Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja dan Beban Kerja terhadap Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh

(1)

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, MASA BEKERJA DAN BEBAN KERJA TERHADAP TINGKAT STRES KERJA

PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH ACEH

T E S I S

Oleh

UMMI UMMAMAH 097032021/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, MASA BEKERJA DAN BEBAN KERJA TERHADAP TINGKAT STRES KERJA

PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH ACEH

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

UMMI UMMAMAH 097032021/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : P ENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, MASA BEKERJA DAN BEBAN KERJA TERHADAP TINGKAT STRES KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH ACEH

Nama Mahasiswa : Ummi Ummamah Nomor Induk Mahasiwa : 097032021

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K) Ketua

) (Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 11 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K) Anggota : 1. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes 3. Ir. Kalsum, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, MASA BEKERJA DAN BEBAN KERJA TERHADAP TINGKAT STRES KERJA

PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH ACEH

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2011


(6)

ABSTRAK

Jumlah pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh pada tahun 2010 melebihi daya tampung rumah sakit. Di sisi lain jumlah perawat tidak mengalami penambahan yang menyebabkan beban kerja perawat semakin berat yang dapat berdampak pada stres kerja.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan, masa bekerja, beban kerja terhadap tingkat stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Jenis Penelitian analitik dengan desain crossectional. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah perawat Rumah sakit Jiwa Pemerintah Aceh sebanyak 120 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda dengan α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja berpengaruh terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Variabel yang paling berpengaruh terhadap tingkat stres kerja adalah variabel beban kerja.

Disarankan kepada pimpinan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh agar meningkatkan pengawasan terhadap semua perawat supaya bekerja optimal dan melakukan refreshing terhadap perawat sehingga dapat mengurangi stres kerja.


(7)

ABSTRACT

The number of mental disorder patient at Aceh Provincial Mental Hospital in 2010 were exceed its capacity. Meanwhile, the number of nurses has not increased that caused the high work load of the nurses which gave impact to work stress.

The purpose of this research was to analyze the influence of education level, length of work, and work load on the level of work stress in the Aceh Provincial Mental Hospital. Type of analytical research was cross sectional. Population and sample in this study were nurses of Aceh Provincial Mental Hospital as much as 120 peoples. The data were obtained by interviews with questioner, and analyzed using

multiple regression with α = 0,05.

The result showed that statistically the education level, length of work, and work load influence on the level of work stress in the Aceh Provincial Mental Hospital. The most influenced variable on the level of work stress was the word load.

It suggested to the chairman of the Aceh Provincial Mental Hospital to increase the evaluation to all nurses in order to optimally their performance and conduct refreshing for all nurses, that can reduce their work stress.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala kasih karunia-Nya penulis telah dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja dan Beban Kerja terhadap Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.”

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Manyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K) selaku ketua pembimbing satu yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan dan arahan hingga selesai penelitian ini.


(9)

6. Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S selaku komisi pembimbing dua yang telah meluangkan waktu, pikiran serta pengarahan terus menerus sejak penyusunan proposal hingga menyelesaikan tesis ini.

7. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes selaku pembanding satu yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

8. Ir. Kalsum, M. Kes selaku pembanding dua yang telah bersedia untuk menguji dan menyempurnakan tesis ini.

9. Drs. H. Saifuddin Abdurrahman, SMPH, M. Kes selaku Direktur Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

10. Suami tercinta Ampera Miko, DNCom, M.M dan anak-anakku tersayang Ipak, Sausan, Lutfi, Muhammad yang telah memberikan saya motivasi, dukungan serta do’anya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

11. Kedua Orang tua saya Ilyas dan Ibunda Nursiah, serta seluruh keluarga tercinta atas pengorbanan dan kasih sayangnya.

12. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ummi Ummamah yang dilahirkan di Desa Cot Trueng Kecamatan Muara Batu di Kabupaten Aceh Utara pada tanggal delapan belas bulan agustus tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, telah berkeluarga dan mempunyai empat orang anak yaitu dua putri dan dua putra, beralamat di Jalan Mon Kuta Lorong Seuruni Nomor 12 Lambhuk Ulee Kareng Banda Aceh

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Dakuta Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara Tahun 1982, Tahun 1985 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN Krueng Mane Muara Batu Kabupaten Aceh Utara, Tahun 1988 penulis menamatkan Sekolah SMA Negeri 2 Bireun Kecamatan Bireun, dan Tahun 1989 penulis menamatkan Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Depkes RI Banda Aceh, dan Tahun 2000 penulis menamatkan Akademi Gizi Depkes RI Banda Aceh, tahun 2002 penulis menamatkan Sarjana Teknologi Pangan dan Gizi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Tahun 1990 sampai tahun 1996 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Rumah Sakit Ahmad Mukhtar Bukit Tinggi Sumatera Barat, tahun 1997 sampai tahun 2000 pindah kerja ke puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, dan tahun 2000 penulis pindah kerja ke Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh sampai dengan sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Beban Kerja ... 12

2.1.1. Pengertian Beban Kerja ... 12

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja ... 13

2.1.3. Dampak Beban Kerja ... 14

2.1.4. Tanda – Tanda Stres Berkaitan Tingkat Beban Kerja ... 14

2.2. Stres ... 15

2.2.1. Pengertian Stres ... 15

2.2.2. Sumber Stres ... 16

2.2.3. Jenis Stres ... 17

2.2.4. Reaksi Stres ... 17

2.2.5. Dampak Negatif Stres ... 18

2.2.6. Dampak Psikofisiologis dari Stres ... 19

2.2.7. Klasifikasi Stres ... 20

2.3. Stres Kerja ... 21

2.3.1. Pengertian Stres Kerja ... 21

2.3.2. Penyebab Stres Kerja ... 23

2.3.3. Dampak Stres Kerja ... 27


(12)

2.4. Perawat ... 30

2.4.1. Definisi Perawat ... 30

2.4.2. Peran Perawat ... 31

2.4.3. Fungsi Perawat ... 33

2.5. Masa Bekerja ... 34

2.6. Pendidikan Perawat ... 35

2.7. Landasan Teori ... 36

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.5.1. Variabel Penelitian ... 42

3.5.2. Defenisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 43

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh ... 47

4.2. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 49

4.2.1. Gambaran Pelaksanaan Asuhan Keperawatan ... 49

4.3. Analisis Univariat ... 54

4.3.1. Karakteristik Responden ... 54

4.3.2. Pendidikan, Masa Bekerja, Beban Kerja dan Stress Kerja Responden di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh ... 54

4.3.3. Analisis Bivariat ... 56

4.3.3.1. Hubungan Pendidikan dengan Stres Kerja ... 56

4.3.3.2. Hubungan Masa Bekerja dengan Stres Kerja ... 57

3.3.3.3. Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja ... 58

4.4. Analisis Multivariat ... 58

BAB 5. PEMBAHASAN ... 60

5.1. Tingkat Pendidikan dan Stres Kerja ... 60


(13)

5.3. Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja ... 63

5.4. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja dan Beban Kerja terhadap Stres Kerja ... 66

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 69

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Tanda-tanda Stres Berkaitan dengan Beban Kerja ... 14 2.2. Stresor dari Sumber Pekerjaan ... 26 3.1. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ... 44 4.1 Kunjungan Pasien Rawat Inap Berdasarkan Jenis Penyakit Tahun

2007-2009 ... 48 4.2 Kunjungan Pasien Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Penyakit Tahun

2007-2009 ... 49 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Beban Kerja di Rumah

