Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo

(1)

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RUMAH

SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO

T E S I S

Oleh

ENI SURIATI GINTING 097032028/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RUMAH

SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ENI SURIATI GINTING 097032028/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS

DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO

Nama Mahasiswa : Eni Suriati Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 097032028

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Amri Amir, SpF(K), DFM, S.H, Sp.AK) (Drs. Amru Nasution, M.Kes Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 22 September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Amri Amir, SpF(K), DFM, S.H, Sp.AK Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si 3. dr. Fauzi, S.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK TERHADAP KINERJA DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RUMAH

SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

ENI SURIATI GINTING 097032028/IKM


(6)

ABSTRAK

Kualitas pelayanan medis baik pasien rawat jalan maupun rawat inap yang tercatat pada rekam medis dapat dijadikan sebagai penilaian kinerja rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan Tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, Kabupaten Karo sebelum dibentuk komite medis, ketidaklengkapan pengisian data rekam medis sebesar 70% dan setelah dibentuk komite medis ketidaklengkapan rekam medis sebesar 60%. Kinerja dokter yang rendah diduga terkait dengan rendahnya motivasi dokter dalam melengkapi pengisian rekam medis.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja dokter dalam pengisian rekam medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, Kabupaten Karo. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini seluruh dokter, sebanyak 32 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter dalam pengisian rekam medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo. Variabel motivasi intrinsik memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja dokter dalam pengisian rekam medis.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe untuk: (1) memberikan reward berupa penghargaan bagi dokter yang melengkapi pengisian rekam medis sesuai dengan kemampuan rumah sakit, dan punishment berupa sanksi bagi dokter yang tidak melengkapi pengisian rekam medis maksimal 2 kali 24 jam, (2) mengaktifkan peran komite medik secara terus menerus untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan pengisian rekam medis, dan (3) meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya kelengkapan pengisian rekam medis serta mengupayakan pembuatan SOP tentang pengisian rekam medis.


(7)

ABSTRACT

The quality of medical services both outpatient and inpatient medical records were recorded on can be used as a hospital performance assessment. Based on preliminary survey in 2010 at the General Hospital Kabanjahe, Karo District filling incompleteness of medical records by 70% before the medical committee was formed and after the medical committee formed the incompleteness of medical records by 60%. The low performance of doctors allegedly related to low motivation in filling of the medical records.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of intrinsic and extrinsic motivation on the performance of doctors in filling of medical records in the Kabanjahe General Hospital, Karo District. The population of this study were all of doctors in Kabanjahe General Hospital, as many as 32 people and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews and observation based on the questionnaire. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%.

The result of this study showed that statistically the intrinsic and extrinsic motivation variables had significantly influence on the performance of doctors in filling of medical records in the Kabanjahe General Hospital, Karo District. Variable Intrinsic motivation was the greatest influence on the performance of doctors in filling of medical records.

It is recommended to management General Hospital Kabanjahe to: (1) provide rewards in the form of awards for doctors who complete the filling of

medical records in accordance with hospital capabilities, and punishment in the form of sanctions for doctors who do not complete of filling medical records a maximum of 2 times 24 hours, (2) activating the role of the medical committee to continuously

evaluate the results of the implementation of filling for medical records, and (3) enhancing dissemination about the importance of medical records and pursue the

SOP about completeness in filling of the medical records.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Prof. dr. Amri Amir, SpF(K), D.F.M, S.H, SpAK selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 5. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, dan dr. Fauzi, S.K.M selaku penguji tesis

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala Dinas Kesehatan Karo dan Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda Elan Ginting, S.H (Alm) dan Ibunda Bantalit br. Sitepu (Alm) atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

9. Bapak Mertua Prof. Dr. Payung Bangun, M.A dan Ibu Mertua Prof. Dra. Esther Frieda Paulina Siregar atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.


(10)

Teristimewa buat suami tercinta Frisco Suny Hilary Bangun, S.H, M.Si serta anak-anak: Filemon Paul Sapta Ibrena Bangun dan Felice Tebet Agita Bangun. Kakak dan Adik-adik tersayang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2011 Penulis

Eni Suriati Ginting 097032028/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Eni Suriati Ginting, lahir padatanggal 10 April 1967 di Medan, anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Elan Ginting, S.H (Alm) dan Ibunda Bantalit br. Sitepu (Alm)

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar Gloria Medan, selesai Tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan, selesai Tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Methodist Medan, selesai tahun 1985. Fakultas Kedokteran di UMI Medan, selesai Tahun 1996.

Mulai bekerja sebagai Kepala Puskesmas di Puskesmas Bentot Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 1996 sampai tahun 1999, Staf di RSU Doris Silvanus Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 2000 sampai tahun 2002, Staf di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo, tahun 2002 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10

2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10

2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10

2.2 Teori Tentang Kinerja ... 11

2.2.1 Pengertian Kinerja ... 11

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 12

2.2.3 Penilaian Kinerja ... 16

2.2.4 Tujuan Penilaian Kinerja ... 20

2.2.5 Manfaat Penilaian Kinerja... 21

2.3 Rekam Medis ... 21

2.3.1 Sejarah Rekam Medis ... 21

2.3.2 Pengertian ... 23

2.3.3 Pengelolaan Rekam Medis ... 26

2.3.4 Kekuatan Hukum Rekam Medis ... 28

2.3.5 Standar Rekam Medis ... 29

2.3.6 Isi Rekam Medis ... 33

2.3.7 Kerahasiaan Rekam Medis ... 34

2.3.8 Mutu Rekam Medis ... 35

2.4 Teori Tentang Motivasi ... 40

2.4.1 Pengertian Motivasi ... 40

2.4.2 Teori Motivasi ... 42


(13)

2.4.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 43

2.4.5 Manfaat Motivasi ... 47

2.5 Rumah Sakit ... 47

2.6 Dokter ... 49

2.7 Landasan Teori ... 51

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 53

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 54

3.2.2 Waktu Penelitian ... 54

3.3 Populasi dan Sampel ... 55

3.3.1 Populasi ... 55

3.3.2 Sampel ... 55

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.4.1 Data Primer ... 55

3.4.2 Data Sekunder ... 56

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 56

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 58

3.5.1 Variabel Bebas ... 58

3.5.2 Variabel Terikat ... 60

3.6 Metode Pengukuran ... 60

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 60

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 60

3.7 Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63

4.1.1 Sejarah RSU Kabanjahe ... 63

4.1.2 Visi dan Misi RSU Kabanjahe ... 63

4.1.3 Ketenagaan RSU Kabanjahe ... 64

4.2 Karakteristik Responden ... 65

4.3 Motivasi Intrinsik ... 66

4.4 Motivasi Ekstrinsik ... 69

4.5 Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis ... 72

4.5.1 Rekam Medis Pasien Rawat Jalan ... 72

4.5.2 Rekam Medis Pasien Rawat Inap ... 76

4.6 Analisis Bivariat ... 82

4.6.1 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 81


(14)

