3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktorial dengan dua faktor yaitu:
1. Faktor Daya UV U U0 = tanpa penyinaran
U1 = 10 watt U2 = 20 watt
U3 = 30 watt 2. Faktor Lama Penyinaran T
T1 = 30 detik T2 = 60 detik
T3 = 90 detik
Banyak perlakuan adalah kombinasi kedua faktor yaitu intensitas lampu UV dan lama penyinaran yaitu 4x3 = 12 perlakuan, dengan 3 ulangan. Unit
percobaan berjumlah 36. Penelitian dibuat sebanyak 2 set yaitu satu set untuk pengamatan kromosom dan satu set lainnya untuk mengevaluasi aktivitas enzim
PO dan PPO.
3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Persiapan dan Penanaman Biji Terung Belanda
Biji terung belanda diambil dari buah yang masak, dikering anginkan dan dipilih biji yang baik secara visual. Biji direndam di dalam air kemudian
dikecambahkan dengan media kertas saring di dalam cawan petri sampai didapatkan kecambah yang berumur 1 minggu. Kecambah diperlakukan dengan
UV sesuai dengan uraian metode penelitian. Setelah penyinaran, kecambah di tanam dalam polibag dengan media kompos : pasir : humus 1:1:1
Nainggolan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Pengamatan Kromosom
Setelah kecambah berumur 2 minggu, preparat dibuat dari bagian ujung akar untuk mengamati kromosom. Pembuatan preparat untuk mengamati kromosom
menggunakan ujung akar meristematis dengan metode pencet Suntoro, 1983.
Ujung akar difiksasi dengan asam asetat 45 dan dimasukkan pada lemari pendingin selama 15 menit. Ujung akar yang telah difiksasi dibilas dengan
akuades sebanyak 3 kali dan didiamkan selama 30 detik didalam HCl 1N pada suhu 50
C. Ujung akar dimasukkan pada larutan pewarna asetokarmin dan dibiarkan selama 30 menit. Ujung akar diambil, diletakkan diatas objek gelas,
ditetesi dengan gliserin dan ditutup dengan gelas penutup. Ujung akar dipencet hingga hancur. Preparat diamati dibawah mikroskop, difoto dengan perbesaran
1000X dan hasil foto diolah dengan
photoshop CS3
. Kromosom disusun membentuk kariotipe
Solanum betaceum
Cav Lampiran 3, hal. 30.
3.4.3 Isolasi dan Pembuatan Filtrat
Colletotrichum
sp.
Isolat
Colletotrichum
sp. diisolasi dari akar, batang dan daun terung belanda. Disterilisasi dengan alkohol 70 dan ditumbuhkan pada media PDA. Jamur yang
tumbuh dimurnikan dan diidentifikasi menurut Alexopoulus 1972.
Gambar 3.4.3 Biakan
Colletotrichum
sp pada media GYB a, filtrat
Colletotrichum
sp. b, konidia
Colletotrichum
sp. c Isolat
Colletotrichum
sp. ditumbuhkan di dalam media GYB dan diinkubasi ±2 minggu. Kerapatan konidia dihitung sampai 10
8
selml. Filtrat
c b
a
Universitas Sumatera Utara
Colletotricum
sp. dibuat dengan memsentrifius media GYB yang berisi
Colletotrichum
sp. dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 menit sehingga terbentuk endapan dan supernatan. Supernatan diambil dan disaring. Supernatan
digunakan sebagai filtrat. Konsentrasi filtrat yang terbentuk dianggap 1000 ppm Komunikasi pribadi, Elimasni, 2012. Dari stok filtrat dibuat pengenceran 0,025,
0,050, 0,075, 0,100 dan 0,125 ppm.
3.4.4 Perlakuan Tanaman dengan Filtrat
Colletotrichum
sp.
Tanaman yang tumbuh baik diperlakukan dengan filtrat
Colletotrichum
sp. dengan konsentrasi 0,025, 0,050, 0,075, 0,100 dan 0,125 ppm. Penyemprotan
filtrat dilakukan satu kali seminggu dengan volume penyemprotan 10 ml. Pertumbuhan vegetatif tanaman dan intensitas serangan jamur
Colletotrichum
sp. pada daun terung belanda diamati Lampiran 2, hal. 29.
3.4.5 Ekstraksi Daun
Pembuatan ekstrak kasar daun terung belanda dilakukan sesuai penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto 1992. Daun terung belanda diambil 0,2 g dari
masing-masing perlakuan filtrat
Colletotrichum
sp., ditambahkan nitrogen cair dan digerus hingga terbentuk larutan. Ekstrak kemudian dihomogenkan dengan 2
ml buffer Tris-HCl 0,05 M, pH 8 dan Triton X 100 0,15 . Selanjutnya larutan tersebut disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 20 menit pada suhu 0
C hingga terbentuk 2 bagian yaitu supernatan dan endapan. Supernatan dipakai
untuk determinasi protein dan penentuan aktivitas enzim Lampiran 5, hal. 32.
3.4.6 Penentuan Kadar Protein
Menurut Bradford 1976, penentuan kadar protein menggunakan 0,1 ml larutan ekstrak daun dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan 5
ml reagen Quick Start Bradford. Campuran dihomogenkan dan diukur absorbansi
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 596 nm Lampiran 6, hal. 32.
