaan limfadenitis TB, prinsip dan regimen obatnya sama dengan tuberkulosis paru. Sekitar 25% penderita kelenjarnya makin membesar selama pengobatan, bahkan bisa timbul kelenjar baru dan sekitar 20% timbul abses dan kadang-kadang membentuk sinus. Bila ini terjadi, jangan mengubah pengobatan, karena kelenjar akan mengecil jika pengobatan masih kita lanjutkan.24

Hal yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kesembuhan penderita dipengaruhi oleh kepatuhan, dana, edukasi dan kesabaran dalam mengkonsumsi obat, serta dengan pengobatan yang efektifpun respon penyakit ini lebih lambat daripada TB paru.24

Pedoman internasional dan nasional menurut WHO menggolongkan limfadenitis TB dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan dengan regimen 2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE. American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan sampai 9 bulan sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB ke dalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen 2RHE/7RH. 1,30,36


(47)

2.8.Prognosis

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh strain resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko tinggi menderita tuberkulosis milier.2,13

2.9.Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Teknik biopsi aspirasi jarum halus, pertama kali dilakukan di Memorial Sloan-Kettering Cancer Center sekitar tahun 1930 an. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan suatu tindakan cepat, noninvasif dan berguna pada lesi yang dapat diraba dengan nilai sensitifitas mencapai 87%, spesifisitas 100% dan predictive value untuk ketepatan diagnostik mendekati 100% dan predictive value diagnostik negatif sekitar 60%. Material yang didapatkan dari hasil biopsi aspirasi jarum halus, selain untuk menegakkan diagnostik sitologi juga dapat digunakan untuk melihat determinasi reseptor hormonal, studi kinetik dan tampilan onkoprotein.11,25,31


(48)

2.10. Imunositokimia

Imunositokimia merupakan suatu teknik pemeriksaan untuk mengidentifikasi selular atau jaringan yang mengandung antigen dengan melihat interaksi antigen-antibodi, pengikatan antibodi yang diidentifikasi dengan pemberian antibodi secara langsung dengan atau tanpa menggunakan antibodi sekunder. Digunakan istilah imunositokimia untuk pemeriksaan sediaan sitologi dan imunohistokimia untuk jaringan.32

Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang antisera monoklonal dengan berbagai variasi dan berbagai sel-sel produk, demonstrasi dan identifikasi sel-sel produk dapat dilihat dengan teknik imunositokimia (imunoperoksidase, imunoalkalin fosfatase) yang secara objektif dapat mengenal dan mengidentifikasi jenis dan asal sel.11,25 Sediaan sitologi dapat diwarnai dengan teknik yang sama dengan histopatologi. Kesulitan yang dihadapi berupa kandungan sel pada object glass dan fiksasi dengan cara preparasi yang konvensional. Penggunaan object glass yang telah dilapisi (coated glass) sangat berguna untuk mencegah agar sel-sel tidak terlepas pada saat proses pencucian. Pada situasi tertentu, dengan ketersediaan material yang minimal, pewarnaan imunositokimia dapat memberikan diagnosis yang spesifik. Antibodi monoklonal pada beberapa tumor untuk membedakan antara sel-sel epitel jinak


(49)

dan ganas dengan sitokeratin berguna untuk menentukan apakah suatu tumor primer atau merupakan metastasis.25

2.10.1.Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905)

MT merupakan penyebab paling umum TB. Infeksi primer dimulai dengan inhalasi 1-10 basil aerosol. Patogenisitas organisme ditentukan oleh kemampuannya untuk menghindari respon imun host serta menimbulkan delayed hypersensitivity. Makrofag alveolar menelan sel penyerang namun tidak mampu untuk membangun pertahanan yang efektif. Beberapa faktor virulensi bertanggung jawab atas kegagalan ini, terutama pada dinding sel mikobakterium seperti cord factor, lipoarabinomannan, dan 65 kD heat shock protein atau HSP65.33

Heat-shock protein (HSP) merupakan sekelompok protein dimana ekspresinya meningkat bila sel-sel terpapar dengan temperatur tinggi. Berbagai keluarga HSPs seperti HSP90, HSP70, HSP65 dan HSP10 diketahui telah membangkitkan respon imun yang kuat tanggapan pada host selama infeksi TB. Diantara HSP ini, satu antigen tertentu yakni HSP 65kD(Rv0440) ditemukan dalam berbagai spesies MT dan immunodominant yang memunculkan respon imun selular dan humoral. Protein dihasilkan sebagai respon terhadap reaksi host selama infeksi, istilah yang lebih umum adalah stres protein, telah diaplikasikan