4.6.2 Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Kabupaten Karo ... 82

4.7 Analisis Multivariat ... 83

BAB 5. PEMBAHASAN ... 87

5.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 87

5.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 96

5.3 Kinerja Dokter dalam pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 102

5.3.1 Rekam Medis Pasien Rawat Jalan... 102

5.3.2 Rekam Medis Pasien Rawat Inap ... 104

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

6.1 Kesimpulan ... 109

6.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Pengukuran Variabel Bebas ... 60 3.2 Pengukuran Variabel Terikat ... 61 4.1 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 64 4.2 Distribusi Karakteristik Responden di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Kabupaten Karo ... 65 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Intrinsik di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 67 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Intrinsik di Rumah

Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 69 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Ekstrinsik di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 70 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Ekstrinsik di

Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 71 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja dalam pengisian Rekam

Medis Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 75 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Pengisian

Rekam Medis Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 76 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja dalam Pengisian Rekam

Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 79 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Pengisian

Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 80 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Pengisian


(16)

4.12 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 82 4.13 Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Dokter dalam Pengisian

Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo ... 83 4.14 Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 116

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 121

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 127

4 Uji Multivariat ... 143


(19)

ABSTRAK

Kualitas pelayanan medis baik pasien rawat jalan maupun rawat inap yang tercatat pada rekam medis dapat dijadikan sebagai penilaian kinerja rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan Tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, Kabupaten Karo sebelum dibentuk komite medis, ketidaklengkapan pengisian data rekam medis sebesar 70% dan setelah dibentuk komite medis ketidaklengkapan rekam medis sebesar 60%. Kinerja dokter yang rendah diduga terkait dengan rendahnya motivasi dokter dalam melengkapi pengisian rekam medis.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kinerja dokter dalam pengisian rekam medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, Kabupaten Karo. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini seluruh dokter, sebanyak 32 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter dalam pengisian rekam medis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo. Variabel motivasi intrinsik memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja dokter dalam pengisian rekam medis.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe untuk: (1) memberikan reward berupa penghargaan bagi dokter yang melengkapi pengisian rekam medis sesuai dengan kemampuan rumah sakit, dan punishment berupa sanksi bagi dokter yang tidak melengkapi pengisian rekam medis maksimal 2 kali 24 jam, (2) mengaktifkan peran komite medik secara terus menerus untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan pengisian rekam medis, dan (3) meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya kelengkapan pengisian rekam medis serta mengupayakan pembuatan SOP tentang pengisian rekam medis.


(20)

ABSTRACT

The quality of medical services both outpatient and inpatient medical records were recorded on can be used as a hospital performance assessment. Based on preliminary survey in 2010 at the General Hospital Kabanjahe, Karo District filling incompleteness of medical records by 70% before the medical committee was formed and after the medical committee formed the incompleteness of medical records by 60%. The low performance of doctors allegedly related to low motivation in filling of the medical records.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of intrinsic and extrinsic motivation on the performance of doctors in filling of medical records in the Kabanjahe General Hospital, Karo District. The population of this study were all of doctors in Kabanjahe General Hospital, as many as 32 people and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews and observation based on the questionnaire. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%.

The result of this study showed that statistically the intrinsic and extrinsic motivation variables had significantly influence on the performance of doctors in filling of medical records in the Kabanjahe General Hospital, Karo District. Variable Intrinsic motivation was the greatest influence on the performance of doctors in filling of medical records.

It is recommended to management General Hospital Kabanjahe to: (1) provide rewards in the form of awards for doctors who complete the filling of

medical records in accordance with hospital capabilities, and punishment in the form of sanctions for doctors who do not complete of filling medical records a maximum of 2 times 24 hours, (2) activating the role of the medical committee to continuously

evaluate the results of the implementation of filling for medical records, and (3) enhancing dissemination about the importance of medical records and pursue the

SOP about completeness in filling of the medical records.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap organisasi baik organisasi perusahaan, organisasi sosial maupun organisasi pemerintah mempunyai tujuan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada didalam organisasi tersebut, termasuk sumber daya manusia sebagai alat utama. Berhasil tidaknya suatu perusahaan tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan, yaitu Rumah Sakit.

Persaingan yang semakin kompetitf dalam era global menuntut manajeman dalam suatu organisasi untuk merencanakan masa depan organisasi dengan sungguh-sungguh, sehingga organisasi dapat bertahan dan bersaing dalam kompetisi yang ketat. Manejer rumah sakit perlu memperhatikan secara seksama dinamika lingkungan dalam menghadapi era globalisasi dan desentralisasi saat ini berbagai macam tantangan serta perubahan harus disikapi dengan sungguh-sungguh. Pemikiran yang digunakan adalah model rumah sakit sebagai suatu organisasi jasa yang memproses input dan menghasilkan jasa pelayanan (Laksono, 2005).

Salah satu indikator kinerja rumah sakit dalam pelayanan administrasi dapat diketahui melalui kelengkapan pengisian rekam medis, karena kualitas rekam medis


(22)

di rumah sakit ikut menentukan mutu pelayanannya maka diperlukan pengendalian terhadap pelayanan administrasi rumah sakit. Pada dasarnya rekam medis merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini mengingat rekam medis merupakan salah satu standar yang harus dipenuhi oleh rumah sakit untuk mendapatkan predikat akreditasi (Depkes RI, 1994).

