melalui petugas kesehatan , pengawas menelan obat, media elektronik maupun media cetak.
5.3. Pengaruh Empati terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai RP 1,374 95 CI = 1,000-1,888, karena rasio prevalen 1 dan rentang interval kepercayaan mencakup angka 1 maka
variabel empati tidak merupakan faktor risiko untuk penderita TB Paru patuh minum oba,artinya penderita TB Paru yang memperoleh empati dari pengawas menelan obat
saat komunikasi interpersonal bukan merupakan faktor risiko untuk kepatuhan minum obat.
Menurut Devito 1997 bahwa e mpati merupakan sebagai ”kemampuan
seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Dengan adanya
empati dari pengawas menelan obat, maka pengawas menelan obat akan merasakan apa yang akan dialami oleh penderita TB Paru yang akan minum obat secara teratur.
Karena pengawas menelan obat yang empatik terhadap penderita TB Paru mampu memahami motivasi, perasaan dan sikap penderita TB Paru.
Menurut Marrinier, 1996, selama berinterakasi atau tanya jawab dalam komunikasi kita terlibat dan menghargai lawan bicara dengan kemauan untuk
memperhatikan bukan sekedar mendengarkan dan memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengutarakan segala topik yang sedang dibicarakan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini tidak sesuai menurut Yenni 2012, menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal empati memiliki hubungan dengan penemuan kasus TB
Paru di Kabupaten Simalungun. Peneliti berpendapat bahwa dengan kemampuan komunikasi interpersonal terutama dalam hal suportif dan kesamaan maka bisa
memotivasi tersangka TB Paru untuk mau memeriksakan kesehatannya. Peningkatan komunikasi interpersonal empati tentu dapat merubah sikap
atau pandangan penderita TB Paru tentang pengobatan, oleh karena itu pendekatan yang lebih baik dari pengawas menelan obat dengan menghargai dan konsentrasi
terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik saat berkomunikasi dengan penderita TB Paru dapat membuat mereka patuh untuk
minum obat. Penelitian ini menunjukkan dengan adanya empati yang diberikan oleh
pengawas menelan obat, sehingga penderita tidak merasa dikucilkan dan dijauhkan, Selain itu Penyakit TB Paru ini merupakan salah satu penyakit menular, sehingga
penderita TB Paru akan merasa malu bila berjumpa dengan orang lain, tetapi dengan adanya pengawas menelan obat pada saat berkomunikasi mampu memahami,
memotivasi, penderita TB Paru dalam menghadapi pengobatan, juga sentuhan yang sepantasnya yang telah dilakukan pengawas menelan obat selama melakukan
komunikasi dengan penderita TB Paru yang didasarkan pada ketulusan hati akan mengakibatkan penderita TB Paru merasa nyaman selama masa pengobatan sehingga
meningkatan kepatuhan minum obat minum obat penderita TB Paru
Universitas Sumatera Utara
5.4. Pengaruh Sikap Mendukung terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai RP 2,138 95 CI = 1,439-3,176, karena rasio prevalen 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1
maka variabel sikap mendukung merupakan faktor risiko untuk penderita TB Paru patuh minum obat artinya penderita TB Paru yang memperoleh sikap mendukung
dari pengawas menelan obat saat komunikasi interpersonal 2,1 kali untuk patuh minum obat dibandingkan penderita TB Paru yang tidak mendapatkan sikap
mendukung dari pengawas menelan obat. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin ada motivasi atau
dukungan dari pengawas menelan obat saat berkomunikasi interpersonal dengan penderita TB Paru maka akan meningkatkan kepatuhan minum obat. Hal ini sesuai
dengan Sarwono 2003, dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Menurut Wayne 2002, dalam berkomunikasi harus dapat menciptakan
tujuan dan memberikan energi dan dukungan bagi perilaku seseorang. Dukungan merupakan dorongan bertindak untuk memenuhi suatu kebutuhan, dirasakan sebagai
kemauan, keinginan, yang kemudian terwujud dalam bentuk perilaku nyata. Banyak faktor yang dapat menyebabkan penderita TB Paru untuk
meningkatkan kepatuhan dalam minum obat, dimana sikap mendukung dari pengawas menelan obat memiliki andil yang besar. Pengawas menelan obat sebagai
Universitas Sumatera Utara
motivator yang paling dekat dengan penderita TB Paru bukan hanya berperan sebagai keluarga saja tetapi juga memiliki peran serta dalam memberikan dukungan kepada
penderita TB Paru sejak penderita TB Paru ditegakkan diagnosa sebagai penderita TB Paru dan mulai mengikuti pengobatan.
