Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara (Studi Kasus Bandara Internasional Kuala Namu)

(1)

ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

PUSPITA SARI DAMANIK NIM: 100200241

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014


(2)

ABSTRAK

Transportasi Udara Adalah transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat umum sebagai sarana tranaportasi yang utama, cepat, dan mudah sehingga perlu adanya perlindungan hukum untuk menjamin keselamatan transportasi ini sehingga terciptanya kenyamanan bagi pengguna jasa transportasi udara.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaturan terkait dengan aspek hukum keselamatan penerbangan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009yang diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dan peraturan Penerbangan Sipil pengaturan terkait dengan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) Bandara Internasional Kuala Namu.

Jenis penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitia Normatif. Penelitian Normatif merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistem hukum dan penelitian terhadap sinkronisasi hukum. Metode penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang lengkap, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta untuk membandingkan pengaturan keselamatan mengenai penerbangan sipil di Indonesia maupun internasional yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, ICAO dan Konvensi Chicago Tahun 1944.

Teknik pengumpulan data dalam karya ilmiah ini yaitu dengan studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literature yang berhubungan dengan obyek penelitian. teknik dan sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder yang terdiri dari bahan bahan primer berupa data yang didapatkan melalui buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, data dari internet, peraturan perundang-undangan dan undang-undang terkait dengan pokokmpermasalahan , bahan hukum sekunder seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum baik berupa buku, jurnal, yang berasal dari perpustakaan Fakultas Hukum USU, dan bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum.

Bahwa Hasil dari penelitian ini adalah aspek hukum keselamatan penerbangan pesawat udara telah diatur secara tegas oleh Pemerintah Daerah terkait dengan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) Bandara Internasional Kuala Namu.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara (Studi Kasus Bandara Internasional Kuala Namu)” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangaun dari pihak manapun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan isi skripsi ini.

Dengan penuh rasa hormat, Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan selama proses penulisan skripsi dan dalam kehidupanpenulis, yakni:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K)., Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan;

2. Bapak Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum USU;


(4)

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU;

4. Bapak Syafruddin,SH,DFN selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU;

5. Bapak Muhammad Husni,SH,M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU;

6. Bapak Arif SH, M.Hum. Selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU, sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya

dalam memberikan bimbingan serta arahan-arahan kepada penulis didalam proses penulisan skripsi ini;

7. Bapak Dr. Jelly Leviza SH. M.Hum. Selaku Sekretaris Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU;

8. Ibu Dr. Chairul Bariah SH. M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah Sangat banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan serta arahan-arahan kepada penulis didalam proses penulisan skripsi ini;

9. Kepada seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Hukum USU yang selama ini telah banyak membantu Penulis;

10.Ungkapan Terimakasih yang sebesar-besarnya dan juga penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Amir Damanik dan Ibunda Suwarni , yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan bantuan yang tak terhingga


(5)

nilainya serta juga selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11.Ungkapan Terimakasih sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Kakak dan Adik, Dewi Purnama Sari Damanik, Bambang Putra Wardani Damanik, Dian Septiani Yolanda Damanik, Bintang Damanik yang telah menberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 12.Terimakasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Aries Fadhillah Nst

yang telah banyak berjasa, memberi motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13.Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman penulis khususnya Sri Wahyuni Damanik, Fauziah Hanim Purba, Hendini Dwi Utari, Yati Syarfina Desiandri, Nadya Nitami Gurning, Marissa Aldriana dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

14. Dan semua pihak yang telah membantu penulis didalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Besar harapan Penulis bahwa skripsi ini nantinya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, Maret 2014


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………i

KATA PENGANTAR………ii

DAFTAR ISI……….………..v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1

B. RumusanMasalah……… 5

C. Tujuan Penelitian……… 5

D. Manfaat Penulisan………. 6

E. Keaslian Penulisan……… 6

F. Tinjauan Kepustakaan………. 7

G. Metode Penelitian……… 16

H. Sistematika Penulisan………. 18

BAB II : PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL A. Pengertian Penerbangan Sipil Internasional………. 20

B. Peraturan Penerbangan Sipil yang diatur Oleh International Civil Aviation Organization………. 21


(7)

BAB III : PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA

A. Undang-undang Penerbangan Nasional Nomor 1 Tahun

2009 tentang Penerbangan……… 35

B. Sejarah dan Perkembangan Penerbangan……… 38

C. Aspek-aspek Yang Menunjang Keselamatan Penerbangan…. 42 BAB IV : ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN A. Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan……… 51

B. Peraturan Menteri Perhubungan Tentang KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) Bandara Udara di Medan………. 55

C. Peraturan Daerah Tentang KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) Bandara Internasional Kuala Namu……… 61

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 67

B. Saran……… 68

Daftar Pustaka……… 70


(8)

ABSTRAK

Transportasi Udara Adalah transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat umum sebagai sarana tranaportasi yang utama, cepat, dan mudah sehingga perlu adanya perlindungan hukum untuk menjamin keselamatan transportasi ini sehingga terciptanya kenyamanan bagi pengguna jasa transportasi udara.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaturan terkait dengan aspek hukum keselamatan penerbangan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009yang diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dan peraturan Penerbangan Sipil pengaturan terkait dengan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) Bandara Internasional Kuala Namu.

Jenis penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitia Normatif. Penelitian Normatif merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistem hukum dan penelitian terhadap sinkronisasi hukum. Metode penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang lengkap, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta untuk membandingkan pengaturan keselamatan mengenai penerbangan sipil di Indonesia maupun internasional yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, ICAO dan Konvensi Chicago Tahun 1944.

Teknik pengumpulan data dalam karya ilmiah ini yaitu dengan studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai literature yang berhubungan dengan obyek penelitian. teknik dan sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder yang terdiri dari bahan bahan primer berupa data yang didapatkan melalui buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, data dari internet, peraturan perundang-undangan dan undang-undang terkait dengan pokokmpermasalahan , bahan hukum sekunder seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum baik berupa buku, jurnal, yang berasal dari perpustakaan Fakultas Hukum USU, dan bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum.

Bahwa Hasil dari penelitian ini adalah aspek hukum keselamatan penerbangan pesawat udara telah diatur secara tegas oleh Pemerintah Daerah terkait dengan KKOP (Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan) Bandara Internasional Kuala Namu.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal trasnsportasi udara merupakan suatu pilihan yang tidak dapat dielakkan, Indonesia adalah Negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, maka diperlukanlah sarana transportasi udara yang memiliki standard pelayanan dan keselamatan yang optimal.

Dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan Nasional diperlukan sistem transportasi Nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan dan pembangunan wilayah, mempererat hubungan antar bangsa, dan memperkukuh kedaulatan Negara.1

Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus kearah tercapainya tujuan nasional. Suatu proses perubahan yang teratur dan terarah akan terwujud. Bila terjalin hubungan timbale balik yang erat antara sektor ilmu pengetahuan dan teknologi kebijakan dan hukum.

Salah satu bidang kehidupan yang selalu diupayakan menjadi lebih baik adalah sektor transportasi. Manusia membutuhkan transportasi yang aman,       

1


(10)

cepat dan teratur dalam menunjang mobalitas kehidupannya, baik dalam transportasi lokal, nasional maupun internasional. Manusia menghendaki transportasi kereta api, bus, kapal laut, pesawat dan lain-lain berjalan dengan aman, cepat teratur dan juga dengan biaya atau ongkos yang terjangkau.2

Penerbangan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi yang mantap dan dinamis.3

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dibidang penerbangan telah telah mampu meningkatkan mutu pelayanan penerbangan dan juga mampu menciptakan alat-alat penerbangan canggih dan beraneka ragam. Perkembangan teknologi penerbangan mempunyai dampak yang positif terhadap keselamatan penerbangan dalam dan luar negeri.4

Dalam dunia penerbangan ada beberapa komponen utama yang berkaitan erat satu dengan lainnya yaitu pengaturan pesawat, perusahaan penerbang dan pabrik pembuat pesawat udara (manufacturer). Operasi penerbangan dapat berjalan lancar apabila keempat faktor ini tertata dengan baik dengan kata lain pesawat udara yang siap operasional harus lengkap dengan awak pesawat dengan sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan.5

       2

Yaddy Supriadi, Keselamatan Penerbangan Teori & Problematika,Telaga Ilmu Indonesia, Tanggerang, 2012 hal.57

3

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

4

K. Martono, Tim Analisis Awak Pesawat Udara Sipil, Jakarta, 1999, hal 1 

5


(11)

Pada penerbangan sipil komersial setiap awak pesawat masing-masing mempunyai fungsi dan peran tertentu di dalam pelaksanaan tugas penerbangan. Dilihat dari status mereka mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda-beda tergantung peranannya didalam pesawat udara. Pelaksannaan tugas tadi membutuhkan adanya seorang yang menjabat sebagai pimpinan yang juga berfungsi sebagai penanggung jawab dalam misi penerbangan tersebut.6

Transportasi udara adalah sistem penerbangan yang melibatkan banyak pihak. Dalam dunia penerbangan pemenuhan (compliance) terhadap safety standard (standard keselamatan) yang tinggi merupakan suatu keharusan yang mutlak. Penerapan keselamatan penerbangan (aviation safety) perlu dilaksanakan pada semua sektor, baik pada bidang transportasi / operasi angkutan udara, kebandaraudaraan, navigasi, perawatan dan perbaikan serta pelatihan yang mengacu pada aturan International Civil Aviation Organization(ICAO).7

Keselamatan merupakan prioritas utama didalam dunia penerbangan sehingga, diperlukannya suatu standard keselamatan yang optimal dengan mengacu pada standard penerbangan yang ada.

Keselamatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kondisi fisik pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur serta faktor alam. Tetapi yang menjadi faktor utama atama adalah kondisi fisik pesawat. Kondisi fisik suatu pesawat tergantung dari perawatan yang dilakukan . dalam hal ini pemerintah memegang peran penting, salah satunya dengan memperbaiki infrastruktur penerbangan seperti bangunan, struktur, lampu,       

6

Ibid hal 3

7


(12)

aerodrome, landasan pacu kendaraan, fasilitas, komunikasi, situs web dan lain-lain. Apabila seluruh faktor tersebut dapat berjalan dengan baik maka akan tercipta keselamatan dan memberi rasa aman terhadap penumpang serta dapat mengurangi tingkat kecelakaan penerbangan yang terjadi di Indonesia.8

Pada dasarnya dengan mematuhi prosedur keselamatan yang berlaku maka dapat meningkatkan keselamatan dalam penerbangan sehingga dapat tercipta penerbangan yang aman, nyaman dan selamat.  Sejak lahir kegiatan

penerbangan dan angkutan udara mempunyai sifat internasional yang menonjol, baik dari aspek ekonomis-komersial maupun aspek pengaturannya. Angkutan udara dewasa ini sudah merupakan suatu industri global yang melibatkan hampir semua Negara didunia dan hukum udara yang mengatur industri tersebut membuktikan bahwa keseragaman pengaturan dapat dicapai secara internasional.9 

Kewajiban Maskapai Penerbangan Sipil dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia Terkait dengan Upaya Pemenuhan Keselamatan dan Keamanan Penumpang.  

Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tujuan terselenggaranya penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat dengan       

8

http://kumpulankaryasiswa.wordpress.com Diunduh Pada Tanggal 16 Desember 2013 

9

Suwardi,S.H.,LL.M, Penulisan Karya ilmiah tentang penentuan tanggung jawab pengangkut yang terikat dalam kerjasama pengangkutan udara internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta,1994 ,hal 4


(13)

mengutamakan dan melindungi penerbangan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional serta mempererat hubungan antar bangsa.10

Untuk itu, diperlukannya aspek hukum untuk mengatur mengenai keselamatan penerbangan pesawat udara tersebut, agar dapat memberikan jaminan keselamatan dan keamanan kepada para pengguna angkutan pesawat udara pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dalam penulisan skripsi ini dirumuskan masasalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan keselamatan penerbangan ditinjau dari Hukum internasional?

2. Bagaimana pengaturan Keselamatan Penerbangan berdasarkan ketentuan hukum Nasional Indonesia?

3. Bagaimana Pengaturan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) Bandara Internasional KualaNamu?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, yang telah dikemukakan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan keselamatan penerbangan yang ditinjau dari aspek hukum internasional, International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Konvensi Chicago 1944?

       10


(14)

2. Untuk mengetahui pengaturan keselamatan penerbangan berdasarkan ketentuan Hukum Nasional Indonesia?

3. Untuk mengetahui Bagaimana pengaturan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) Bandara Internasional KualaNamu? C. Manfaat Penulisan

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik dari sisi teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu hokum pada umumnya dan hukum internasional pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Membantu aparat penegak hukum dan pemerintah dalam penerapan pengetahuan kukum internasional mengenai keselamatan penerbangan pesawat udara dn juga memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat mengenai haknya sebagai pengguna jasa penerbangan.

E. Keaslian Penulisan

Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana, maka Berdasarkan pengamatan serta penelusuran keperpustakaan judul yang penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Internasional dan judul tersebut dinyatakan tidak ada yang sama dan telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Internasionl. Sehingga penelitian ini


(15)

dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat saya pertanggungjawabkan tanpa melakukan tindakan peniruan(plagiat) baik sebagian maupun seluruh dari karya orang lain.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Hukum Internasional

Menurut Mochtar Kesumaatmaja Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara antara:

1. Negara dengan Negara;

2. Negara dengan subjekhukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.

2. Hukum Udara

Belum ada kesepakatan yang baku secara internasional mengenai pengertian hukum udara (air law) mereka kadang-kadang menggunakan istilah hukum udara (air law) atau hukum penerbangan (aviation law) atau hukum navigasi udara (air navigation law) atau hukum transportasi udara (air transportation law) atau hukum penerbangan (aerial law) atau hukum aeronautika (aeronautical law) atau udara udara- aeronautika (air-aeronautical) saling bergantian tanpa dibedakan satu terhadap yang lain.

Namun Verschoor memberikan defenisi hukum udara (air law) sebagai hukum dan regulasi yang mengatur penggunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan umum, dan bangsa-bangsa didunia.


(16)

3. Angkutan Udara

Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandara.11 4. Pesawat Udara

Menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan; Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbanagan.

Pesawat udara mencakuppesawat terbangatau pesawat bersayap tetap dan helikopter atau diartikan pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin.

Pesawat udara yang lebih berat dari udara disebut aerodin, yang masuk dalam kategori ini adalah autogiro, helikopter, girokopter danpesawat terbang/pesawat bersayap tetap. Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang berupa mesin piston(dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atauturboprop untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat, lalu pergerakan udara di sayap menghasilkan gaya dorong ke atas, yang membuat pesawat ini bisa terbang. Sebagai pengecualian, pesawat bersayap tetap juga ada yang tidak menggunakan mesin, misalnyaglider, yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara panas. Helikopter dan autogiro menggunakan mesin dan sayap berputar

       11


(17)

untukmenghasilkan gaya dorong ke atas, dan helikopter juga menggunakan mesin untuk menghasilkan dorongan ke depan.

Pesawat udara yang lebih ringan dari udara disebut aerostat, yang masuk dalam kategori ini adalah balon dan kapal udara. Aerostat menggunakan gaya apung untuk terbang di udara, seperti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air. Pesawat udara ini umumnya menggunakan gas seperti helium, hidrogen, atau udara panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut. Perbedaaan balon udara dengan kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin, sedangkan kapal udara memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali.12

5. Penerbangan

Pengertian penerbangan menurut undang-undang;

Menurut pasal 1 huruf a uu nomor 83 Tahun 1958 tentang penerbangan; Penerbangan adalah penggunaan pesawat udara dalam dan atas wilayah republik Indonesia.

Menurut pasal 1 angka 1 uu nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan; Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbanagan serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait.

Menurut pasal 1 angka 1 uu Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan; Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi

       12


(18)

penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

6. Keselamatan Penerbangan

Keselamatan Penerbanganadalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.13

Menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001;

Keselamatan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraanpenerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikanteknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya.

Keselamatan Penerbangan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor kondisi fisik pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur, serta faktor alam. Tetapi yang menjadi faktor utama adalah kondisi fisik pesawat. Kondisi fisik suatu pesawat tergantung dari perawatan yang dilakukan, semakin baik sebuah pesawat maka semakin besar pula biaya yang harus dilakukan begitu sebaliknya.

7. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan

Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar Bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.14

       13

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

14


(19)

Kawasan ini perlu diperhatikan untuk menjaga keselamatan operasional pesawat udara di sekitar bandar udara, hal yang paling umum dan sangat berkaitan dengan kawasan ini adalah mengenai kondisi ketinggian bangunan atau halangan lainnya seperti gunung, bukit, pepohonan di sekitar wilayah operasi penerbangan atau bandar udara. Kawasan ini juga menjadi faktor pendukung utama dalam pembuatan suatu wilayah pendaratan dan lepas landas pesawat udara.

KKOP di bagi menjadi beberapa kawasan, seperti :

1. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas; 2. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; 3. Kawasan di bawah permukaan transisi;

4. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam; 5. Kawasan di bawah permukaan kerucut; dan 6. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar.

Dalam pembahasan KKOP dijelaskan mengenai ketentuan batas-batas yang menjadi acuan keselamatan, seperti :

1. Batas-batas kawasan pada KKOP 2. Batas-batas ketinggian pada KKOP

3. Batas-batas di sekitar penempatan peralatan navigasi penerbangan.15 8. Sumber Hukum Udara

Pada hakekatnya Sumber Hukum Udara terdiri dari UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Undang-undang ini merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan. Selain itu sumber       

15


(20)

Hukum Udara antara lain PP No.40 Tahun 1985 Tentang Angkutan Udara, PP No.3 Tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan, konvensi Chicago 7 Desembar 1944 Tentang Penerbangan Sipil Internasional menghasilkan ICAO, Konvensi Montreal Tahun 1999 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara dan Dokumen Angkutan, Konvensi Roma Tahun 1952 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Pada Pihak Ke-3, Konvensi Tokyo 1963 tentang Tindak Pidana di Pesawat Udara.

9. Sumber Hukum Internasional

1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh Negara-negara yang bersengketa;

2. Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum;

3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab;

4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai Negara sebagai sumber tambahan untuk mendapatkan kaidah hukum.

1. Perjanjian internasional

Perjanjian Internasional Adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.

Tentang hal membuat perjanjian internasional dapat dibagi lagi dalam 3 tahap yaitu;


(21)

2. Penandatanganan (signature); 3. Pengesahan (ratification); 10. Sumber Hukum Udara Nasional

Sumber hukum udara nasional terdapat diberbagai peraturan perundang-undangan Nasional sebagai implementasi undang-undang Dasar 1945 antara lain Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, stb 1939-100, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, semuanya beserta peraturan pelaksanaannya pada tataran peraturan pemerintah bsampai dengan intruksi kepala Direktorat dan seterusnya. Di samping itu, berbagai peraturan pada tataran regulasi terdapat berbagai peraturan seperti keputusan mengenai kebandar udaraan, keselamatan penerbangan, lalu lintas udara, angkutan udara, teknik perawatan udara dan lain-lain merupakan sumber hukum udara nasional.