Sakit Jiwa Pemerintah Aceh Tahun 2011 ... 51 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Stres Kerja di Rumah

Sakit Jiwa Pemerintah Aceh Tahun 2011 ... 53 4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Petugas Kesehatan Jiwa di Rumah

Sakit Jiwa Pemerintah Aceh ... 54 4.6 Pendidikan, Masa Bekerja, Beban Kerja dan Stres Kerja Responden Di

Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh ... 56 4.7 Hubungan pendidikan dengan Stres kerja di Rumah Sakit Jiwa

Pemerintah Aceh Tahun 2011 ... 57 4.8 Hubungan Masa Bekerja dengan Stres kerja di Rumah Sakit Jiwa

Pemerintah Aceh Tahun 2011 ... 57 4.9 Hubungan Beban kerja dengan Stres kerja di Rumah Sakit Jiwa

Pemerintah Aceh Tahun 2011 ... 58 4.10. Hasil Uji Regresi Untuk Identifikasi Variabel Independen yang Paling

Berpengaruh Terhadap Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh ... 59


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Skema Model Stres Kerja ... 22 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 38


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ... 73

2. Kuesioner Penelitian ... 74

3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Data ... 77


(17)

ABSTRAK

Jumlah pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh pada tahun 2010 melebihi daya tampung rumah sakit. Di sisi lain jumlah perawat tidak mengalami penambahan yang menyebabkan beban kerja perawat semakin berat yang dapat berdampak pada stres kerja.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan, masa bekerja, beban kerja terhadap tingkat stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Jenis Penelitian analitik dengan desain crossectional. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah perawat Rumah sakit Jiwa Pemerintah Aceh sebanyak 120 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda dengan α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja berpengaruh terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Variabel yang paling berpengaruh terhadap tingkat stres kerja adalah variabel beban kerja.

Disarankan kepada pimpinan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh agar meningkatkan pengawasan terhadap semua perawat supaya bekerja optimal dan melakukan refreshing terhadap perawat sehingga dapat mengurangi stres kerja.


(18)

ABSTRACT

The number of mental disorder patient at Aceh Provincial Mental Hospital in 2010 were exceed its capacity. Meanwhile, the number of nurses has not increased that caused the high work load of the nurses which gave impact to work stress.

The purpose of this research was to analyze the influence of education level, length of work, and work load on the level of work stress in the Aceh Provincial Mental Hospital. Type of analytical research was cross sectional. Population and sample in this study were nurses of Aceh Provincial Mental Hospital as much as 120 peoples. The data were obtained by interviews with questioner, and analyzed using

multiple regression with α = 0,05.

The result showed that statistically the education level, length of work, and work load influence on the level of work stress in the Aceh Provincial Mental Hospital. The most influenced variable on the level of work stress was the word load.

It suggested to the chairman of the Aceh Provincial Mental Hospital to increase the evaluation to all nurses in order to optimally their performance and conduct refreshing for all nurses, that can reduce their work stress.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan profesi perawat sering dianggap biasa saja, walaupun pada kenyataannya peranan perawat dalam pemeliharaan kesehatan sangat vital. Dewasa ini, perawat merupakan segmen profesi terbesar dalam bidang kesehatan. World

Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sekarang terdapat lebih dari 9 juta

perawat dan bidan di 141 negara. The Athlantic Monthly menyatakan bahwa keperawatan merupakan perpaduan dari perhatian, pengetahuan dan keterandalan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup pasien (Inawati, 2004).

Perawat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pemulihan pasien, tidak hanya sekedar melakukan rutinitas seperti memeriksa tekanan darah, denyut nadi, atau suhu pasien saja. Menurut The American Medical

Association Encyclopedia of Medicine bahwa perhatian perawat lebih tertuju pada

reaksi keseluruhan pasien terhadap penyakitnya daripada penyakit itu sendiri. Perawat lebih memusatkan perhatiannya untuk mengatasi rasa sakit fisik pasien, melepaskan pasien dari penderitaan mental dan jika mungkin menghindari timbulnya komplikasi. Selain itu, perawat juga memberikan perhatian yang penuh pengertian yang mencakup mendengarkan dengan sabar semua kekhawatiran dan ketakutan pasien serta memberikan dorongan emosi dan penghiburan (Inawati, 2004).


(20)

Menurut Haryani (2008) yang mengutip pendapat Irwandy (2007), dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun modul Dasar Susunan Personalia (DSP) yang memuat tentang metode perhitungan tenaga kesehatan yaitu estimasi beban kerja. Dalam metode ini tiap-tiap pegawai dapat dihitung beban kerjanya berdasarkan tugas dan fungsinya. Tenaga kesehatan khususnya perawat analisa beban kerjanya dapat dilihat berdasarkan aspek-aspek tugas yang dijalankan menurut fungsi utamanya. Beberapa aspek yang berhubungan dengan beban kerja tersebut adalah jumlah pasien yang harus dirawatnya, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, shift yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya yang sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik.

Undang-Undang R.I No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 164 dan Pasal 165, upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud paa ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal, upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja, pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku ditempat kerja.


(21)

Dengan adanya program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang meringankan biaya bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan, maka Rumah Sakit milik pemerintah menjadi padat pengunjungnya. Semakin banyak pengunjung suatu Rumah Sakit maka, akan meningkatkan angka Bed Occupancy Rate (BOR). Semakin padat pengunjung maka akan semakin berat beban kerja yang ditanggung oleh petugas kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit tersebut (salah satunya adalah perawat). Semakin berat beban kerja yang ditanggung maka akan semakin besar resiko perawat yang bekerja di tempat tersebut terkena stres (Mahwidhi, 2008).

Stres kerja adalah situasi faktor yang terkait dengan pekerjaan, berinteraksi dengan faktor dari dalam diri individu dan mengubah kondisi fisiologi dan psikologi sehingga keadaannya menyimpang dari normal (Bernardin cit anonim2, 2007). Lima sumber stres kerja perawat secara umum adalah beban kerja berlebih, kesulitan berhubungan dengan staf lain, kesulitan merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien dan kegagalan merawat (Abraham & Shanley, 1997).

Stres biasanya muncul pada situasi-situasi yang kompleks, menuntut sesuatu di luar kemampuan individu, dan munculnya situasi yang tidak jelas. Dalam konteks pekerjaan biasanya stres dapat timbul dari beban tugas yang tinggi, kerumitan tugas, tidak tersedianya fasilitas untuk mengerjakan tugas, kebijakan perusahaan, atasan yang otoriter, kondisi fisik lingkungan yang panas, bising dan berbau. Stres pun bisa muncul dari hubungan yang tidak harmonis antara atasan dan bawahan, adanya


(22)

konflik antara rekan kerja, kekaburan peran dan tanggungjawab dalam pekerjaan, adanya persaingan yang tidak sehat antar sesama rekan kerja (Rice, 1992, dalam Safaria dan Saputra, 2009).

Para ahli mengatakan bahwa stres dapat timbul sebagai akibat tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan lingkungannya. Dengan perkataan lain, apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, la akan mengalami stres (Siagian, 2008). National Safety Council (2003) menyatakan bahwa 2 dari 3 pekerja mengaku mengalami stres kerja dan 80% penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk oleh stres.

Andil stres berbeda untuk tiap penyakit, mulai dari yang paling rawan seperti penyakit-penyakit gastrointestinal, sakit kepala, kelelahan yang kronis, sampai penyakit dimana stres hampir tidak berperan didalamnya seperti keracunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pencetus terjadinva kanker juga sering kali disebabkan oleh stres yang berkepanjangan (Siswanto, 2007).