Kinerja rumah sakit sangat diperlukan untuk mengetahui kemajuan organsiasi dari tiap periode, memastikan tingkat keberhasilan manajemen, juga untuk penyusun reward system (Eccles, 1991). Selanjutnya Suprapto dkk (2009), menambahkan

bahwa adanya sistem pengukuran kinerja, memungkinkan suatu organisasi tersebut untuk merencanakan, mengukur dan mengendalikan kinerjanya berdasarkan strategi yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dengan kata lain, pengukuran kinerja membuat suatu organisasi dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Kualitas pelayanan medis kepada pasien tentu tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu diantaranya adalah tenaga dokter. Tenaga dokter mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. (Depkes RI, 2001). Berkaitan dengan kedudukan tenaga dokter dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit maka diperlukan upaya perbaikan mutu dan menjaga mutu pelayanan, termasuk kelengkapan pengisian rekam medis. Sesuai pasal 3 dan 4 Permenkes RI No 749a/Menkes/Per/XII/1999 tentang rekam medis, menyebutkan rekam medis sangat tergantung pada dokter sebagai penentu diagnosis, karena hanya profesi dokterlah yang mempunyai hak dan


(23)

tanggung jawab untuk menetapkan diagnosis pasien (Depkes RI, 1999). Huffman (1999), menyatakan rekam medis yang lengkap dan legal adalah salah satu ciri yang mencerminkan mutu pelayanan medis kepada pasien dan merupakan salah satu parameter pelayanan yang baik adalah kepatuhan terhadap standar yang ditetetapkan tentang cara pengisian rekam medis yang lengkap dan legal.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran. Dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, setiap dokter wajib mengacu pada standar, pedoman dan prosedur yang berlaku sehingga masyarakat mendapat pelayanan medis secara profesional dan aman. Praktik Kedokteran yang dimaksud adalah pengaturan tentang rekam medis, yaitu pada Pasal 46 dan Pasal 47. Bagi para tenaga kesehatan yang tidak membuat rekam medis akan diberikan sanksi hukum, disiplin dan etik (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

Pendokumentasian informasi medis seorang pasien harus dilakukan tepat waktu, up to date, cermat, lengkap, dipercaya, dan obyektif, mengingat informasi tersebut merupakan bukti sah dan otentik yang dapat memberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum bisa diberikan baik kepada pemberi jasa pelayanan maupun penerima jasa pelayanan kesehatan dalam suatu sidang pengadilan, atau badan resmi lainnya (Persi, 2006). Demikian juga dengan Gitawati dkk (2000) yang menyatakan bahwa rekam medis yang lengkap dan akurat kualitasnya dapat diukur dengan data yang tercatat di dalam rekam medis. Kualitas pelayanan medis baik pasien rawat jalan maupun rawat inap yang tercatat pada rekam medis dapat


(24)

digunakan sebagai referensi pelayanan kesehatan dasar hukum, menunjang informasi untuk peningkatan kualitas pelayanan medis, riset medis dan dijadikan dasar menilai kinerja rumah sakit

Werther dan Davis (1996); Mathis dan Jackson (2002); Ilyas (2002), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan memengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi, baik secara individu maupun kelompok dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.

Salah satu faktor yang memengaruhi kinerja adalah motivasi. Robins (2002); Hasibuan (2005); Sedarmayanti (2001), menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu, orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak. Motivasi sangatlah penting karena pimpinan mendelegasikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi sedemikian rupa sehingga karyawan mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.

Provinsi Sumatera Utara saat ini memiliki 75 rumah sakit salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Umum Kabanjahe di Kabupaten Karo. Rumah sakit ini mempunyai salah satu tugas, yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna, mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan


(25)

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum (RSU) Kabanjahe Kabupaten Karo pada bulan Pebruari 2010, rumah sakit ini memiliki permasalahan dalam pengisian rekam medis, hal ini diketahui setelah mengambil secara acak 10 berkas rekam medis. Setelah dilakukan telaah terhadap rekam medis, ditemukan beberapa kolom yang kosong pada formulir yang seharusnya diisi oleh dokter untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Persentase ketidaklengkapan pengisian data rekam medis cukup besar, yaitu 6 berkas rekam medis (60%). Ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis oleh dokter sebagian besar pada hasil : anamnesis dan rencana penatalaksanaan serta pengobatan dan/atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien, bahkan sebagian dokter tidak mencantumkan nama meskipun ditandatangani.

Ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis oleh dokter di RSU Kabanjahe terkait dengan kurangnya dorongan dari dalam diri dokter (intrinsik) maupun dorongan dari faktor luar (ekstrinsik). Pelayanan medis oleh dokter seharusnya dilaksanakan secara integral dari keseluruhan unsur-unsur dalam pelayanan kesehatan, termasuk kelengkapan pengisian rekam medis. Motivasi dokter yang rendah dalam melengkapi pengisian rekam medis merupakan salah satu indikator rendahnya kinerja dokter di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo.


(26)

Menurut Hanafiah dan Amir (1999), rekam medis yang tidak lengkap dapat menimbulkan permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter maupun rumah sakit. Disinilah akan terungkap aspek hukum rekam medis, bila catatan dan data terisi dengan lengkap, maka rekam medis akan menolong semua pihak yang terlibat. Sebaliknya bila catatan yang ada tidak lengkap, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter dan rumah sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis pasti sulit dipercaya.

Hasil penelitian Meliala (2004), mengungkapkan bahwa fenomena ketidaklengkapan dan ketidakakuratan masih terjadi pada 11 rumah sakit tersier di Korea. Berdasarkan hasil audit organsisasi kesehatan di Inggris melalui The Audit Commission on National Health Service mengungkapkan adanya permasalahan yang

serius dalam pengelolaan rekam medis mulai pengisian sampai dengan penyimpanan. Hasil penelitian Sugiyanto (2006), mengungkapkan bahwa sebagian besar dokter menyatakan penyebab ketidaklengkapan pengisian data rekam medis pada lembar resume akibat dokter sibuk (91,6%), dokter menganggap data tidak perlu lengkap. Ketidaklengkapan pengisian rekam medis pada pelaporan mencapai 18,9%, formulir anamnesa sebesar 40,1% dan pemeriksaan fisik 29,8%. Penyebab ketidaklengkapan yang lain adalah dokter tidak mengetahui mana yang harus diisi mencapai 25%. Sebagian kecil dokter menyatakan perlu ada kompensasi mengisi data rekam medis di Rumah Sakit Ungaran.


(27)

Hasil penelitian Dewi (2006), pengisian berkas rekam medis belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman petunjuk teknis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah lembar rekam medis yang tidak lengkap sebesar 50,2%, kurang lengkap 25,4% dan lengkap 24,3% di RSUD Kabupaten Buleleng.

Penelitian Anggraini (2007), tentang hubungan motivasi dengan kinerja petugas rekam medik, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik (peluang untuk maju dan kepuasan kerja) dan ekstrinsik (keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja dan prosedur kerja) dengan kinerja petugas rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Hasil penelitian Purba (2008), mengungkapkan bahwa motivasi dokter dalam pengisian rekam medis kategori rendah sebesar 56,9%. Variabel upah, kepastian dan keamanan kerja, benefit, peluang karier, status, peluang promosi berhubungan dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang. Demikian juga hasil penelitian Sahminan (2010), mengungkapkan bahwa kelengkapan pengisian rekam medis hanya 53.3%. Variabel masa kerja dokter memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja dalam kelengkapan pengisian rekam medis di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur.