Dalam hal ini, pengawas menelan obat pada saat memberikan komunikasi selalu memberikan motivasi setiap penderita TB Paru berbicara tentang penyakitnya,
dan memperlakukan penderita TB Paru dengan baik serta menghargai, menghormati pendapat penderita TB Paru serta mendorong untuk tetap semangat dalam pengobatan
sehingga penderita akan bersemangat dalam mengahadapi proses pengobatan yang harus dijalaninya selama 6 bulan dan akan patuh untuk minum obat demi
kesembuhan yang diinginkan. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penderita TB Paru yang
tidak mendapatkan dukungan dari pengawas menelan obat maka akan menimbulkan risiko bagi penderita TB Paru untuk tidak patuh minum obat. Untuk meningkatkan
kepatuhan minum obat juga dapat dilakukan dengan pendekatan komunikasi interpersonal dari petugas kesehatan tentang penyakit TB Paru dengan memberikan
motivasi serta menjelaskan segala sesuatu tentang tujuan pengobatan TB Paru melalui kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dari Puskesmas Glugur
Darat. Selain itu pelatihan untuk pengawas menelan obat yang bertindak sebagai
motivator bagi penderita TB Paru juga diperlukan sehingga pengawas menelan obat dapat menjelaskan tentang tujuan pengobatan TB Paru. Puskesmas Glugur Darat
Universitas Sumatera Utara
sudah mengadakan kerjasama dengan LSM Aisyiyah untuk mengadakan pelatihan bagi pengawas menelan obat yang rutin diadakan setiap 3 bulan sekali di Gedung
Muhammaddiyah. Kegiatan ini juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kota. Sebagai motivator adalah kader TB Paru itu sendiri,
selain itu juga didatangkan petugas TB Paru dari Dinas Kesehatan Provinsi ataupun Dinas Kesehatan Kota.
5.5. Pengaruh Sikap Positif terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB
Paru di Puskesmas Glugur Darat
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai RP 1,958 95 CI = 1,325-2,892, karena rasio prevalen 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1
maka variabel sikap positif merupakan faktor risiko untuk penderita TB Paru patuh minum obat artinya penderita TB Paru yang memperoleh sikap positif dari pengawas
menelan obat saat komunikasi interpersonal 1,9 kali untuk patuh minum obat dibandingkan penderita TB Paru yang tidak mendapatkan sikap positif dari pengawas
menelan obat.Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin ada sikap positif dari pengawas menelan obat saat berkomunikasi interpersonal dengan
penderita TB Paru maka akan meningkatkan kepatuhan minum obat. Menurut Effendy 2002, dalam melakukan komunikasi interpersonal kita
mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: 1 menyatakan sikap positif dan 2 secara positif mendorong orang yang
menjadi teman kita berinteraksi. Komunikasi interpersonal terbina jika seseorang
Universitas Sumatera Utara
memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri dan perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan penderita TB Paru untuk meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, dimana sikap positif pengawas menelan
obat memiliki andil yang besar. Melalui sikap dan penampilan pengawas menelan obat dapat membantu penderita TB Paru untuk tenang dan nyaman dalam pengobatan.
sebagai komunikator yang paling dekat dengan penderita TB Paru bukan hanya berperan sebagai keluarga saja tetapi juga memiliki peran serta dalam memberikan
sikap positif kepada penderita TB Parudengan memberikan perlakuan yang sama kepada penderita TB Paru pada saat penderita masih dalam keadaan sehat maupun
mulai menjalani pengobatan. Sehingga dapat menambah kepercayaan penderita TB Paru untuk kesembuhan.