Menurut Marbusan (2007), konsekuensi stres mencangkup empat macam yaitu: penyakit fisik yang di timbulkan oleh stres, kecelakaan kerja terutama pada pekerja dengan tuntutan kinerja yang tinggi dan perhatian yang kurang,

Absentateisme sering terjadi pada individu yang sulit menyesuaikan diri dengan

pekerjaanya sebagai akibat stres pekerjaan, lesu kerja (burn-out) terjadi bila individu kehabisan motivasi dalam upaya meneruskan suatu kinerja yang tinggi.


(23)

stres kerja dapat berupa: terjadinya kekacauan hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, mengganggu kenormalan aktivitas kerja, menurunkan tingkat produktivitas, menurunkan pemasukan dan keuntungan rumah sakit. Selanjutnya stres kerja pada perawat berpengaruh terhadap prestasi kerja perawat, ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang hubungan stres dengan kinerja, yaitu hubungan terbalik, artinya makin tinggi tingkat stres, tantangan kerja juga bertambah maka akan mengakibatkan prestasi kerja juga bertambah. Tetapi apabila tingkat stres sudah optimal maka akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi kerja (Ilmi, 2003).

Apabila stres mencapai titik puncak yang kira-kira sesuai dengan kemampuan maksimum kinerja karyawan maka pada titik ini stres tambahan cenderung tidak menghasilkan perbaikan kinerja selanjutnya bila stres yang dialami karyawan terlalu besar, maka kinerja akan mulai menurun, karena stres tersebut mengganggu pelaksanaan kerja karyawan dan akan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya atau menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan dan perilakunya menjadi tidak menentu. Akibat yang paling ekstrim adalah kinerja menjadi nol, karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit, dan tidak kuat lagi untuk bekerja, menjadi putus asa, keluar atau menolak bekerja (Anonim, 2007).

Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu Lembaga Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja menetapkan perawat sebagai profesi yang beresiko sangat tinggi terhadap stres. Hasil penelitian Selye (1996), menunjukkan alasan mengapa profesi perawat mempunyai resiko


(24)

sangat tinggi terpapar oleh stres adalah karena perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia (Basuki, 2009).

Beban kerja perawat akan memberikan dampak terhadap kualitas layanan, terutama dalam meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Selain terganggunya kinerja perawat, juga dapat menimbulkan stres pada pekerjaan, kebosanan atau kejenuhan, kelelahan mental, dan menurunnya efektifitas kerja. Adapun dampak psikologis yang dirasakan akibat beban kerja yang tinggi adalah stres, ketegangan dan kebosanan atau kejenuhan dan ada pula perasaan jengkel, wring march atau meningkatnya emosi (Qadarsyah, 2006).

Menurut Basuki (2009) yang mengutip pendapat Robin (1998), bahwa stres kerja yang dihadapi oleh perawat akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Sedangkan Arnold (1986), menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan (Widyasari, 2010).

Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh merupakan satu-satunya unit pelayanan kesehatan jiwa yang ada di Pemerintah Aceh, dengan jumlah pegawai sampai bulan Desember 2010 adalah sebanyak 348 orang dengan rincian 262 orang berstatus pegawai negeri sipil, 1 orang tenaga diperbantukan dan 85 orang tenaga kontrak. Dari bagian rekam medik Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh diperoleh bahwa terdapat 400 orang pasien yang di rawat inap setiap bulannya selama tahun 2009.


(25)

Berdasarkan hasil observasi peneliti

1.

peneliti, terdapat 13 ruangan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh, yaitu antara lain:

2.

Ruang Narkoba sebanyak 14 pasien

3.

Ruang Dahlia sebanyak 3 pasien

4.

Ruang Anggrek sebanyak 6 pasien

5.

Ruang Jeumpa sebanyak 87 pasien

6.

Ruang Cempaka sebanyak 16 pasien

7.

Ruang Selanga sebanyak 90 pasien

8.

Ruang Tanjung sebanyak 90 pasien

9.

Ruang Bougenvil sebanyak 90 pasien

10.

Ruang Melati sebanyak 33 pasien

11.

Ruang Asoka sebanyak 16 pasien

12.

Ruang Teratai sebanyak 73 pasien

13.

Ruang Melur sebanyak 20 pasien Ruang Mawar sebanyak 30 pasien

Jumlah pasien pada observasi ini adalah 568 pasien. Jumlah ini tentu saja melebihi kapasitas dari jumlah pasien yang seharusnya dapat ditampung di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Sedangkan untuk jumlah perawat tidak mengalami penambahan. Hal ini menyebabkan perawat memiliki beban kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan standar di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Dalam melakukan pekerjaannya, perawat diberlakukan 3 shift, yaitu shift pagi, shift siang dan shift malam. Perawat tidak memiliki jumlah tanggungan pasien yang pasti dalam


(26)

pelaksanaan perawatan, hal ini dikarenakan jumlah pasien yang berbeda-beda dalam setiap ruangan. Akan tetapi, minimal dalam setiap ruangan terdapat dua orang perawat per setiap shift dan maksimal terdapat 9 orang perawat, di mana untuk 9 orang perawat ini dibagi dalam 3 shift, yaitu 5 orang pada shift pagi, 2 orang pada

shift siang dan 2 orang pada shift

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijono (2006), yang dimuat dalam Jurnal Kesehatan Insan Vol 8 No 3 Desember 2006 tentang Pengaruh Type A dan Peran Terhadap Stres Kerja Perawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa tipe A dan peran berpengaruh sekaligus terhadap stres kerja perawat, dimana pengaruh variable kepribadian tipe A dan peran sekaligus dengan variabel stres kerja sebesar 33,2 %, sedangkan sisanya (66,8%) dipengaruhi oleh variabel lainnya.

malam. Jumlah perawat ini disesuaikan dengan jumlah pasien yang ada di masing-masing ruangan. Di antara 3 shift tersebut, ada kalanya mereka libur 1 atau 2 orang dan ada yang libur ketika naik dinas malam dan ada juga libur setelah menjalankan dinas malam. Semua itu belum termasuk libur mingguan dan libur di hari-hari besar. Hal ini menyebabkan beban kerja perawat yang berdinas semakin berat. Berdasarkan hal ini peneliti berasumsi bahwa jumlah antara pasien dan perawat belum proporsional, dikarenakan jumlah pasien yang banyak yang tidak didukung oleh jumlah perawat yang memadai.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Iswanto (2006), menunjukan bahwa ada beberapa fenomena yang terjadi berkaitan dengan stress kerja diantaranya adalah tingginya jumlah pasien mondok di Rumah Sakit Islam Surakarta, banyaknya pasien


(27)

yang memerlukan tindakan perawatan medis, tingkat pendidikan dan masa bekerja yang berbeda, hubungan antar karyawan yang kurang harmonis. Pendidikan diyakini mempunyai kaitan dengan tingkat stres kerja, seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi dipandang cukup cakap melakukan coping ketika menghadapi masalah sehingga tingkat stres nya juga akan menururn.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja dan Beban Kerja pada Perawat terhadap Tingkat Stres kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

1.2. Permasalahan

Permasalahan penelitian ini adalah apakah ada pengaruh tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja pada perawat terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

a. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

b. Menganalisis pengaruh masa bekerja terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh

c. Menganalisis pengaruh beban kerja terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh


(28)

d. Menganalisis faktor yang paling dominan yang mempengaruhi stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah ada Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja dan Beban Kerja terhadap Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk : 1.5.1. Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat tertentu yang berkaitan dengan pengaruh tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

1.5.2. Perawat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh, sehingga diharapkan agar perawat dapat mengantisipasi stres yang diakibatkan oleh beban kerja dengan cara yang asertif.