Pemerintah telah berupaya dengan mengeluarkan peraturan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 631/MENKES/SK/IV/2005 mewajibkan setiap Rumah Sakit membentuk komite medik. Salah satu tugas dari komite medik ini adalah melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi mutu pelayanan medis


(28)

melalui pembentukan sub komite, yaitu monitoring dan evaluasi kelengkapan dan keakuratan rekam medis. Kemudian peraturan untuk mendukung dan mendorong diselenggarakannya rekam medis yang lengkap, melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, menegaskan bahwa setiap sarana pelayanan kesehatan wajib membuat rekam medis, dan dilakukan oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

Upaya yang dilakukan RSU Kabanjahe terkait dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 631/MENKES/SK/IV/2005, direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe mengeluarkan SK Nomor 249/2008 tentang pembentukan Komite Medik dan Sub Komite Medik pada tanggal 16 Juli 2008, namun kinerja dokter dalam melengkapi pengisian rekam medis masih belum optimal, hal ini diketahui setelah diambil kembali secara acak kartu rekam medis tahun 2007, yaitu sebelum terbentuknya komite medik tahun 2008 sebanyak 10 berkas rekam medis. Dari 10 berkas rekam medis yang diambil ternyata dijumpai sebanyak 7 berkas rekam medis tidak lengkap atau sama dengan (7/10x100)=70% tidak lengkap, sementara setelah dibentuk komite medik 60% tidak lengkap. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebelum dan setelah dibentuknya komite medik kelengkapan pengisian rekam medis belum menggambarkan perbaikan yang signifikan.

Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut maka perlu dikaji ”Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo.


(29)

1.2 Permasalahan

Permasalahan penelitian adalah Apakah ada pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo?

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pimpinan Rumah Sakit, sebagai masukan untuk peningkatan kinerja dokter dalam kelengkapan pengisian rekam medis rumah sakit.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja dalam pengisian rekam medis di rumah sakit.

elesai penelitian dari RSU Kabanjahe ... 144


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Flippo (2000), manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.

Manajemen sumber daya manusia juga bisa dilihat secara mendalam menurut Gomes (2000), manajemen sumber daya manusia berasal dari dua pengertian utama yaitu (1) manajemen dan (2) sumber daya manusia. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Sedangkan

sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat di organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas.

2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Arep dan Tanjung (2003), membagi fungsi manajemen sumber daya manusia menjadi dua bagian, yaitu :

1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek manajerial seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.


(31)

a. Fungsi perencanaan, yaitu melaksanakan tugas dalam hal merencanakan kebutuhan, pengadaan pengembangan dan pemeliharaan SDM. Termasuk dalam hal ini adalah merencanakan karir bagi para karyawan.

b. Fungsi pengorganisasian, yaitu menyusun suatu organisasi dengan membentuk struktur dan hubungan antara tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan. Struktur dan hubungan yang dibentuk, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi yang bersangkutan.

c. Fungsi pengarahan, yaitu memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.

d. Fungsi pengendalian, yaitu melakukan pengukuran antara kegiatan yang telah dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja.

2. Fungsi operasional, yaitu fungsi yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek operasional sumber daya manusia di organisasi atau perusahaan meliputi rekruitmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. Fungsi operasional ini merupakan tindakan pengoperasian yang harus dipertanggungjawabkan oleh manajer personalia kepada manajemen puncak.

2.2 Teori Tentang Kinerja 2.2.1 Pengertian Kinerja

Menurut Robbins (2006), kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi


(32)

perhatian para pemimpin organisasi. Kinerja ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variabel adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.

Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).


(33)

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari: a) Kemampuan dan Keterampilan

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan.

b) Latar belakang

Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu.


(34)

c) Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari: a) Sumber Daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.

b) Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c) Imbalan

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun ekstrinsik.

d) Struktur

Hubungan wewenang dan tanggungjawab antar individu di dalam organisasi, dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

e) Desain Pekerjaan

Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat


(35)

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: a) Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.

b) Sikap

Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. c) Kepribadian

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. d) Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

Menurut Werther dan Davis (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi


(36)

kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.2.3 Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja :

1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.


(37)

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)


(38)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan


(39)

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk

Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil


(40)

penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena madah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Oleh sebab itu, seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).

2.2.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.

a. Tujuan Evaluasi.

Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan.


(41)

b. Tujuan Pengembangan.

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.2.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan

2.3 Rekam Medis

2.3.1 Sejarah Rekam Medis

Sejarah rekam medis di mulai pada zaman batu (paleolithic) lebih kurang 2500 SM dengan ditemukannya lukisan purba tentang trephinasi dan amputasi di dinding gua di Spanyol, hal ini menunjukkan bahwa sejak zaman pra sejarah praktik rekam medis dilakukan bersamaan dengan praktik kedokteran (Depkes RI, 1997).


(42)

Praktik kedokteran secara ilmu pengetahuan modern dimulai sejak zaman Hipocrates pada 460 SM. Hipocrates sebagai bapak ilmu kedokteran banyak menulis tentang pengobatan, observasi penelitian yang cermat dan sampai saat ini dianggap benar. Hasil pemeriksaan pasiennya (rekam medis) hingga kini masih dapat dibaca oleh para dokter sehingga kecermatan cara kerja Hipocrates dalam pengelolaan rekam medisnya sangat menguntungkan para dokter sekarang (Depkes RI, 1997).

Pada tahun 1137, rekam medis pertama kali dilaksanakan di Rumah Sakit St. Bathelomew di London. Di Indonesia, kegiatan pencatatan mulai dilakukan pada masa pra kemerdekaan, hanya saja masih belum dilaksanakan dengan baik, penataannya mengikuti sistem informasi yang benar (Depkes RI, 1997). Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960, kepada semua petugas kesehatan diwajibkan untuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas rekam medis. Kemudian pada tahun 1972 dengan surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk menyelenggarakan rekam medis kesehatan. Pada bab I pasal 3 menyatakan bahwa guna menunjang terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik (Depkes RI, 1997), maka setiap rumah sakit :

a. Mempunyai dan merawat statistik yang terkini.

b. Membuat rekam medis yang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.