(50)

untuk kelas protein ini. HSP 65 kD memainkan peran ganda dalam sel, terutama sebagai molecular chaperones dan juga sebagai antigen immunodominant pada infeksi host. Satu penelitian menunjukkan bahwa level protein MT ini meningkat hingga 1%-10% di bawah kondisi stres yang kemungkinan akan terjadi selama infeksi TB.33 Penelitian lain yang dilakukan oleh Dan McWilliam et al., menyimpulkan bahwa ab905 muncul untuk mengikat antigen manusia pada sinovium yang meradang, dengan hipotesisnya bahwa ab905 merupakan heat-shock protein.33

2.11. Diagnosis Ex juvantibus

Istilah ex juvantivus (dari bahasa Latin berarti “dari apa yang membantu”) adalah proses membuat kesimpulan tentang penyebab penyakit berdasarkan respons penyakit tersebut terhadap pengobatan. 34 Pemakaian istilah ex juvantibus ini tidak perlu dianggap salah. Misalnya, seorang yang menderita sakit pada retrosternal, yang tidak sembuh dengan pemberian nitrate sublingual (obat standar untuk angina pektoris), tapi hilang sakitnya dengan pemberian antasida (obat standar untuk heartburn). Pada kasus demikian, dokter dapat memikirkan diagnosis ex juvantibus terhadap masalah yang dihadapi tersebut.34


(51)

2.12. Kerangka Konsepsional

Limfadenitis TB

(Histiosit - histiosit epiteloid, multinucleated giant cells dari tipe

foreign body atau Langhans type giant cells)

Limfadenitis suspek TB

(Badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap

dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik)

Mycobacterium tuberculosis (ab905)

Limfadenitis TB


(52)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara bekerja sama dengan Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik dan praktek dokter spesialis Patologi Anatomi swasta di Medan.

3.2.2.Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2009 sampai September 2010 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan sampel, penelitian dan penulisan.


(53)

3.3. Kerangka Operasional

Massa pada kelenjar getah bening

Kriteria inklusi

Aspirasi biopsi jarum halus

Limfadenitis

suspekTB Limfadenitis non spesifik

Aspirasi biopsi jarum halus ulang

Imunositokimia ab905 Badan-badan kecil

berbentuk oval gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag

Bercak-bercak gelap

Radang kronik

Abses

Tampilan antigen M. tuberkulosis

Kriteria eksklusi


(54)

3.4. Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.4.1. Populasi

Populasi target adalah penderita pembengkakan kelenjar getah bening di lokasi manapun pada tubuh yang akan didiagnosis sebagai limfadenitis TB.

Populasi terjangkau adalah penderita pembengkakan kelenjar getah bening di lokasi manapun pada tubuh yang akan didiagnosis sebagai limfadenitis TB yang datang berobat ke Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik dan praktek swasta di Medan.

3.4.2. Sampel

Sampel adalah penderita pembengkakan kelenjar getah bening di lokasi manapun pada tubuh yang memenuhi kriteria inklusi dan sesuai besar sampel penelitian.

Cara pemilihan sampel adalah non probability consecutive sampling dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.


(55)

3.4.3. Besar Sampel Penelitian

Sejauh ini peneliti belum menemukan publikasi data-data penelitian mengenai jumlah penderita suspek TB dengan gambaran sitologi berupa badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag dan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya, di Indonesia bahkan pada literatur internasional sekalipun. Oleh karena itu peneliti menggunakan nilai P (proporsi) = 0,50. Tingkat kemaknaan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah 0,05 dengan interval kepercayaan 95%. Dari tabel didapat Zα = 1,96. Tingkat kesalahan adalah 10%.

Jumlah sampel dihitung dengan rumus :

n = zα2. PQ d2

Keterangan :

n = besar sampel P = proporsi penelitian Q = 100% - p

α = tingkat kemaknaan d = tingkat kesalahan


(56)

Sehingga :

n = (1,96)2 (0,50) (0,50) (0,10)2

= 97

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini mencakup penderita dengan gambaran sitologi berupa badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag, bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya, radang kronik non spesifik dan abses sebanyak 97 sampel.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Penderita yang didiagnosis secara mikroskopik dengan adanya badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag, laki-laki maupun perempuan dan tanpa batasan umur.

2. Penderita yang didiagnosis secara mikroskopik dengan adanya bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya, laki-laki maupun perempuan dan tanpa batasan umur.

3. Penderita yang didiagnosis secara mikroskopik sebagai radang kronik non spesifik, laki-laki maupun perempuan dan tanpa batasan umur.


(57)

4. Penderita yang didiagnosis secara mikroskopik sebagai abses, laki-laki maupun perempuan dan tanpa batasan umur. Seluruh penderita dengan diagnosis limfadenitis suspek TB (kriteria 1 dan 2) bersedia diberikan terapi anti tuberkulosis.

5. Bersedia untuk mengikuti program penelitian ini sampai selesai, yang dinyatakan secara tertulis setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian ini (informed consent).