Berdasarkan hasil penelitian pada umumnya penderita TB Paru sangat membutuhkan pertolongan, perhatian dan perawatan dari pengawas menelan obat
sebagai orang terdekat mereka. Selain itu yang diinginkan oleh seorang penderita TB Paru terhadap pengawas menelan obat adalah sikap positif, kepekaan, pengalaman
atau keterampilan seorang pengawas menelan obat untuk bisa memberikan rasa tenang dalam pengobatan dan membangkitkan rasa percaya diri seorang penderita TB
Paru. Oleh karena itu disini pengawas menelan obat harus dapat memberikan semangat dan mendorong penderita TB Paru dari mulai awal pengobatan sampai
selesai pengobatan sehingga penderita TB Paru merasa tenang dan nyaman dalam
Universitas Sumatera Utara
pengobatan untuk mencapai kesembuhan dengan jalan patuh minum obat secara teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan petugas.
5.6. Pengaruh Kesetaraan terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai RP 1,253 95 CI = 0,953-1,649, karena nilai interval kepercayaan rasio prevalen mencakup angka 1 berarti artinya
penderita TB Paru yang memperoleh kesetaraan maupun yang tidak memperoleh kesetaraan dari pengawas menelan obat saat komunikasi interpersonal bukan
merupakan faktor risiko untuk kepatuhan minum obat. Berdasarkan hasil penelitian, walaupun pengawas menelan obat pada saat
komunikasi interpersonal menunjukkan rasa kebersamaan, tidak ada jarak yang ditunjukkan pengawas menelan obat dalam mengkomunikasikan tentang penyakit dan
pengobatan, bersama-sama membahas dan mendiskusikan segala masalah yang akan dihadapi penderita TB Paru selama pengobatan, tidak membuat penderita TB paru
lebih patuh untuk minum obat. Begitu juga penderita TB Paru yang tidak mendapatkan kesetaraan dari pengawas menelan obat ternyata penderita TB Paru
tetap patuh untuk minum obat demi kesembuhan penyakitnya. Karena mereka memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh.
Hal ini tidak sesuai dengan Roger 1995, dalam berkomunikasi harus berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain. Dengan komunikasi kita
berhubungan dan mengajak orang lain untuk mengerti apa yang kita sampaikan dalam mencapai keinginan kita.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini rasa kebersamaan, sikap atau tampilan bahwa pengawas menelan obat bukan memiliki kedudukannya lebih tinggi tetapi lebih kearah sebagai
orang terdekat penderita TB Paru pada saat berkomunikasi, juga tidak adanya jarak yang ditunjukkan pengawas menelan obat dalam mengkomunikasikan penyakit dan
pengobatannya Dalam setiap situasi, barangkali terjadi kesetaraan dan komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan
secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam
suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada
dari pada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain, kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan
nonverbal pihak lain.
5.7. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai RP 0,953 95 CI = 0,742-1,223, karena nilai interval kepercayaan rasio prevalen mencakup angka 1 berarti artinya
penngawas menelan obat yang memiliki pengetahuan baik bukan merupakan faktor risiko untuk kepatuhan minum obat.
