Studi Kepustakaan Sistem religi

17 kepustakaan terlebih dahulu. Adapun tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi pustaka diperlukan untuk melengkapi teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian penulis sehingga dapat menambah data yang kongkrit terhadap kebenaran penelitian. Adapun dalam proses kerjanya, langkah pertama yang penulis lakukan sebelum ke lapangan adalah melakukan studi pustaka dari berbagai buku terkait tentang judul penelitian. Diantara tulisan tersebut yang terkait dengan penelitian ini, khususnya tentang Ende Tarombo. Dalam hal ini, penulis mempelajari skripsi yang sudah pernah ditulis oleh sarjana Etnomusikologi, yaitu Tiolina Sinambela 1994 dengan judul Tarombo Dalam Gaya Nyanyian Pada Kebudayaan Etnis Batak Toba: Suatu kajian Musikologis dan Tekstual. Dalam skripsi ini dibahas tentang delapan Ende Tarombo pada masyarakat Batak Toba yang salah satunya adalah tentang Ende Tarombo Si Raja Lontung. Untuk melakukan pendekatan etnomusikologis terhadap Ende Tarombo Si Raja Lontung, penulis menggunakan Buku Alan P. Merriam dengan judul The Anthropology of Music. Evanston 1964, Buku William Malm Music Cultures of the pasific, The Near East, And Asia 1977. Dalam mempelajari garis keturunan Si Raja Lontung dan turunannya Buku W.M Hutagalung Pustaha Batak: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak 1991, dan beberapa buku terkait. Universitas Sumatera Utara 18

1.5.2 Kerja lapangan

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain Lonfland dalam Moleong, 1989. Selain kata-kata dan tindakan, perekaman audio ataupun materi musik juga menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini. Oleh karena itu penulis menggunakan dua teknik dalam pengumpulan data di lapangan yaitu:

1.5.2.1 Wawancara

Wawancara diperlukan untuk mendukung penelitian tentang analisis tekstual dan musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji kemudian membandingkan garapan dari masing-masing penyaji. Dalam mengambil sumber data di lapangan penulis melakukan wawancara dengan budayawan, penyaji Ende Tarombo ini, seniman dan musisi tradisional Batak Toba maupun informan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun dalam penelitian lapangan disertai wawancara yang dilakukan penulis, wawancara yang dilakukan adalah wawancara berfokus focus interview yaitu membuat pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu wawancara bebas free interview yaitu pertanyaan tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh berbagai ragam data, namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan Koentjaraningrat 1985:139. Hal ini penulis lakukan untuk mendukung data yang telah diperoleh dari kerja lapangan maupun dari studi kepustakaan. Universitas Sumatera Utara 19

1.5.2.2 Perekaman

Perekaman sangatlah penting dalam penelitian untuk mengumpulkan data. Perekaman musik yang akan dilakukan penulis adalah dalam bentuk rekonstruksi. Sebagai alat bantu merekam hasil wawancara dan penyajian Ende Tarombo Si Raja Lontung penulis menggunakan Handphone Oppo Neo 3 r831k. Penulis akan merekam hasil wawancara dengan narasumber yang dilakukan di lapangan. Selain merekam hasil wawancara, penelitian ini juga akan merekam materi musik yang akan dianalisis teks serta musiknya. Untuk materi Ende Tarombo Si Raja Lontung penulis mengambil sampel dari Marsius Sitohang, Trio Lasidos. Penulis akan merekam penyajian Ende Tarombo Si Raja Lontung dari kedua penyaji tersebut secara langsung ke lapangan. Khusus untuk Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh Trio Lasidos, penulis melakukan pengamatan melalui CD Compact Disk dari album lagu Trio Lasidos Bersatu Kembali tahun 2011 dalam salah satu track lagunya yang berjudul Raja Lottung.