3.5.2.Kriteria Eksklusi

1. Penderita dengan gambaran morfologi secara sitologi dijumpai histiosit-histiosit epiteloid pada latar belakang limfosit, multinucleated giant cells dari tipe foreign body atau Langhans type giant cells dan dapat atau tidak menunjukkan adanya nekrosis.

2. Penderita limfoma, HIV positif, metastasis malignan dan diabetes melitus. 3. Penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan anti tuberkulosis

dan kortikosteroid.

4. Penderita yang setelah didiagnosis limfadenitis suspek TB tidak bersedia diberikan terapi anti tuberkulosis.

5. Penderita-penderita dengan slide-slidenya yang telah dipulas dengan antibodi ab905 tidak menunjukkan jaringan limfoid.


(58)

3.6.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel Penelitian

Variabel yang menjadi perhatian di dalam penelitian ini yaitu :

 Variabel bebas adalah badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag, bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik, radang kronik non spesifik dan abses.

 Variabel terikat adalah limfadenitis tuberkulosis.

3.6.2.Definisi Operasional

 Limfadenitis suspek TB berupa gambaran badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik merupakan dua struktur yang dijumpai pada sediaan aspirat kelenjar getah bening yang tidak spesifik sebagai tuberkulosis akan tetapi respons terhadap pengobatan anti tuberkulosis.


(59)

Gambar 3.2. Badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag (MGG, 400x)

Gambar 3.3. Aspirat dengan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya (MGG,400x)


(60)

 Limfadenitis non spesifik berupa radang kronik non spesifik dan abses.

 Radang kronik non spesifik dengan gambaran morfologi sitologi terdiri dari sel-sel radang limfosit, fibroblast dengan atau tanpa adanya nekrotik, tidak spesifik untuk tuberkulosis dan respons terhadap antibiotika biasa.

 Abses dengan gambaran morfologi sitologi terdiri dari sel-sel radang PMN, tidak spesifik untuk tuberkulosis dan respons terhadap antibiotika biasa.

Gambar 3.4. Aspirat tanpa bercak-bercak gelap (MGG, 400x)

 Tuberkulosis dengan gambaran morfologi sitologi terdiri dari: histiosit-histiosit epiteloid pada latar belakang limfosit, multinucleated giant cells dari tipe foreign body atau Langhans type giant cells dan dapat atau tidak menunjukkan adanya nekrosis.


(61)

 Pemeriksaan imunositokomia merupakan suatu teknik pemeriksaan untuk mengidentifikasi selular atau jaringan yang mengandung antigen dengan melihat interaksi antigen-antibodi, pengikatan antibodi yang diidentifikasi dengan pemberian antibodi secara langsung dengan atau tanpa menggunakan antibodi sekunder.

Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905) adalah heat-shock protein yang merupakan sekelompok protein dimana ekspresinya meningkat bila sel-sel terpapar dengan temperatur tinggi.

 Hasil pulasan imunositokimia ab905 adalah tampilan antigen (kumpulan basil) M. tuberculosis warna coklat pada kelompokan makrofag dan pada bercak-bercak gelap dengan massa nekrotik eosinofilik.

 Diagnosis ex juvantibus adalah proses membuat kesimpulan tentang penyebab penyakit berdasarkan respons penyakit tersebut terhadap pengobatan.

 Hasil positif (+) apabila terdapat tampilan pulasan warna coklat pada kelompokan makrofag dan massa nekrotik eosinofilik.

 Hasil negatif (-) apabila tidak berhasil menampilkan warna coklat pada kelompokan makrofag dan massa nekrotik eosinofilik, dimana pada saat yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen DAB.


(62)

3.7.Prosedur Penelitian

3.7.1. Pengambilan Sampel Sitologi

Peralatan dan lokasi pengambilan sampel sitologi

Peralatan yang digunakan adalah pistolet Comeco Swedia, spuit disposible 10ml, ukuran jarum 22–23G, panjang 30–50mm, kapas alkohol dan lokasi pengambilan pada lymph node leher dan pembengkakan lain di lokasi manapun pada tubuh.

3.7.1.1. Prosedur Pengambilan Sediaan Sitologi

1. Kulit didesinfeksi, tanpa menggunakan anestesi, nodul atau tumor difiksasi diantara jari tangan, sambil kulit di atasnya diregangkan. Pada posisi piston tabung suntik di bagian distal, jarum diinsersi ke dalam massa tumor.

2. Piston semprit cepat ditarik dan tekanan negatif akan menyebabkan materi tertarik ke dalam jarum.

3. Jarum digerakkan dengan cepat ke muka dan ke belakang supaya materi cukup terisap.

4. Supaya jarum ditarik dari lesi, tekanan dalam semprit harus dibuat sama dengan tekanan di luar semprit membiarkan/melepaskan piston kembali sendirinya pada posisi terdahulu.