Sumber hukum Nasional terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ( Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956), undang- Undang Tersebut merupakan Perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan. Dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan ( Lembar Negara Tahun 2001 Nomor 9, tambahan Lembaran Negara Nomor 4075)

11.Sumber Hukum Udara Internasional

Sumber hukum udara dapat bersumber pada hukum internasional maupun hukum nasional. Sesuai dengan pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional mengatakan sumber hukum internasional adalah ‘‘international treaty,


(22)

international custom, as evidence of a general practice, accepted as law’’. Sumber hukum udara internasional dapat berupa nmultilateral maupun bilateral sebagai berikut;

1. Multilateral

Sumber hukum udara internasional bersifat multilateral berupa konvensi-konvensi internasional bersifat multilateral juga bersifat bilateral.

2. Bilateral Air Transport Agreement

Indonesia telah mempunyai perjanjian angkutan udara internasional timbal balik (bilateral air transport agreement) tidak kurang dari 67 negara yang dapat digunakan sebagai sumber hukum udara internasional antara lain dengan Austria,Amerika Serikat, Arab Saudi, Australia, Belanda, Bahrain, Iran, Belgia, Brunai Darussalam, Bulgaria, Czekoslovakia, Denmark, Hongaria, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kamboja, Korea Selatan, Libanon, Malaysia, Thailand, Myanmar, Norwegia, Slaindia Baru, Prancis, Pakistan, Papua New Guenia, Filipina, Polandia, RRc, Rumania, Swiss, Singapore, Spanyol, Swedia, Sri Lanka, Taiwan, Yordania, Bangladesh, Turki, Uni Emerat Arab, Slovakia, Rusia, Vietnam, Mauritius, Kyrghysztan, Kuwait, Madagaskar, Uzbekistan, Hongkong, Oman, Qatar, Canada, Ukraina.

3. Hukum Kebiasaan Internasional

Menurut pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional, hukum kebiasaan internasional juga merupakan salah satu sumber hukum udara internasional publik. Peran hukum kebiasaan internasional tersebut semakin berkurang dengan adanya konvensi internasional, mengingat hukum kebiasaan internasional kurang menjamin adanya kepastian hukum.


(23)

4. Prinsip-prinsip Hukum Umum (General Principles Of Law)

Salah satu ketentuan yang dirumuskan didalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional adalah ‘‘general principle or law recognized by civilized nation’’ asas-asas tersebut antara lain;(a) prinsip bonafide (itikad baik atau good faith) artinya segala perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, (b) pacta sun survanda artinya apa yang dijanjikan dalam perjanjian internasional harus dipatuhi,ditaati, (c) abus de droit atau misbruik van recht maksudnya suatu hak tidak boleh disalah gunakan, (d) nebis in idem artinya perkara yang sama tidak boleh diajukan dipengadilan lebih dari sekali, (e) equality rights maksudnya kesederajatan yang diakui oleh Negara-negara maju didunia, (f)tidak boleh saling intervensi, (g) non lequid artinya hakim tidak dapat menolak dengan alasan tidak ada peraturan atau tidak ada hakim, karena hakim mempunyai hak untuk menciptakan hukum.

5. Ajaran Hukum ( Doctrine)

Didalam commont law System atau Anglo saxon System dikenal adanya ajaran hukum udara mengenai pemindahan risiko dari korban (injured

people) kepada pelaku (actor). Menurut ajaran hukum tersebut, perusahaan

bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh korban (injured people). 6. Yurisprudensi

Ada beberapa yurisprudensi yang dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber-sumber hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 ayat (1). Banyak kasus sengketa yang berkenaan dengan hukum udara, terutama berkenaan dengan tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap penumpang dan atau pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga.


(24)

G. Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitia Normatif. Penelitian Normatif merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistem hukum dan penelitian terhadap sinkronisasi hukum.16

Metode penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang lengkap, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta untuk membandingkan pengaturan keselamatan mengenai penerbangan sipil di Indonesia maupun internasional yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, ICAO dan Konvensi Chicago Tahun 1944.

B. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder, yang terdiri dari17:

1. Bahan Hukum Primer yakni dalam penulisan ini bahan hukum primer yang digunakan adalah data-data yang didapatkan melalui buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, data-data dari intrernet, undang-undang dan peraturan-peraturan perundang-undangan, konvensi hukum internasional, deklarasi maupun protokol yang terkait dengan pokok permasalahan.

       16

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal 15

17

Bambang Sunggono, Metedologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 113-114.


(25)

2. Bahan Hukum Sekunder yakni bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dengan cara menelusuri bahan-bahan literature yang relevan dengan penelitian seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum baik yang berupa buku-buku hukum, jurnal, artikel-artikel dan juga berasal dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Fakultas Hukum USU dan juga data-data yang berasal dari situs internet.

3. Bahan Hukum Tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum.

C. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisa secara kuantitatif, yaitu mengungkapkan secara mendalam mengenai pandangan dan konsep yang diperlukan dan kemudian akan diuraikan secara menyeluruh untuk menjawab persoalan yang ada dalamskripsi ini serta menganalisa data yang berupa keterangan-keterangan dan bahan-bahan tertulis. Penguraian data informasi yang berhubungan dilakukan dengan pendekatan deduktif-induktif yakni berawal dari hal yang umum kepada hal-hal yang khusus, menganalisa terhadap tata yang mempunyai bobot dalam hubungan dengani pokok permasalahan.


(26)

H. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi yang berjudul Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara ( Dengan Studi Kasus Bandara Internasional Kuala Namu), Sistematika Penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjuan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

INTERNASIONAL

Pada bagian ini akan membahas mengenai, pengertian penerbangan sipil internasional, Peraturan Penerbangan Sipil yang diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Konvensi Chicago 1944 .

BAB III PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA

Pada bab ini akan membahas tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,sejarah dan perkembangan penerbangan dan Aspek-aspek Yang menunjang Keselamatan Penerbangan nasional.


(27)

BAB IV ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA

Bab ini akan membahas mengenai Aspek hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara, Peraturan Pemerintah Perhubungan tentang Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) Bandara Udara Dimedan dan Peraturan Daerah tentang KKOP (Kawasan Keselamatan operasional Penerbangan) Bandara Internasional Kuala Namu.

BAB V Sebagai penutup, berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran sebagai rekomendasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

                         


(28)

BAB II

PENGATURAN KESSELAMATAN PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL

A. Pengertian Penerbangan Sipil Internasional

Dalam dunia penerbangan dikenal perbedaan antara pesawat udara sipil (civil aircraft) dengan pesawat udara Negara ( state aircraft ). Perbedaan antara pesawat udara sipil (civil aircraft) dengan pesawat udara Negara (state aircraft) diatur dalam Konvensi Paris 1919, Konvensi Havana 1928, Konvensi Chicago 1944, Konvensi Jenewa 1958 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang UNCLOS.

Menurut Pasal 30 Konvensi Paris 1919 pesawat udara ( start aircraft ) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer yang semata-mata untuk pelayanan publik (public services) seperti pesawat udara polisi dan bea cukai sedangkan yang dimaksud dengan pesawat udara sipil ( civil aircraft ) adalah pesawat udara selain pesawat udara Negara ( state aircraft ).

Dalam Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 juga diatur mengenai pesawat udara Negara dan pesawat udara sipil. Pesawat udara Negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai sedangkan yang dimaksud dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara Negara (state aircraft). Pesawat udara Negara tidak mempunyai hak untuk melakukan penerbangan diatas Negara-negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan


(29)

tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan diatas Negara anggota lainnya. Pesawat udara Negara (state aircraft) tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan (nationality and registration mark), walaupun pesawat udara tersebut terdiri dari pesawat terbang (aeroplane) dan helikopter.

Konvensi Jenewa 1958 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa UNCLOS 198218, juga terdapat perbedaan antara pesawat udara Negara (state aircraft) dengan pesawat udara sipil ( civil aircraft). Menurut Konvensi Jenewa 1958 istilah yang digunakan bukan pesawat udara sipil dan pesawat udara Negara, melainkan pesawat udar militer dan pesawat udara dinas pemerintah (goverment services) disatu pihak dengan private aircraft dilain pihak.

Sedangkan menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa UNCLOS 1982, private aircraft tidak mempunyai hak untuk menguasai dan menyita pesawat udara yang melakukan pelanggaran hukum, karena private aircraft tidak mempunyai kewenangan penegak hukum, kewenangan penegak hukum tersebut hanya dimiliki oleh pesawat udar militer, pesawat udar dinas pemerintah (government services) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Konvensi Jenewa1958.

B. Peraturan Penerbangan Sipil yang Diatur oleh International Civil Aviation Orgsnization (ICAO)

ICAO merupakan suatu badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berkedudukan di Montreal. Badan ini secara resmi mulai berdiri pada tanggal 4 April 1947, sebagai kelanjutan dari PICAO (Provisional International Civil

Aviation Organization), yang mulai berfungsi setelah konvensi Chicago 1944,

       18

Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum ( United Nations Convention on the Law of the Seas), Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1985 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319.


