Gejala Klinis Pasien TB Pengobatan TB dan Efek Samping

13. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler cellular immunity, sehingga jika terjadi infeksi penyerta oportunistic, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.

2.4.6.2. Risiko Penularan

Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil bakteri TB. Penderita TB dengan status TB BTA Basil Tahan Asam positif dapat menularkan sekurang- kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB Depkes RI, 2008. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative. menjadi positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien. TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIVAIDS dan malnutrisi gizi buruk.

2.4.7. Gejala Klinis Pasien TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, Universitas Sumatera Utara malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka suspek pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.4.8. Pengobatan TB dan Efek Samping

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap Obat Anti Tuberkulosis OAT. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal monoterapi. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Kombinasi beberapa jenis obat tersebut terdiri dari ; Rifampisin, INH, Pyrazinamid, Etambutol, Streptomisin . 2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung DOT = Directly Observed Treatment oleh seorang Pengawas Menelan Obat PMO. Pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO, supaya penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Minum obat yang tidak teratur dan terputus putus bisa menimbulkan kekebalan Universitas Sumatera Utara bakteri terhadap obat anti TBC sehingga bakteri tidak mati dan penyakit sulit untuk sembuh. Keadaan ini akan sangat membahayakan penderita sendiri maupun masyarakat sekitarnya. 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif konversi dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan yaitu ; luasnya tubuh yang diserang, jenis, jumlah dan dosis obat yang cukup, teratur dalam menjalankan proses pengobatan, Istirahat yang cukup, perumahan yang sehat, makan-makanan bergizi, Iklim, faktor psikis. Sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan TB tanpa efek samping yang bermakna, namun sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh karena itu pengawasan klinis terhadap efek samping harus dilakukan. Petugas kesehatan dapat memantau efek samping dengan dua cara. Pertama dengan menerangkan kepada pasien untuk mengenal tanda-tanda efek samping obat dan segera Universitas Sumatera Utara melaporkannyakepada dokter. Kedua, dengan menanyakan secara khusus kepada pasien tentang gejala yang dialaminya. Efek samping saat minum obat yang perlu diketahui yaitu; kulit berwarna kuning, air seni berwarna gelap seperti minum air teh, kesemutan, mual dan muntah, hilang nafsu makan, perubahan pada penglihatan, demam yang tidak jelas, lemas dan keram perut. Dosis obat penderita TB Paru disesuiakan dengan berat badan penderita TB Paru Kemenkes,2011 Tabel 2.1. Dosis Obat Penderita TB Paru Berat Badan Tahap Intensif TiapHariselama 56 Hari RHZE 15075400275 Tahap Lanjutan 3 Kali Seminggu selama 16 Minggu RH 150150 30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2KDT 38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2KDT 55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2KDT ≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2KDT

2.4.9. Memastikan Penyakit TB Paru