(63)

6. Jarum dilepaskan dari semprit, piston ditempatkan pada bagian tengah semprit.

7. Jarum kembali diletakkan pada semprit dan aspirat yang ada di dalam ujung jarum disemprot/diteteskan ke atas kaca objek dengan menekan piston.

3.7.1.2. Prosedur Pewarnaan Sitologi dengan Diff-Quik Stain Set

1. Celupkan sediaan ke dalam larutan fiksatif selama 5 detik (5 kali celup masing-masing satu detik). Kelebihannya biarkan mengalir.

2. Celupkan sediaan ke dalam larutan I selama 5 detik (5 kali celup masing-masing satu detik). Kelebihannya biarkan mengalir.

3. Celupkan sediaan ke dalam larutan II selama 5 detik (5 kali celup) masing-masing satu detik). Kelebihannya biarkan mengalir.

4. Cuci sediaan dengan air destilasi atau air diionisasi. 5. Keringkan dan siap untuk dibaca.

3.7.2. Prosedur Kerja Imunositokimia Mycobacterium Tuberculosis Antibody

p(ab905) pada Sediaan Hapus

1. Buat sediaan hapus, fiksasi dalam metanol absolut. 2. Cuci dalam air mengalir selama 5 menit.


(64)

3. Bloking endogen peroksida (metanol + H2O2) selama 30 menit. 4. Cuci dalam air mengalir selama 5 menit.

5. Pretreatment dengan Working Citrate Solution pada microwave: - Cook I, power level high selama 5 menit

- Cook II, power level warm selama 5 menit Dinginkan selama lebih kurang 45 menit

6. Cuci dalam PBS pH 7,4 sebanyak 3x, masing-masing selama 5 menit. 7. Tandai populasi sel dengan Pap pen.

8. Teteskan antibodi primer, diamkan selama 1 jam.

9. Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit atau sampel bersih. 10. Teteskan Envision plus, diamkan selama 30 - 45 menit.

11. Cuci dengan PBS pH 7,4 + Twin 20 selama 5 menit atau sampai bersih. 12. Teteskan kromogen DAB, diamkan selama 10 menit.

13. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

14. Counterstain dengan Hematoxylin Mayers selama 5–10 menit. 15. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

16. Masukkan ke dalam larutan litium karbonat jenih (5% dalam akuades). 17. Birukan dalam air mengalir.

18. Dehidrasi (alkohol 80%, alkohol 96%, alkohol absolut) masing-masing selama 5 menit.


(65)

20. Mounting, tutup dengan entelan. 21. Sediaan siap untuk dibaca.

3.8. Alat-alat Penelitian dan Bahan Penelitian 3.8.1. Alat-alat Penelitian

Alat- alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah staining jar, rak object glass, rak inkubasi, pap pen, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, gelas Erlenmeyer, gelas beker, tabung sentrifuge 15 ml, microwave, spin master, object glass, kaca penutup, entelan dan mikroskop cahaya.

3.8.2. Bahan Penelitian

 Antibodi primer : rabbit polyclonal to Mycobacterium tuberculosis antibody (ab905), Abcam, dengan pengenceran 200x.

Envision + Dual Link system-HRP (DAB+) 284 dari DakoCytomation, terdiri dari

- 1 x 15 mL : Dual Endogenous Enzyme Block

- 1 x 15 mL : Labelled Polymer-HRP


(66)

- 1 x 18 mL : DAB + Substrat Buffer

- 1 x 1 mL : DAB + Chromogen

 Larutan PBS pH 7,4

Natrium klorida / NaCl : 80 gram Kalium klorida : 2 gram

Na2HPO4 : 11 gram

KH2PO4 : 2 gram

Add aqua dest : 1 liter

 Larutan litium karbonas

50 gram litium karbonas add akuades 1000 ml LarutanTris HCL buffer (0,05 M pH 7,6)

NaCl : 8,765 gram

Tris :06,10gram0

HCl pekat : 3cc Add aqua dest : 1 liter

 Larutan Working Citrate Solution

Diambil dari : stock sodium citrate 41ml + stock citric acid 9ml + aqua 450ml. Sitrat Buffer (Stock 0,1 M Sodium Citrate)


(67)

Citric citrate : 29,41 gram Add aqua dest : 1 liter

Sitrat Buffer (Stock 0,1 M Citric Acid)

Citric acid : 21,01 gram Add aqua dest : 1 liter

 Diff-Quik Stain Set Larutan Diff-Quik Stain Larutan fiksatif

Triarylmethane dye, 100% PDC

Methyl alcohol, dalam konsentrasi 0,002 g/liter

Larutan I

Xanthene dye, 100% PDC Buffer

Sodium azide, dalam konsentrasi 1,25 g/liter

Larutan II

Thiazine dye mixture, 100% Buffer, dalam konsentrasi 1,25 g/L


(68)

3.9. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pewarnaan imunositokimia ab905 terhadap sampel sediaan sitologi dari kelenjar getah bening di lokasi manapun pada tubuh.

