BAB IV
PRAKTIK PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENILAIAN JAMINAN COLLATERAL PADA PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
A. Bentuk Perjanjian Kredit yang Disepakati antara Debitur dan Kreditur
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemberian kredit disyaratkan oleh bank adanya agunan kredit. Definisi dari agunan menurut Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan adalah
“Jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah“. Fungsi dari pemberian jaminan adalah guna
memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan hutang dengan barang-barang yang telah dijadikan jaminan oleh debitur apabila
debitur bercidera janji dan kemudian tidak dapat membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian
52
. Prinsip agunan collateral menghendaki adanya pemberian agunan oleh debitur kepada kreditur dimana
agunan berfungsi untuk meyakinkan debitur agar mau memberikan pinjaman kepada kreditur. Agunan collateral merupakan salah satu prinsip yang penting
namun kedudukannya setara dengan empat faktor lain yaitu character watak, capacity
kemampuan, capital modal, condition of economi prospek usaha dari kreditur
53
. Jaminan collateral secara yuridis mempunyai fungsi sebagai upaya untuk menjamin adanya pengembalian pinjaman kredit dari debitur, dalam hal
debitur wanprestasi, maka pihak bank dapat mengeksekusi agunan dari debitur sebagai kompensasi pelunasan hutang-hutangnya. Apabila meninjau lebih
mendalam pada fungsi jaminan collateral, maka jaminan sangat dibutuhkan untuk menanggung kegagalan kredit. Oleh karena itu dalam praktik perbankan
52
Thomas Suyatno, dkk. Kelembagaan Perbankan Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1994, hlm. 45.
53
Djumhaendah Hasan. Aspek Hukum Jaminan Kebendaan dan Perorangan
, Jurnal Hukum Bisnis. 2000, Vol. II, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
kreditur hanya akan memberikan jaminan kepada calon debitur dengan nilai yang lebih rendah dari agunan yang diberikan kepada kreditur. Penerapan prinsip
kehati-hatian, seperti menggunakan metode analisis 5C, dapat diperkuat dengan penerapan skim asuransi kredit. Dengan diterapkannya skim asuransi angka
kegagalan resiko kredit yang terjadi di masa mendatang dapat ditekan.
Menurut Subekti, karena tuntutan kreditur terhadap penanggung tidak diberikan suatu privilege atau kedudukan istimewa di atas tuntutan kreditur
lainnya dari si penanggung, maka jaminan perorangan ini tidak banyak berguna bagi dunia perbankan membahas jaminan perorangan. Meninjau pada penerapan
prinsip kehati-hatian, maka dari beberapa literatur yang diperoleh, hanya sebagian kecil bank yang memiliki peraturan internal yang terkait dengan penerapan prinsip
kehati-hatian secara jelas dan tegas. Mengingat pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya maka penerapan
pengaturan prinsip kehati-hatian memiliki keterkaitan dengan perjanjian standar, hal ini disebabkan karena bank selalu memasukkan unsur-unsur dominasi
kepentingan dan perlindungan bagi bank bersangkutan dalam melakukan kontrak standar kredit bank didasarkan oleh nasabah debitur tidak dianggap menyetujui,
sungguhpun dalam kenyataan nasabah debitur tidak mengetahui isinya. Dalam perjanjian kredit formil, nasabah debitur menyetujuinya tetapi secara materil
Universitas Sumatera Utara
sehingga mau tidak mau debitur terpaksa menerimanya
54
. Menurut Mariam Darus, standar kontrak dapat dibagi menjadi dua yaitu:
55
1. Kontrak standar umum, yang berarti, kontrak yang isinya telah disiapkan
lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur, 2.
Kontrak standar khusus, yang berarti, kontrak yang isinya telah ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Walaupun pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian tidak ditemukan secara jelas dan tegas di setiap regulasi internal bank, tetapi para pihak
khususnya debitur harus tetap mematuhi dan terikat pada hukum positif yang berlaku, seperti pasal-pasal yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1759, Pasal 1760, Pasal 1761, Pasal 1762. Secara makna, pasal- pasal tersebut mengatur mengenai kewajiban-kewajiban orang meminjamkan
uang seperti:
1. Pasal 1759 menjelaskan, “Orang yang meminjamkan tidak dapat
meminta kembali apa yang telah dipinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan.