Maksud dan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah agar penyelenggaraan rekam medis dapat berjalan dengan baik di institusi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit. Kurun waktu tahun 1972-1989 penyelenggaraan


(43)

rekam medis di rumah sakit belum berjalan sebagaimana yang diharapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/MENKES/PER/ XV/1989 tentang rekam medis yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/ 2008 ini perlu dipertegas kembali tentang pengelolaan rekam medis yang merupakan landasan hukum semua tenaga medis dan paramedis di rumah sakit yang terlibat di dalam penyelenggaraan rekam medis di sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 1997). 2.3.2 Pengertian

Rekam medis menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, rekam medis adalah keterangan baik yang, tertulis/terekam tentang identitas pasien, anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik di rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat.

Pengertian rekam medis menurut IFHRO (International Federation Health Record Organization) adalah a health record contains all information about a

patient, his illness and treatment and the end entries in it are recorded in the order in

which event of care occours (rekam medis berisi semua informasi mengenai pasien,

penyakit, pengobatan, dan rekaman yang didalamnya sesuai dengan urutan pelayanan/perawatan).


(44)

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, diagnosis pengobatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan meliputi pendaftaran pasien yang dimulai dari tempat penerimaan pasien, kemudian bertanggung jawab untuk mengumpulkan, menganalisa, mengolah, dan menjamin kelengkapan berkas rekam medis dari unit rawat jalan, unit rawat inap, unit gawat darurat, dan unit penunjang lainnya (Hatta, 2008).

Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar pencatatan, akan tetapi pengertian tersebut sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis, sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri hanya merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaran rekam medis. Penyelenggaraan rekam medis adalah proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan dengan kegiatan pencatatan data rekam medis selama mendapatkan pelayanan medis dan dilanjutkan dengan penanganan dokumen rekam medis yang meliputi penyelenggaraan, penyimpanan, dan pengeluaran dokumen dari rak penyimpanan untuk melayani permintaan/peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya.

Rekam medis adalah fakta yang berkaitan dengan keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat ini yang tertulis oleh profesi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien tersebut (Huffman, 1999).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/ MENKES/PER/III/2008, yang diwajibkan untuk membuat rekam medis adalah


(45)

tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien, sebagai berikut :

a. Tenaga medis (dokter dan dokter gigi), b. Tenaga keperawatan (perawat dan bidan),

c. Tenaga kefarmasian (apoteker, analisa farmasi, dan asisten apoteker), d. Tenaga kesehatan masyarakat (administrator kesehatan),

e. Tenaga gizi (nutrisionis dan dietis), f. Tenaga keterapian fisik (fisioterapis),

g. Tenaga keteknisian medis (radiografer teknisi elektromedis analis kesehatan dan perekam medis).

Rekam medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien, hal ini merupakan cerminan kerja sama lebih dari satu orang tenaga kesehatan. Rekam medis juga dapat diartikan “Keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnese, penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan, dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang di rawat inap, rawat jalan maupun pelayanan unit gawat darurat”.

Tujuan dari rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Tertib administrasi merupakan salah satu faktor dalam menentukan upaya pelayanan


(46)

kesehatan di rumah sakit. Tujuan rekam medis secara rinci akan terlihat dan analog dengan kegunaan rekam medis itu sendiri.

2.3.3 Pengelolaan Rekam Medis

Sudra (2006), menjelaskan bahwa pengelolaan rekam medis di rumah sakit biasanya dilakukan oleh Manajemen Rekam Medis. Selanjutnya, manajemen rekam medis telah berkembang menjadi manajemen informasi kesehatan dengan dukungan perkembangan teknologi. Rekam medis bukan lagi sekedar membuat ringkasan pasien keluar, laporan perkembangan, lembar perintah dokter, atau resume. Laporan langsung dari laboratorium dan farmasi, x-ray, fotografi, video, film, dan rekaman suara/audio juga merupakan bagian dari data klinis seorang pasien.

Semua informasi yang dihasilkan tentang seorang pasien dalam fasilitas kesehatan harus digolongkan sebagai bagian dari rekam medis. Manajemen informasi kesehatan tidak hanya mengumpulkan data pasien di fasilitas tersebut (misalnya rumah sakit), tetapi juga melindungi dan menjaga kerahasiaannya, melakukan interpretasi, dan menganalisanya untuk membuat keputusan. Jadi, memadukan berbagai jenis data untuk membentuk rekam medis yang utuh merupakan tantangan baru.

Menurut Depkes RI (1997), pengelolaan rekam medis di suatu rumah sakit harus dilaksanakan secara benar, karena dalam rekam medis terkandung nilai-nilai vital. Nilai-nilai yang terkandung dalam dokumen rekam medis, nilai-nilai tersebut dinamakan “ALFRED Values” tersebut diartikan sebagai berikut:


(47)

1. Nilai Administrasi (Administration Value)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedik dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

2. Nilai Hukum (Legal Value)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.

3. Nilai Keuangan (Financial Value)

Setiap pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik oleh dokter, pemeriksaan penunjang medik (laboratorium, radiologi dan rehabilitasi medik), diagnostik dan pengobatan semuanya bernilai dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkan demikian pula jasa pelayanan yang diberikan merupakan hak yang melekat pada dokter. Pendukung pembiayaan dan pembayaran tersebut merupakan nilai financial dalam dokumen rekam medis.

4. Nilai Penelitian (Research Value)

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan. Berbagai penelitian yang bersumber dari dokumen rekam medis dapat dilakukan dari berbagai bidang keilmuan administrasi, hukum, kedokteran, keuangan, keperawatan, gizi dan lain-lain.


(48)

5. Nilai Pendidikan (Education Value)

Pengertian nilai pendidikan berkaitan erat dengan penelitian oleh karena dari hasil penelitian mendidik untuk melakukan perubahan atau juga perbaikan kearah penyempurnaan pelayanan yang bermutu. Hasil penyempurnaan sistem pengisian rekam medis yang segera mendidik dokter melaksanakan kepatuhan mengisi rekam medis tepat waktu.

6. Aspek Dokumentasi (Documentation Value)

Dokumentasi rekam medis menjadi sumber ingatan yang senantiasa diperlukan. Pendokumentasian rekam medis haruslah baik dan tepat sehingga mudah diperoleh kembali jika diperlukan.