Penilaian terhadap pulasan imunositokimia ab905 adalah sebagai berikut :

 Kontrol positif : limfadenitis TB yang telah diketahui positif terhadap ab905.

 Kontrol negatif : limfadenitis TB dengan antibodi primer yang digantikan dengan serum normal.

 Positif : warna coklat yang tertampil pada kelompokan makrofag dan massa nekrotik eosinofilik.

 Negatif : tidak berhasil menampilkan warna coklat pada kelompokan makrofag dan massa nekrotik eosinofilik.


(69)

3.10. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut:

1. Editing: untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

2. Coding: untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Cleaning: pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

3.11. Teknik Analisa Data

Data-data hasil pengamatan mikroskopis dari tampilan imunositokimia ab905 dengan gambaran sitologi berupa badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag, bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya, radang kronik non spesifik dan abses disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.


(70)

Untuk menganalisa perbedaan tampilan imunositokimia ab905 antara badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag, bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya, radang kronik non spesifik dan abses, peneliti menggunakan uji Chi-square. Dengan uji Chi-square ini, peneliti juga melakukan uji diagnostik terhadap pemeriksaan diagnostik imunositokimia ab905 dibandingkan dengan gold standard berupa respons terapi anti tuberkulosis berdasarkan diagnosis ex juvantibus.

Dipakai tabel 2 x 2 untuk analisa uji diagnostik, dan dari tabel ini dapat dihitung :

a. Sensitifitas = a : ( a + c ) b. Spesifisitas = d : ( b + d ) c. Nilai duga positif = a : ( a + b ) d. Nilai duga negatif = d : ( c + d )

e. Rasio kemungkinan positif = a / ( a + c ) : b / ( b + d ) = sensitifitas : ( 1 – spesifisitas ) f. Rasio kemungkinan negatif = c / ( a + c ) : d / ( b + d )


(71)

3.12. Masalah Etika

Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti mengajukan permohonan persetujuan penelitian kepada Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.


(72)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan 100 sampel yang memenuhi kriteria inklusi untuk dimasukkan sebagai sampel penelitian dengan keluhan pembesaran KGB di lokasi manapun pada tubuh. Adapun perincian terhadap sampel-sampel yang digunakan berdasarkan diagnosis mikroskopisnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Persentase diagnosis sitologi

Diagnosis Sitologi Jumlah Persentase (%)

Badan-badan kecil berbentuk oval gelap di

dalam kelompokan makrofag 18 18

Limfadenitis

suspek TB Bercak-bercak gelap dengan massa amorf

eosinofilik 25 25 Radang kronik 26 26

Limfadenitis

non spesifik Abses 31 31

Jumlah 100 100

Pada pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus dengan pewarnaan MGG diperoleh diagnosis: limfadenitis suspek TB berupa badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag 18 kasus (18%), limfadenitis suspek


(73)

TB berupa bercak bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik 25 kasus (25%), limfadenitis non spesifik berupa radang kronik 26 kasus (26%) dan limfadenitis non spesifik berupa abses 31 kasus (31%). Dari analisa data memiliki nilai yang bermakna.

Dilakukan pewarnaan imunositokimia ab905 untuk dapat menilai tampilan masing-masing sampel. Penilaian diagnosis: limfadenitis suspek TB berupa badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dijumpai 14 kasus positif (77,8%) dan 4 kasus negatif (22,2%), limfadenitis suspek TB berupa bercak bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik 21 kasus positif (84%) dan 4 kasus negatif (16%), limfadenitis non spesifik berupa radang kronik 1 kasus positif (3,8%) dan 25 kasus negatif (96,2%) serta limfadenitis non spesifik berupa abses 7 kasus positif (22,6%) dan 24 kasus negatif (77,4%). (Lihat tabel 4.2). Dari analisa data juga memiliki nilai yang bermakna.


(74)

Tabel 4.2. Tampilan imunositokimia ab905 pada sitologi limfadenopati

Limfadenitis suspek TB Limfadenitis

non spesifik Jumlah

Persentase (%) Badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag Bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik Radang

kronik Abses

n % n % n % n %

Positif 14 77,8 21 84,0 1 3,8 7 22,6 43 43 Imunositokimia

ab905 Negatif 4 22,2 4 16,0 25 96,2 24 77,4 57 57

Jumlah 18 100 25 100 26 100 31 100 100 100

Diagnosis ab905 berdasarkan crosstabulation menggunakan uji chi square dengan nilai p=0,001, df=1, diperoleh data untuk diagnosis badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag sebanyak 18 slide dan radang kronik non spesifik sebanyak 26 slide dari 100 slide yang diperiksa, dengan perincian sebagai berikut, tampilan imunositokimia ab905 positif untuk diagnosis badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dijumpai 14 kasus (93,3%) dan negatif dijumpai 4 kasus (13,8%). Penilaian tampilan imunositokimia ab905 positif pada diagnosis radang kronik non spesifik dijumpai 1 kasus (6,7%) dan negatif dijumpai 25 kasus (86,2%). (Lihat tabel 4.3).