1.5.2.3 Kerja laboratorium

Untuk membahas permasalahan dalam penelitian yaitu tentang bagaimana aspek tekstual dan musikal serta komparasi Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji, peneliti melakukan kerja laboratorium. Maka keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut Universitas Sumatera Utara 20 disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. Meriam 1995:85. Dalam mendeskripsikan materi musik pada kerja laboratorium, terdapat dua pendekatan yang diungkapkan oleh Bruno Nettl 1964:98 yaitu: 1 Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, dan 2 Kita dapat dengan cara menuliskannya apa yang kita dengar tersebut diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari kedua pendekatan tersebut penulis akan menggunakan pendekatan yang kedua dalam menganalisis teks dan musik Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji. Pendekatan pertama tidak dilakukan karena peneliti tidak mungkin hanya mengandalkan pendengaran dan daya ingat yang terbatas tanpa menuliskannya. Untuk mendeskripsikan bunyi musikal dari Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji, harus dilengkapi dengan analisis yang didasarkan atas materi yang terlihat dalam bentuk notasi. Oleh karena itu dalam kerja laboratorium penulis akan melakukan transkripsi. Transkripsi adalah proses memindahkan bunyi menotasikan, mengalihkan bunyi yang didengar menjadi simbol visual.

1.5.2.3.1 Metode transkripsi

Dalam hal ini, Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji yang telah direkam kemudian ditranskripsikan dengan menggunakan sistem penulisan notasi Barat menggunakan program software Sibelius. Dalam penggunaan notasi Barat, penulis memperhatikan pendapat Seeger 1958:184-195 yang membedakan dua notasi menurut tujuannya yaitu: Universitas Sumatera Utara 21 1 Notasi Preskriptif prescriptive yaitu notasi yang hanya menuliskan garis besar dari bunyi. Notasi ini merupakan pedoman bagaimana musik itu dapat diwujudkan oleh pemain musik. 2 Notasi Deskriptif descriptive yaitu laporan yang disertai notasi secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan diwujudkan. Dalam hal ini penulis akan menggunakan notasi preskriptif dalam pentranskripsian Ende Tarombo Si Raja Lontung. Jadi notasi yang akan dituliskan adalah garis besar dari bunyinya saja sehingga dapat diketahui bagaimana musik itu dapat diwujudkan oleh penyaji musik Ende Tarombo Si Raja Lontung.

1.6 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai tulisan ini maka penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yaitu di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah disebabkan karena lokasi tersebut merupakan tempat tinggal penyaji Ende Tarombo Si Raja Lontung yaitu: Marsius Sitohang. Universitas Sumatera Utara 22

BAB II SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG

Pada bab ini akan dibahas tentang sejarah asal-usul Si Raja Lontung, untuk itu perlu dilakukan peninjauan sejarah darinya. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah dengan pendekatan penelitian historis. Menurut Suryabrata dalam Metode Penelitian 1994:16 tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensintesiskan bukti- bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Semua upaya tersebut harus melalui proses pengumpulan data. Maka dengan demikian data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berbentuk keterangan-keterangan, kalimat-kalimat dari studi pustaka, foto-foto, serta informasi yang berkaitan dengan bagaimana sejarah asal-usul Si Raja Lontung. Mengingat bahwa data-data yang dikumpulkan tersebut berupa dokumen- dokumen tertulis, informasi, kejadian-kejadian, dan foto-foto yang akan dianalisis dalam tinjauan sejarah, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku atau sekelompok individu atau sekelompok orang Moleong, 2007:6 Dilain pihak Koentjaraningrat 1990:29 mengatakan bahwa metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan atas tujuannya dalam menggambarkan dan menafsirkan data yang dijumpai di Universitas Sumatera Utara 23 lapangan. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu gejala lain dalam suatu masyarakat. Jadi dalam hal ini penulis akan melakukan wawancara terbuka terhadap informan untuk mendeskripsikan bagaimana sejarah dari Si Raja Lontung. Penelitian ini berpusat pada pendapat informan kunci dalam konteks studi emik. 12 Namun penulis tetap melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik, yaitu identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsep-konsep sebelumnya sehingga didapatkan data yang objektif Kaplan dan Manners 1999:256-8. Membincangkan sejarah asal-usul Si Raja Lontung dan turunannya penulis menggunakan metode sejarah dari Kuntowijoyo, yaitu; model sinkronis: untuk mengetahui gambaran lingkungan sosial, historis, fungsi dan latar belakang dan model diakronis: untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan tersebut dari waktu-kewaktu, bagaimana ia tumbuh dari awal sebagai suatu gejala 1994:38.

