Azas-Azas Hukum Perjanjian PENDAHULUAN

sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang. Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata hendak menjelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata. Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil. Dalam khasanah hukum perjanjian dikenal beberapa asas yang menjadi dasar para pihak dalam melakukan tindakan hukum guna melahirkan suatu perjanjian. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum rechtsverhouding.

B. Azas-Azas Hukum Perjanjian

Kitab Undang-undang Hukum Perdata merumuskan ada lima azas dalam hukum Perjanjian, yaitu : 1. Azas Kebebasan Berkontrak Freedom of Contract Azas ini lahir sebagai salah satu azas hukum perjanjian yang dilatarbelakangi dengan lahirnya paham individualisme yang lahir dari Universitas Sumatera Utara zaman Yunani dimana dalam prakteknya semua orang bebas menentukan pilihan untuk dirinya sendiri. Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata memuat ketentuan mengenai azas k ebebasan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dalam KUH Perdata tersebut dijelaskan bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada pihak yang terkait untuk: a. Membuat perjanjian atau tidak; b. Bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun; c. Bebas menentukan isi dari perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan, serta; d. Bebas menentukan bentuk dari perjanjian apakah lisan atau tulisan. 2. Azas Konsensualitas Consencualism Azas hukum konsensualisme memandang bahwa sebuah perjanjian tersebut sah apabila ada kesepakatan, yakni persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Azas ini termaktub dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata berkaitan dengan bentuk perjanjian. Azas hukum konsensual ini merupakan salah satu azas hukum perjanjian yang menetapkan bahwa perjanjian terjadi apabila telah memenuhi bentuk yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak, oleh karena itu, dalam KUH Perdata, azas konsensualisme temasuk dalam salah satu azas hukum perjanjian 3. Azas Kepastian Hukum Pacta Sunt Servanda Universitas Sumatera Utara Azas kepastian hukum sebagai salah satu azas hukum perjanjian yang memandang bahwa suatu perjanjian memiliki kepastian hukum berkaitan dengan akibat dari perjanjian tersebut, pihak ketiga hakim harus menghormati substansi perjanjian dan tidak boleh melakuakn intervensi. Azas kepastian hukum termaktub dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. 4. Azas Itikad Baik Good Faith Azas itikad baik memandang bahwa pelaksanaan substansi perjanjian antara kedua belah pihak didasarkan pada kepercayaan dan itikad baik. Itikad baik tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu nisbi dan mutlak. Menurut azas hukum ini, itikad baik nisbi berkaitan dengan sikap dan tingkah laku subjek perjanjian secara nyata dengan memperhatikan tingkah laku dari subjeknya, sedangkan itikad baik mutlak memandang bahwa penilaian itikad baik menyangkut ukuran objektif dan tidak memihak berdasarkan norma-norma yang ada. Azas ini termaktub dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Pasal te rsebut berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. ” 5. Azas Kepribadian Personality Azas hukum perjanjian kali ini memandang bahwa setiap pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan kepentingan sendiri. Sebagaimana termaktub dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian Universitas Sumatera Utara selain untuk dirinya sendiri” dan ditegaskan dalam Pasal 1340 KUH Perdata “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Sehingga dengan demikian dalam azas hukum ini, sebuah perjanjian hanya mengikat kedua belah pihak. Kecuali, ada kasus khusus sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1317 KUH Perdata “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Menurut Harlien Budiono, terdapat tiga asas perjanjian secara umum, yaitu azas konsensualitas, azas kekuatan mengikat, dan azas kebebasan berkontrak. Ketiga azas tersebut perlu ditambah dengan azas keseimbangan, sehingga lebih sesuai dengan keadaan di Indonesia. 15 1 Azas konsensualitas Consensualisme Menurut Harlien Budiono, azas yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata ini mensyaratkan bahwa kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap azas konsensualitas terdapat pengecualian, yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formal yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memenuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang-undang. 16 2 Azas Kekuatan Mengikat Vernindendekracht der overeenkomst 15 Harlien Budiono. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan . Bandung: Citra Aditya. 2010. hlm. 29. 16 Komariah. Hukum Perdata. Malang: Universitas Muhammadiah Malang. 2002. hlm. 173. Universitas Sumatera Utara Azas ini juga dikenal dengan adagium Pacta Sunt Servanda. Masing- masing pihak yang terikat dalam suatu perjanjian harus menghormati dan melaksanakan apa yang telah mereka perjanjikan dan tidak boleh melakukan perbuatan menyimpang atau bertentangan dari perjanjian tersebut 17 . Azas kekuatan mengikat ini dapat kita temukan pada Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. ” 3 Azas Kebebasan Berkontrak Contractsvrijheid Azas kebebasan berkontrak berarti setiap orang menurut kehendak bebasnya dapat membuat perjanjian dan mengikat diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Namun kebebasan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan kesusilaan. 4 Azas Keseimbangan Evenwichtsbeginsel Menurut Harlien Budiono, azas keseimbangan adalah “suatu azas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum dan azas- azas pokok hukum perjanjian yang dikenal di dalam KUH Perdata yang berdasarkan pemikiran dan latar belakang individualisme pada suatu pilihan dan cara pikir bangsa Indonesia pada lain pihak. 18 17 Ibid, hlm. 174. 18 Harlien Budiono, op.cit., hlm. 33. Universitas Sumatera Utara

C. Syarat Sah Perjanjian