BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja adalah masa transisi yang mengalami berbagai persoalan akibat dari proses perkembangannya. Pada kondisi ini remaja sangat labil karena masih mencari
jati dirinya dan mulai mencoba-coba hal baru seperti melakukan seks di luar nikah dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi kehamilan di luar nikah dan berujung
dengan aborsi. WHO 1998 mendefinisikan aborsi sebagai pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan sebelum usia 22 minggu
kehamilan, bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena ibu tidak menghendaki kehamilannya. Aborsi di
Indonesia masih ilegal walaupun banyak dilakukan remaja akibat pergaulan bebas. Menurut WHO 2011 diperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman di
dunia, dimana 19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman 9,5 terjadi di negara berkembang. Sekitar 13 dari total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman
berakhir dengan kematian. Risiko kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1 dari 3700 yang melakukan aborsi.
Di Amerika diperkirakan setiap tahun, 2 dari wanita berusia 15-44 melakukan aborsi, dimana 18 wanita yang melakukan aborsi adalah remaja yang
terdiri dari 17 berusia 15-19 tahun dan 0,4 berusia 15 tahun Guttmacher, 2010. Berdasarkan data Statistik Nasional Inggris dan Wales 2010 dari 1000 remaja usia
15-19 tahun 22 yang melakukan aborsi. Sedangkan negara Swedia dari 1000 remaja 20,9, dan Denmark 15 remaja yang melakukan aborsi. Di Asia Tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5
Universitas Sumatera Utara
juta di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan kematian Nuriiwayati, 2012.
Dari data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2010 dari 63 juta jiwa remaja usia 10-24 tahun berprilaku seks bebas. Kasus aborsi di kalangan remaja diperoleh
2,5 juta jiwa perempuan pernah melakukan aborsi dimana 27 atau 700.000 yang melakukannya adalah kelompok remaja.
Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA menyatakan bahwa : pendidikan kesehatan reproduksi diberikan kepada anak sejak usia dini SMP dan
SMA akan meminimalisir atau menurunkan perilaku seks bebas dan aborsi di kalangan remaja. Berdasarkan catatan Komnas PA 2010 kasus aborsi di kalangan
remaja diperoleh 2,5 juta jiwa dimana 62,6 pelakunya berusia 18 tahun, metode aborsi yang digunakan : 37 melalui kuret, 25 melalui oral dan pijatan, 13
melalui suntikan, 8 memasukan benda asing kedalam rahim. Sedangkan pada tahun 2011 aborsi yang dilakukan remaja SMP dan SMA berjumlah 86 kasus dan
meningkat pada tahun 2012 mencapai 121 kasus dengan mengakibatkan 8 orang meninggal.
Berdasarkan survei Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 Jakarta, Bandung, Makasar, Medan,
Lampung, Palembang, Kepulauan Riau, dan kota-kota di Sumatera Barat diperoleh data bahwa 62,7 remaja mengaku pernah berhubungan badan, 93 remaja pernah
berciuman, dan 21 remaja telah melakukan aborsi. Pergaulan bebas di kalangan remaja telah mencapai titik kekhawatiran yang
cukup parah, terutama seks bebas. Pelakunya bukan hanya di kalangan SMA bahkan
Universitas Sumatera Utara
sudah merambat di kalangan SMP, banyak kasus remaja putri yang hamil karena kecelakaan padahal mereka tidak mengerti dan tidak tahu apa risiko yang akan
dihadapinya. Survei dari Pusat Informasi Layanan Remaja dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Jateng sejak Januari 2002 – Juni 2010 tercatat
sebanyak 863 orang yang telah melakukan hubungan seks pranikah, 452 remaja putri mengalami kehamilan pranikah dan 244 remaja putri melakukan aborsi.
Berdasarkan data BkkbN Pusat 2010 diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa. Gaya hidup seks bebas berakibat pada kehamilan
tidak dikehendaki yang sering dialami remaja putri. Karena takut akan sanksi sosial dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar banyak pelajar yang hamil
ambil jalan pintas dengan menggugurkan kandungannya. Kasus aborsi di Medan masih sangat tinggi. Hasil survei Yayasan Kesehatan
Perempuan YKP dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia 2010 menemukan sebanyak 1.446 kasus aborsi di kota Medan dan 10-50 meninggal
akibat aborsi yang tidak aman. Selain di Medan, juga ditemukan di 8 kota besar lainnya seperti Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram
dan Manado. Pelaku aborsi adalah wanita berusia 30 tahun 58, berusia 20-30 tahun 39, berusia 20 tahun 3 dan berstatus ibu rumah tangga 48, bekerja
43, pelajar 7 . Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak sekolah Madrasah Aliyah
Swasta MAS Persatuan Amal Bakti 2 Helvetia, di sekolah tersebut belum pernah ada penelitian tentang pengetahuan dan sikap siswi tentang aborsi, dimana siswi di
Madrasah Aliyah Swasta yang dulu pernah aborsi diduga karena ketidaktahuan
Universitas Sumatera Utara
tentang aborsi. Madrasah Aliyah Swasta MAS Persatuan Amal Bakti 2 Helvetia merupakan salah satu sekolah yang berbasis Islam yang memiliki kurikulum
pendidikan agama sebagai mata pelajaran yang utama sehingga diharapkan dapat membentuk kepribadian yang baik, menjaga dirinya agar mereka tidak melakukan
seks pranikah yang mengakibatkan aborsi dengan sengaja, namun ternyata masih ada juga kasus aborsi yang terjadi seharusnya dengan adanya pendidikan agama dapat
mencegah perilaku tersebut. Berdasarkan survei awal dan wawancara yang dilakukan di Madrasah Aliyah
Swasta PAB 2 Helvetia pada 10 orang siswi, sebayak 4 siswi 40 yang mengerti benar tentang aborsi dan setuju kalau aborsi harus dicegah, 6 siswi 60 yang tidak
mengerti tentang aborsi dan kurang setuju karena belum mengerti bahaya aborsi.
1.2 Perumusan Masalah