Hipertensi di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan

1. Hipertensi di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan

Urbanisasi dan globalisasi merupakan faktor penyebab tidak langsung dari hipertensi WHO, 2014; Peer, 2013; Sobngwi, 2004. Beberapa penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa urbanisasi dan globalisasi menjadi faktor penting yang menyebabkan adanya perbedaan prevalensi hipertensi antara wilayah urban dengan rural Prabhakaran dkk., 2007; Addo dkk., 2007; Hou, 2008; Katz dkk., 2012; Musinguzi dan Nuwaha, 2013. Prevalensi hipertensi di wilayah urban lebih tinggi dibandingkan wilayah rural Prabhakaran dkk., 2007; Addo dkk., 2007; Hou, 2008; Katz dkk., 2012; Chang, 2003; Paibul, 2003. Urbanisasi sendiri didefinisikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Berbagai alasan masyarakat desa memilih untuk migrasi ke kota di antaranya adalah Santy dan Buhari, 2015: a. Masyarakat ingin hidup modern dan mewah. Media masa cetak dan eloktronik memberikan informasi terkait kehidupan modern dan mewah di kota sehingga mempengaruhi masyarakat desa untuk bisa menikmatinya juga. b. Kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Perkembangan industri di kota mempengaruhi masyarakat desa berpikir akan memperoleh pekerjaan yang lebih baik jika mereka tinggal di kota. c. Pendidikan. Kualitas pendidikan di desa yang minim menjadi alasan masyarakat pindah ke kota agar memperoleh pendidikan yang lebih baik. Fasilitas dan jenjang pendidikan di desa juga minim sehingga masyarakat desa pindah ke kota agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, seperti universitas. d. Fasilitas dan infrastruktur di kota lebih lengkap, seperti pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan pendidikan. Selain itu, ada juga fasilitas lain seperti tempat hiburan bioskop, pusat perbelanjaan modern, dan lain-lain. e. Kesempatan untuk menjadi lebih maju dan hebat. f. Memperoleh kebebasan personal. Beberapa orang menghindari kehidupan di desa yang penuh kontrol sosial yang ketat. Saat ini, kondisi urbanisasi di Indonesia semakin berkembang. Pertambahan penduduk kota Indonesia yang diperkirakan mencapai 95 dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2025 Santoso, 2006. Selain itu, perbedaan laju pertumbuhan penduduk daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia tahun 2010-2015 adalah 17,26. Perbedaan tersebut diprediksikan akan terus meningkat setiap 5 tahun, yaitu mencapai 20,98 di periode tahun 2030-2035 BPS, 2013. Selain perkembangan urbanisasi, globalisasi juga semakin berkembang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi terus berkembang di wilayah perkotaan dan pedesaan Indonesia. Walaupun penggunaan internet di pedesaan masih minim, tetapi bukan berarti tidak ada pengguna internet di pedesaan. Selain itu, telepon dan televisi bukan merupakan hal baru di pedesaan APJII, 2012; Hadiyat Y. D., 2014. Pada tahun 2011, 95,56 rumah tangga di Indonesia adalah pengguna televisi, 90 adalah pengguna telepon dan hanya 37,51 rumah tangga yang memiliki akses internet. Artinya, sebagian besar masyarakat kota maupun desa memperoleh informasi dari media televisi Kemenkominfo, 2011. Dampak buruk dari kemudahan memperoleh informasi di antaranya adalah masyarakat tergiur dengan pengaruh iklan. Contohnya