(30)

Maksud dan tujuan dari ICAO adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik navigasi udara internasional dan membina perencanaan dan perkembangan angkutan udara internasional.19

Kebijakan ICAO yang dituangkan dalam 18 Annex dan berbagai dokumen turunannya yang selalu dan terus-menerus diperbarui melalui amandemen-amandemen adalah kebijakan-kebijakan yang diputuskan berdasarkan kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan yaitu kebenaran-kebenaran ilmiah yang diperoleh dari berbagai penelitian dan pengembangan (Research and Development) dari berbagai disiplin ilmu yang terkait baik dalam bentuk teori maupun model-model analisis.

Kebijakan-kebijakan ICAO yang dituangkan dalam 18 Annex dan berbagai dokumen turunannya melalui keputusan yang diambil dalam sidang Umum dan Sidang

Council, adalah kebijakan-kebijakan berlandaskan kebenaran-kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.20

Delapan belas Annex Konvensi Chicago 1944 pada dasarnya merupakan standart kelayakan yang ditunjukkan kepada seluruh anggota ICAO untuk menjamin keselamatan penerbangan internasional, namun dalam prakteknya SARPs ini juga ditujukan untuk standar kelayakan kelayakan udara pada penerbangan internasional. Annex ini juga menjadi landasan-landasan ICAO untuk membentuk International Standart and Recommended Proctices (ISRPs/SARPs) adapun delapan belas Annex tersebut adalah21Convention On International Civil Aviation Annex 1 to 18 International Civil Aviation Organization.

      

19

Suwardi, Penulisan Karya ilmiah tentang penentuan tanggung jawab pengangkut yang terikat dalam kerjasama pengangkutan udara Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta,1994, hal 4 

20

Yaddy Supriadi, Keselamatan Penerbangan Teori & Problematika, Telaga Ilmu Indonesia, Tanggerang,2012, hal.1

21

AchmadMoegandi, Mengenal dunia Penerbangan Sipil, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996


(31)

1. Annex 1 - Personal Licensing : memuat pengaturan tentang izin bagi awak pesawat mengatur lalu lintas udara dan personil pesawat udara.

2. Annex 2 - Rules of The Air : aturan-aturan yang berkaitan dengan penerbangan secara visual dan penerbangan dengan menggunakan instrument.

3. Annex 3 - Meterological Service for International Air Navigation: memuat ketentuan mengenai layanan meteorological bagi navigasi internasional dan pemberitahuan hasil observasi meteorology dari pesawat udara.

4. Annex 4 - Aeronautical Charts: pengaturan tentang spesifikasi peta aeronautical yang digunakan dalam penerbangan internasional.

5. Annex 5 - Units of Measurement to be Used in Air and Ground Operation: ketentuan mengenai satuan-satuan ukuran yang digunakan dalam penerbangan.

6. Annex 6 - Operation Aircraft: mengatur tentang spesifikasiyang akan menjamin dalam keadaan yang sama, penerbangan diseluruh dunia berada pada tingkat keamanan diatas tingkat minimum yang telah ditetapkan.

7. Annex 7 - Aircraft Nationality and Registration Marks : membuat persyaratan-persyaratan umum untuk pendaftaran dan identifikasi pesawat udara.

8. Annex 8 - Airworthiness of Aircraft: pengaturan tentang standar kelayakan udara dan pemeriksaan pesawat udara berdasarkan prosedur yang seragam. 9. Annex 9 – Facilitation: ketentuan mengenai standar fasilitas-fasilitas Bandar

udara yang akan menunjang kelancaran dan masuknya pesawat udara, penumpang dan cargo di Bandar Udara.

10. Annex 10 - Aeranutical Communications : mengatur tentang prosedur standar, sistem, dan peralatan komunikasi.


(32)

11. Annex 11 - Air Traffic Service : memuat tentang pengadaan dan pengawasan terhadap lalu lintas udara, informasi penerbangan dan layanan pemberitahuan serta peringatan mengenai keadaan bahaya.

12. Annex 12 - Search and Rescuce : memuat ketentuan tentang pengorganisiran dan pemberdayaan fasilitas dalam mendukung pencarian pesawat yang hilang.

13. Annex 13 - Aircraft Accident Investigation : ketentuan tentang keseragaman dan pemberitahuan investigasi, dan laporan mengenai kecelakaan pesawat. 14. Annex 14 - Aerodrome: ketentuan tentang spesifikasi dan desain dan

kegiatan dibandar udara.

15. Annex 15 - Aeronautical Information : metode untuk mengumpulkan cara penyebaran informasi yang dibutuhkan dalam operasional dalam penerbangan.

16. Annex 16 - Enviromental Protectum : memuat ketentuan mengenai sertifikat ramah lingkungan, pengawasan terhadap kebisingan yang ditimbulkan oleh emisi dari mesin udara.

17. Annex 17 - Enviromental Protectum : ketentuan mengenai perlindungan keamanan penerbangan sipil internasional dari tindakan melawan hukum. 18. Annex 18 - The Safe Transport of Dangerous Godds by Air : mengatur

tentang tanda, cara mengepak, dan pengangkutan cargo yang berbahaya. Kebijakan-kebijakan penerbangan yang dibuat oleh suatu Negara yang berkaitan dengan keselamatan (safety) dan keamanan (security) harus berdasarkan paradigma-paradigma yang dipakai oleh ICAO yang telah dituangkan dalam 18 Annex dan berbagai dokumen turunannya.

ICAO tidak pernah membuat target zero accident. Zero accident adalah sasaran yang tidak pernah akan tercapai (unachievable goal). Dalam Global Aviation Safety Plan


(33)

diseluruh Negara, mengurangi secara signifikan angka kecelakaan (accident rates) terutama dikawasan yang angka kecelakaannya tinggi, berupaya agar pada akhir tahun 2011 tidak ada satu kawasanpun yang angka kecelakaannya dua kali angka kecelakaan seluruh dunia. Yang harus dibuat dan ditetapkan Negara dan dilakukan upaya-upaya pencapaiannya adalah an acceptable level of safety, jumalah kecelakaan yang bias diterima dalam sekian ribu atau juta kali penerbangan.22

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mempunyai peran yang sangat signifikan bagi perkembangan penerbangan sipil diindonesia, teritama dibidang bantuan teknik. Indonesia yang telah menjadi anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional sejak 27 april 1950 juga telah menikmati baebagai bantuan dari organisasi tersebut, walaupun Indonesia juga harus membayar iuran tahunan sebagai anggota. Dalam bidang pendidikan penerbangan, Indonesia telah memperoleh bantuan teknis sejak 20 Agustus 1950 pada saat Menteri Perhubungan Ir.H.Juanda meresmikan pendidikan penerbangan yang pada saat itu bernama Akademi Penerbangan Indonesia (API) di curug, Tangerang. Bantuan tersebut berupa tenaga ahli dibidang penerbangan, peralatan pendidikan penerbangan maupun peralatan navigasi penerbangan. Dengan bantuan tersebut Indonesia telah mampu mencetak tenaga terdidik dengan instruktur dari Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Denmark, dan Swedia, disamping tenaga Indonesia sendiri yang dikirim ke luar negeri.23

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional sebagai organisasi internasional merupakan badan khusus (special agency) PBB tidak hanya       

22

Ibid hal 2

23

H.K.Martono,S.H.,LLM Dkk, Hukum udara Nasional dan Internasional Publik, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hal.335.


(34)

berperan dalam adviser maupun pegawasan pembangunan Bandar udara, pengadaan sistem komunikasi, navigasi penerbangan, desain pesawat udara, modernisasi peralatan penerbangan, menciptakan standar peraturan penerbangan dan berbagai peraturan penerbangan yang ditugaskan kepada Komisi Navigasi Penerbangan ( Air Navigation Commision ) data tata cara operasi penerbangan.24

Kepatuhan terhadap standar penerbangan internasional adalah aspek yang sangat fundmental. Ada kurang lebih 10.000 standar dan 40 Quasi-Standar yang tercantum dalam Annex 1-8 ICAO beserta dokumen dan sirkulernya (circular). Bila suatu Negara tidak pernah mengirim perbedaan (differences) kepada ICAO maka berarti Negara tersebut harus mematuhi semua standard yang dibuat ICAO.

Indonesia termasuk Negara yang tidak pernah mengirim nota perbedaan kepada ICAO. Ini berarti Indonesia harus mematuhi semua standar yang telah ditetapkan ICAO.

ICAO selalu membuat dan merubah standar-standar yang tertuang dalam Pasal-pasal Annex maupun pedoman-pedoman dalam dokumen dan circular ICAO sesuai dengan perkembangan penelitian dan teknologi penerbangan. Di masa lalu ICAO seolah-olah tidak peduli dan tidak mau tahu apakah standar itu dipatuhi dan dilaksanakan oleh suatu Negara atau tidak. Dalam posisi ini ICAO berperan sebagai Passive International Standar Setting Body. Perannya hanya membuat standar-standar yang berlaku bagi penerbangan sipil Internasional.

Kini peran ICAO telah berubah, ICAO saat ini melakukan tiga peran. ICAO bukan hanya berperan sebagai pembuat standar saja, tetapi juga (peran kedua) memonitor kepatuhan (compliance) yaitu memonitor pelaksanaan

standar-       24


(35)

standar yang telah ditetapkan untuk kemudian (peran ketiga) meminta segera Negara mematuhi dan melaksanakan standar-standar yang belum atau tidak dipatuhi. ICAO kini berperan sebagai Proactive International Regulatory Body.25

Untuk mengetahui kepatuhan Negara terhadap standar-standar yang telah ditetapkan, ICAO membuat program Universal Safety Oversigh Safety Audit (ASOAP) . Hasil audit ICAO merupakan dokumen yang sangat kuat (powerfull) untuk memaksa Negara anggota ICAO mematuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan.26

Tujuan ICAO;

1. Menjamin perkembangan penerbangan sipil internasional yang aman dan teratur di seluruh dunia.

2. Mendorong seni-seni rancangan dan pengoperasian pesawat untuk tujuan-tujuan damai.

3. Mendorong pembangunan usaha penerbangan, bandara, dan fasilitas-fasilitas navigasi udara bagi penerbangan internasional.