3.4.7 Penentuan Aktivitas Enzim PO dan PPO
Penentuan aktivitas PO dan PPO dilakukan menurut metode Karr dan Mishra 1976. Prosedur ini berdasarkan kemampuan PO dan PPO dalam
mengoksidasi pyrogallol. Aktivitas enzim diuji dengan mencampur 10 mM pyrogallol dan 0,1 M buffer fosfat pH 6,8, suhu 25
C. Penentuan pyrogallol yang bereaksi adalah dengan mengektrapolasikan nilai absorbansi dengan kurva
pyrogallol.
3.4.7.1 Peroksidase PO
Pengujian enzim PO menggunakan 30 µl ekstrak daun ditambah dengan 5 ml pyrogallol 10 mM, dan 0,1 ml buffer fosfat 0,1 mM pada pH 6,8. Selanjutnya
campuran ditambahkan dengan 0,1 ml H
2
O
2
10 mM, didiamkan selama 5 menit pada suhu 25
C, dan ditambahkan 0,5 ml H
2
SO
4
5 untuk menghentikan reaksi. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 420 nm Lampiran 7, hal. 33.
3.4.7.2 Polifenol Oksidase PPO
Pengujian aktivitas enzim PPO menggunakan 70 µl ekstrak daun ditambah dengan 5 ml pyrogallol 10 mM dan 0,1 ml buffer fosfat 0,1 mM pada pH 6,8.
Campuran didiamkan selama 5 menit dan ditambahkan 0,5 ml H
2
SO
4
5 untuk menghentikan reaksi. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm Lampiran 8, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Parameter pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Kariotipe terung belanda, diamati pada umur 2 minggu.
b. Pertumbuhan Tanaman yang meliputi: tinggi tanaman dan jumlah daun seminggu sampai selesai.
c. Intensitas serangan
Colletotrichum
sp., dilakukan 1 minggu setelah penyemprotan suspensi tanaman.
d. Penentuan kadar protein e. Penentuan aktivitas Peroksidase PO
f. Penentuan aktivitas Polifenol Oksidase PPO
3.6 Analisis Data
Data penelitian menggunakan RAL selanjutnya dianalisis menggunakan ANOVA. Sedangkan untuk menguji beda antara perlakuan dilakukan uji jarak
Duncan atau Duncan New Multiple Range Test DNMRT Steel Torrie, 1991.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kromosom
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat gambar sel dengan nukleus terung belanda dengan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 1000X. Di dalam nukleus
terdapat kromosom. Kromosom merupakan benang-benang halus yang terpilin dan menebal yang mengandung materi genetik yaitu DNA dan RNA. Kromosom
di dalam nukleus tersebar dan berada pada tahap metafase sehingga dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya. Menurut Suryo 1995, apabila
menggunakan mikroskop cahaya, maka pada umumnya kromosom tampak sebagai badan berupa batang yang lurus atau bengkok.
Gambar 4.1 Sel akar terung belanda
Solanum betaceum
Cav perbesaran 1000X dengan pewarna asetokarmin A
Kromosom B nukleus
Perbedaan kariotipe tanaman terung belanda kontrol dengan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 20 hal. 48. Lama penyinaran UV dan
daya penyinaran UV tidak berpengaruh terhadap jumlah kromosom.
A B
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Jumlah dan Tipe Kromosom Terung Belanda
Perlakuan Jumlah
Tipe Kromosom Kromosomn
Metasentrik Submetasentrik
U0T1 12
12 U0T2
12 12
U0T3 12
12 U1T1
12 11
1 no. 2 U1T2
12 10
2no. 6, 8 U1T3
12 12
U2T1 12
8 4 no. 3, 7, 10, 11
U2T2 12
9 3 no. 1, 7, 10
U2T3 12
8 4 no. 2, 3, 9, 11
U3T1 12
10 2 no. 5, 11
U3T2 12
9 3 no 6, 11, 12
U3T3 12
11 1 no. 3
Perbedaan kariotipe tanaman terung belanda kontrol dengan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Lama penyinaran UV dan daya penyinaran UV tidak
berpengaruh terhadap jumlah kromosom n= 12 tetapi berpengaruh pada tipe kromosom tanaman. Tipe kromosom tanaman ini ada dua yaitu metasentris dan
submetasentris. Tanaman kontrol dan perlakuan U1T3 tidak memiliki tipe submetasentris. Tipe kromosom submetasentris tertinggi terdapat pada U2T1 dan
U2T3 sebanyak 4. Dari semua perlakuan, submetasentris paling banyak terdapat pada kromosom no 11. Hal ini sama dengan penelitian Limbong 2013 pada
tanaman kacang kedelai bahwa mutasi induksi UV dengan daya 10, 20, dan 30 watt dan lama penyinaran 5, 10 dan 15 menit dapat mengubah tipe kromosom.
Menurut Deleeuw
et al
. 2003, radiasi UV merupakan mutagen yang kuat terhadap DNA. Menurut Lloyd 1986, induksi UV menyebabkan dimer timin
yaitu terjadi ikatan kovalen antara timin dengan timin yang disebelahnya. Terjadinya ikatan kovalen dapat mengganggu aktivitas DNA.
4.2 Pengamatan Morfologi