(75)

Tabel 4.3. Tampilan imunositokimia *ab905 crosstabulation pada lesi dengan badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag dan radang kronik non spesifik

Imunositokimia *p

Positif Negatif

n % n %

Jumlah Persentase (%) Badan-badan kecil

berbentuk oval gelap di dalam kelompokan

makrofag

14 93,3 4 13,8 18 40,9

0,001

Diagnosis Sitologi

Radang kronik

non spesifik 1 6,7 25 86,2 26 59,1 Jumlah 15 100 29 100 44 100

*tes chi square

Diagnosis ab905 berdasarkan crosstabulation menggunakan uji chi square dengan nilai p=0,001, df=1 diperoleh data untuk diagnosis bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik sebanyak 25 slide dan abses sebanyak 31 slide dari 100 slide yang diperiksa, dengan perincian sebagai berikut, tampilan imunositokimia ab905 positif untuk diagnosis bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik dijumpai 21 kasus (75,0%) dan negatif dijumpai 4 kasus (14,3%). Penilaian tampilan imunositokimia ab905 positif pada diagnosis abses dijumpai 7 kasus (25,0%) dan negatif dijumpai 24 kasus (85,7%). (Lihat tabel 4.4).


(76)

Tabel 4.4. Tampilan imunositokimia *ab905 crosstabulation pada lesi dengan bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik dan abses

Imunositokimia *p

Positif Negatif

n % n %

Jumlah Persentase (%) Bercak-bercak

gelap dengan massa amorf eosinofilik

21 75,0 4 14,3 25 44,6 0,001

Diagnosis Sitologi

Abses 7 25,0 24 85,7 31 55,4

Jumlah 28 100 28 100 56 100

*tes chi square

Uji diagnostik dilakukan pada penelitian dengan uji chi square terhadap pemeriksaan diagnostik imunositokimia ab905 pada lesi dengan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik dibandingkan dengan gold standard berupa respons terapi anti tuberkulosis berdasarkan ex juvantibus diagnosis. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.5 dan 4.6.


(77)

Tabel 4.5. Proporsi jumlah tampilan ab905 dan respons terapi anti tuberkulosis pada lesi badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap di dalam kelompokan makrofag

Respons terapi anti tuberkulosis

Positif Negatif Jumlah

Positif 12 2 14

Imunositokimia

ab905 Negatif 2 2 4

Jumlah 14 4 18

Tabel 4.6. Proporsi jumlah tampilan ab905 dan respons terapi anti tuberkulosis pada lesi bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik pada latar belakangnya

Respons terapi anti tuberkulosis

Positif Negatif Jumlah

Positif 20 1 21

Imunositokimia

ab905 Negatif 1 3 4

Jumlah 21 4 25

Dari tabel 4.5 dan 4.6 di atas didapatkan hasil, untuk lesi dengan gambaran mikroskopik berupa badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag, sensitifitas 86%, spesifisitas 50%, nilai duga positif 86%, nilai duga negatif 50%, rasio kemungkinan positif 1,71%, rasio kemungkinan negatif 0,29% dan prevalensi 78%.


(78)

Sedangkan untuk lesi dengan gambaran mikroskopik berupa bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik pada latar belakangnya, sensitifitas didapatkan sebesar 95%, spesifisitas 75%, nilai duga positif 95%, nilai duga negatif 75%, rasio kemungkinan positif 3,81%, rasio kemungkinan negatif 0,06% dan prevalensi 84%.

4.2. Pembahasan

Limfadenitis tuberkulosis dan tuberkulosis pada jaringan tubuh lain mudah didiagnosis dengan adanya sel-sel epiteloid atau Langhan’s giant cells. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan limfadenitis suspek tuberkulosis apabila kedua sel tersebut tidak kita temukan pada aspirat, sehingga pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan kultur dan Ziehl-Neelsen untuk memperoleh diagnosis definitif. Dari pengamatan kami terhadap beberapa kasus dimana tidak ditemukan struktur konvensional tuberkulosis tetapi tampak adanya badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik pada latar belakangnya, kami menduga bahwa kedua struktur ini juga merupakan struktur tuberkulosis. Didukung dengan penelitian Lubis dkk, kami lebih tertarik untuk membuktikan bahwa kedua struktur ini benar suatu tuberkulosis.