4. Memenuhi kebutuhan masyarakat dunia akan tersedianya transportasi udara yang aman, teratur, efisien, dan ekonomis.

5. Mencegah pemborosan ekonomi yang disebabkan oleh persaingan tidak sehat.

6. Menghindari diskriminasi antara negara-negara yang ambil bagian.

7. Meningkatkan keamanan penerbangan dalam navigasi udara internasional.       

25

Yaddy Supriadi, Keselamatan Penerbangan Teori & Problematika, Telaga Ilmu Indonesia, Tanggerang, 2012,hal.6 

26

http:www.icao.int/ diunduh pada hari kamis, 23 januari 2014.


(36)

8. Meningkatkan secara umum perkembangan seluruh aspek aeromatika sipil internasional.

C. Konvensi Chicago Tahun 1944 tentang Penerbangan

Penerbangan khususnya dan transportasi umumnya memang harus dikelola berlandaskan kebenaran-kebenaran dari bangsa yang beradab yang telah dituangkan dalam berbagai SARPs (Standart and Recommended Practicengas)27 keamanan dan keselamatan transportasi.

Untuk itu Konvensi Chicago Tahun 1944 yang mengatur tentang penerbangan sipil internasional tampak dengan jelas pada pembukaan Konvensi Chicago Tahun 1944.28

Konvensi Chicago 7 Desember 1944 mulai berlaku tanggal 7 April 1947. Uni Soviet baru menjadi Negara pihak pada tahun 1967. Konvensi ini membatalkan konvensi Paris 1919, demikian juga konvensi Inter Amerika Havana 1928. Seperti Konvensi Paris 1919, Konvensi Chicago mengakui validitas kesepakatan bilateral yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Sekarang ini jumlah kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah melebihi angka 2000.29

Konvesi Chicago 1944 adalah instrument hukum internasional khususnya hukum internasional Publik 30 . Konvensi Chicago 1944 termasuk sebagai instrument hukum internasional serta hubungan antar lembaga dan lembaga yang dibentuk oleh Konvensi Chicago 1944. Selain itu Konvensi Chicago merupakan       

27

Kebijalan ICAO yang dituangkan dalam 18 Annex dan berbagai dokumen turunannya yang selalu dan terus menerus diperbarui oleh ICAO

28

Convention on International Civil Aviation, signed at Chicago 7 December 1944

29

http://eezcyank.blogspot.com Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014 

30

Mochtar Kusumaadmaja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung 1996 hal 1


(37)

sumber hukum untuk Penerbangan Sipil internasional maupun penerbanagan Sipil Nasional.

Menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua (PD II), Presiden Amerika Serikat Roosevelt mengundang sekutu-sekutunya pada Perang Dunia Kedua untuk mengadakan konferensi Penerbangan Sipil Internasional di Chicago Pada tahun 1944. Hadir dalam konferensi tersebut lima puluh empat delegasi, kedua delegasi dalam kapasitasnya sebagai pribadi sedangkan lima puluh dua delegasi mewakili Negara masing-masing. Namun Saudi Arabia dan Uni Soviet tidak hadir dalam konferensi penerbangan Sipil Internasional tersebut.31

Spekulasi Uni Soviet tidak hadir dalam konferensi Penerbangan Sipil Internasional dengan alas an keamanan nasional (national security), sebab Uni Soviet tidak menghendaki adanya pesawat udara asing terbang diatas Uni Soviet tanpa melakukan pendaratan. Hal ini dibuktikan bahwa setiap perjanjian angkutan udara internasional timbal balik, posisi Uni Soviet selalu tidak menukarkan hak-hak penerbangan pertama (first freedom of the air) yang member hak pesawat udara terbang diatas Negara yang bersangkutan tanpa pendaratan (over flaying), pada umumnya sebelum mempertukarkan hak-hak penerbangan (traffic right), ketiga ( 3rdfreedom pf the air) dan hak-hak penerbangan (traffic right), keempat ( 4th freedom of the air), selalu didahului dengan pertukaran hak-hak penerbangan

       31

H.K.Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional public, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012 hal 55


(38)

kesatu ( 1st freedom of the air) dan kebebasan udara kedua ( 2nd freedom of the air).32

Spesikulasi pendapat yang menyatakan Uni Soviet lebih mengutamakan pertahanan keamanan tersebut mungkin ada benarnya karena perjanjian yang dibuat antara Indonesia dengan Unii Soviet walaupun ditandatangani pada tahun 1961 tetapi tidsk menukarkan kebebasan udara kesatu ( first freedom of the air) seperti layaknya perjanjian angkutan udara lainnya.33 (bab I perkmbgn perjanjian angkutan udara bilateral).

Konvensi internasional yang mengatur penerbangan sipil internasional dan telah mengikat 190 negara adalah Convention on International Civil Aviation atau sering dikenal dengan sebutan Konvensi Chicago 1944 (Chicago Convention).

Dalam Pasal 37 dengan jelas dikatakan, bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan Negara peserta konvensi Chicago 1944 harus berupaya mengelola penerbangan sipil (personil, pesawat, jalur penerbnagan dan lain-lain) dengan peraturan, standar, prosedur dan organisasi yang sesuai (uniform) dengan standart yang dibuat International Civil Aviation Organization (ICAO). Untuk itu ICAO selalu membuat dan memperbarui standar and

recommended practices (SARPs) yang dituangkan dalam Annexes 1-18 dengan

berbagai dokumen dan circular penjabarannya yang harus dipatuhi oleh Negara peserta Konvensi Chicago.34

       32

Ibid hal 56

33

K.Martono dan Usman Melayu, Perjanjian Angkutan Udara di Indonesia, Mandar Maju, Jakarta, 1996

34

Yaddy Supriadi, Keselamatan Penerbangan Teori & Problematika, Telaga Ilmu Indonesia, Tanggerang, 2012, hal.5


(39)

Konvensi Penerbangan Sipil Internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 43 sampai pasal 63 Konvensi Chicago 1944. Organisasi yang terdiri dari sidang umum (general assembly), dewan harian (council), dan badab-badan lain yang dipandang perlu35 tersebut bertujuan untuk36:

Konvensi Chicago 1944 membahas 3 konsep yang saling berbeda yaitu; 1. Konsep internasionalisasi yang disarankan Australi dan Selandia Baru. 2. Konsep Amerika yang bebas untuk semua. Konsep persaingan bebas

atau free enterprise.

3. Konsep intermedier inggris yang menyangkut pengaturan dan pengawasan.

Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang dan menarik akhirnya konsep inggris diterima oleh konferensi. Pada akhir konverensi sidang menerima 3 (tiga) instrumen yaitu;

- Konvensi mengenai penerbangan sipil internasional - Persetujuan mengenai transit jasa-jasa udara internasional - Persetujuan mengenai alat angkutan udara internasional.37

Tujuan konferensi Penerbangan Sipil Internasional tampak dengan jelas pada pembukaan konvensi Penerbangan Sipil Internasional yang ditandatangani di Chicago pada tahun 1944.38 Dimanfaatkan untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian dan saling mengerti antar bangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat

       35

Pasal 43 Konvensi Chicago 1944

36

Pasal 44 Konvensi Chicago 1944

37

http://eezcyank.blogspot.com/Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014 

38


(40)

mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerjasama antar bangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia.

Oleh karena itu, Negara-negara peserta konferensi sepakat mengatur prinsip-prinsip dasar Penerbangan Sipil Internasional, menumbuh kembangkan Penerbangan Sipil yang aman, lancer, teratur dan member kesempatan yang sama kepada Negara anggota untuk menyelenggarakan angkutan Udara Internasional dan mencegah adanya persaingan yang tidak sehat.

Pasal 1 konvensi Chicago mengakui bahwa setiap Negara berdaulat mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh atas ruang diatas wilayahnya.39 Kosekuensi prinsip kedaulatan di udara tersebut adalah tidak ada pesawat udara yang terbang di atau kea tau melalui ruang udara nasional Negara anggota tanpa memperoleh izin terlebih dahulu betapa tinggi atau rendahnya pesawat udara melakukan penerbangan

Berdasarkan prinsip kedaulatan diudara tersebut, pesawat udara asing bersama dengan awak pesawat udara, penumpangnya tetap harus mematuhi hukum dan regulasi nasional Negara tempat pesawat udara tersebut melakukan penerbangan. Konsekuensi kedaulatan diudara tersebut tampak dari ketentuan-ketentuan mengenai cabotace, pengawasan pesawat udara tanpa awak pesawat udara, kewenangan menetapkan daerah terlarang (prohibited area), penetapan Bandar udara (airport) yang boleh didarati oleh penerbangan internasional, izin masuk Negara anggota-anggota, pencarian dan pertolongan serta pendaratan dan tinggal

      

39

The contracting Parties recognize that every sovereign state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its teritory 


(41)

landas, bantuan dalam hal pesawat udara menghadapi bahaya, investigasi menghadapi bahaya, investigasi kecelakaan pesawat udara.40

Dalam Pasal 37 Konvensi Chicago dinyatakan bahwa;

Each contracting State Undertakes to collaborate in securing the hiedghest practicable degree of uniformity in regulation, standards, procedures, and Organization inrelation to aircraft, personnel, airways and auxiliary services in all matters in which such uniformity will facilitate and improve navigation.41

Apabila diartikan kedalam Bahasa Indonesia yaitu bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan Negara peserta Konvensi Chicago 1944 Apabila diartikan kedalam Bahasa Indonesia yaitu       

40

Ibid hal 17

41

Chapter VI International Standard and Recommended Practices Article 37:

To This end the International Civil Aviation Organization Shall adopt and amend from time to time, as may be necessary, international standards and recommended practices and procedure dealing with:

a. Communications systems and air navigation aids, including ground making; b. Characteristics of airports and landings area;

c. Rules of The air and air traffic control practices; d. Licensing of operating and mechanical personnel; e. Airworthinness of aircraft;

f. Registration and identification of of aircraft;

g. Collection and exchange of meteorological information; h. Log book;

i. Aeronautical Maps;

j. Customs and immigration procedures;

k. Aircraft in distress and investigation of accident;


(42)

bahwa untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan Negara peserta Konvensi Chicago 1944 harus berupaya mengelola penerbangan sipil (personil, pesawat, jalur penerbangan dan laim-lain) dengan peraturan standar, prosedur dan organisasi yang sesuai (uniform) dengan standar International Civil Aviation Organization (ICAO).