2.1 Model Sinkronis

Menurut Vergouwen 1986:9 Desa Sabulan merupakan tempat Si Raja Lontung dilahirkan dan tinggal selama hidupnya. Sabulan adalah salah satu nama perladangan desa yang berada di wilayah Kecamatan Sitiotio di kaki gunung Pusuk Buhit 13 , Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. 12 Emik native point of view mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. 13 Samosir dibuat menjadi suatu pulau dengan menggali sebuah terusan yang memotong punggung bukit yang menyatukannya dengan Gunung Pusuk Buhit. Universitas Sumatera Utara 24 Gambar-1. Peta Desa Sabulan Dokumentasi Blessta Hutagaol, 2015. Konon menurut cerita rakyat atau turi-turian bahwa daerah Sabulan adalah tempat tinggal Sariburaja bersama Siboru Pareme setelah mereka diusir dari kampungnya kemudian melahirkan Si Raja Lontung. 14 Menurut James Danandjaja 1984:4 Cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang lama. Dalam hal ini kisah tentang Si Raja Lontung merupakan sebuah cerita rakyat dalam masyarakat Batak Toba. Namun dalam penggolongannya, penulis memperhatikan jenis cerita prosa rakyat yang terbagi atas tiga golongan utama yaitu: 14 Akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 25 1. Mite myth, adalah cerita prosa rakyat yang benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa, peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan kita kenal sekarang, dan terjadi di masa lampau. 2. Legenda legend, adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci, legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan sering kali dibantu oleh makhluk- makhluk gaib. 3. Dongeng folktale berupa cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar- benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat James Danandjaja, 1984:50 Berdasarkan penggolongan cerita rakyat diatas maka kisah tentang Si Raja Lontung termasuk dalam jenis Legenda. Karena dalam alur kisahnya peristiwa tentang Si Raja Lontung adalah terjadi di bumi dan masih terdapak jejak peninggalan sejarahnya atau artefak yaitu di Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir dan dalam perjalanan hidupnya acapkali Si Raja Lontung beserta keturunannya melakukan permohonan kepada Debata Mulajadi Na Bolon untuk meminta kekuatan dan kesaktian. 2.1.1 Gambaran lingkungan sosial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai Universitas Sumatera Utara 26 di Provinsi Sumatera Utara, maka yang merupakan wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Samosir sebanyak sembilan kecamatan, yaitu: Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Sitiotio, Kecamatan Sianjur Mulamula, dan Kecamatan Harian. Jadi Kecamatan Sititotio merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Samosir. Kecamatan Sititotio terdiri atas beberapa desa sebagai berikut: Desa Tamba Dolok, Desa Cinta Maju, Desa Buntu Mauli, Desa Sabulan, Desa Holbung, Desa Janji Raja, Desa Janji Maria, dan Desa Parsaoran. Desa Sabulan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sitiotio Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan turi-turian pada masyarakat Batak Toba disertai dengan peninggalan sejarahnya, bahwa pada zaman dahulu kala, di desa inilah Siboru Pareme dan Si Raja Lontung berjanji Marbulan. Sehingga desa ini dinamakan Desa Sabulan. Berdasarkan profil desa pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Sabulan tahun 2008-2013, Desa Sabulan adalah desa yang sangat bersejarah bagi seluruh orang Batak secara khusus bagi keturunan pomparan Siboru Pareme dan Si Raja Lontung yaitu yang terdiri dari tujuh orang putera dan satu orang puteri. Masing-masing puteranya bernama:Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar. Sedangkan puterinya bernama Si Boru Anak Pandan. Ia menikah dua kali dengan marga Sihombing kemudian Simamora. 15 15 Akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 27