(29)

1.5.3. Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh

Penelitian ini menyediakan data tentang pengaruh tingkat pendidikan, lamanya kerja tentang pengaruh tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh, dapat mengambil kebijakan tentang pengaturan dan pengorganisasian perawat pada setiap ruangan sehingga diperoleh jumlah perawat yang proporsional, yang sesuai dengan jumlah pasien.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beban Kerja

2.1.1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008).

Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia (Menpan, 1997, dalam. Utomo, 2008).


(31)

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja

Rodahl (1989) dan Manuaba (2000, dalam Prihatini, 2007), menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

1) Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :

a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis.

Ketiga aspek ini disebut wring stresor. 2) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan. keinginan dan kepuasan).


(32)

2.1.3. Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000, dalam Prihatini, 2007).

2.1.4. Tanda-Tanda Stres Berkaitan Tingkat Beban Kerja

Menurut Keith W. Sehnert (1981), tanda-tanda stres yang dialami berkaitan dengan tingkat beban kerja yaitu :

Tabel 2.1. Tanda-tanda Stres Berkaitan dengan Beban Kerja Terlalu Sedikit Beban Penampilan Optimal Terlalu Banyak Beban

Kebosanan

• Terlalu mampu dalam pekerjaan

Apatis

• Tidur yang tak menentu dan terganggu

Lekas Marah

• Menurunnya semangat kerja

Kecanduan alcohol Kelesuan

• Kegembiraan • Semangat yang tinggi • Kewaspadaan mental • Energi yang tinggi • Daya ingat yang lebih

baik

• Persepsi yang tajam • Ketenangan dalam

keadaan tertekan

Insomnia (tidak dapat tidur) • Lekas marah

• Kecanduan alcohol • Perubahan dalam hal nafsu

makan • Apatis

• Hubungan yang tegang • Penilaian yang tidak baik • Kesalahan yang meningkat • Kurangnya kejelasan • Keragu-raguan • Pengunduran diri • Hilangnya perspektif • Ingatan yang kurang


(33)

2.2. Stres

2.2.1. Pengertian Stres

National Safety Council (2003), mendefinisikan stres sebagai

ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut.

Stres adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang mendapatkan masalah atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau banyak pikiran yang mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan dilakukannya (Clonninger, 1996, dalam Safaria dan Safutra, 2009).

Lain halnya dengan pendapat Kartono dan Gulo (2000, dalam Safaria dan Safutra, 2009), yang mendefinisikan stres sebagai berikut :

1) Suatu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis organisme

2) Sejenis frustasi, dengan aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah terganggu atau dipersukar, tetapi tidak terhalang-halangi, peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan was-was khawatir dalam pencapaian tujuan.

3) Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pribadi.

4) Suatu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan.


(34)

2.2.2. Sumber Stres

Menurut Rasmun (2004), sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan di luar tubuh, sumber stres dapat berupa biologik, fisiologik, kimia, psikologik, sosial dan spiritual, terjadinya stres karena stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.

1) Stresor biologik dapat berupa mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya, hewan, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan, misalnya tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit binatang, dan lain-lain, yang dipersepsikan dapat mengancam konsep diri individu.

2) Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi, yang meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dan lain-lain. 3) Stresor kimia, dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa sedangkan

dari luar tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan-bahan-bahan-bahan pengawet, pewarna dan lain-lain.

4) Stresor sosial psikologik, yaitu labeling (penamaan) dan prasangka, ketidakpuasan terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya, perkosaan), konflik peran, percaya diri yang rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif, dan kehamilan.


(35)

5) Stresor spiritual, yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ketuhanan. Tidak hanya stresor negatif yang menyebabkan stres, tetapi stresor positif pun dapat menyebabkan stres, misalnya kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, mempunyai anak, dan lain-lain, semua yang terjadi sepanjang daur kehidupan.

2.2.3. Jenis Stres

Para ahli psikologi mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Definisi kontemporer menyebut stres dari lingkungan eksternal sebagai stresor (misalnya masalah pekerjaan), respon terhadap stresor sebagai stres atau distres (misalnya perasaan terhadap tekanan). Para peneliti Juga membedakan antara stres yang merugikan dan merusak yang disebut distres, dan stres yang positif dan menguntungkan, yang disebut eustres.

Selye (Sarafino, 1998), menyebutkan satu jenis stres sangat berbahaya dan merugikan, disebut dengan distres. Satu jenis stres lainnya yang justru bermanfaat atau konstruktif disebut eustres. Stres jangka pendek mungkin mempunyai akibat yang bermanfaat, tetapi jika stres berlangsung terus-menerus akibat yang terjadi menjadi negatif, karena akan menggangu kesehatan dan kehidupan pada umumnya (Safaria dan Safutra, 2009).

2.2.4. Reaksi Stres

Menurut Helmi (2000, dalam Safaria dan. Safutra, 2009), ada 4 macam reaksi stres, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir, dan tingkah laku. Keempat macam reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat


(36)

berwujud negatif reaksi yang bersifat negatif antara lain berikut ini :

(1) Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah marah, sedih ataupun mudah tersinggung.

(2) Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan seperti pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit, ataupun rambut rontok.

(3) Reaksi proses berfikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan.

(4) Reaksi perilaku, pada para remaja tampak dari perilaku-perilaku menyimpang seperti mabuk, ngepil, frekuensi merokok meningkat, ataupun menghindar bertemu dengan temannya.

2.2.5. Dampak Negatif Stres

Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak bisa merupakan gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Reaksi stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa gejala (Rice, 1992, dalam Safaria dan Safutra, 2009), yaitu sebagal berikut :

(1) Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, konstipasi, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi gangguan pencernaan, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan semangat.

(2) Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi.


(37)

(3) Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, keputus asaan, mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau.

(4) Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah mempersalahkan orang lain.

(5) Gejala organisasional, berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja/kuliah, menurunnya produktivitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidakpuasan kerja dan menurunnya dorongan untuk berpretasi.

2.2.6. Dampak Psikofisiologis dari Stres

Dampak negatif yang terjadi akibat stres dapat dijelaskan menurut teori sindrom adaptasi umum (General Adaptation System) dari Selye. Menurut Selye (Rice, 1992) ada 3 tahap yang disebut sebagai sindrom adaptasi umum , yaitu berikut ini.

Tahap pertama : reaksi alarm (alarm reaction). Reaksi alarm terjadi ketika stimulasi pertama kalinya dari stresor yang menimbulkan ketegangan yang diterima oleh reseptor. Selama tahap ini, sistem simpatetik dan kelenjar-kelenjar tubuh mulai mengeluarkan hormon-hormonnya untuk tujuan penciptaan energi tubuh menghadapi tegangan. Jika ketegangan itu terus terjadi maka tubuh akan memasuki tahap berikutnya.

Tahap kedua : resistensi (resistence). Selama tahap ini tubuh terus menerus mengeluarkan energinya untuk bertahan dan melawan ketegangan yang ada. Hormon-hormon stres mulai meningkat kadarnya di dalam tubuh seperti adrenalin,


(38)

noradrenalin, dan kortisol. Semua hormon-hormon itu digunakan untuk memberi

energi pada tubuh untuk melawan ketegangan. Keadaan ini akan menyebabkan sistem-sistem pertumbuhan dalam tubuh akan terganggu fungsinya. dan jika ketegangan masih terus berlangsung tubuh akan masuk pada tahap akhir.