(43)

BAB III

PENGATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM NASIONAL INDONESIA

D. Undang-undang Penerbangan Nasional Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini hingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.42

Undang- undang Nomor 1 Tahun 2009 disusun dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944 dan memperhatikan kebutuhan pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena itu undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur kedaulatan atas wilayah udara Indonesia, pelanggaran wilayah kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran, dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, keselamatan dan keamanan didalam pesawat udara, indepensi investigasi kecelakaan pesawat udara, pembentukan majelis profasi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum, berbagai jenis angkutan udara baik niaga berjadwal, tidak berjadwal maupun bukan niaga dalam negeri maupun luar negeri dan pengaturan lainnya

      

42


(44)

yang mengatur ketentuan baru yang sebelumnya tidan diatur guna mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional.43

Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan kedaulatan Negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian Nasional, pertahanan dan keamanan Negara, sosial budaya serta lingkungan udara.44

Sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 sebenarnya penerbangan diselenggarakan dengan tujuan;

a. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktekpersaingan usaha yang tidak sehat;

b. Memperlancar arus perpindahan dan / atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

c. Membina jiwa kedirgantaraan; d. Menjunjung kedaulatan negara;

e. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri sengketa udara nasional;

f. Menjunjung, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;

       43

H.K.Martono S.H, L.L.M, DKK, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, Raja Grafindo Persada, Jakarta,2012.

44


(45)

g. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan Nusantara;

h. Meningkatkan ketahanan nasional; dan i. Mempererat hubungan antar bangsa

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelanggaran wilayahkedaulatan, penetapan kawasan udara terlarang, kawasanudara terbatas, pelaksanaan tindakan terhadap pesawat udaradan personel pesawat udara, serta tata cara dan prosedurpelaksanaan tindakan pemaksaan oleh pesawat udara Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.45

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ini berlaku untuk;

a. Semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi penerbangan, pesawat udara, bandar udara, pangkalanudara, angkutan udara, keselamatan dan keamananpenerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lain yang terkait, termasuk kelestarianlingkungan di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia;

b. Semua pesawat udara asing yang melakukan kegiatandari dan/atau ke wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia; dan

c. Semua pesawat udara Indonesia yang berada di luarwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.46

      

45

Pasal 9 Undang-undang Nomor 1 tahun 2009

46


(46)

B. Sejarah dan Perkembangan Penerbangan

Seiring berkembangnya zaman, teknologi juga mengalami perkembangan yang pesat pula, adanya kemajuan dibidang teknologi semakin memudahkan manusia untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari. Salah satunya teknologi dibidang penerbangan, saat ini kita sudah bisa menikmati kecanggihan teknologi dibidang penerbangan. Hal ini tidak terlepas dari perjuangan tokoh-tokoh terdahulu dalam mewujudkan impian mereka.47

Penerbangan pertama kalinya dengan menggunakan balon udara panas yang ditemukan seorang kebangsaan Perancis bernama Joseph Montolfier dan Etiere Montgolfier terjadi pada tahun 1782, kemudian disempurnakan seorang keturunan Jerman yang bernama Ferdinand Von Zeppelin dengan memodifikasi balon berbentuk cerutu yang digunakan yang digunakan untuk membawa penumpang dengan barang pada tahun 1900.48

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright bersaudara (Orville Wright dan Wilbur Wright) dengan menggunakan pesawat rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat. Selain Wright bersaudara tercatat beberapa penemu pesawat lain yang menemukan pesawat terbang antara lain Samuel F Cody yang melakukan aksinya dilapanagn Fanborough, Inggris tahun 1910. Sedangkan untuk pesawat yang lebih ringan dari udara sudah terbang jauh sebelumnya.49

      

47

http://ranggambojoarea.blogspot.com Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014

48

http://dodyakun.blogspot.com Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014

49


(47)

Setelah zaman Wright, pesawat terbang banyak mengalami modifikasi baik dari rancangan bangun, bentuk dan mesin pesawat untuk memenuhi kebutuhan transportasi Indonesia. 50

Berakhirnya Perang Dunia I justru malah membuat era penerbangan sipil tumbuh dan berkembang pesat. Larangan terhadap Jerman untuk mengembangkan industri pesawat militernya rupanya tidak diikuti pembatasan terhadap penerbangan sipil, sehingga dalam waktu singkat muncullah pesawat pesawat sipil yang diproduksi, misalnya tipe Junker, serta berdirinya perusahaan penerbangan Lufthansa, yang diikuti dengan perusahaan penerbangan lain yakni KLM (yang tertua di dunia) dan lain-lain dari berbagai negara di Eropamaupun Amerika. Berbagai inovasi dilakukan pada pesawat sipil untuk kenyamanan penumpang, antara lain televisi dan radio (meskipun suaranya terganggu oleh bunyi mesin pesawat), interior yang mewah, serta fasilitas dapur dan toilet udara. Diadakannya penerbangan perintis jarak jauh mewarnai era ini seperti penerbangan dari Amsterdam-Batavia, London-Sydney, dan penerbangan keliling dunia lainnya

Di Indonesia, pada mulanya penerbangan digunakan untuk mengangkut pos dan dilakukan oleh dinas penerbangan militer. Didirikannya KNILM dengan Niewenhuis sebagai direktur utama serta penerbangan Batavia-Surabaya pada tahun 1920 mewarnai penerbangan sipil di wilayah yang dikenal sebagai Hindia Belanda pada masa itu.

Sesudah Perang dunia II, penerbangan sipil mulai bangkit lagi. Maskapai baru didirikan di berbagai belahan dunia dengan bermodalkan pesawat pesawat angkut militer yang tidak terpakai lagi dan inovasi terbaru berupa mesin jet, yang       

50


(48)

muncul terlebih dahulu dibandingkan mesin turboprop, serta mulai adanya pesawat penumpang sipil berukuran besar yang dioperasikan di berbagai negara. Tercatat pesawat jet tipe Comet sebagai pesawat jet sipil pertama yang dioperasikan. Namun, kecelakaan yang terjadi akibat kelelahan logam, yang saat itu masih sukar diidentifikasi, membuat perkembangan pesawat jet agak terhambat. Pesawat Comet sendiri akhirnya dibuat dalam versi militer sebagai pesawat intai dengan nama Nimrod. Namun, temuan-temuan baru serta penyempurnaanya membuat tetap diunakannya pesawat jet dalam penerbangan sipil pada masa masa kemudian. Dibuatnya pesawat tipe Lockheed, Convair, Hawker Sidley mewarnai tipe pesawat pada masa itu.51

Setelah masa Perang Dunia II, pesawat terbang digunakan untuk kepentingan komersial yang tumbuh sangat pesat. Transportasi orang dan kargo dengan menggunakan armada-armada eks. Pesawat militer. Contohnya seperti pesawat B-29 dan Lancasteryang di konfigurasi ulang menjadi pesawat komersial. Pesawat lainnya adalah DC-3yang dibuat lebih nyaman dan kemampuan jelajah yang lebih jauh untuk mengangkut penumpang. Pesawat komersial pertama yang di tenagai oleh mesin jet pertama adalah de Havilland

Comet di Inggris. Selanjutnya di tahun 1952 BOAC (British Overseas Airways

Coorporation) yang sekarang lebih dikenal sebagai British Airways menggunakan pesawat Comet sebagai penerbangan berjadwal.

Pesawat-pesawat komersial bermesin jet pun terus diproduksi. Mulai dari negara Russia dengan pesawat Tupolev Tu-104 nya, dan Amerika Serikat melalui

       51


(49)

perusahaan Boeing dengan B707 nya. Yang semakin hari tingkat kenyamanan untuk penumpang semakin di perhatikan.

Di tahun 70’ an dunia penerbangan memasuki era modern nya. Dimana mulai di produksi pesawat dengan konsep fly by wire yang di tangani sepenuhnya oleh komputer pesawat. Jadi tanpa bantuan manusia pun sebenarnya pesawat dapat terbang yang telah diatur kerjanya oleh seperangkat komputer. Contohnya adalah produksi pesawat keluaran Airbus yakni A-300 yang sudah menggunakan sistem fly by wire nya.

