Perlindungan Penumpang Penerbangan menurut Peraturan

5. Pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada penumpang. Pasal 153 ayat 1 6. Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut. Pasal 179

C. Perlindungan Penumpang Penerbangan menurut Peraturan

Penumpang pesawat udara berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan jasa maskapai penerbangan sehingga konsumen terhindar dari kerugian fisik maupun psikis. Sebab itu merupakan hak konsumen dimana hal tersebut berkaitan dengan perlindungan konsumen dan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Perlindungan hukum bagi konsumen yaitu penumpang pesawat udara oleh pihak maskapai penerbangan sebagai pelaku usaha sebenarnya besar dan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam dunia penerbangan.Tetapi dalam prakteknya, banyak hal yang diingkari dan tidak ditepati juga kurang dipertanggung jawabkan oleh pihak penerbangan. Atas kurangnya perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat udara, seharusnya pihak maskapai penerbangan dapat dikenakan sanksi.Melihat kurangnya penanganan terhadap tindakan pihak maskapai penerbangan, penumpang pesawat udara hanya dapat mengikuti prosedur penerbangan yang ada sekalipun hal tersebut dianggap Universitas Sumatera Utara sangat merugikan penumpang sebagai konsumen dan kurangnya rasa tanggung jawab pihak penerbangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pembahasan masalah perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan udara, meskipun khusus dibatasi untuk penumpang bukanlah suatu hal yang mudah. Unsur-unsur perlindungan yang menjadi hak konsumen jasa angkutan dan keseluruhan pengaturan mengenai unsur-unsur itulah yang merupakan perlindungan hukum bagi konsumen yang kalau disusun secara sistematis dan integral akan merupakan suatu sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan udara. Yang pokok dalam suatu sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan udara adalah kepentingan konsumen karena konsumenlah yang menjadi “raison d’etre” seluruh kegiatan angkutan udara.Tanpa konsumen tidak ada justifikasi bagi investasi untuk sarana dan prasaran angkutan udara yang begitu besar. Namun hal ini agaknya seringkali dilupakan. Pentingnya konsumen pasti akan lebih dirasakan oleh produsen jasa angkutan udara kalau industri angkutan udara telah mempunyai saingan dalam tubuh industri, kalau bagi konsumen jasa angkutan udara tersedia pilihan antara beberapa perusahaan angkutan udara yang sama baiknya, baik dari segi peralatan,maupun pelayanan. Suatu sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan udara adalah suatu sistem yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan prosedur yang mengatur semua aspek yang baik langsung maupun tidak langsung mengenai kepentingan dari konsumen jasa angkutan udara. Dari sistem perlindungan hukum tersebut dapat dilihat unsur-unsur perlindungan konsumen, yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Keselamatan penerbangan Tujuan utama kegiatan penerbangan komersial adalah keselamatan penerbangan. konsumen terhadap pengguna jasa transportasi udara niaga. Dalam konteks ini maka semua perusahaan penerbangan wajib untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mencelakakan penumpangnya. Oleh karena itu setiap perusahaan penerbangan komersial dituntut untuk menyediakan armada pesawatnya yang handal dan selalu dalam keadaan layak terbang. 37 2. Keamanan penerbangan Pasal 308 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa Menteri bertanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan nasional. Pasal 321 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Personel penerbangan yang mengetahui terjadinya penyimpangan atau ketidaksesuaian prosedur penerbangan, atau tidak berfungsinya peralatan dan fasilitas penerbangan wajib melaporkan kepada Menteri. Keamanan merupakan suatu aspek yang paling terasa oleh konsumen pengguna jasa angkutan udara di samping aspek kecelakaan pesawat udara. Keamanan penerbangan maksudnya adalah aman dari berbagai gangguan, baik secara teknis maupun gangguan dari perampokan, perampasan dan serangan teroris. Aspek keamanan ini oleh perusahaan penerbangan wajib menjamin keamanan selama melakukan penerbangan. 38 37 E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 10. 38 Rando Pohajouw, Perlindungan Hukum bagi Penumpang Pesawat Udara Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, artikel Lex Privatum, Vol. IVNo. 6Juli2016, hal 55 Pasal 53 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Setiap Universitas Sumatera Utara orang dilarang menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, danatau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain. Pasal 323 ayat 1 bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Menteri bertanggung jawab terhadap keamanan penerbangan nasional. Pasal 329 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Setiap badan usaha angkutan udara wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan program keamanan angkutan udara dengan berpedoman pada program keamanan penerbangan nasional. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan bahwa Keamanan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang bebas dari gangguan danatau tindakan yang melawan hukum. 3. Kenyamanan penerbangan Aspek kenyamanan dalam penerbangan, terkandung makna bahwa perusahaan penerbangan komersial wajib memberikan kenyamanan kepada penumpangnya. Aspek kenyamanan penerbangan berkaitan erat dengan kelengkapan pesawat udara seperti tempat duduk, kelengkapan fasilitas, pengatur suhu udara dan fasilitas Bandar udara. 39 Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan menyebutkan bahwa Awak kabin memiliki kemampuan komunikasi yang baik, berpenampilan rapi dan sopan, fasilitas yang di sediakan untuk melayani penumpang dalam keadaan baik dan 39 Rando Pohajouw, Op.Cit, hal 55 Universitas Sumatera Utara bersih. Pengkondisian suhu udara AC didalam pesawat sesuai dengan standar yang berlaku. 4. Pelayanan penerbangan Bisnis angkutan udara merupakan salah satu bentuk perdagangan jasa, sehingga pelayanan merupakan salah satu indicator sering dijadikan pilihan oleh para calon konsumen. Sehubungan dengan hal tersebut, aspek pelayanan dalam transportasi udara berkaitan erat dengan prosedur pembelian tiket pesawat dan prosedur penentuan tempat duduk boarding pass. Dalam konteks ini, perusahaan penerbangan harus mengatur dengan baik masalah penentuan tempat duduk bagi penumpang sehingga tidak terjadi tempat duduk yang dobel yang tentunya sangat merugikan konsumen. 40 5. Pertarifan atau ongkos penerbangan Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan bahwa Pelayanan yang diberikan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam menjalankan kegiatannya dapat dikelompokkan paling sedikit dalam pelayanan dengan standar maksimum full services, pelayanan dengan standar menengah medium services; atau pelayanan dengan standar minimum no frills. Secara sempit, tarif merupakan kombinasi dari macam-macam komponen biaya dalam penyelenggaraan pengangkutan udara niaga. Sistem penyelenggaraan transportasi udara niaga terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam penentuan tarif angkutan, yaitu sistem angkutan udara, kompetisi dan tarif wajar. Sistem angkutan udara yang berdasarkan pada kebijakan pokok mengenai angkutan udara yang kemudian menjabarkan 40 Rando Pohajouw, Op.Cit, hal 55 Universitas Sumatera Utara kebijakan tersebut dalam bentuk pengaturan mengenai “airline system” di Indonesia, struktur rute-rute penerbangan dan pembinaan industri angkutan. Masalah tarif perlu diatur agar tidak membebankan konsumen. 41 6. Perjanjian angkutan udara Pasal 126 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa Tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri terdiri atas tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan kargo. Tarif angkutan penumpang terdiri atas golongan tarif pelayanan kelas ekonomi dan non- ekonomi. Pasal 127 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Tarif batas atas ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen dan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dari persaingan tidak sehat. Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri yang ditetapkan oleh Menteri harus dipublikasikan kepada konsumen. Salah satu unsure terpenting dalam rangka memberikan perlindungan konsumen pengguna jasa transportasi udara niaga adalah menyangkut aspek perjanjian pengangkutan. Konteks ini perusahaan penerbangan berkewajiban untuk memberikan tiket penumpang sebagai bukti terjadi perjanjian pengangkutan udara. Prakteknya tiket atau dokumen perjanjian pengangkutan udara telah disiapkan oleh perusahaan dalam bentuk yang telah baku atau biasa dikenal dengan perjanjian standard. Berkenaan dengan telah bakunya dokumen pengangkutan tersebut, maka harus adanya jaminan bahwa adanya keseimbangan hak dan kewajiban di antara para pihak, baik pengangkut 41 Rando Pohajouw, Op.Cit, hal 55 Universitas Sumatera Utara maupun penumpang. 