Tahap ketiga : kelelahan (exhaustion). Selama tahap ini tubuh telah kehabisan energi untuk terus menerus melawan ketegangan-ketegangan yang ada sehingga jika hal ini terus berlangsung akan berdampak negatif karena rusaknya sistem-sistem pertumbuhan di dalam tubuh. Dampak tersebut antara lain timbulnya penyakit jantung, maag, hipertensi, migrain, diabetes, dan lain sebagainya.

Beberapa dampak negatif dari stres yang berlebihan telah diteliti oleh beberapa ahli diantaranya dapat menyebabkan serangan jantung (Haskel, 1987) penurunan kekebalan tubuh dan peningkatan pertumbuhan tumor (Rice, 1986), ketidak hadiran kerja dan turn over (Crampton dkk, 1995, dalam Safaria dan Safutra, 2009).

2.2.7. Klasifikasi Stres

Potter dan Perry (1998, dalam Rasmun, 2004), mengklasifikasikan stres menjadi 3 yaitu :

(1) Stres ringan, biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebalikmya stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa ketiduran, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi


(39)

terus menerus.

(2) Stres sedang, terjadi lebih lama, beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, Situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner.

(3) Stres berat, adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama.

2.3. Stres kerja

2.3.1. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan (Selye, dalam Widyasari, 2010).

Menurut Greenberg (2004), stress kerja merupakan kombinasi dari sumber-sumber stress pada pekerjaan, faktor individu, dan sumber-sumber stress ekstra organisasi. Satu alur yang menggambarkan kompleksitas dari stress kerja diperlihatkan pada gambar 2.1 berikut :


(40)

(41)

2.3.2. Penyebab stres kerja

Alasan yang meyebabkan stres kerja sangat banyak, berkisar dari perubahan ekonomi sampai ke kemajuan teknologi yang sangat cepat. Kemajuan di bidang teknologi, yang seharusnya dapat menambah waktu luang, ternyata malah menambah tekanan untuk berbuat lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat. Penyebab lainnya dapat dikelompokkan kedalam 3 kategori (Safaria dan Safutra, 2009) yaitu : (1) Penyebab organisasional.

a. Kurangnya otonomi dan kreativitas.

b. Harapan, tenggat waktu, dan kuota yang tidak logis. c. Relokasi pekerjaan.

d. Kurangnya pelatihan. e. Karier yang melelahkan.

f. Hubungan dengan majikan (penyelia) yang buruk.

g. Selalu mengikuti perkembangan teknologi (mesin faks, voice mail, dan lain-lain).

h. Downsizing, bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan gaji.

i. Pekerja dikorbankan (penurunan laba yang didapat). (2) Penyebab individual.

a. Pertentangan antara karier dan tanggungjawab keluarga. b. Ketidakpastian ekonomi.

c. Kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja. d. Kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan.


(42)

e. Perawatan anak yang tidak adekuat. f. Konflik dengan rekan kerja.

(3) Penyebab lingkungan.

a. Buruknya kondisi lingkungan kerja (pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu, dan lain-lain).

b. Diskriminasi ras. c. Pelecehan seksual.

d. Kekerasan di tempat kerja.

e. Kemacetan saat berangkat dan pulang kerja.

Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo 1992 (dalam Widyasari, 2010), mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:

(1) Kondisi clan situasi pekerjaan (2) Pekerjaannya

(3) Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas

(4) Hubungan interpersonal

Luthans (1992, dalam Widyasari, 2010), menyebutkan bahwa penyebab stres

(stresor) terdiri atas empat hal utama, yakni:

(1). Extra organizational stresors, yang terdiri dari perubahan sosial dan teknologi,

keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.


(43)

(2). Organizational stresors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur

organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

(3). Group stresors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya

dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup. (4). Individual stresors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran,

serta disposisi individu seperti pola Tipe A, kontrol personal, learned

helplessness, sel-efficacy, dan daya tahan psikologis.

Sedangkan Cooper dan Davidson (1991, dalam Widyasari, 2010) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:

(1). Group stresor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan

di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.

(2). Individual stresor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu,

misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.

Cooper (dalam Widyasari, 2010), memberikan daftar lengkap stresor dari sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut :


(44)

Tabel 2.2. Stresor dari Sumber Pekerjaan

Stresor dari Stres Kerja

Faktor yang Memengaruhi (Hal-hal yang Mungkin Terjadi

di Lapangan)

Konsekuensi Konsisi yang Mungkin Muncul Kondisi

pekerjaan

Beban kerja berlebihan secara. kuantitatif. • Beban kerja berlebihan

secara kualitatif Assembly-line hysteria • Keputusan yang'dibuat oleh

seseorang • Bahaya fisik • Jadwal. Bekerja Technostres

Kelelahan mental dan/atau fisik • Kelelahan yang amat sangat

dalam bekerja (burnout) • Meningkatkan kesensitivan dan

ketegangan

Stres karena

peran •

Ketidakjelasan peran

• Adanya bias dalam

membedakan gender dan stereotype peran gender • Pelecehan seksual

• Meningkatnya kecemasan dan ketegangan

• Menurunnya prestasi pekerjaan

Faktor

interpersonal •

Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk • Persaingan politik,

kecemburuan dan kemarahan

• Kurangnya perhatian

manajemen terhadap karyawan

• Meningkatnya ketegangan • Meningkatnya tekanan darah • Ketidakpuasan kerja

Perkembangan

karir •

Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari

kemampuannya

• Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari

kemampuannya

• Keamanan pekerjaannya

• Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustasi

• Menurunnya produktivitas • Kehilangan rasa percaya diri • Meningkatkan kesensitifan

dan ketegangan • Ketidakpuasan kerja

Struktur

Organisasi •

Struktur yang kaku dan tidak bersahabat

• Pertempuran politik • Pengawasan dan pelatihan

yang tidak seimbang • Ketidakterlibatan dalam

membuat keputusan

• Menurunnya motivasi dan produktivitas


(45)

Tabel 2.2 (Lanjutan) Tampilan

rumah-pekerjaan

• Mencampurkan masalah

pekerjaan dengan masalah pribadi

• Kurangnya dukungan dari pasangan hidup

• Konflik pernikahan • Stres karena memiliki dua

pekerjaan

• Meningkatnya konflik dan kelelahan mental

• Menurunnya motivasi dan produktivitas

• Meningkatnya konflik pernikahan

2.3.3. Dampak Stres Kerja

Pada urnumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya. Sedangkan Arnold (1986), menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan (Widyasari, 2010). Penelitian yang dilakukan Halim (1986), di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:


(46)

1. Efek pada fisiologis mereka, seperti : Jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.

2. Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas. tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres. 2.3.4. Gejala Stres Kerja

Terry Beehr dan John Newman (dalam Widyasari, 2010), mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

1. Gejala psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersingmmg b. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)

c. Sensitif dan hyperreactivity

d. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi e. Komunikasi yang tidak efektif

f. Perasaan terkucil dan terasing g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas


(47)

2. Gejala fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah :

a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular

b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin) c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)

d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada g. Gangguan pada kulit

h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot i. Gangguan tidur

j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker

3. Gejala sosial

Gejala-gejala sosial yang utama dari stres kerja adalah:

a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan b. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas c. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan


(48)

mengarah ke obesitas

f. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi

g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

h. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas

i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

2.4. Perawat

2.4.1. Definisi Perawat

Ellis dan Hartley (1984) dalam Gaffar (1999), menjelaskan pengertian dasar, seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, cedera dan proses penuaan.