Memasuki abad ke 21 ini penggunaan pesawat terbang turut digunakan sebagai sarana angkut pribadi yang berinterior mewah yang biasanya dimiliki oleh para pebisnis-pebisnis kaya di seluruh dunia untuk sarana transportasi mereka. Juga pesawat-pesawat kategori ringan untuk penggunaan pesawat latih para calon

pilot. Biasanya yang umum dipakai adalah jenis pesawatCessna C-172. 52

Perlu dikemukakan bahwa sejak lahir kegiatan penerbangan dan angkutan udara mempunyai sifat internasional yang menonjol, baik dari aspek ekonomi-komersial maupun aspek pengaturannya. Angkutan udara dewasa ini sudah merupakan suatu industry global yang melibatkan hamper semua Negara di dunia dan hukum udara yang mengatur industri tersebut membuktikan bahwa keseragaman pengaturan dapat dicapai secara internasional. 53

       52

http://labsky2012.blogspot.com Diunduh Pada Tanggal 3 Februari 2014

53

Suwardi, Penulisan Karya ilmiah tentang penentuan tanggung jawab pengangkut yang terikat dalam kerjasama pengangkutan udara internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman,1994, Jakarta,hal 4


(50)

C. Aspek-aspek Yang Menunjang Keselamatan Penerbangan

Keselamatan Penerbangan merupakan hal yang terpenting dalam pengoperasian pesawat terbang, karena dalam suatu penerbangan yang dioperasikan oleh suatu airline, hal yang terpenting harus dipenuhi oleh airline tersebut yaitu faktor keselamatan dalam penerbangan. Selain itu juga Dalam dunia penerbangan, terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu keamanan, keselamatan dan kecelakaan penerbangan. Menurunnya tingkat keamanan dan keselamatan penerbangan dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dalam penerbangan. Oleh karena itu, ke-3 hal ini sangat saling berkaitan satu dengan yang lainnya.54

ICAO membagi tahapan dekade keselamatan penerbangan dalam tiga tahapan, yaitu Fragile System (1920-1970), Safe System (1970-1990) dan

Ultra-Safe System (1990 kedepan). Dalam tahapan Fragile System upaya-upaya

peningkatatan keselamatan penerbangan diarahkan diarahkan kepada manajemen resiko individual dengan mengedepankan pelatihan-pelatihan yang intensif. Pendekatan ini digabungkan dengan mengambil pembelajaran dari hasil-hasil investigasi kecelakaan pesawat. Pada kurun waktu ini terjadi satu kecelakaan setiap seratus kegiatan penerbangan.

Dalam tahapan Safe System peningkatan keselamatan penerbnagan dilakukan melalui pendekatan teknologi dan regulasi, yaitu teknologi penerbangan yang makin canggih dan regulasi yang semakin ketat. Dalam periode ini pembelajaran diambil dari hasil-hasil investigasi independen disamping       

54

http://vanmil.wordpress.com/ diunduh pada tanggal 31 januari hari jumat


(51)

investigasi kecelakaan. Dalam tahapan Ultra-Safe System pendekatan yang dilakukan adalah peningkatan keselamatan dengan pola manajemen bisnis (Safety Management System).55

Salah satu yang harus diperhatikan dalam penerbangan adalah Situasional Awareness (kewaspadaan terhadap situasi) yaitu kewaspadaan terhadap factor-faktor yang merupakan ancaman (threat) yang harusmenjadi perhatian penerbanagn. ICAO telah mengungkapkan beberapa factor yang harus diwaspadai penerbangan, diantaranya yaitu: passengers, terrain,ATC, call sign, time pressure, flight diversion, system malfunction,missed approach, automation, airport, heavy traffic, ground crew, maintenance, weather, cabin crew, distraction.56

Keselamatan merupakan prioritas utama dalam duinia penerbangan, tidak ada kompromi dan toleransi. Pemerintah berkomitmen bahwa “Safety is Number One” sesuai dengan undang-undang Nomor 15 Tahun 1992.

Penyelenggaraan transportasi udara tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang dilayani dan juga kecenderungan perkembangan ekonomi global. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik, peran Pemerintah yang semula sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, akan berubah peran menjadi sebagai regulator.

Pemerintah telah mempunyai Program Nasional Keamanan Penerbangan Sipil (National Civil Aviation Security Programe) yang bertujuan untuk       

55

Yaddy supriyadi, Keselamatan Penerbangan Teori dan Problematika, Telaga Ilmu, Tanggerang, 2012, hal 15

56


(52)

keamannan dan keselamatan penerbangan, keteraturan dan keberlanjutan penerbangan sipil diindonesia dengan memberikan perlindungan terhadap penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para petugas di darat dan masyarakat, dan instalasi dikawasan Bandar udara dari tindakan melawan hukum.57

Terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan peraturan perundang-undangan antara lain:

a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;.

b. PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan;

c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Civil Aviation Safety Regulation (CARS) part 135;

d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Civil Aviation Safety Regulation (CARS) part 121;

e. Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan penerbangan;

f. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.58

       57

http://hubud.dephub.go.id/ diunduh pada tanggal 20 desember 2013

 

58


(53)

Didalam amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001, Menteri Perhubungan telah menetapkan Program Pengamanan Penerbangan Sipil yang terdiri dari Program Pengamanan Penerbangan Sipil yang terdiri dari Program Pengamanan Bandar Udara dan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara.

Berdasarkan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara, dalam pengoperasiannya setiap maskapai wajib membuat Airline Security Programme (ASP) dan Airline Manual (AM) yang memuat antara lain;

a. Prosedur pengoperasian pesawat udara b. Personil pesawat udara

c. Fasilitas peralatan perawatan pesawat udara d. Airline Contingcy Plan (untuk ASP)

e. Airline Emergency Plan (untuk Airline Manual)

Ada dua unsur yang memberikan kontribusi pada keselamatan penerbangan antara lain:

1. Unsur Pertama

Pesawat terbangnya sendiri, bagaimana pesawat itu didesain,dibuat dan dirawat. Kedua, sistem penerbangan Negara, airport, jalur lalu lintas udara, dan air traffic controls. Ketiga, airlines flight operations yang berkaitan dengan pengendalian dan pengoperasian di airlines.

Dengan demikian tanggungjawab regulator penerbangan suatu Negara adalah memastikan keselamatan penerbangan pada tingkat yang tertinggi pada ketiga unsure tersebut. Itulah sebabnya ketika terjadi kecelakaan beruntun awal


(54)

2007 lalu, FFA menjatuhkan penilaiannya kepada regulator atau otoritas penerbangan Indonesia, bukan kepada maskapai penerbangannya.

2. Kategori Unsur Kedua

Penilaian ini diberi FFA pada 16 April 2007, satu bulan setelah kecelakaan pesawat Boeing 737-400 Garuda di Yogyakarta, FAA menurunkan peringkat kompetensi regulator penerbangan sipil Indonesia ke kategori kedua, yaitu failure atau tidak lulus karena tidak memenuhi standard ICAO. Dengan kata laim tidak bias menjamin keselamatan penerbangannya.

Hanya ada dua kategori dalam standar keselamatan penerbangan global, yaitu kategori pertama, a pass (lulus), dan kategori kedua, a failure (tidak lulus). Bila regulator atau otoritas penerbangan suatu Negara tidak kompeten, ,maka seluruh maskapai penerbangan dinegara itu pun praktis tidak terjamin keamanannya. Itulah sebabnya setelah mendapat laporan dari FAA, Pemerintah AS mengeluarkan travel warning bagi warganya untuk menghindari menggunakan maskapai penerbangan Indonesia dalam bepergian.59

Aturan-aturan pengamanan penerbangan sipil;

1. ICAO Annex 17 Safeguarding Of Civil Againts Acts of Unlawful

Interference.

2. ICAO Document 8973 tentang instruction Manual of The

Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawfull interference.

3. ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.

       59

http://penerbangann.blogspot.com/Diuduh pada hari jumat tanggal 31 januari 2014


(55)

4. ICAO Document 9284 tentang Technical instruction of The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.

5. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

6. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.

7. Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 1989 Tentang Penertiban penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil.

8. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 tahun 1996 Tentang Pengamanan Penerbangan Sipil.

9. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/40/II/1995 tentang Petunjuk pelaksanaan KM No. 14 Tahun 1989.

10. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/12/1995 tentang Surat Tanda Kecakapan Operator Peralatan Sekuriti dan Petugas Pemeriksa Penumpang dan Barang.

11. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/275/XII/1998 Tentang pengkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan pesawat udara.

12. Surat keputusan Dirjrn Perhubungan Udara No. SKEP/100/VII/2003 Tentang Petunjuk teknis penanganan penumpang pesawat udara sipil yang membawa senjata api beserta peluru dan tata cara pengamanan pengawalan tahanan dalam penerbangan sipil.

13. Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 Tahun 2004 Tentang Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil.


(56)

14. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/252/XII/2005 Tentang Program Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pengamann Penerbangan Sipil.

15. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/253/XII/2005 Tentang Evaluasi Efektifitas Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil (Quality Control).