42 7. Pengajuan Klaim Pasal 122 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan bahwa Jaringan dan rute penerbangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian angkutan udara antarnegara. Pasal 140 ayat 1, 2 dan 3 menegaskan bahwa Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang danatau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan. Badan usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati. Perjanjian pengangkutan dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan. Dalam kegiatan penerbangan seringkali terjadinya resiko kecelakaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perlindungan konsumen bagi penumpang, yaitu adanya prosedur penyelesaian atau pengajuan klaim yang mudah, cepat dan memuaskan. Prosedur yang mudah berarti bahwa penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya tidak perlu menempuh prosedur yang berbelit dan rumit dalam merealisasikan hak-haknya. Prosedur yang murah berarti para penumpang atau ahli waris yang mengalami kecelakaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya yang mahal untuk menyelesaikan ganti rugi. Penyelesaian sengketa yang cepat mengandung makna bahwa prosedurnya tidak memakan waktu yang lama, dalam kaitan ini dapat menggunakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sebab biasanya penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memakan 42 Rando Pohajouw, Op.Cit, hal 55 Universitas Sumatera Utara waktu yang lama. 43 8. Perlindungan Melalui Asuransi Pasal 174 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang. Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat seharusnya diambil oleh penumpang. Umumnya perusahaan penerbangan mengasuransikan dirinya terhadap resiko- resiko yang kemungkinan akan timbul dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangannya antara lain mengasuransikan resiko tanggung jawab terhadap penumpang. Di samping asuransi yang ditutup oleh perusahaan penerbangan tersebut, di Indonesia dikenal juga asuransi wajib jasa raharja. Asuransi ini yang membayar adalah penumpang sendiri, sedangkan perusahaan penerbangan hanyalah bertindak sebagai pemungut saja. 44 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 dikeluarkan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, khusunya mengenai keamanan dan keselamatan penerbangan. Di dalam penjelasannya secara jelas dikemukakan kegiatan penerbangan penuh dengan risiko yang sangat tinggi, sekecil apapun kesalahan yang dilakukan oleh Pasal 179 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa besarnya pertanggungan asuransi sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian. 43 Rando Pohajouw, Op.Cit, hal 56 44 Ibid, hal 55 Universitas Sumatera Utara pengangkut dapat berakibat fatal, yaitu terjadinya kecelakaan pesawat yang dapat mengakibatkan kerugian bagi penumpang. Oleh karena itulah masalah keamanan dan keselamatan penerbangan mendapat perhatian serius dalam dunia penerbangan, karena menyangkut jiwa manusia. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen, yang menyatakan : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya”. Penumpang sebagai konsumen perlu mengetahui dan memahami bahwa apabila pengangkut karena kesalahannya, terlambat menerbangkan penumpang sesuai dengan yang tertera dalam tiket penerbangan, maka pengangkut wajib memberikan kompensasi kepada penumpang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 yang dapat memerintahkan langsung kepada Menteri Perhubungan untuk mengeluarkan peraturan Menteri Perhubungan. Di dalam Rancangan Undang-Undang Penerbangan yang diusulkan oleh pemerintah sendiri juga tidak terdapat sanksi administratif, yang ada hanya sanksi pidana. Dalam Rancangan Undang-Undang Penerbangan terdapat 102 Pasal yang diusulkan terdapat 52 pasal pidana, sedangkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 terdapat 42 Pasal sanksi pidana sedangkan sanksi administratif terdapat 18 Pasal, masing-masing sanksi berupa peringatan danatau pencabutan sertifikat yang berlaku terhadap pelanggaran a pesawat terbang, helikopter, balon udara Universitas Sumatera Utara berpenumpang, dan kapal udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia yang tidak dilengkapi dengan bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, b setiap orang yang mengaburkan identitas tanda pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara. Pasal 179 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 diatur kewajiban asuransi penerbangan tanggung jawab hukum. Menurut Pasal tersebut pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan eksiden angkutan udara di dalam pesawat danatau naik turun dari pesawat udara, bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut, keterlambatan pada kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut. 45 Pasal 118 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Pemegang izin usaha angkutan udara niaga wajib melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 dua belas bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya, memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu, mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang– undangan, menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan 45 Fokus Media, Undang-Undang Penerbangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, Bandung : Fokus Media, 2009, hal17 Universitas Sumatera Utara dengan perjanjian penutupan asuransi, melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antargolongan, serta strata ekonomi dan sosial, menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 sepuluh bulan berikutnya kepada Menteri, menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan April tahun berikutnya kepada Menteri, melaporkan apabila terjadi perubahan penanggungjawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat udara kepada Menteri; dan memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan. Pasal 141 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan disebutkan bahwa Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat danatau naik turun pesawat udara. Apabila kerugian timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang- undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan. Pasal 142 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menegaskan bahwa Penumpang wajib didampingi oleh seorang dokter atau Universitas Sumatera Utara perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung. Pasal 147 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan bahwa Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara. Tanggung jawab dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa: 1. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; danatau 2. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan. Pasal 165 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan bahwa Jumlah ganti kerugian untuk setiap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pasal 166 bahwa Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian. Pasal 167 bahwa Jumlah ganti kerugian untuk bagasi kabin ditetapkan setinggi-tingginya sebesar kerugian nyata penumpang. Pasal 169 ditegaska bahwa Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian. Pasal 173 ayat 1 Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 174 ayat 1 dan 2 bahwa Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang. Klaim atas Universitas Sumatera Utara keterlambatan atau tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat seharusnya diambil oleh penumpang. Pasal 176 bahwa Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, danatau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian Dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia. Pasal 177 menegaskan bahwa hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 dua tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan. Pasal 178 ayat 1 dan 2 bahwa Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 tiga bulan setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan. Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 tiga bulan. Pasal 179 bahwa Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut. Pasal 335 ayat 1 dan 2 Terhadap penumpang, personel pesawat udara, bagasi, kargo, dan pos yang akan diangkut harus dilakukan pemeriksaan dan memenuhi persyaratan keamanan penerbangan. Penumpang dan kargo tertentu dapat diberikan perlakuan khusus dalam pemeriksaan keamanan. Pasal 337 ayat 1 menegaskan bahwa Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada badan usaha angkutan udara yang akan mengangkut penumpang tersebut. Universitas Sumatera Utara Pasal 57 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan bahwa Kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka. Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, perusahaan angkutan udara dapat menolak untuk mengangkut kantong diplomatik. Pasal 60 ayat 1 dan 2 bahwa Penumpang pesawat udara yang membawa senjata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada perusahaan angkutan udara. Senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan pada tempat tertentu di pesawat udara yang tidak dapat dijangkau oleh penumpang pesawat udara. Pasal 92 ayat 1 bahwa Setiap penerbang yang sedang dalam tugas penerbangan mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang dikhawatirkan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan, wajib segera memberitahukan kepada petugas lalu lintas udara. Memastikan penumpang yang naik ke pesawat udara adalah penumpang yang memiliki pas masuk pesawat udara boarding pass danatau kartu transit. Apabila diketahui keberadaan seseorang tanpa izin Badan Usaha Udara harus menginstruksikan kepada semua penumpang dan bagasinya untuk meninggalkan pesawat udara, melakukan menyisiran keamanan pesawat udara dan melaporkan ke petugas Otoritas bandar udara. Mengawasi dan melindungi keamanan dokumen terkait dengan kegiatan angkutan udara. 46 46 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 31 Tahun 2013 tahun Program Keamanan Penerbangan Nasional Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN