10
2.2 Diagnosa Karies
Secara konvensional, dokter gigi bergantung pada prosedur visual—taktil- radiografik dalam mendeteksi karies.
6
Prosedur ini meliputi identifikasi secara visual dari area yang terdemineralisasi umumnya white spots atau pit dan fissure yang
mencurigakan dan penggunaan explorer untuk menentukan keberadaan hilangnya kontinuitas atau kehancuran di dalam enamel dan menilai kelunakan atau kekerasan
enamel. Lesi karies yang terletak pada permukaan interproksimal gigi umumnya dideteksi dengan menggunakan radiograf bitewing.
1
Pemeriksaan dilakukan pada gigi yang telah bersih dan telah dikeringkan, dengan cahaya yang memadai dan mempergunakan peralatan terdiri atas udara untuk
pengeringan, cermin gigi, dan probe dengan ujung tumpul atau bola. Probe yang runcing tidak digunakan karena saat memeriksa lesi demineralisasi akan merusak
matriks enamel mengakibatkan remineralisasi tidak mungkin terjadi, sehingga menjadi kavitas iatrogenik, dan probe dapat memindahkan bakteri kariogenik dari
satu daerah ke daerah lainnya, menginokulasi daerah bebas karies dengan bakteri kariogenik.
17
Tanda karies yang terlihat pertama adalah lesi white spot, yang hanya dapat dilihat bila permukaan gigi dikeringkan. Hal tersebut karena enamel yang
terdemineralisasi menjadi poreus, pori-porinya mengandung air yang bila dikeringkan akan digantikan oleh udara sehingga terlihat lebih jelas.
17
2.3 ECC
Early Childhood Caries adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
karies gigi yang muncul pada gigi desidui anak-anak. The American Academy of Pediatric Dentistry
AAPD mengartikan Early Childhood Caries sebagai keberadaan satu atau lebih gigi yang karies, dicabut karena karies, atau permukaan
mana pun dari gigi desidui yang ditambal pada anak berusia 71 bulan atau kurang. Istilah-istilah seperti karies botol, atau ‘nursing caries’ digunakan untuk
menggambarkan pola tertentu karies di mana gigi depan desidui dan gigi molar pertama desidui rahang atas biasanya paling parah terkena dampak. Molar pertama
Universitas Sumatera Utara
11
desidui rahang bawah juga sering karies, tapi gigi depan desidui rahang bawah biasanya terhindar, baik seluruhnya bebas karies atau hanya sedikit yang terkena
karies. Hal tersebut diperkirakan sebagai hasil perlindungan oleh lidah selama menyusui, di mana pada saat yang bersamaan gigi depan desidui rahang bawah
tersebut juga dibasahi oleh air liur dari saluran sublingual dan submandibular.
8
Banyak kasus, ECC dihubungkan dengan seringnya konsumsi minuman yang mengandung gula dari botol. Frekuensi konsumsi adalah faktor kunci akan terjadi
atau tidaknya ECC. Anak yang terkena ECC sering membawa botol ke tempat tidur untuk merasa nyaman, atau menggunakan botol sebagai sumber kenyamanan selama
siang hari. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang cenderung tertidur dengan botol di mulut sebagai yang paling mungkin untuk menderita ECC,
dikarenakan dari penurunan aliran saliva yang terjadi selama tidur. Namun, hubungan antara kebiasaan menggunakan botol dan ECC tidaklah mutlak dan studi telah
menyarankan bahwa faktor-faktor lain, seperti kerusakan enamel linear dan kekurangan gizi, mungkin memainkan peran penting sebagai etiologi kondisi ini.
8
Gambar 2. Predisposisi terjadinya ECC
Diketahui adanya empat tahap perkembangan ECC, yakni:
18
Tahap pertama dikarakteristikkan seperti lesi terlihat pucat, lesi demineralisasi opak pada permukaan yang halus pada insisivus satu rahang atas ketika anak berusia
diantara 10-20 bulan atau kadang-kadang lebih muda. Suatu garis putih yang khas dapat terlihat pada regio servikal dari vestibular dan permukaan palatal dari insisivus
rahang atas. Pada tahap ini, lesi dapat bersifat reversibel namun orangtua atau dokter
Universitas Sumatera Utara
12
gigi pertama yang memeriksa mulut anak sering mengabaikannya. Lebih lanjut, gigi dapat didiagnosa setelah dikeringkan.
Tahap kedua terjadi ketika anak berusia antara 16-24 bulan. Dentin dipengaruhi oleh enamel yang rusak akibat dari lesi putih pada insisivus yang
terbentuk secara cepat. Dentin yang terbuka dan kelihatan lunak juga berwarna kuning. Molar desidui rahang atas dengan lesi awal pada regio servikal, proksimal,
dan oklusal. Pada tahap ini, anak mulai mengeluh terhadap rangsangan dingin. Tahap ketiga, terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, yang dikarakteristikkan
dengan lesi yang besar dan dalam pada insisivus rahang atas, serta iritasi pulpa. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah atau menggosok giginya dan sakit spontan pada
malam hari. Pada keadaan ini, molar desidui rahang atas berada pada tahap 2, sementara tahap satu dapat didiagnosa pada molar desidui rahang bawah dan kaninus
rahang atas.
Gambar 3. Gambaran klinis rongga mulut anak usia 4 tahun dengan ECC
. Tahap keempat, terjadi antara usia 30-48 bulan, ciri-cirinya fraktur mahkota
pada rahang atas anterior akibat kerusakan enamel dan dentin. Tahap ini, insisivus rahang atas biasanya nekrosis sedangkan molar desidui didiagnosa pada tahap 3.
Molar dua, kaninus rahang atas dan molar satu rahang bawah pada tahap 2. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
13
anak-anak kecil menderita tapi tidak dapat menunjukkan keluhan sakit gigi mereka. Mereka susah tidur dan susah makan.
2.4 S-ECC