Yang bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan;

a. Otorita Penerbangan (DSKU)

Dalam hal ini DSKU bertindak sebagai regulator untuk menentukan kualitas kelayakan pesawat udara. Apakah pesawat boleh atau tidak untuk beroperoperasi .kebijakan-kebijakan yang terkait dengan kelayakan pesawat untuk terbang dikeluarkan oleh pihak ini.

b. Operator Penerbangan (airlines)

Pihak ini berfungsi untuk mengoperasikan pesawat yang telah diijinkan oleh regulator untuk beroperasi. Operator penerbangan sebagai penyedia jasa haruslah untuk beroperasi.operator penerbangan sebagai penyedia jasa haruslah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh regulator. Hal ini sangat penting karena bertanggung jawab langsung kepada pengguna jasa transportasi udara.

c. Manufaktur (Pabrik Pesawat)

Dalam memproduksi pesawat, manufaktur bertanggung jawab penuh dalam hal fabrikasi pesawat. Prestasi terbang dan keselamatan terbang ditentukan oleh pihak manufaktur. Karena pembuatan pesawat mulai dari


(57)

perancangan hingga produksinya sangat ditentukan oleh pabrik pesawat itu sendiri.60

Didalam dunia penerbangan setiap institusi memiliki peran yang berbeda-beda terhadap tanggung jawabnya pada keselamatan penerbangan itu sendiri. Baik itu dalam bidang pembuatan pesawat, perawatan pesawat, pengecekan pesawat sebelum terbang, pemandu lalu lintas udara yaitu untuk mencegah antarpesawat terlalu dekat satu sama lain, mencegah tabrakan antarpesawat udara, pihak bandara, pilot ataupun pramugari dan pihak-pihak yang terkait didalam dunia penerbangan. hal tersebut kembali lagi kepada pihak institusi masing-masing apakah dapat menjalankan perannya dengan baik atau tidak.

Apabila kita melihat kebelakang, faktor utama yang menyebabkan kecelakaan pesawat udara adalah akibat kelalaian manusia itu sendiri, karena banyak pihak yang menganggap sepele atau menganggap remeh terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Sehingga dirasa tidak terlalu penting menaati peraturan. Padalah sewajarnya dengan menaati peraturan-peraturan keselamatan penerbangan dapat terwujud sehingga tidak perlu menelan banyak korban. Maka sudah sewajarnya bagi kita menciptakan kebudayaan taat aturan yang dapat memberi dampak positif kepada banyak pihak sehingga dapat terselenggara penerbangan yang tertib, aman dan nyaman.

Pada dasarnya dengan mematuhi peraturan prosedur-prosedur keselamatan penerbangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tidak dipungkiri dengan sendirinya keselamatan penerbangan tersebut dapat terwujud. Kadang kala       

60

http://vanmil.wordpress.com/ diunduh pd hari jumat tanggal 31 januari 2014


(58)

banyak masyarakat pengguna jasa angkutan penerbangan yang melanggar peraturan dengan menganggap sepele tehadap peraturan yang telah ada yaitu misalnya saja dengan meng-aktifkan telepon genggam disaat penerbangan berlangsung. Padahal efeknya sangat fatal terhadap keselamatan karena dapat mengganggu sistem navigasi dari pesawat udara tersebut.

Dengan demikian baik pemerintah, institusi penerbangan maupun masyarakat pengguna jasa pesawat udara sebaiknya saling bekerjasama dalam hal meningkatkan keselamatan penerbangan itu sendiri. agar tragedi kecelakaan yang banyak menelan banyak korban tidak terulang lagi karena hal terebut untuk kepentingan kita bersama.

BAB 1V

ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Bahwa Bandar udara sebagai satu unsur dalam penyelenggaraan

penerbangan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Apabila masing-masing peran dijalankan dengan baik oleh pemerintah maka dengan sendirinya keselamatan penerbangan dapat terwujud.Dalam rangka mewujudkan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar bandar udara internasional di Kwala Namu yang dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pergerakan penerbangan/ pesawat, menertibkan kawasan di sekitar bandar udara agar tidak mengganggu aktivitas operasi bandar udara dan

memberikan perlindungan kepada masyarakat, perlu diterbitkan pedoman pengaturan tentang pengendalian bangunan di sekitar bandar udara, sehingga keberadaan bandar udara tersebut akan memberikan dampak yang baik terhadap masyarakat.

2. Bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur mengenai kedaulatan atas wilayah udara Indonesia, pelanggaran wilayah kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran, dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, keselamatan dan keamanan didalam pesawat udara, indepensi investigasi


(2)

kecelakaan pesawat udara, pembentukan majelis profasi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum, terkait hal tersebut sebenarnya tujuan penerbangan itu sendiri sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 yaitu untuk mewujudkan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau.

3. Bahwa ICAO Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mempunyai peran yang sangat signifikan bagi perkembangan penerbangan sipil diindonesia, terutama dibidang bantuan teknik. Bantuan tersebut berupa tenaga ahli dibidang penerbangan, peralatan pendidikan penerbangan maupun peralatan navigasi penerbangan.Maksud dan tujuan dari ICAO adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik navigasi udara internasional dan membina perencanaan dan perkembangan angkutan udara internasional serta Tujuan lahirnya Konvensi Chicago tahun 1944 yaitu untuk meningkatkan persahabatan, memelihara perdamaian dan saling mengerti antar bangsa, saling mengunjungi masyarakat dunia dan dapat mencegah dua kali perang dunia yang sangat mengerikan, dapat mencegah friksi dan dapat digunakan untuk kerjasama antar bangsa yang dapat memelihara perdamaian dunia.

B. SARAN

Guna untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dalam hal ini Bandara Internasional Kuala Namu maka berdasarkan hasil penelitian dapat saya ajukan beberapa saran sebagai berikut;


(3)

1. Sebaiknya Pemerintah dan masyarakat umum pengguna pesawat udara secara bersama-sama bekerjasama dalam hal menjalankan peraturan atau prosedur keselamatan penerbangan sehingga dapat terwujud penerbangan yang aman, nyaman, tertib dan terkendali.

2. Hendaknya Peraturan Daerah mengenai KKOP Bandara Internasional Kuala Namu harus terus di Perbaharui agar sesuai dengan perkembangan yang ada saat ini, terkait dengan tujuan didirikannya Bandara Kuala Namu yaitu mewujudkan penerbangan yang lebih aman dibandingkan dengan bandara Polonia medan yang sebelumnya yang terlalu dekat dengan pemukiman warga serta mewujudkan bandara yang berstandart internasional.

3. Bahwa para pihak Bandara Internasional Kuala Namu harus menjalankan tugasnya dengan baik dalam hal ini keselamatan penerbangan yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 dan Peraturan daerah mengenai KKOP Bandara Internasional Kuala Namu.

                 


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmad Moegandi, Mengenal Dunia Penerbangan Sipil, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.

Amiruddi dan H.zainal asikin.pengantar metode penelitian, Raja GrafindoPersada, Jakarta,2004.

Bambang Sunggono, Metedelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

E.Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan(Himpunan Makalah 1961-1995), Mandar Madju, Bandung, 2000.

K.Martono DKK, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2012.

K.Martono dan Usman Melayu, Perjanjian Angkutan Udara di Indonesia, Mandar Maju, Jakarta 1996.

K. Martono, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Status Hukum dan Tanggung Jawab Awak Pesawat Udara Sipil, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan hak asasi, Jakarta,1999.

Mochtar Kusumaadmaja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung, 1996.

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian hukum normatif (suatu tinjauan singkat), Rajawali Pers, jakarta,2001

Suwardi, Penulisan Karya ilmiah tentang penentuan tanggung jawab pengangkut

yang terikat dalam kerjasama pengangkutan udara internasional, (Jakarta:Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen


(5)

Yaddy Supriadi, Keselamatan Penerbangan Teori & Problematika, Telaga Ilmu Indonesia, Tanggerang, 2012.

C.

Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 57 Tahun 2007 tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan disekitar Bandara Udara Baru Medan Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan daerah tentang KKOP Bandara Internasional Kuala Namu. ICAO (International Civil Aviation Organization))

Konvensi Chicago Tahun 1944

D.

Media Massa dan Web Site

http://lontar.ui.ac.id

http://kumpulankaryasiswa.wordpress.com

http://hubud.dephub.go.id

http://id.wikipedia.org

http://ranggambojoarea.blogspot.com http://dodyakun.blogspot.com

http://aib-sejarah.blogspot.com http://dodyakun.blogspot.com  http://labsky2012.blogspot.com http://vanmil.wordpress.com http://hubud.dephub.go.id http://bswmulyati.blogspot.com


(6)

http://penerbangann.blogspot.com/

http:www.icao.int http://news.detik.com

                                             


Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Peningkatan Pelayanan Jasa Bagi Penumpang Pesawat (Studi Pada Bandar Udara Kuala Namu)

3 26 103

Aspek-Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Kereta Api Dari Medan Ke Bandara Internasional Kuala Namu (Studi Pada PT.Railink Medan)

0 1 9

Aspek-Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Kereta Api Dari Medan Ke Bandara Internasional Kuala Namu (Studi Pada PT.Railink Medan)

0 0 1

Aspek-Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Kereta Api Dari Medan Ke Bandara Internasional Kuala Namu (Studi Pada PT.Railink Medan)

0 0 11

Aspek-Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Kereta Api Dari Medan Ke Bandara Internasional Kuala Namu (Studi Pada PT.Railink Medan)

0 0 25

Aspek-Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Kereta Api Dari Medan Ke Bandara Internasional Kuala Namu (Studi Pada PT.Railink Medan)

0 0 2

Aspek-Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Kereta Api Dari Medan Ke Bandara Internasional Kuala Namu (Studi Pada PT.Railink Medan)

0 0 9

Aspek Hukum Peningkatan Pelayanan Jasa Bagi Penumpang Pesawat (Studi Pada Bandar Udara Kuala Namu)

0 0 1

BAB II PENGATURAN KESSELAMATAN PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL A. Pengertian Penerbangan Sipil Internasional - Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara (Studi Kasus Bandara Internasional Kuala Namu)

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara (Studi Kasus Bandara Internasional Kuala Namu)

0 8 19