2.3.4 Kekuatan Hukum Rekam Medis

Kemajuan teknologi informasi dimanfaatkan oleh manajemen rumah sakit untuk pengembangan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang terintegrasi. Tujuan utama SIMRS adalah efisiensi dan kecepatan pelayanan serta untuk pengambilan keputusan direksi, baik menyangkut keputusan terhadap pelayanan medik maupun keputusan terhadap masalah logistik, administrasi dan keuangan. Dokumen Rekam Medis (DRM) termasuk bagian penting sebagai arsip bukti tertulis telah dilakukan serangkaian tindakan medis dan pengobatan terhadap pasien (Hatta, 2008).

Kemajuan teknologi informasi utamanya di bidang komputerisasi telah melahirkan paradigma baru dalam manajemen informasi kesehatan termasuk di


(49)

dalamnya manajemen rekam medis. Rekam medis yang baik merupakan arsip yang memiliki nilai informasi kesehatan dan nilai hukum sebagai medico legal yang dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Hatta, 2008).

2.3.5 Standar Rekam Medis

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 333/MENKES/SK/XII/1999, tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, Standar Pelayanan Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan antara lain ditetapkan sebagai berikut:

1. Rumah sakit harus menyelenggarakan manajemen informasi kesehatan yang bersumber pada rekam medis yang handal dan profesional.

2. Adanya panitia rekam medis dan manajemen informasi kesehatan yang bertanggung jawab pada pimpinan rumah sakit dengan tugas sebagai berikut : a. Menentukan standar dan kebijakan pelayanan.

b. Mengusulkan bentuk formulir rekam medis.

c. Menganalisis tingkat kualitas informasi dan rekam medis rumah sakit.

d. Menentukan jadwal dan materi rapat rutin panitia rekam medis dan manajemen informasi kesehatan

3. Unit rekam medis dan manajemen informasi kesehatan di pimpin oleh seorang kepala dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai.

4. Unit rekam medis dan manajemen informasi kesehatan mempunyai lokasi sedemikian rupa sehingga pengambilan dan distribusi rekam medis lancar.


(50)

5. Ruang kerja harus memadai bagi kepentingan staf, penyimpanan rekam medis, penempatan (microfilm, computer, printer, etc) dengan pengertian :

a. Ruang penyimpanan cukup untuk berkas rekam medis aktif yang masih digunakan.

b. Ruang penyimpanan cukup untuk berkas rekam medis non aktif yang tidak lagi digunakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

6. Ruang yang harus cukup menjamin bahwa rekam medis aktif dan non aktif tidak hilang, rusak, atau diambil oleh yang tidak berhak.

7. Rekam medis adalah sumber manajemen informasi kesehatan yang handal yang memuat informasi yang cukup, tepat waktu, akurat, dan dapat dipercaya bagi semua rekaman pasien rawat jalan, rawat inap, atau gawat darurat dan pelayanan lainnya.

8. Harus ada sistem identifikasi, indeks, dan sistem dokumentasi yang memudahkan pencarian rekam medis dengan pelayanan 24 jam.

9. Harus ada kebijakan informasi dalam rekam medis agar tidak hilang, rusak, atau digunakan oleh orang yang tidak berhak.

10. Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya bertanggung jawab akan kebenaran dan ketepatan pengisian rekam medis. Hal ini diatur dalam anggaran dasar peraturan dan panduan kerja rumah sakit, adalah sebagai berikut :

a. Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan sudah harus lengkap dalam 24 jam setelah pasien dirawat dan sebelum tindakan operasi.


(51)

b. Tindakan pembedahan dan prosedur lain harus segera dilaporkan setelah tindakan paling lambat pada hari yang sama.

c. Termasuk ringkasan keluar (resume medis sudah harus dilengkapi paling lambat 14 hari setelah pasien pulang) kecuali bila tes dan atau otopsi belum ada.

d. Semua rekam medis diberi kode dan indeks dalam waktu 14 hari setelah pasien pulang.

11. Harus ada kebijakan rumah sakit mengenai rekam medis baik rekam medis aktif maupun yang non aktif.

12. Ada kebijakan dan peraturan prosedur yang dapat ditinjau setiap 3 tahun 13. Rekam medis harus rinci bagi berbagai kepentingan :

a. Ada informasi efektif antar dokter dan perawat atau tenaga kesehatan. b. Konsulen mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

c. Dokter lain dapat menilai pelayanan pasien.

d. Dapat menilai kualitas pelayanan secara retrospektif.

e. Pasien mendapatkan informasi yang berkesinambungan tentang perawatannya. 14. Pengisian rekam medis hanya dilakukan oleh yang berhak di rumah sakit, pasien

yang masuk diberi catatan tanggal, jam, dan nama pemeriksa. 15. Singkatan dan simbol dipakai, diakui, dan berlaku umum.

16. Semua laporan asli oleh tenaga kesehatan disimpan dalam rekam medis. 17. Tiap rekam medis meliputi identifikasi pasien :

a. Nomor rekam medis atau nomor registrasi. b. Nama lengkap pasien.


(52)

c. Alamat lengkap.

d. Orang yang perlu dihubungi

18. Tanda peringatan atau bahaya, misalnya pasien alergi sesuatu harus ditulis di sampul depan berkas rekam medis.

19. Rekam medis mencantumkan diagnosa sementara dan diagnosa akhir saat pasien pulang.

20. Rekam medis mencakup riwayat pasien yang berkaitan dengan kondisi penyakit pasien yang meliputi :

a. Riwayat penyakit keluarga b. Keadaan sosial

c. Riwayat dan perjalanan penyakit dan keadaan sekarang

22. Setiap pemberi pelayanan kesehatan oleh para petugas kesehatan wajib disertai dengan pemberian catatan pada berkas rekam medis.

23. Rekam medis atau persalinan atau operasi atau anestesi, diatur dengan ketentuan khusus. Rekam medis penyakit kronis, penyakit menahun memiliki prosedur manajemen informasi kesehatan secara khusus.

24. Setiap diagnosa/tindakan khusus pasien diberi kode klasifikasi penyakit berdasarkan standar yang berlaku.

25. Dalam waktu 14 hari setelah pasien pulang, ringkasan keluar (resume medis) sudah harus dilengkapi.


(53)

27. Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendalian mutu rumah sakit.