Di Indonesia, keperawatan sebagai profesi dirumuskan melalui Lokakarya Nasional Keperawatan, 1983. Keperawatan didefinisikan suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologi, psikologi, sosial, dan spiritual yang bersifat komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan optimal (Gaffar, 1999).


(49)

2.4.2. Peran Perawat

Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat, pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan pembaharu (Hidayat, 2004).

a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. b. Peran sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga, dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang, diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.


(50)

c. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Peran kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peran pembaharu.

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian layanan keperawatan.


(51)

2.4.3. Fungsi Perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat (Hidayat, 2004) akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya :

a. Fungsi independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, pemenuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi dependen.

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi interdependen.

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter atau lainnya.


(52)

2.5. Masa Bekerja

Durasi masa bekerja yang lama juga akan membentuk pola kerja yang efektif, karena berbagai kendala yang muncul akan dapat dikendalikan berdasarkan pengalamnya. Sehingga karyawan yang berpengalaman akan dapat menyelesaikan tugas yang sebaiknya. Menurut Nitisemito (2006), senioritas atau sering disebut dengan istilah “length of service” atau masa bekerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaanyan dengan baik. Masa bekerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai aktivitas manusia, sehingga mampu menumbuhkan keterampilan yang muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Masa bekerja seseorang berkaitan dengan pengalaman kerjanya. Karyawan yang telah lama bekerja pada perusahaan tertentu telah mempunyai berbagai pengalaman yang berkaitan dengan bidangnya masing-masing, dalam pelaksanakan kerja sehari-harinya karyawan menerima berbagai input mengenai pelaksanaan kerja dan berusaha untuk memecahkan berbagai persoalan yang timbul, sehingga dalam segala hal kehidupan karyawan menerima informasi atau sebagai pelaku segala kegiatan yang mereka lakukan.


(53)

2.6. Pendidikan Perawat

Tingkat pendidikan formal yang semakin tinggi berakibat pada peningkatan harapan dalam hal karir dan perolehan pekerjaan dan penghasilan. Akan tetapi di sisi lain, lapangan kerja yang tersedia tidak selalu sesuai dengan tingkat dan jenis pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh para pencari kerja tersebut (Ellitan, 2003).

Menurut Arfida (2003), terdapat dua konsekuensi yang dihadapi oleh organisasi pengguna tenaga kerja, yaitu :

a. Menyelenggarakan pelatihan secara intensif dan terprogram agar para pegawai memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.

b. Menawarkan pekerjaan yang sebenarnya memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang lebih rendah dari yang dimiliki oleh para pekerja berkat pendidikan formal yang pernah ditempuhnya apabila diterima oleh pekerja yang bersangkutan berarti tingkat imbalan yang diperoleh lebih rendah dari yang semula diharapkan.

Konfigurasi ketenagakerjaan menuntut kesiapan dan kesediaan manajemen melakukan perubahan, bukan hanya dalam bentuk berbagai kebijaksanaan manajemen SDM, tetapi juga menyangkut kultur organisasi, etos kerja dan persepsi tentang pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia. Seiring dengan meningkatkan persaingan global maka tersedianya sumber daya manusia berkualitas berpengaruh terhadap hubungan teknologi dan kinerja (Ellitan, 2003).


(54)

Salah satu faktor yang dapat meingkatkan produktifitas atau kinerja perawat adalah pendidikan formal perawat. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran tugas, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula produktivitas kerja (Arfida, 2003).

Menurut Grossman (1999), pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Agar perawat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, sebaiknya instansi pelayanan kesehatan menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi. Kepada perawat juga perlu dijelaskan bahwa kompensasi yang diberikan, dihitung berdasarkan keterampilan dan kemampuannya menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada perawat. Misalnya perawat yang mampu menggunakan komputer dengan terampil, dinilai lebih dari perawat yang hanya mampu mengoperasikan mesin ketik manual.

2.7. Landasan Teori

Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman (dalam Luthans, 1998), stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan


(55)

mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan. Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003), merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel- variabelnya saling berkaitan.

Selye (dalam Rice, 1992), menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terry B dan John N menyatakan gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi dan hiperaktif, merasa frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan dan sensitive, merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri dan depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala fisiologis seperti: meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan

kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit,

kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur). Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan


(56)

atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan produktivitas.

Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992), ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja, salah satunya adalah kondisi kerja, seperti people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, kemajuan teknologi (technostres), beban kerja yang kurang (work underload) dan beban kerja yang berlebihan (work overload). Seringkali beban kerja yang berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit Pada umumnya pegawai yang memiliki beban kerja yang tinggi cenderung menimbulkan stres kerja, hal ini juga dipengaruhi oleh masa bekerja dan faktor internal pegawai (Buchari, 2007).

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Stres Kerja - Tingkat Pendidikan

- Masa Bekerja - Beban Kerja


(57)

Kerangka konsep di atas menjelaskan tentang Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja dan Beban Kerja terhadap Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Beban kerja akan dikategorikan menjadi 3 yaitu beban kerja ringan, sedang dan berat, sedangkan stres akan dikategorikan menjadi stres fisik, psikologis, dan sosial.


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian analitik dengan desain

cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh beban kerja, tingkat

pendidikan dan lamanya bekerja petugas kesehatan terhadap stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh. Jenis penelitian ini mempelajari aspek respon individu tertentu di suatu waktu tertentu dan tidak dilakukan pengukuran ulang kembali (Dempsey & Dempsey, 2002).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh dengan pertimbangan bahwa berdasarkan hasil observasi dan tanya jawab peneliti dengan perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh dapat dilihat adanya ketidakseimbangan antara jumlah pasien dan jumlah perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 7 (tujuh) bulan meliputi kegiatan-kegiatan yaitu penelusuran pustaka, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, kolokium, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil dan ujian komprehensif.


(59)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh berjumlah 150 orang. Alasan dipilihnya perawat yang bertugas di ruang rawat inap adalah karena perawat yang bertugas di rungan tersebut yang paling lama berinteraksi dan melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Dari jumlah populasi tersebut sebanyak 30 orang diambil untuk dilakukan analisis validitas dan reliabilitas instrument penelitian, dengan jumlah populasi seluruhnya menjadi 120 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengukuran terhadap beban kerja dan stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh dengan cara memberikan kuesioner pada perawat.

Data sekunder diperoleh dari dokumentasi Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh berupa jumlah perawat yang bertugas di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh, jumlah pasien, jumlah ruangan rawat inap serta profil rumah sakit.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Data

Nilai Corrected Item-Total Correlation dari variabel butir pertanyaan X1, X2, X3 > dari nilai r tabel sebesar 0,444 ( df = 30-2 ; 0,05 ), dengan demikian dinyatakan


(60)

valid sedangkan nilai Corrected Item-Total Correlation dari variabel butir pertanyaan Y dan X > r tabel, juga dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Nilai Cronbach alpha dari masing-masing variabel > dari nilai r tabel sebesar 0,777 ( df = 30-2 ; 0,05 ), dengan demikian setiap pertanyaan dari masing-masing kuesioner adalah reliabel

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari

(1). Variabel independen yaitu tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja perawat.

