Diagnosis infeksi mikobakterium, terutama mikobakterium non tuberkulosis pada spesimen patologik masih merupakan tantangan dan pekerjaan yang sulit
pada bagian mikrobiologi dan patologi. Infeksi mikobakterium non tuberkulosis menunjukkan gejala nonspesifik. Di samping itu, pemeriksaan kultur
mikrobiologi menunjukkan sensitifitas rendah 50-60 pada mikobakterium nontuberkulosis terutama pada limfadenitis tuberkulosis. Secara morfologi,
granuloma kaseosa dan non kaseosa dapat dijumpai, dimana biasanya tidak menggambarkan perbedaan antara etiologi infeksi yang beragam dan reaksi
hipersensitifitas. Pewarnaan ZN untuk AFB sering negatif. Kemudian dilakukan satu studi dengan menggunakan PCR untuk mendeteksi mikobakterium
tuberkulosis dan non tuberkulosis dalam formalin-fixed paraffin-embedded tissue yang menunjukkan suspicious granulomatous lesion, dimana dijumpai
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium fortuitum complex, Mycobacterium avium, Mycobacterium intracellulare, Mycobacterium gordonae,
Mycobacterium chelonae dan Mycobacterium rhodesiae.
22
2.4. Patogenesis
Limfadenitis tuberkulosis merupakan manifestasi yang paling sering terjadi pada tuberculosis non-respiratory. Limfadenitis TB ini dianggap merupakan
manifestasi lokal dari penyakit sistemik.
23
Universitas Sumatera Utara
Limfadenitis TB dijumpai seiring dengan infeksi tuberkulosis primer atau hasil dari reaktifasi fokus dorman atau akibat perluasan langsung dari contiguous
focus . Pada tuberkulosis pulmonari primer, basili masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi dan bakteremia. Hilus, mediastinal dan paratracheal lymph node adalah
tempat pertama penyebaran infeksi dari parenkim paru.
23
Infeksi menyebar melalui limfatik ke cervical lymph node yang terdekat. Keterlibatan supraclavicular lymph node merefleksikan rute drainase limfatik
untuk penyakit mikobakterium parenkim paru. Limfadenitis TB cervical menunjukkan penyebaran dari fokus primer infeksi ke dalam tonsil, adenoid,
sinonasal atau osteomielitis dari tulang etmoid.
23
Limfadenitis TB juga dapat disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung dari fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari
kompleks primer, pembesaran akan timbul pertama kali dekat tempat masuk basil TB. Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang unilateral merupakan
penyebaran dari fokus primer di kulit atau subkutan paha. Limfadenitis TB di leher pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan
tetapi kasus ini jarang terjadi kecuali di beberapa negara yang memiliki prevalensi TB oleh M. bovine yang tinggi.
6,24
Universitas Sumatera Utara
Stadium awal dari keterlibatan lymph node superfisial, multiplikasi progresif dari basili tuberkel, onset hipersensitifitas tipe lambat diikuti dengan hiperemia
dan swelling, nekrosis dan kaseosa pada sentral nodus. Kemudian diikuti dengan inflamasi perinodal, progressive swelling dan bersatu dengan nodus lain
membentuk kelompokan. Adhesi pada lapisan kulit mungkin dijumpai.
23
Sentral dari pembesaran massa menjadi lunak dan kaseosa, material ruptur ke dalam jaringan sekitarnya atau memasuki kulit dengan formasi sinus. Jika
tidak diterapi discharging sinus tidak dapat disembuhkan hingga bertahun-tahun, tetapi jika sembuh akan menimbulkan scarring dan kalsifikasi.
23
Akhir-akhir ini ditemukan satu gen yang disebut NRAMP1 natural resistance-associated macrophage protein 1 yang diperkirakan berperan pada
aktifitas awal mikrobisida dan gen ini berperan dalam perkembangan tuberkulosis pada manusia. Polimorfisme tertentu pada alel NRAMP1 telah
dibuktikan berkaitan dengan peningkatan insidensi tuberkulosis dan dipostulasikan bahwa variasi genotip NRAMP1 ini mungkin menyebabkan
penurunan fungsi mikrobisida. Oleh karena itu fase terdini pada tuberkulosis primer 3 minggu pada orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan
proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara sehingga terjadi bakteremia dan penyemaian di banyak tempat. Walaupun terjadi
bakteremia sebagian penderita tahan terhadap tahap ini, asimtomatik atau
Universitas Sumatera Utara
mengalami gejala mirip flu. Timbulnya imunitas seluler sekitar 3 minggu setelah terpajan, antigen mikobakterium yang telah diproses mencapai kelenjar getah
bening regional dan disajikan dalam konteks histokompatibilitas mayor kelas II oleh makrofag ke sel T
H
O CD4+ uncommitted yang memiliki reseptor sel T α .
Di bawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan oleh makrofag, sel T
H
O ini mengalami “pematangan” menjadi sel T CD4+ subtype T
H
1 yang mampu mengeluarkan IFN- yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ yang sangat penting
untuk mengaktifkan makrofag.
Makrofag yang telah aktif mengeluarkan berbagai mediator yang
mempunyai efek:
TNF berperan merekrut monosit yang pada akhirnya mengalami pengaktifan
dan berdiferensiasi menjadi “histiosit epiteloid” yang menandai respons granulomatosa.
IFN- bersama dengan TNF mengaktifkan gen inducible nitric oxide synthase
iNOS yang menyebabkan meningkatnya kadar nitrat oksida di tempat infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan menyebabkan terbentuknya
zat antara nitrogen reaktif dan radikal bebas lain yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada beberapa konstituen mikobakterium dari dinding sel
hingga DNA.
Universitas Sumatera Utara
Selain mengaktifkan makrofag, sel T CD4+ juga mempermudah terbentuknya sel T sitotoksik CD8+, yang dapat mematikan makrofag yang
terinfeksi oleh tuberkulosis. Sementara sebagian besar respons imun yang diperantarai oleh sel T dilakukan oleh sel yang memiliki reseptor sel T
α , penelitian terakhir berfokus pada peran komplementer sel T
δ dalam resistensi tubuh terhadap pathogen intrasel seperti mikobakterium. Sel
δ tidak saja mengeluarkan IFN- sehingga mengaktifkan makrofag, tetapi juga dapat
berfungsi sebagai sel efektor sitotoksik yang menyebabkan kerusakan makrofag yang terinfeksi oleh tuberkulosis. Defek di setiap langkah respon T
H
1 termasuk pembentukan IL-12, IFN- atau nitrat oksida menyebabkan granuloma tidak
terbentuk sempurna, tidak adanya resistensi dan terjadinya perkembangan penyakit. Imunitas terhadap infeksi tuberkulosis diperantarai terutama oleh sel T
dan ditandai dengan pembentukan dua cabang hipersensitifitas dan munculnya resistensi terhadap organisme.
2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Jaringan dari individu asymptomatic terinfeksi yang menunjukkan M. tuberculosis pada lesi primer di dalam paru, dan juga area-area bebas lesi dari
paru dan lymph nodes. Meskipun lesi primer dapat ditemukan pada bagian manapun dari paru, penyakit post primary biasanya berkembang pada regio apex.
Gambar 2.4. Patogenesis tuberkulosis
Universitas Sumatera Utara
2.5. Gambaran Klinis