2.1.2 Letak astronomis dan geografis

Wilayah Kecamatan Sitiotio mempunyai letak astronomis dan geografis 16 sebagai berikut: Tabel-1. Letak Astronomis dan Geografis Kecamatan Sitiotio No. Letak Astronomis dan Geografis Kecamatan Sitiotio Statistik 1. Letak Astronomis 2º30´-2º45´LU dan 98º30´-98º45´BT 2. Luas Wilayah Daratan 50, 76 Km² atau 3,51 dari total luas daratan Kabupaten Samosir. 3 Batas Wilayah:  Utara  Selatan  Barat  Timur  Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir  Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas  Kecamatan Harian Kabupaten Samosir  Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbahas 4. Ketinggian Diatas Permukaan Laut 904-2.157 Meter 5. Jarak Kantor Camat Ke Kantor Bupati Samosir 22 KM Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011 2.1.3 Luas wilayah Pembagian wilayah Desa Sabulan dibagi menjadi 3 tiga dusun yaitu sebagai berikut: 16 Letak astronomis adalah adalah letak suatu tempat dilihat dari posisinya di garis lintang dan di garis bujur yang dinyatakan dalam angka. Sedangkan Letak Geografis adalah letak suatu tempat dilihat dari keadaan sebenarnya di permukaan bumi. Universitas Sumatera Utara 28 Tabel-2 Luas Wilayah Desa Sabulan per Dusun No. Dusun Jumlah kampung huta Luas wilayah Km² Persentase Luas 1. I 10 3,8 31, 54 2. II 10 4,10 34, 02 3. III 17 4,15 34,44 Sumber: Rencana Pembangunan Jangka menengah Desa RPJMDes Desa Sabulan tahun 2008-2013. 2.1.4 Jumlah penduduk Kecamatan Sitiotio merupakan kecamatan dengan persentase penduduk terkecil dari total penduduk Kabupaten Samosir yakni hanya 5.95 penduduk Kabupaten Samosir berdomisili di Kecamatan Sitiotio, hal ini disebabkan karena Kecamatan Sitiotio merupakan kecamatan terjauh di Kabupaten Samosir dan akses untuk menjangkau setiap wilayah desa di Kecamatan Sitiotio sangat terbatas karena hampir seluruh wilayah berbatasan langsung dengan Danau Toba. Berdasarkan desa di Kecamatan Sitiotio, Desa Sabulan merupakan desa dengan persentase penduduk terbanyak dari total penduduk Kecamatan Sitiotio yakni 16.09. Hal ini dikarenakan Desa Sabulan merupakan ibukota Kecamatan sekaligus merupakan desa yang paling mudah diakses dari ibukota kabupaten. Desa Sabulan sebagai Ibukota Kecamatan Sitiotio didiami sekitar 16.09 dari total penduduk Kecamatan Sitiotio dengan kepadatan penduduk yaitu mencapai 135.45 jiwakm². Yang berarti setiap 1 km² wilayah Desa Sabulan didiami oleh sekitar 135 jiwa penduduk. Sedangkan Desa Janji Maria merupakan desa dengan distribusi persentase terkecil dari total penduduk Kecamatan Sitiotio. Hanya 8.97 penduduk Kecamatan Sitiotio tinggal di wilayah Desa Janji Maria, hal ini Universitas Sumatera Utara 29 disebabkan karena Desa Janji Maria merupakan desa yang paling jauh dari ibukota Kecamatan Sitiotio yakni sekitar 17 km dari ibukota Kecamatan Sitiotio. Tingkat kepadatan penduduk selama periode tahun 2010-2011 meningkat dari yang sebelumnya 140 jiwakm² menjadi 142 jiwakm². Artinya bahwa setiap km² wilayah daratan Kecamatan Sitiotio ditempati oleh penduduk rata-rata sekitar 142 orang. Penduduk Kecamatan Sitiotio hingga tahun 2011 diperkirakan mencapai 7.191 jiwa dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga per rumah tangga sebesar 4 jiwa rumah tangga. Tabel-3 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Anggota Rumah Tangga menurut Desa di Kecamatan Sitiotio Keterangan: RT = Rumah tangga . ART = Anggota rumah Tangga Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011 Dari keseluruhan penduduk Kecamatan Sitiotio berdasarkan status kependudukannya adalah bervariasi. Menurut Vergouwen 1986:136-137 penghuni kampung isi ni huta terdiri atas si pendiri kampung sipungka huta No. Desa Penduduk jiwa Kepadatan Jiwakm RT Rata-rata ART RTnya. 1. Tamba Dolok 908 134,72 236 3, 85 2. Cinta Maju 1010 148, 08 251 4, 03 3. Buntu Mauli 669 121, 58 180 3, 72