2. Pasal 1760 menjelaskan, ”Jika telah ditetapkan sesuatu waktu, hakim
berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian
54
Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.1991, hlm. 57.
55
Ibid. hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
pinjamannya menurut keadaan, memberikan sekedar kelonggaran kepada peminjam.
” 3.
Pasal 1761 menjelaskan, ”Jika telah diadakan persetujuan, bahwa pihak yang telah meminjam suatu barang atau sejumlah uang akan
mengembalikannya bilamana ia mampu untuk itu, maka hakim mengingatkan keadaan, akan menentukan waktu pengembalian.
”
Apabila meninjau pada sifat perjanjian diantara kreditor dan debitur, maka perjanjian kredit memiliki dua sifat perjanjian, yaitu perjanjian yang bersifat
konsensuil dan perjanjian yang bersifat riil. Sedangkan apabila meninjau pandangan ahli hukum yang berkembang, maka perjanjian kredit merupakan
perjanjian pendahuluan yang terdiri dari sebagai berikut:
56
1. Pandangan yang menjelaskan perjanjian kredit dan perjanjian pinjam
uang merupakan satu perjanjian yang bersifat konsensuil. 2.
Pandangan yang menjelaskan, perjanjian kredit dan perjanjian pinjam uang merupakan dua jenis perjanjian yang bersifat konsensuil dan
perjanjian yang bersifat riil.
B. Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam 5C oleh Kreditur Sebelum Memberikan Pinjaman Kredit Perbankan Kepada Debitur
56
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara, www.usu.ac.id
, diunduh pada 18 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
Dalam dunia perbankan pertimbangan yang lazim digunakan untuk mengevaluasi calon nasabah sering disebut dengan prinsip 5C atau
“the five C’s principles”. Dalam memberikan kredit, harus mengikuti tahap-tahap yang tepat
sehingga terhindar dari kredit bermasalah. Terhadap “5C of credit” yang meliputi character
watak, capacity kemampuan, capital modal, collateral agunan, condition of economi
prospek usaha dari kreditur.
Bank selaku kreditur memandang bahwa calon debitur yang mempunyai 5C yang baik adalah manusia yang ideal. Bank melihat orang yang mempunyai
karakter kuat, kemampuan mengembalikan uang, jaminan yang berharga, modal yang kuat dan kondisi perekonomian yang aman bagaikan melihat sebuah
mutiara. Debitur seperti ini adalah nasabah potensial untuk diajak bekerja sama atau orang yang layak mendapatkan penyaluran kredit. Berikut merupakan hal-hal
yang menjadi pertimbangan perbankan sebelum permohonan kredit disetujui oleh kreditur. 5C of Credit tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Character watak
Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti
sifat-sifat pribadi atau keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha, kebiasaan-kebiasaannya, cara
hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk
memenuhi kewajibannya dengan kata lain ini merupakan willingness to pay.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:
a Meneliti riwayat hidup calon nasabah;
b Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya;
c Meminta Bank to Bank Information Sistem Informasi Debitur;
d Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon
nasabah berada; e
Mencari informasi apakah calon nasabah suka berjudi; f
Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya;
Salah satu unsur yang harus diperhatikan oleh bank sebelum bank memberikan kreditnya adalah penilaian atas karakter kepribadian watak
dari calon debiturnya. Karena itu sebelum kredit diluncurkan, harus terlebih dahulu ditinjau apakah calon debitur berkepribadian yang baik, jujur, selalu
menepati janji, memiliki lingkungan yang baik, mempunyai riwayat hidup yang baik, tidak terlibat tindakan kriminal, bukan merupakan penjudi,
pemabuk atau tindakan tidak terpuji lainnya
57
. Pemberian kredit atas dasar kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank bahwa calon debitur
memiliki moral, watak dan sifat-sifat pribadi yang positif dan koperatif. Karakter merupakan faktor yang dominan, sebab walaupun calon debitur
tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan hutangnya, kalau tidak
57
H.A.S Mahmoeddin. 100 Penyebab Kredit Macet. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1995, hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai itikad yang baik tentu akan memberikan kesulitan bagi bank di kemudian hari.