iklan makanan cepat saji dan produk tekonologi yang mendorong masyarakat, terutama remaja untuk mengonsumsinya dan menjadikannya gaya hidup Hutagalung I., 2004; Emalia R. D. dkk., 2009; Arief E. dkk., 2011; APJII, 2013. Selain itu, gadget atau smartphone yang tersambung dengan jaringan internet sedang digemari oleh para generasi muda saat ini. Hal ini membuat mereka menjadi jarang bergerak dan berolahraga karena digunakan terlalu sering. Hasil penelitian Syamsoedin W. K. P. dkk 2015 diketahui 30,6 remaja SMA Negeri 9 Manado mengakses internet 5-6 jamhari. Artinya, hampir seperempat dari kehidupan sehari- hari mereka digunakan untuk mengakses internet. Perkembangan urbanisasi dan globalisasi menjadi masalah ketika tanpa didukung oleh fasilitas, peluang pekerjaan dan tempat tinggal. Dampaknya adalah terjadi perubahan gaya hidup masyarakat desa, dimana masyarakat desa mulai mengikuti gaya hidup modern Santy dan Buhari, 2015. WHO 2014 juga menjelaskan bahwa urbanisasi memberikan pengaruh terhadap gaya hidup masyarakat sehingga masyarakat berisiko mengalami hipertensi. Gaya hidup berisiko yang dimaksud adalah diet tidak sehat, aktvitas fisik kurang, merokok dan konsumsi alkohol WHO, 2014. Penelitian di India menunjukkan prevalensi hipertensi lebih tinggi pada wilayah urban dibandingkan wilayah rural. Penelitinya berpendapat bahwa urbanisasi berperan penting dalam hal ini karena urbanisasi mengubah siklus kehidupan dan secara otomatis mengubah gaya hidup, terutama terkait pola makan dan aktivitas fisik. Pola makan lebih cenderung pada makanan yang mengandung lemak dan garam dibandingkan yang mengandung serat seperti sayuran dan buah-buahan Prabhakaran dkk., 2007. Sebuah penelitian di Afrika juga menununjukkan prevalensi hipertensi lebih tinggi pada wilayah urban dibandingkan wilayah rural disebabkan oleh adanya perbedaan gaya hidup di antara kedua wilayah tersebut. Tingkat obesitas yang tinggi, konsumsi makanan berlemak dan bergaram yang berlebih serta komitmen dengan jenis pekerjaan yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik menjadi alasan mengapa prevalensi hipertensi lebih tinggi di wilayah urban Addo dkk., 2007. Keberadaan dan ketersediaan sistem transportasi, mesin pencuci piring, mesin cuci dan remote control di era globalisasi mengurangi aktivitas fisik masyarakat kota Ekezie dan Anthony, 2011. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi antara wilayah urban dengan rural tidak jauh berbeda Adeloye dan Basquill, 2014; Moreira dkk, 2013; Okpechi dkk., 2014. Misalnya, prevalensi hipertensi pada wilayah urban dengan wilayah rural di Brazil yang tidak jauh berbeda, yaitu 21 dan 20,1 Moreira dkk., 2013. Hal ini karena golabalisasi tidak selamanya memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta berkembangnya kualitas dan fasilitas pelayanan kesehatan di perkotaan justru dapat memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan yang berkualitas Martens P. dkk., 2010. Selain itu, sebenarnya sulit untuk melakukan pembedaan antara masyarakat perkotaan dengan pedesaan. Seberapa kecilnya suatu desa masih bisa terpengaruh oleh masyarakat kota. Hal ini karena adanya hubungan antara konsentrasi masyarakat dengan gejala-gejala sosial berupa urbanisme. Urbanisme merupakan kondisi dimana adanya masyarakat desa yang tinggal di kota sesekali kembali ke desa dan membawa gaya hidup di kota sehingga sebagian masyarakat desa ada yang menirunya Soekanto, 2009. Penduduk desa yang datang ke kota bahkan dapat mengalami peningkatan tekanan darah sekalipun hanya berkunjung dalam rentang waktu satu bulan Ekezie dan Anthony, 2011 Berdasarkan peraturan No. 37 Tahun 2010, pengertian perkotaan dan pedesaan adalah sebagai berikut. a. Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desakelurahan yang memenuhi klasifikasi wilayah perkotaan. b. Pedesaan adalah suatu wilayah administrasi setingkatdesakelurahan yang belum memenuhi klasifikasi wilayah perkotaan. Kriteria klasifikasi wilayah perkotaan dan pedesaan Indonesia terdapat dalam Tabel 2.3. Sedangkan, berikut ini adalah perbedaan antara masyarakat kota dan desa Soekanto, 2009. a. Masyarakat Perkotaan 1 Jumlah penduduk tidak tentu 2 Masyarakat bersifat individualis 3 Perubahan sosial terjadi secara cepat, menimbulkan konflik antara golongan muda dengan golongan orang tua 4 Interaksi lebih disebabkan faktor kepentingan daripada faktor pribadi 5 Perhatian lebih pada penggunaan kebutuhan hidup yang dikaitkan dengan masalah gengsi 6 Kehidupan keagamaan lebih longgar 7 Banyaknya pengangguran, meningkatnya kriminalitas, persoalan rumah dan lain-lain yang merupakan dampak negatif dari kedatangan para migran yang berasal dari daerah b. Masyarakat Pedesaan 1 Antarwarga memiliki hubungan yang lebih erat 2 Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan 3 Umumnya hidup dari pertanian 4 Golongan orang tua berperan penting 5 Dari sudut pemerintahn, hubungan antara penguasa dengan rakyat bersifat informal 6 Masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan pokok 7 Kehidupan keagamaan lebih kental 8 Banyak yang berurbanisasi ke kota Dalam penentuan wilayah sesungguhnya tidak dapat langsung digolongkan menjadi desa atau kota. Hal ini karena tidak semua desa merupakan daerah tertinggal. Hanya 30 desa terpencil yang berlokasi di wilayah Barat Indonesia sedangkan sisanya berada di Indonesia bagian Timur. Kemendesa, 2013. Oleh karena itu, sebaiknya ada tingkatan dalam pengkategorian wilayah desa atau kota. Tabel 2.2 Penentuan Klasifikasi Wilayah Perkotaan dan Pedesaan di Indonesia No. VariabelKlasifikasi Skor Total Skor  Skor minimum  Skor maksimum 2 26 1. Kepadatan penduduk 500 500 - 1.249 1.250 - 2.499 2.500 - 3.999 4.000 - 5.999 6.000 - 7.499 7.500 - 8499 8.500 1 2 3 4 5 6 7 8 2. Persentase rumah tangga pertanian 70,00 50,00 – 69,99 30,00 – 49,99 20,00 – 29,99 15,00 – 19,99 10,00 – 14,99 5,00 – 9,99 5,00 1 2 3 4 5 6 7 8 3. Akses fasilitas umum 0, 1, 2, …, 10 a. Sekolah Taman Kanak-Kanak TK 1 Ada atau ≤ 2,5 km 2 2,5 km 1 No. VariabelKlasifikasi Skor b. Sekolah Menengah Pertama SMP 1 Ada atau ≤ 2,5 km 2 2,5 km 1 c. Sekolah Menengah Umum SMU 1 Ada atau ≤ 2,5 km 2 2,5 km 1 d. Pasar 1 Ada atau ≤ 2 km 2 2 km 1 e. Pertokoan 1 Ada atau ≤ 2 km 2 2 km 1 f. Bioskop 1 Ada atau ≤ 5 km 2 5 km 1 g. Rumah Sakit 1 Ada atau ≤ 5 km 2 5 km 1 h. HotelBilyarDiskotekPanti PijatSalon 1 Ada 2 Tidak ada 1 i. Persentase Rumah Tangga Telepon 1 ≥ 8,00 2 8,00 1 j. Persentase Rumah Tangga Listrik 1 ≥ 90,00 2 90,00 1 Total Skor ≥ 10 = DesaKelurahan Perkotaan Urban Total Skor 10 = DesaKelurhan Pedesaan Rural Sumber: BPS, 2010

2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi di Wilayah