4. Sabulan

1157 135, 45 297 3, 89 5. Holbung 891 150, 98 226 3, 94 6. Janji Raja 1043 165, 29 250 4, 18 7. Janji Maria 645 108, 40 145 4, 44 8. Parsaoran 868 173, 61 191 4, 54 Jumlah 7191 113.811 1776

4, 05

Universitas Sumatera Utara 30 dan anggota marga penumpang parripe. Lebih lanjut Vergouwen menjelaskan bahwa parripe tidak banyak ikut campur dalam urusan kampung tersebut. Karena mereka belum lama berada di kampung tersebut. Mereka hanya orang yang bergantung kepada tempat isterinya berasal. Namun seiring bergantinya satu generasi, maka marga parripe tadi dapat berubah menjadi marga boru. Khusus Desa Sabulan sebagai tempat penelitian penulis, hasil wawancara dengan Rammes Situmorang yang merupakan salah satu aparat Desa Sabulan mengatakan bahwa saat ini marga-marga yang menjadi penduduk di desa tersebut adalah Marga Situmorang, Pandiangan dan Sinaga sebagai marga asal si pendiri kampung sipungka huta, dan marga yang paling banyak adalah Situmorang. Hal ini dikarenakan pernah suatu ketika terjadilah banjir yang sangat besar melanda Desa Sabulan. Banjir tersebut menyebabkan Desa Sabulan hancur luluh lantah beserta isinya sehingga penduduknya bermigrasi keluar Desa Sabulan. Penduduknya kala itu adalah marga keturunan Raja Lontung yaitu Sinaga, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar dan marga Situmorang. Selang beberapa lama setelah banjir tersebut berlalu, Situmorang kembali lagi ke Desa Sabulan dan berketurunan disitu. Hal ini didukung dengan tulisan W. M Hutagalung 1991:64 yang mengatakan bahwa: “Ianggo Situmorang, mulak do jolo tu luat Sabulan jala marpinompari disi” Artinya: Bahwa marga Situmorang kembali ke Sabulan dan berketurunan disitu. Marga lainnya membentuk pemukiman baru diluar Sabulan. Namun marga Situmorang kembali ke Desa Sabulan, sehingga beberapa marga lain yang sudah Universitas Sumatera Utara 31 sempat bermukim ditempat lain ikut kembali pulang ke Desa Sabulan. Yaitu marga Pandiangan dan Sinaga. Sedangkan yang merupakan marga pendatang parripe adalah: Nainggolan, Siregar, Sihombing, Tamba, Manalu, Sitinjak, Sihite dan Ambarita.