Namun dalam prakteknya terkadang hal ini tidak bisa dijadikan ukuran yang pasti, karena bank biasanya tidak mengenal nasabahnya secara
mendalam mengingat waktu dari pihak bank yang sangat terbatas. Oleh karena itu perlu diterapkan oleh bank prinsip mengenal nasabah yang antara
lain mencakup kewajiban memiliki kebijakan dan prosedur penerimaan nasabah, pemeliharaan profil nasabah, pelaksanaan program pelatihan
kepada karyawan bank mengenai prinsip mengenal nasabah, pengenaan saksi administrasi terhadap pelanggaran peraturan ini dan lain-lain
58
.
Pada saat calon debitur menyerahkan berkas kredit, petugas bank akan melakukan wawancara awal mengenai tujuan kredit, jangka waktu, serta
menanyakan keberadaan lokasi usaha dan lokasi agunan. Setelah berkas pengajuan kredit diterima, maka pihak bank akan langsung melakukan
tindakan pengecekan Sistem Informasi Debitur SID yang disediakan oleh Bank Indonesia. Sistem Informasi Debitur SID merupakan informasi yang
penting yang dapat menjadi referensi atas karakter calon debitur, yang mana wajib diperiksa untuk semua calon debitur kredit guna mengetahui fasilitas
kredit apa saja yang pernah atau sedang dinikmati oleh debitur, dan juga mengetahui lancar atau tidaknya calon debitur dalam membayar kredit yang
58
Bismar Nasution. Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pascasarjana. 2001, hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
dinikmatinya jika ada dengan melihat sandi kolektibilitas pada Sistem Informasi Debitur.
Praktek yang dapat ditemui di lapangan pada saat ini adalah bank selaku kreditur sulit untuk menentukan apakah calon debitur tersebut layak atau
tidak diberikan pinjaman kredit, karena karakter seseorang pada saat sebelum disetujuinya suatu permohonan kredit akan berbeda dengan
karakter setelah kredit tersebut telah disetujui. Sehingga tujuan penggunaan pinjaman kredit tersebut harus tetap diawasi oleh pihak bank agar tidak
terjadi penyalahgunaan terhadap dana pinjaman. Untuk itu pihak bank harus tetap menjalin hubungan baik dengan nasabahnya dengan cara
menghubungi debiturnya maupun mengunjungi tempat usaha debiturnya secara berkala dan menjalin hubungan baik antara bank dengan nasabah.
2. Capacity kemampuan
Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam
menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana calon
nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi hutang-piutangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya. Kemampuan calon
nasabah dalam mengelola usahanya dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usahanya business record dan sejarah perusahaan
yang pernah dikelola pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan. Capacity ini merupakan ukuran dari ability to pay
kemampuan dalam membayar.
Universitas Sumatera Utara
Karakter yang baik belum tentu memenuhi syarat untuk memperoleh kredit. Bahwa seseorang yang jujur secara moril bisa dipercaya, tetapi
mungkin ia tidak mampu mengolah kredit, oleh karena itu dibutuhkan beberapa cara pengukuran capacity kemampuan seseorang yang dapat
dilakukan melalui berbagai pendekatan berikut ini:
a Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah
menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu, b
Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan dan pengalaman para pengelola kredit sehingga dapat diprediksi tingkat
kemampuan pengelolaan dana dari hasil pinjaman kredit yang telah disetujui,
c Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah
mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian kredit dengan bank,
d Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan
keterampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan,
e Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon
nasabah mengelola faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan, administrasi dan keuangan,
industrial relation sampai pada kemampuan merebut pasar.
Oleh karena itu yang perlu juga diperhatikan bank adalah apakah ia mampu mengelola perusahaan yang dapat dilihat dari kemampuan
Universitas Sumatera Utara
manajemennya, apakah ia mampu berproduksi dengan baik yang dapat dilihat dari kapasitas produksinya, apakah ia mampu mangembalikan kredit
dilihat berdasarkan perhitungan penghasilan bersih, perputaran usaha, situasi keuangan dan modal kerja yang dimilikinya
59
. Pada umumnya untuk menilai capacity kemampuan seseorang didasarkan pada pengalamannya
dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah pemohon kredit serta kekuatan perusahaan dan kemampuan penyesuaian
diri dengan perkembangan teknologi.