2.3.6 Isi Rekam Medis

Isi catatan medis disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya, khususnya lembar rekam medis rawat inap berisi sebagai berikut seperti yang dipaparkan Huffman (1999); JCAHO (Joint on Accreditation of Healthcare Organizations); Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 :

a. Identitas pasien, terdiri dari nama lengkap pasien, umur, nama suami/ayah, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, nomor rekam medis, agama, pekerjaan, nomor kartu penduduk, alamat, dan nomor telepon rumah untuk memudahkan penyusunan dan penemuan kembali berkas rekam medis.

b. Tahun kunjungan atau tahun dirawat terakhir, untuk mempermudah mencari (mengklasifikasi) berkas rekam medis yang sudah tidak aktif.

c. Tanda (+) untuk pasien yang meninggal, ditulis dibelakang nama pasien pada sampul luar depan dan berkas rekam medis pasien yang meninggal menandakan bahwa berkas tersebut sudah tidak aktif.

d. Catatan mengenai data kesehatan pasien, meliputi penyebab sakit, penentuan tindakan terapi, rehabilitasi, riwayat pasien dan keluarga, riwayat sakit, pemeriksaan fisik, perawatan dan terapi obat terakhir, hasil konsultasi, dan lain-lain.


(54)

e. Perintah doter atau rencana perawatan, dokter menuliskan perkembangan pasien, penemuan medis, rencana perawatan, hasil tes, dan kondisi umum pasien. Perintah dokter ini harus diberi tanggal dan ditandatangani.

f. Catatan perkembangan, catatan ini mengindikasikan kondisi dan respon pasien terhadap perawatan.

g. Penelusuran spesial atau pemeriksaan yang dilakukan seperti hasil laboratorium, radiologi, patologi, dan lain-lain.

h. Catatan perawat dan diagram grafik, perawat mencatat semua pengamatan, pengobatan, perawatan, dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien.

i. Formulir operasi anestesi dan recovery, berisi persetujuan bedah, laporan pra dan post anastesi, laporan operasi, dan laporan lain yang relevan.

j. Lembar kontrol istimewa seperti catatan/laporan persalinan, identitas bayi.

k. Ringkasan keluar/resume, berisi kondisi pasien saat keluar, prognosis, perawatan pasien kembali kontrol untuk follow up. Pada lembar depan ditandatangani oleh dokter untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap informasi yang telah dituliskan.

l. Formulir informed consent atau formulir persetujuan tindakan medis yang ditandatangani pasien atau suami atau ayah yang bersangkutan sebelum dokter melakukan tindakan tertentu.

2.3.7 Kerahasiaan Rekam Medis

Kerahasiaan isi Rekam Medis (RM) berupa identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan harus dijaga kerahasiaannya


(55)

oleh dokter, dokter gigi, petugas kesehatan lain, petugas pengelola, dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan medical record rumah sakit yang berbunyi, “Isi rekam medis adalah milik pasien yang wajib

dijaga kerahasiaannya”. Untuk melindungi kerahasiaan tersebut, maka dibuat ketentuan sebagai berikut (Rustiyanto, 2007) :

a. Hanya petugas RM yang diizinkan masuk ruang penyimpanan rekam medis.

b. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi RM untuk badan-badan atau perorangan, kecuali yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Selama penderita dirawat, rekam medis menjadi tanggung jawab perawat ruangan dan menjaga kerahasiaannya.

Untuk keperluan tertentu rekam medis tersebut dapat dibuka dengan ketentuan:

1. Untuk kepentingan kesehatan pasien.

2. Atas perintah pengadilan untuk penegakan hukum. 3. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri.

4. Permintaan lembaga /institusi berdasarkan undang-undang.

5. Untuk kepentingan penelitian, audit, dan pendidikan dengan syarat tidak menyebutkan identitas pasien.

2.3.8 Mutu Rekam Medis

Rekam medis yang baik dapat pula mencerminkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan (Huffman, 1999). Rekam medis yang bermutu juga diperlukan untuk


(56)

persiapan evaluasi dan audit medis terhadap pelayanan medis secara retrospektif terhadap rekam medis. Tanpa dipenuhinya syarat-syarat dari mutu rekam medis ini, maka tenaga medis maupun pihak rumah sakit akan sukar membela diri di pengadilan bila terdapat tuntutan malpraktik oleh pihak pasien.

Huffman (1999), mutu rekam medis yang baik adalah rekam medis yang memenuhi indikator-indikator mutu rekam medis sebagai berikut :

a. Kelengkapan isian resume medis b. Keakuratan

c. Tepat waktu

d. Pemenuhan persyaratan hukum

Adapun uraian indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut : a. Kelengkapan

Kelengkapan isian resume medis oleh dokter menurut (Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008)

(1) Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat :

(a) Identitas pasien (b) Tanggal dan waktu

(c) Hasil anamnesis, mencakup sekurangya keluhan dan riwayat penyakit (d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis

(e) Diagnosis


(57)

(g) Pengobatan dan/atau tindakan

(h) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

(i) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan (j) Persetujuan tindakan bila diperlukan

(2) Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat :

(a) Identitas pasien (b) Tanggal dan waktu

(c) Hasil anamnesis, mencakup sekurangnya keluhan dan riwayat penyakit (d) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis

(e) Diagnosis

(f) Rencana penatalaksanaan (g) Pengobatan dan/atau tindakan (h) Persetujuan tindakan bila diperlukan

(i) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan (j) Ringkasan pulang (discharge summary)

(k)Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan

(l) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan (m)Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik


(58)

(a) Identitas pasien

(b) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan (c) Identitas pengantar pasien

(d) Tanggal dan waktu

(e) Hasil anamnesis, mencakup sekurangnya keluhan dan riwayat penyakit (f) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik

(g) Diagnosis

(h) Pengobatan dan/atau tindakan

(i) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut

(j) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan

(4) Isi rekam medis dalam keadaan bencana selain memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada isi rekam medis untuk pasien gawat darurat ditambah dengan:

(a) Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan

(b) Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana massal, dan (c) Identitas yang menemukan pasien

(5) Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.


(59)

(6) Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan massal di catat dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan dan di simpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.

b. Keakuratan

Keakuratan catatan rekam medis adalah semua data pasien ditulis dengan teliti, cermat, tepat, dan sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

c. Tepat waktu

Rekam medis harus diisi dan setelah diisi harus dikembalikan ke bagian rekam medis tepat waktu sesuai dengan peraturan yang ada.

d. Memenuhi persyaratan hukum

Rekam medis memenuhi persyaratan aspek hukum (Permenkes 269 Tahun 2008; Huffman, 1999) yaitu :

(1).Penulisan rekam medis tidak memakai pensil (2).Penghapusan tidak ada

(3).Coretan, ralat sesuai dengan prosedur, tanggal, dan tanda tangan (4).Tulisan harus jelas dan terbaca

(5).Ada tanda tangan oleh yang wajib menandatangani dan nama petugas (6).Ada tanggal dan waktu pemeriksaan tindakan

(7).Ada lembar persetujuan

Rekam medis disebut lengkap apabila :

(1).Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 1x24 jam harus ditulis dalam lembar rekam medis.