(2). Variabel dependen yaitu stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variabel yaitu :

1. Tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang pernah diikuti oleh perawat, seperti SPK, DIII keperawatan dan S1 keperawatan, merupakan skala ordinal.

2. Masa bekerja adalah masa yang telah dilalui oleh perawat dalam bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh, merupakan skala ordinal.


(61)

3. Beban kerja adalah suatu kondisi banyaknya jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh, merupakan skala ordinal.

4. Stres kerja adalah suatu kondisi yang dialami oleh perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh setelah menjalankan suatu pekerjaan dengan jumlah tertentu, merupakan skala ordinal.

3.6 Metode Pengukuran

Untuk mengukur tingkat pendidikan, lamanya bekerja dan beban kerja terhadap tingkat stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh dengan cara menggunakan kuesioner. Instrumen penelitian beban kerja dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan referensi yang telah dipelajari oleh peneliti. Cara perhitungan dengan melihat skor tertinggi = 50 dan skor terendah = 10. Kategori beban kerja adalah sebagai berikut :

1. Beban kerja berat apabila responden memperoleh skor > 33 2. Beban kerja sedang apabila responden memperoleh skor 17 – 33

3. Kategori beban kerja ringan apabila responden memperoleh skor < 17

Instrumen penelitian tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja terhadap stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh yang akan digunakan, diambil dari instrumen stres kerja Nursalam (2008). Cara perhitungan dengan melihat skor tertinggi = 140 dan skor terendah = 35. Kategori stres kerja dikategorikan sebagai berikut :


(62)

1. Stres kerja berat apabila responden memperoleh skor > 93 -140 2. Stres kerja sedang apabila responden memperoleh skor 47 – 93 3. Stres kerja ringan apabila responden memperoleh skor < 47

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Penelitian No Variabel Jumlah

Pertanyaan

Alternatif Jawaban dan

Bobot Nilai Kategori

Alat dan Skala Ukur

1 Tingkat Pendidikan

1 SPK/Sederajat = 1 DIII = 2

DIV/S1 = 3

- Tinggi, jika telah menyelesaikan pendidikan S1 dan S2/ sederajat - Menengah, jika telah

menyelesaikan pendidikan DIII keperawatan - Rendah, jika menyelesaikan pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Kuesioner/ Ordinal

2 Masa Bekerja

1 Lama =1

Baru = 2

- Lama, jika telah bekerja selama > 5 tahun

- Baru, jika baru selesai bekerja selama

≤ 5 tahun

Kuesioner/ Ordinal

3 Beban Kerja

10 Sangat Tidak Setuju= 1 Tidak Setuju = 2 Tidak Setuju = 3 Setuju = 4 Sangat Setuju = 5

- Berat, jika total nilai skor >33

- Sedang, jika total nilai skor 17-33

- Ringan, jika total nilai skor <17

Kuesioner/ Ordinal

4 Stres kerja 35 Tidak Pernah = 1 Kadang-Kadang = 2 Sering = 3

Selalu = 4

- Berat, jika total nilai skor >93

- Sedang, jika total nilai skor 47-93

- Ringan, jika total nilai skor <47

Kuesioner/ Ordinal


(63)

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data diperoleh dengan menggunakan perhitungan uji statistik memakai bantuan program komputer. Analisis data yang digunakan meliputi :

a. Analisis data univariat, untuk melihat gambaran dan karakteristik setiap variabel independen yaitu tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja serta variabel dependen yaitu stress kerja

b. Analisis data bivariat.

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel penelitian dalam hal ini adalah variabel tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja dengan variabel stres kerja. Analisis ini menggunakan uji Chi square, penggunaan uji Chi square digunakan karena skala pengukuran dari variabel independen dan dependen penelitian adalah ordinal. Berikut adalah persamaan uji Chi square :

=

E E O X

2

2 ( )

Dimana : X2

O = Nilai observasi = Nilai Chi square

E = Nilai ekpektansi (harapan)

Jika salah satu sel tabel terdapat nilai E ≤ 5 maka dipakai rumus koreksi Yates:

− −

=

E E O X

2


(64)

Penilaian dilakukan sebagai berikut :

a. Jika p value ≤ 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja dengan stres kerja.

b. Jika p value > 0,05, maka disimpulkan tidak ada pengaruh variabel tingkat pendidikan, masa bekerja dan beban kerja dengan stres kerja.

c. Analisis multivariat, untuk melihat pengaruh variabel independen dan dependen digunakan uji regresi berganda.

Analisis regresi berganda untuk mengetahui atau meramalkan nilai pengaruh dua variabe bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan antara dua atau lebih variabel bebas terhadap suatu variabel terikat) (Somantri, 2006).

Y = a + b1X1 +b2X2+....+bnX

y = Stres kerja

n

a = konstanta

b = koefiesien regresi x1

x

= tingkat pendidikan

2

x

= masa bekerja

3

e = Standard error = beban kerja


(65)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh

Belanda tahun 1920 dengan memanfaatkan Rumah Sakit Tentara di Sabang milik Dephankam yang telah kosong yang dapat menampung 1300 tempat tidur. Kini diatas pertapakan Rumah Sakit Jiwa Sabang dipakai kembali sebagai pangkalan TNI Angkatan Laut. Sesudah kemerdekaan RI, Rumah Sakit Jiwa menempati 2 bangsal pada Rumah Sakit Umum yang kini bernama Rumah Sakit Umum Dr. Zainal Abidin. Sedangkan sebagian lagi menumpang di Rumah Sakit Tentara Kuta Alam Banda Aceh. Pada tahun 1963, didirikan beberapa bangsal Rumah Sakit Jiwa berikut berikut perumahan bagi pegawai di Lhok Nga Aceh Besar. Namun karena lokasi di Lhok Nga tersebut saat itu sulit dijangkau kendaraan umum dari pusat kota Banda Aceh, dikembangkanlah Rumah Sakit Jiwa di lokasi sekarang, yaitu di kawasan Lamprit Banda Aceh, berdekatan dengan RSU Dr. Zainal Abidin.

Pada tahun 1976 Rumah Sakit Jiwa yang ada sekarang mulai di bangun. Pada awal berdirinya, Rumah Sakit Jiwa berada di bawah pengelolahan pemerintah pusat melalui Departemen Kesehatan RI. Nama atau penyebutan rumah sakit jiwa Banda Aceh kelas B berdasarkan SK Menkes No. 135/78, kemudian berdasarkan keputusan Menkes No.303/MENKES/SK/IV/1994 tanggal 8 April 1994 menjadi Rumah Sakit Jiwa Kelas A.

Pada tahun 2001 sesuai Peraturan Daerah No. 42 yaitu, Rumah Sakit Jiwa Pusat Banda Aceh diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah


(1)

menyebutkan bahwa pendidikan perawat secara langsung dapat memengaruhi pengetahuan dan pelaksanaan asuhan keperawatan namun tidak memberikan dampak pada stres kerja.

Sementara itu masa bekerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh (p<0,05). Menurut asumsi peneliti, masa bekerja mempunyai pengaruh dengan stres kerja dikarenakan pengalaman yang dimiliki perawat dalam melaksanakan pekerjaannya yang menyebabkan perawat lebih cekatan dalam menghadapi masalah dengan pekerjaannya tersebut.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2006), seseorang yang telah bekerja lebih dari 10 tahun umumnya mempunyai strategi

coping dalam menghadapi masalah lebih baik daripada mereka yang baru bekerja,

demikian juga dengan beban kerja, beban kerja memiliki proporsi paling tinggi dalam memengaruhi stres kerja seseorang, semakin berat beban dalam bekerja maka semakin tinggi stres kerjanya.

Akan tetapi, masa bekerja tidaklah menjadi faktor yang paling dominan memengaruhi stres kerja. Menurut asumsi peneliti, hal ini dikarenakan perawat memiliki keterbatasan fisik dan mental dalam menjalankan pekerjaannya, walaupun pengalaman kerja telah membuktikan bahwa perawat dengan masa kerja yang lama lebih mampu untuk menangani stres kerja dibandingkan perawat yang masih baru dam bekerja. Akan tetapi, dikarenakan beban kerja yang diberikan melebihi kapasitas dan dilakukan secara terus menerus atau rutin, maka faktor masa bekerja bukanlah


(2)

menjadi faktor yang paling dominan dalam memengaruhi stres kerja.

Sementara itu beban kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh (p<0,05). Menurut asumsi peneliti, hal ini dikarenakan ketidakmampuan perawat dalam menjalankan pekerjaannya yang telah melebihi kapasitasnya sebagai perawat. Hal ini terlihat dari jumlah pasien yang banyak dan melebihi dari daya tampung rumah sakit tersebut.

Hal ini sesuai dengan pendapat W.S. Ehnert bahwa apabila beban kerja yang diberikan kepada pekerja berlebihan atau melebihi kapasitasnya akan berdampak pada gejala stres kerja berupa insomnia (tidak dapat tidur), lekas marah, kecanduan alkohol, perubahan dalam hal nafsu makan, apatis, hubungan yang tegang, penilaian yang tidak baik, kesalahan yang meningkat, kurangnya kejelasan, keragu-raguan, pengunduran diri, hilangnya, perspektif, dan ingatan yang kurang.

Beban kerja menjadi faktor yang paling dominan memengaruhi stres kerja. Hal ini dikarenakan menurut asumsi peneliti beban kerja yang dialami perawat sering melewati kapasitas kerjanya, sehingga dalam kesehariannya perawat dihadapi dengan jumlah pasien yang banyak, sementara jumlah perawat tidak mencukupi. Walaupun pengalaman kerja bisa mencegah terjadinya stres kerja, akan tetapi jika perawat dihadapkan pada masalah beban kerja yang sering melewati kapasitas kerja, tentunya perawat lama kelamaan akan mudah mengalami stres kerja dikarenakan tidak mampu menangani setiap permasalahan yang mucul dalam pekerjaannya. Hal inilah yang sering terjadi pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh yang menyebabkan faktor beban kerja lebih dominan memengaruhi stres kerja.


(3)

5.5. Keterbatasan Penelitian

Banyak faktor yang dapat memengaruhi stres kerja perawat kesehatan jiwa, namun karena sulitnya memperoleh waktu dari responden untuk mengumpulkan data akibat jam kerja yang padat, maka peneliti hanya mengambil variabel pendidikan, lama bekerja dan beban kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh.

Pada saat melakukan penelitian, peneliti mengalami kesulitan saat melakukan pengumpulan data. Pada perawat yang menjadi responden disebabkan karena responden ada yang menjalankan dinas sore, malam dan ada juga yang libur.


(4)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan stress kerja di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh Tahun 2011.

2. Masa bekerja ada hubungan dengan stress kerja di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh Tahun 2011.

3. Beban kerja ada hubungan dengan stress kerja di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh Tahun 2011.

4. Faktor yang paling dominan yang memengaruhi stress kerja di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh adalah beban kerja

6.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini, disarankan kepada pimpinan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Aceh sebagai berikut :

1. Agar meningkatkan pengawasan terhadap semua perawat supaya bekerja optimal

2. Melakukan refreshing kepada perawat sehingga dapat mengurangi stres kerja


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Basuki., 2009. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Gangguan Kesehatan Perawat di IRD RSVP DR. Soeradji Tirtonegoro Klaten. di akses 1 Mel 2010;

Bambang, 2000. Stres dan Keselamatan Kerja, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia

CDC. kecelakaan kerja fatal dan penyakit --- Amerika Serikat, 2004. MMWR 2007; 56:393 - 7.

Dempsey, Patricia Ann & Dempsey, Arthur D., 2002. Riset Keperawatan : Buku Ajar dan Latihan. Ed.4. Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pemenuhan Kecukupan Gizi Pekerja Selama Bekerja. Jakarta.

Haryani, Titik., 2008. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta. di akses 23 April 2010; etd.eprints.ums.ac.ld/2705/l/J210040036.pdf.

Hidayat, Aziz Alimul A., 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta Salemba Medika.

Inawati, Sri., 2004. Alasan Mengapa Perawat Dibutuhkan. di akses 23 April 2010; http://www.stikescharitas.com/index2.php?option=com_content_pdf=1&id 2 Lembaga Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH), 2009.

www.google.com

Mahwidhi, Ginanjar Rohmanu., 2008. Pengaruh Beban Kerja terhadap Stres Kerja Pada Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Soeroto Ngawi. diakses 23 April 2010; alumnl.unair.ac.ld/ kumpulanfile/ 720829769–abs.pdf

National Safety Council., 2003. Manajemen Stres. Jakarta : EGC.

Prihatini,Lilis Dian., 2007. Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang. Tesis (Tidak Dipubikasi).


(6)

Qadarsyah, Badi., 2006. Dampak Psikologis Akibat Beban Kerja Pada Perawat di Ruang Rawat Inap TBC Paru Rumah Sakit Paru Batu. di akses 26 apnl 2010 ; http:// digillb.umm.ac.id/ mod=browse&op=read&id=jiptLimmppgdlsl-2006-badyqadars 6422&PHPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985 Rasmun., 2004. Stres, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah Keperawatan.

Jakarta ; EGC.

Safaria, Triantoro., Saputra, Nofrans Eka., 2009. Manajemen Emosi : Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda. Jakarta : Bumi Aksara.

Sengupta Aku, Reno V, kompensasi Burton JF Jr Pekerja ': manfaat, cakupan, dan biaya, 2006. Washington, DC: National Academy of Asuransi Sosial; 2008. Tersedia di pdf.

Siagian, Sondang P., 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Siswanto., 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta : Andi.

Steenland K, Burnett C, Lalich N, Ward E, Hurrell J. Sekarat untuk pekerjaan: besarnya kematian AS dari penyebab kematian yang dipilih berkaitan dengan pekerjaan. Am J Ind Med 2003; 43:461 - 82.

US Departemen Tenaga Kerja, Biro Statistik Tenaga Kerja. Tempat Kerja cedera dan penyakit pada tahun 2007. Washington, DC: US Department Tenaga Kerja; 2008. Tersedia di

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 200. Kesehatan. Jakarta. Utomo, Tri Widodo W., 2008. Analisis Kebutuhan Pegawai, di akses 15 Juni 2010;

http://www.shdeshare.net/triwidodowutomo/analisis-beban-kerja.

Widyasari, Putri., 2010. Stres Kerja. di akses 1 Mei 2010; http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.html.

---, 2009. Tanda-tanda. Stres Karyawan. Di akses 15 Juni 2010; http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/11/tanda-tanda-stres-karyawan-akibat. html

Wijono, 2006. Pengaruh Kepribadian Type A dan Peran terhadap Stres Kerja Perawat Jurnal Kesehatan Insan Vol 8 No. 3 Desember 2006. Surakarta