(79)

Aspirat yang didapatkan untuk bercak-bercak gelap biasanya purulen yang sering kita salah mendiagnosis sebagai abses, sedangkan untuk badan-badan kecil oval gelap (TBC mikroskopik) sering didapatkan aspirat serous dengan atau tanpa darah yang mirip dengan radang kronik non spesifik. Bercak-bercak gelap mudah terlihat dengan MGG staining dibandingkan dengan pewarnaan Papanicolaou dan Hematoxylin-Eosin (HE) dimana pada kedua pewarnaan ini batas dari bercak-bercak ini lebih kabur dan warnanya yang eosinofilik sering tidak terlihat oleh karena tidak begitu kontras dengan latar belakang hapusan.12 Sedangkan gambaran mikroskopik yang terlihat pada aspirat serous berupa sel-sel limfoid reaktif yang beberapa terkumpul di dalam kelompokan makrofag juga sulit terlihat pada HE dimana pada MGG kelompokan sel tersebut dominan berwarna basofilik.

Dari beberapa slide yang terkumpul (134 slide), 34 slide tidak representatif. Selain aspirat yang terlalu sedikit dan kemungkinan cara menghapus yang salah dapat mengakibatkan aspirat terlalu tipis dan slide tidak dapat dinilai. Hapusan yang baik adalah jangan terlalu ditekan terutama pada aspirat seropurulen.

Tampilan pada pewarnaan imunositokimia/imunohistokimia telah kita ketahui positif apabila tertampil warna coklat pada sel. Kriteria slide yang baik adalah inti sel limfosit berwarna biru terang dan positif apabila kita temukan warna coklat keemasan pada selnya. Pada beberapa kasus terkadang kami


(80)

meragukan warna coklat ini sebagai artefak pada slide, untuk itu sebelum memulai proses pewarnaan imunositokimia/imunohistokimia kita harus benar-benar yakin slide dalam keadaan bersih.

Gold standard yang kami gunakan pada penelitian ini adalah respons terhadap terapi anti tuberkulosis berdasarkan diagnosis ex juvantibus. Kami menggunakan diagnosis ini berdasarkan beberapa alasan: Pertama, walaupun ZN staining yang sampai saat ini masih dianggap merupakan gold standard untuk tuberkulosis namun ZN staining tidak kami pakai. Hal ini disebabkan karena dari penelitian pendahuluan terhadap 52 kasus yang dipulas dengan ZN, tidak satupun menunjukkan hasil positif. Hasil negatif ini kemungkinan akibat lamanya sediaan aspirat tersebut difiksasi dalam alkohol. Dalam prosedur umum pewarnaan ZN memang sebaiknya sediaan diproses secepatnya dalam keadaan fresh oleh karena kuman TB akan cepat mati atau sukar tumbuh pada suhu 300 – 400.18 Sedangkan aspirat yang kami kumpulkan selama ini telah kami fiksasi dengan alkohol 96% dan dikerjakan beberapa bulan kemudian, kemungkinan besar kuman TB telah mati dan tidak dapat dideteksi dengan ZN staining.

Kedua, dari literatur yang kami dapatkan, terapi ex juvantibus dapat diberikan apabila beberapa obat yang telah diberikan tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Sebagai contoh pada kasus penelitian ini, kami memberikan obat anti tuberkulosis dan sampai saat ini keseluruhan pasien sembuh (pembengkakan hilang) dengan jangka waktu 6-9 bulan. Pemberian terapi ini didukung dengan


(81)

penelitian Lubis dkk yang menemukan adanya basil TB pada kedua struktur di atas dan juga studi pendahuluan yang telah kami lakukan terhadap 53 orang pasien periode Januari 2008 hingga April 2009.

Kami melihat bahwa penderita dengan aspirat purulen (bercak-bercak gelap) menunjukkan respons terapi yang lebih cepat dibandingkan dengan penderita dengan aspirat serous (badan-badan kecil oval gelap). Hal ini mungkin disebabkan kuman-kuman tuberkulosis pada aspirat purulen (dengan bercak-bercak gelap) telah berada di luar sel makrofag akibat larutnya dinding makrofag, yang lebih memudahkannya untuk dipengaruhi oleh bahan-bahan obat tuberkulosis, dibandingkan dengan aspirat serous dimana kuman-kuman masih berada di dalam sel-sel makrofag yang relatif masih intak. Dalam perkembangan gambaran sitologinya terbangun suatu teori bahwa pada permulaan masuknya kuman tuberkulosis pada kelenjar limfe terbentuk reaksi berupa limfadenitis kronik, yang berubah menjadi reaksi dengan badan-badan kecil berbentuk oval berwarna gelap dan terakhir menjadi aspirat berupa abses dengan bercak-bercak gelap.