2.1.5 Sistem religi

Masyarakat Batak Toba, baik secara pribadi maupun berkelompok mengakui adanya kuasa di luar kuasa manusia. Dalam menghormati kuasa tersebut mereka mempunyai cara penyembahan yang berbeda sesuai dengan kesanggupan memahami makna kuasa tersebut. Motif setiap penghormatan ditujukan untuk mendapat perlindungan agar terhindar dari bahaya, baik bahaya alam, penyakit maupun serangan binatang buas. Demikian pula untuk maksud mendapat restu, baik dalam perkawinan maupun usaha mencari rezeki dilaksanakan melalui pemujaan. Dalam setiap pelaksanaannya, Injil dan adat berjalan berdampingan. Pada mulanya Injil diberitakan ditengah-tengah dunia yang penuh dengan adat kebudayaan serta berhadapan dengan adat kebudayaan suatu masyarakat atau suku-suku. Dalam pertemuan Injil dan adat tersebut, secara khusus adalah dengan unsur-unsur adat kebudayaan, yang terdiri dari: sistem Religius dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem bahasa, sistem kesenian, dsb. Adat merupakan hal yang sangat penting dalam suatu masyarakat, apalagi di dalam masyarakat Batak. Sebelum Kekristenan memasuki tanah Batak, adatlah yang menjadi hukum sekaligus aturan paling tinggi diakui. Adat batak adalah Universitas Sumatera Utara 32 aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan masyarakat Batak yang tumbuh dari usaha orang di dalam masyarakat tersebut, sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Jadi di dalamnya termuat pula peraturan-peraturan hukum yang melingkupi dan mengatur hidup bersama daripada masyarakat Batak. 17 Hanya saja tata-tata adat masyarakat Batak sebelum masuknya Kristen, mengandung sisi lain yang berhubungan erat dengan bidang lain dari tradisi, khususnya yang mitis-agamawi dan yang berkaitan dengan pemujaan nenek moyang. Hal ini sependapat dengan Lothar Schreiner dalam bukunya yang mendasar Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak. Lothar Schreiner 18 berpendapat, adat sebagai tata tertib yang diciptakan oleh nenek moyang dan mempunyai dasar agamawi, yakni pemujaan-pemujaan yang biasa dilakukan oleh nenek moyang dalam agama suku. Melalui perjumpaannya dengan Injil, harus dapat membebaskan adat tersebut dari sifat agamawinya yang berkaitan dengan pemujaan-pemujaan nenek moyang, misalnya, penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Apabila demikian, adat dapat diterima dan tidak bertentangan dengan Injil. Dengan demikian adat dapat dipraktekkan oleh orang-orang Kristen sebagai tata tertib sosial yang bebas dari dasar agamawinya. Adat itu tidak dapat memperbaharui hati. Dengan bertitik tolak pada pandangan dan pernyataaan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa adat yang memiliki dan membuahkan nilai-nilai positif 17 R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Vorkink-Van Hoeve, Bandung:hlm. 6. 18 Lothar Schreiner, Adat dan Injil:Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, BPK-GM, Jakarta 2003:hlm. 226 Universitas Sumatera Utara 33 dalam tata kehidupan masyarakat Batak dapat atau bahkan perlu tetap dipertahankan. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam mempertahankan itu adalah bahwa adat itu harus dilepaskan dari sifat agamawinya. Supaya hubungan antara Injil dan dan adat dapat berjalan berdampingan Pada masa kini, umumnya masyarakat Batak Toba menganut agama Kristen Protestan dan Katolik. Penyebaran agama Kristen, awalnya dimulai oleh Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824. Kedua pendeta ini mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung sekitar Tarutung sekarang. Kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba. Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat, mengirimkan dua orang pendeta, yaitu Munson dan Lymann. Kedua misionaris ini dibunuh oleh penduduk di bawah pimpinan Raja Panggalamei, di Lobupining, sekitar Tarutung, pada bulan Juli 1834. Tahun 1849, Kongsi Bibel Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N. van der Tuuk untuk menyelidiki budaya Batak. Ia menyusun Kamus Batak-Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa Batak. Tujuan utama Kongsi Bibel Nederland ini adalah merintis penginjilan ke Tanah Batak melalui budaya. Tahun 1859, Jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Witeveen mengirim pendeta muda G. Van Asselt ke Tapanuli Selatan. Ia tinggal di Sipirok sambil bekerja di perkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh para pendeta dari Rheinische Mission Gesellschaft RMG, pada masa sekarang menjadi Verenigte Evangelische Mission VEM, dipimpin Dr. Fabri. Penginjilan sampai saat ini berjalan lambat. Kemudian tahun 1862 datanglah pendeta RMG, yang kemudian diterima oleh masyarakat Batak Toba, yaitu Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Di Universitas Sumatera Utara 34 bawah pimpinannya misi penginjilan terjadi dengan pesat. Sampai dekade-dekade awal abad kedua puluh, sebagian besar etnik Batak Toba telah menganut agama Kristen Protestan. 19 Begitulah proses penyebaran agama Kristen di Tanah Batak yang awalnya dimulai oleh Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824 yang mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung sekitar Tarutung sekarang hingga tersebar ke berbagai daerah sekitarnya termasuk di wilayah Kecamatan Sitiotio dimana merupakan tempat lahir dan besarnya Si Raja Lontung adalah sebagai berikut. Menurut Buku Statistik Kecamatan Sitiotio 2011, sebagian besar penduduk di Kecamatan Sitiotio menganut agama Kristen Protestan yaitu 63,23 dari total penduduk Kecamatan Sitiotio. Sedangkan sisanya menganut agama Katolik.

2.1.6 Tingkat pendidikan

Dokumen yang terkait

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

1 95 180

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 56

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 2

BAB II SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

1 1 56

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 10 21

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21