3. Capital modal
Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon
nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank
akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Modal sendiri juga diperlukan bank sebagai alat kesungguhan dan tangung jawab nasabah
dalam menjalankan usahanya karena ikut menanggung risiko terhadap gagalnya usaha. Dalam praktiknya, kemampuan capital ini dimanifestasikan
dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya mendekati atau setara dengan kredit yang dimintakan kepada
bank.
Untuk calon debitur berupa badan hukum, capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat
dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan
59
H.A.S Mahmoeddin, Ibid, hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Sedangkan untuk calon debitur yang bekerja sebagai pegawai dapat kita lihat dari slip
gaji dari perusahaan tempat bekerja. Modal akan turut menentukan apakah layak atau tidaknya calon debitur diberi pembiayaan, dan seberapa besar
plafon pembiayaan yang layak diberikan. Permodalan dari suatu debitur
merupakan hal yang penting yang harus diketahui oleh calon krediturnya. Karena permodalan dan kemampuan keuangan dari suatu debitur akan
mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar kredit, bank tidak dapat memberikan kredit kepada pengusaha tanpa modal sama
sekali
60
. Kreditur juga harus meninjau kembali besaran modal yang diberikan sebagai pinjaman, apakah pantas atau tidak suatu usaha yang akan dibiayai
tersebut dan melihat kembali agunan yang diajukan oleh debitur. Oleh karena itu pengklasifikasian calon debitur yang akan melakukan pinjaman kredit
merupakan salah satu hal yang penting karena pengklasifikasian debitur ini mempengaruhi tujuan pinjaman, kebijakan pinjaman, syarat pinjaman, dan
agunan yang dipinjamkan.
4. Collateral Agunan atau Jaminan
Collateral atau agunan menurut Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
adalah “jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.
60
H.A.S Mahmoeddin, Ibid, hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Bentuk agunan menurut
penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,
dapat berupa “barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat,
yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta
agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
”
61
Collateral jaminan merupakan faktor yang diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam pertimbangan-
pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan. Pada prinsip collateral agunan atau jaminan
menghendaki adanya pemberian agunan oleh debitur. Pemberian agunan adalah salah satu upaya untuk menjamin adanya pengembalian kredit atau
pelunasan kredit dari debitur. Dalam hal debitur wanprestasi, maka pihak bank dapat mengeksekusi agunan dari debitur sebagai kompensasi pelunasan
hutang-piutangnya. Dalam menerima suatu jaminan kredit, ada dua pertimbangan yang dilakukan oleh bank sebagai kriteria jaminan tersebut,
yaitu:
61
Muhammad Djumhana. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2006. hlm. 514-515.
Universitas Sumatera Utara
a. Marketable, artinya pada saat eksekusi, jaminan tersebut mudah dijual
untuk melunasi seluruh hutang debitur. b.
Secured, artinya benda jaminan kredit dapat diikat secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan.
62
Semakin mudah jaminan kredit tersebut diperjualbelikan, tingkat risiko kredit bank semakin berkurang dan besarnya nilai jaminan dapat
mengcover seluruh pinjaman. Jaminan hanya berfungsi sebagai pengaman dan bersifat sebagai solusi terakhir second wayout apabila debitur
bermasalah tidak dapat mengembalikan kewajiban pinjaman atau macet. Jaminan kredit yang dimiliki calon debitur harus dapat mengcover pinjaman
calon debitur. Dalam melakukan taksasi ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a Melakukan wawancara lanjutan kepada calon debitur,
b Mencari informasi kepada pihak ketiga di sekitar daerah agunan
mengenai keberadaan dan status bangunan, c
Mencari informasi harga pasar tanah dan bangunan di sekitar daerah agunan kepada calon debitur dan pihak ketiga untuk memastikan data
yang diberikan calon debitur benar, d
Dilakukan dokumentasi terhadap objek secara menyeluruh.
62
Irma Devita Purnamasari. Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan
. Bandung: Kaifa. 2011, hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
Setelah melakukan taksasi, petugas bank membuat daftar laporan taksasi yang berguna untuk mengetahui beberapa nilai bangunan yang dapat
dibiayai dan diberikan nilai kreditnya.