Penelitian ini menunjukkan walaupun pengetahuan dari pengawas menelan obat baik tidak mengakibatkan peningkatan kepatuhan penderita TB Paru untuk patuh
minum obat. Hal ini tidak sesuai dengan Smet 1994, bahwasanya pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi kepatuhan seseorang, dimana ketepatan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit sangat penting dalam pemberian obat anti tuberkulosis
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan adanya pengetahuan baik pengawas menelan obatmaka belum tentu akan meningkatkan kepatuhan dalam
minum obat.Walaupun pengawas menelan obat memiliki pengetahuan yang baik tetapi dari penderita TB Paru itu sendiri tidak berkeinginan untuk sembuh maka
penderita TB Paru juga tidak akan teratur minum obat. Berdasarkan hasil penelitian, selain pengetahuan pengawas menelan obat
harus baik, maka pengetahuan dari penderita TB Paru itu sendiri tentang pengobatan TB Paru juga harus baik sehingga penderita TB Paru mengetahui akibat dari
ketidakteraturan minum obat akan mengakibatkan tubuh mengalami resistensi terhadap obat anti tuberkulosis, dan dapat menimbulkan MDR Multi Drug Resistent
dan pengobatannya juga sangat relatif lama dan mahal. Untuk meningkatkan pengetahuan penderita TB Paru dilakukan dengan
pendekatan komunikasi interpersonal dari petugas kesehatan tentang penyakit TB Paru dengan memberikan motivasi serta menjelaskan segala sesuatu tentang tujuan
pengobatan TB Paru melalui kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dari Puskesmas Glugur Darat. Pada saat penyuluhan berlangsung penderita
TB Paru merasa malu untuk bertanya kepada petugas kesehatan tentang TB Paru, hal ini disebabkan karena penyuluhan yang diadakan oleh petugas kesehatan tersebut
dihadiri bukan hanya penderita TB Paru saja melainkan digabung dengan penderita penyakit lain.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu pelatihan untuk pengawas menelan obat yang bertindak sebagai motivator bagi penderita TB Paru juga diperlukan sehingga pengawas menelan obat
dapat menjelaskan tentang tujuan pengobatan TB Paru. Puskesmas Glugur Darat sudah mengadakan kerjasama dengan LSM Aisyiyah untuk mengadakan pelatihan
bagi pengawas menelan obat yang rutin diadakan setiap 3 bulan sekali di Gedung Muhammaddiyah. Kegiatan ini juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi
dan Dinas Kesehatan Kota. Sebagai motivator adalah kader TB Paru itu sendiri, selain itu juga didatangkan petugas TB Paru dari Dinas Kesehatan Provinsi ataupun
Dinas Kesehatan Kota.
5.8. Pengaruh Siapa PMO terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas Glugur Darat
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai RP 1,211 95 CI = 0,586-2,503, karena nilai interval kepercayaan rasio prevalen mencakup angka 1 berarti artinya
penngawas menelan obat yang memiliki pengawas menelan obat berasal dari keluarga inti bukan merupakan faktor risiko untuk kepatuhan minum obat.
Penelitian ini menunjukkan walaupun pengawas menelan obat berasal dari keluarga inti tidak mengakibatkan peningkatan kepatuhan penderita TB Paru untuk
patuh minum obat. Hal ini tidak sesuai dengan Kemenkes 2011, bahwasanya pengawas menelan obat dapat menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan
sesuai jadwal yang telah disepakati pada awal pengobatan Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan pengawas menelan obat yang
berasal dari keluarga inti maka belum tentu akan meningkatkan kepatuhan penderita
Universitas Sumatera Utara
TB Paru dalam minum obat.Walaupun pengawas menelan obat berasal dari keluarga inti dan tinggal dalam satu rumah, tetapi pengawas menelan tersebut tidak rajin
memantau, melihat langsung atau bertanya apakah obat sudah di minum atau tidak, maka penderita TB Paru juga tidak akan teratur minum obat.
Berdasarkan hasil penelitian, walaupun kondisinya pengawas menelan obat tinggal dalam satu rumah atau tidak dengan penderita TB Paru, tetap harus
mengawasi atau mengontrol apakah obat sudah di minum atau belum. Kader TB Paru dari LSM Aisyiyah yang bertindak sebagai pengawas menelan obat selalu mengawasi
penderita TB Paru dalam minum obat anti tuberkulosis walaupun kondisinya kader tersebut tidak tinggal serumah dengan penderita TB Paru dengan menghubungi
keluarga terdekat yang tinggal dalam satu rumah dengan penderita TB Paru, sebelumnya kader tersebut membuat perjanjian dengan keluarga penderita TB Paru
untuk dapat menghubungi keluarga terdekat dengan jalan berkomunikasi. Sehingga pengawas menelan obat tersebut dapat terus mengawasi penderita TB Paru.
5.9. Multivariat Pengaruh Sikap Mendukung dan Sikap Positif terhadap