(60)

(2).Semua pencatatan harus ditandatangai oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya, nama terang, dan diberi tanggal. (3).Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan yang terjadi

dengan wajar seperti mencoret kata/kalimat yang salah dengan jalan memberikan satu garis lurus pada tulisan tersebut. Diberi inisial (singkatan nama) orang yang mengkoreksi tadi dan mencantumkan tanggal perbaikan (Hatta, 2008).

2.4 Teori Tentang Motivasi 2.4.1 Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu (Rivai, 2004). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian, 2004). Sedangkan Gerungan (2000), menambahkan bahwa motivasi adalah


(61)

penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting, yaitu:

a) Pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadi akan ikut pula tercapai.

b) Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.

c) Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.


(62)

Gitosudarmo dan Sudita (1997), menyatakan motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam yaitu: (a) motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut Insentif; dan (b). motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.

2.4.2 Teori Motivasi

a. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow.

Robbin (2006), teori ini mula-mula dipelopori oleh Maslow pada tahun 1954. Ia menyatakan bahwa manusia mempunyai pelbagai keperluan dan mencoba mendorong untuk bergerak memenuhi keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut. Lima hierarki keperluan mengikut Maslow adalah kebutuhan: (1) Faali (fisiologis): antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2) Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, (3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan, (4) Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat ekstemal seperti status, pengakuan, dan perhatian. (5) Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.


(63)

Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai kategori tinggi dan kategori rendah, kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan kategori rendah dan kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan kategori tinggi. Pembedaan antara kedua kategori

ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan kategori tinggi dipenuhi secara internal (di dalam diri orang itu). Sedangkan kebutuhan kategori rendah terutama dipenuhi

secara eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja). 2.4.3 Jenis-Jenis Motivasi

Handoko (2001), motivasi terdiri atas: (a) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsinya tanpa rangsangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan (b) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsinya karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar diri individu.

Herzberg dalam (Hasibuan, 2005), menjelaskan bahwa motivasi pada prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan atau bawahan.

2.4.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective” atau faktor ekstrinsik.


(64)

Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaanya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi

Herzberg (dalam Hasibuan, 2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal. Faktor yang bersifat internal (motivator factor), antara lain:

1) Tanggung jawab (Responsibility).

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.


(65)

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain :


(1)

Anamnesis Keluhan

20 83.3 83.3 83.3

4 16.7 16.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Anamnesis Riwayat penyakit

18 75.0 75.0 75.0

6 25.0 25.0 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pem.Fisik Keadaan Umum

19 79.2 79.2 79.2

5 20.8 20.8 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pem.Fisik Keadaan Khusus (sesuai penyakit pasien)

20 83.3 83.3 83.3

4 16.7 16.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Penegakan diagnosis sesuai anamnesa dan pemeriksaan fisik

20 83.3 83.3 83.3

4 16.7 16.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Rencana penatalaksanaan Pengobatan

18 75.0 75.0 75.0

6 25.0 25.0 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Rencana penatalaksanaan Tindkan medis

13 54.2 54.2 54.2

11 45.8 45.8 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Rencana penatalaksanaan Pel.Penunj.diagnostik

13 54.2 54.2 54.2

11 45.8 45.8 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Persetujuan tindakan (informed consent) (bila diperlukan)

13 54.2 54.2 54.2

11 45.8 45.8 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Catatan observasi klinis

12 50.0 50.0 50.0

12 50.0 50.0 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Catatan pengobatan

11 45.8 45.8 45.8

13 54.2 54.2 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Konsul

10 41.7 41.7 41.7

14 58.3 58.3 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Resume

10 41.7 41.7 41.7

14 58.3 58.3 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pembubuhan Nama Dokter

8 33.3 33.3 33.3

16 66.7 66.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pembubuhan Jam

8 33.3 33.3 33.3

16 66.7 66.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Pembubuhan tanggal

8 33.3 33.3 33.3

16 66.7 66.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pembubuhan tanda tangan dokter

8 33.3 33.3 33.3

16 66.7 66.7 100.0

24 100.0 100.0

Tidak di isi Di isi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis

21 65.6 65.6 65.6

11 34.4 34.4 100.0

32 100.0 100.0

Tidak Lengkap Kurang Lengkap Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

Motivasi Intrinsik * Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis Crosstabulation

20 3 23

15.1 7.9 23.0

87.0% 13.0% 100.0%

62.5% 9.4% 71.9%

1 8 9

5.9 3.1 9.0

11.1% 88.9% 100.0%

3.1% 25.0% 28.1%

21 11 32

21.0 11.0 32.0

65.6% 34.4% 100.0%

65.6% 34.4% 100.0%

Count

Expected Count

% within Motivasi Intrinsik % of Total

Count

Expected Count

% within Motivasi Intrinsik % of Total

Count

Expected Count

% within Motivasi Intrinsik % of Total

Rendah Sedang Motivasi Intrinsik Total Tidak Lengkap Lengkap Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis

Total

Motivasi ekstrinsik * Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis Crosstabulation

6 0 6

3.9 2.1 6.0

100.0% .0% 100.0%

18.8% .0% 18.8%

15 10 25

16.4 8.6 25.0

60.0% 40.0% 100.0%

46.9% 31.3% 78.1%

0 1 1

.7 .3 1.0

.0% 100.0% 100.0%

.0% 3.1% 3.1%

21 11 32

21.0 11.0 32.0

65.6% 34.4% 100.0%

65.6% 34.4% 100.0%

Count

Expected Count % within Motivasi ekstrinsik

% of Total Count

Expected Count % within Motivasi ekstrinsik

% of Total Count

Expected Count % within Motivasi ekstrinsik

% of Total Count

Expected Count % within Motivasi ekstrinsik

% of Total Rendah Sedang Tinggi Motivasi ekstrinsik Total Tidak Lengkap Lengkap

Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis


(6)

Correlations

1.000 .810** .537**

. .000 .002

32 32 32

.810** 1.000 .393*

.000 . .026

32 32 32

.537** .393* 1.000

.002 .026 .

32 32 32

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis

Motivasi Intrinsik

Motivasi ekstrinsik

Kinerja Dokter dalam pengisin rekam medis

Motivasi Intrinsik

Motivasi ekstrinsik

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.