Pada dasarnya perjanjian kredit dapat kita bagi atas perjanjian kredit yang memiliki agunan dan perjanjian yang tidaktanpa agunan. Persoalan
agunan ini berkaitan dengan ketentuan pasal 1131 dan pasal 1132 KUH Perdata. Kedua pasal ini membahas tentang hutang-piutang yang
diistimewakan. Pasal 1131 mengatakan bahwa segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Dan pasal 1132 KUH Perdata mengatakan
bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-
bagikan menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya hutang masing-masing, kecuali apabila diantara para hutang itu ada alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan.
Pihak bank biasanya dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang
dikeluarkan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi agunan biasanya adalah BPKB dari kendaraan tersebut. Buat pihak bank
dengan ditentukan dari awal tentang apa yang menjadi jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bagi bank untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
eksekusi bila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi agunannya.
Untuk kredit tanpa agunan, karena pihak bank tidak menentukan dari awal apa yang menjadi agunannya, maka berdasarkan pasal 1131 dan pasal
1132 KUH Perdata, harta kekayaan milik dari debitur seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah hutang yang harus dibayarkan oleh debitur.
Sehingga dasar dari Bank melakukan eksekusi apabila debitur wanprestasi adalah kedua pasal tersebut, yaitu pasal 1131 dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dasar bagi Bank penerbit untuk melakukan bila terjadi eksekusi tentunya adalah perjanjian yang dibuat pada awalnya suatu perikatan terjadi, yaitu
dimana permohonan aplikasi permohonan kredit yang diajukan debitur disetujui oleh pihak Bank penerbit bila debitur wanprestasi berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut, misalnya adanya keterlambatan pembayaran dari pengguna fasilitas kredit.
5.
Condition Kondisi
Condition kondisi merupakan penilaian terhadap kondisi perlu
dilakukan untuk mengetahui kelancaran usaha calon debitur. Hal-hal yang mempengaruhi kondisi ini adalah situasi dan kondisi politik, sosial,
ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon
debitur. Selain itu kondisi ekonomi juga mencakup peraturan-peraturan atau kebijaksanaan pemerintah yang memiliki dampak terhadap keadaan
perekonomian yang gilirannya mempengaruhi kegiatan usaha calon debitur.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha si pemohon kredit debitur perlu mendapatkan perhatian dari pihak
bank untuk memperkecil risiko yang mungkin timbul akibat kondisi ekonomi. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial, politik dan
ekonomi dari suatu priode waktu tertentu dan perkiraan yang akan terjadi pada waktu mendatang.
63
Dalam kondisi ekonomi pada saat ini gejolak ekonomi yang tidak dapat diprediksi sehingga
menimbulkan krisis dan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembatasan eksport dan import barang juga
mempengaruhi kondisi usaha yang dijalankan oleh kreditur, yang kemudian akan mempengaruhi kelancaran pembayaran atau angsuran oleh kreditur
sehingga menimbulkan risiko yang kemudian akan dirasakan langsung oleh kreditur dan debitur. Akibat dari timbulnya risiko bisnis dan risiko non
bisnis ini debitur tidak begitu saja mengubah kebijakan kredit yang telah disepakati, oleh karena itu apabila timbul risiko bisnis yang merupakan
risiko yang timbul diluar dari kehendak bank seperti gejolak ekonomi, politik, bahkan bencana alam, maka debitur akan dipanggil oleh kreditur
guna membahas kesepakatan-kesepakatan baru dalam penyesuaian perjanjian kredit yang telah disepakati sebelumnya dengan kondisi atau
risiko bisnis yang timbul dan dicari jalan keluar yang kemudian disepakati bersama dimana kedua belah pihak saling diuntungkan demi menjaga
hubungan antara kreditur dan debitur.
63
H.A.S Mahmoeddin, Op. Cit, hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain:
a Keadaan konjungtur;
b Peraturan-peraturan pemerintah;
c Situasi, politik dan perekonomian dunia;
d Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran.
C. Praktek Jaminan Secara Umum sebagai Jaminan Pinjaman Kredit