Kemampuan MT untuk menginduksi penyakit pada hewan percobaan menunjukkan hubungan terhadap mycosides (secara kovalen menghubungkan lipid kompleks dan karbohidrat) pada fraksi lipid bakteri. Salah satu derivat mycoside yang dinamakan ”cord factor” sangatlah toksik. Komponen dinding


(82)

sel basil, terutama wax D (glikolipid) dan muramyl dipeptide merupakan adjuvan yang sangat kuat (misalnya, ketika diinjeksikan dengan antigen akan meningkatkan induksi respons imun terhadap zat tersebut).13 Ini merupakan asumsi kami bahwa bercak-bercak gelap terbentuk sebagai kondensasi dari lipid kompleks dan karbohidrat sebagai hasil dari reaksi imunologi terhadap basil.12

Untuk membandingkan keempat stuktur di atas (badan-badan kecil oval gelap dengan radang kronik non spesifik dan bercak-bercak gelap dengan abses) dengan kejadian tuberkulosis diadapatkan hasil p=0,001, df=1  signifikan  ada perbedaan proporsi jumlah tampilan imunositokimia positif pada lesi dengan badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan radang kronik non spesifik dan ada perbedaan proporsi jumlah tampilan imunositokimia positif pada lesi dengan bercak-bercak gelap dengan massa amorf bergranula halus eosinofilik dan abses. (Lihat tabel 4.3 dan 4.4).

Sebagai kesimpulan, badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dan bercak-bercak gelap yang ditemukan dalam aspirat serous dan purulen limfadenopati yang merupakan dua struktur yang selalu kita abaikan dan sering didiagnosis sebagai limfadenitis non spesifik ternyata merupakan dua kriteria tambahan baru yang dapat kita gunakan untuk mendiagnosis tuberkulosis.


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 9

INFORMASI DAN SURAT PERMOHONAN KESEDIAAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN

Kepada Yth :

Bapak / Ibu / Saudara ………..

Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk berpartisipasi sebagai subyek penelitian saya yang berjudul:

Badan-Badan Berbentuk Oval Kecil Gelap di dalam Kelompokan Makrofag dan Bercak-Bercak Gelap : Dua Struktur Terabaikan Dalam Diagnosis Limfadenitis

Tuberkulosis

Dengan tujuan untuk memperoleh cara memeriksa adanya penyakit Tuberkulosis (TBC) di dalam kelenjar leher yang lebih tepat.

Dalam penelitian tersebut kepada Bapak/Ibu/Saudara akan dilakukan pemeriksaan biopsi aspirasi leher dengan menyuntik untuk mengambil contoh sel yang akan diperiksa di bawah mikroskop.

Sebagai informasi suntikan yang akan diterima dalam prosedur penelitian ini hampir tidak ada bahayanya, kalaupun ada hanya rasa sakit dan bengkak sedikit dan sebaiknya melaporkan keluhan ini kepada peneliti.

Keuntungan yang dapat diperoleh apabila Bapak/Ibu/saudara menjadi subyek penelitian ini adalah dapat mengetahui penyebab pembengkakan pada leher, salah satunya disebabkan oleh TBC.

Apabila terjadi hal-hal yang merugikan Bapak/Ibu/Saudara disebabkan karena efek suntikan berupa bengkak yang bertambah besar segera setelah penyuntikan, maka dapat menghubungi peneliti Dr. Humairah Medina Liza Lubis, \No. HP. 081361660092.


(5)

terlampir mohon ditanda tangani dan diserahkan pada peneliti. Perlu Bapak/Ibu/saudara ketahui, bahwa surat kesediaan ini tidak mengikat dan Bapak/Ibu/Saudara dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung.

Demikian, mudah-mudahan keterangan ini dapat dimengerti dan atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2009

(Dr. Humairah Medina Liza Lubis)

Dr. Humairah Medina Liza Lubis Praktek sore:

Jl. Prof. H.M. Yamin SH No. 255 Medan Telp. (061) 4146913


(6)

Lampiran 10

SURAT PERSETUJUAN / IZIN TINDAKAN MEDIS

Nama Lengkap : ……….…... Lk / Pr Umur : ………… Tahun

Alamat : ……….………..

Selaku pasien/keluarga terdekat pasien (ayah/ibu/istri/anak/lain-lain sebutkan): …..………..………

Menyatakan mengerti sepenuhnya atas penjelasan peneliti, Dr. Humairah Medina Liza Lubis tentang manfaat dan tujuan pemeriksaan yang akan dilaksanakan, untuk itu diperlukan tindakan medis berupa biopsi aspirasi.

Dengan ini memberikan persetujuan/izin dilakukan tindakan medis yang diperlukan menurut standar medis/petugas profesi terhadap pasien :

Nama Lengkap : ………Lk / Pr Umur : ………… Tahun

Alamat : ……..………..……...

Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran sepenuhnya atas segala resiko tindakan medis menurut cara tersebut diatas.

Medan, ... 2009

Pasien / Keluarga Saksi Dokter

(………..….….….) (…………...……….….) (……….………....……) Tanda tangan/nama Tanda tangan/nama Tanda tangan/nama