Pondok Pesantren adalah sekolah pendidikan umum yang persentasi ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam. Kebanyakan muridnya tinggal di
asrama yang disediakan di sekolah itu. Pondok Pesantren banyak berkembang di pulau Jawa. Remaja santri kelas 3 mu’allimin di pondok pesantren Al-Mukmin
Sukoharjo rata-rata berusia antara 17 sampai 19 tahun.
D. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Tingkat Kecemasan Pada
Remaja Kelas 3 Mu’allimin Pondok Pesantren Al-Mukmin Sukoharjo.
Goleman 2007, mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri
dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan
diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Menurut Goleman dalam Bastian, 2005 kecerdasan emosi mencakup
susunan kualitas yang sangat banyak, seperti: kontrol diri, semangat, ketekunan, keterbukaan, motivasi, pengaturan mood, empati, optimisme, harapan,
kepercayaan diri, kontrol impuls, menunda kepuasan, mengatasi kecemasan dan stress untuk membangun hubungan interpersonal yang sukses.
Salovey dalam Bastian, 2005 menyatakan bahwa kecerdasan emosi terhubung dengan coping melalui gabungan 3 proses ruminasi, dukungan sosial
dan penyikapan trauma yang terhubung dengan kemampuan koping. Ruminasi adalah pemikiran berulang-ulang yang fokus terhadap pemikiran negatif
seseorang tentang gejala-gejala penderitaan yang dirincikan dengan kecemasan
dan depresi. Individu yang mengalami ruminasi cenderung memiliki fokus yang berlebihan terhadap persepsi dan penilaian mood mereka tanpa benar-benar
berusaha untuk mengaturnya supaya dapat meringankan konflik. Menurut penelitian LeDoux dalam Goleman, 2007 disebutkan bahwa di
dalam otak manusia terdapat amigadala yang berfungsi sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu mengambil alih kendali apa yang kita kerjakan bahkan
sewaktu otak berpikir, neokorteks, masih menyusun keputusan. Fungsi-fungsi amigadala dan pengaruhnya pada neokorteks merupakan inti kecerdasan
emosional. Kecemasan adalah keadaan fisiologis yang memiliki komponen
kecerdasan, emosi, dan sikap. Komponen-komponen tadi berkombinasi membentuk perasaan yang dikenal dengan ketakutan atau khawatir. Kecemasan
selalu disertai oleh sensasi fisik seperti jantung berdebar-debar, perasaan ingin mnuntah, sakit dada, nafas pendek, sakit perut dan sakit kepala. Jaras syaraf
melibatkan amigadala dan hippocampus yang diduga terlibat dapat memicu kecemasan. Ketika berhadapan dengan keadaan tidak menyenangkan dan stimulus
berbahaya seperti salah membau, akan terjadi kenaikan aliran darah pada amigadala. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara kecerdasan emosi, dimana
sedikit banyak emosi dikontrol oleh amigadala, dengan terjadinya kecemasan pada seseorang Kaplan dan Sadock, 1994.
Kecemasan menyebabkan seseorang merasa bingung dan tidak tahu apa yang akan diperbuatnya, mereka yang mengalami kecemasan ini biasanya
mempunyai penilaian yang kurang baik terhadap dirinya, mempunyai kecerdasan
emosi yang rendah dan kurang percaya diri. Kecemasan itu terasa menyakitkan karena sifatnya menyerang, mengancam dan menghancurkan keadaan dirinya,
namun kecemasan dapat diatasi bila seseorang mempunyai kecerdasan emosional yang baik dengan cara berfikir realistis dan bersikap secara tepat Davidoff dan
Collings, dalam Syahraini dan Rohmatun, 2007. Ohman dan Soares dalam Adrian, 2009 melakukan penelitian yang
menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan
dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak
menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul kecemasan dan rasa
takut. Goleman 2007 menyatakan bahwa emosi yang terlampau ditekan,
terlampau ekstrim dan terus menerus akan menjadi sumber penyakit. Selain itu, emosi dengan intensitas yang tinggi akan melampaui titik wajar akan beralih
menjadi kecemasan kronis, amarah yang tidak terkendali dan depresi. Menurut Rooprai 2009 kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk
mencegah timbulnya perasaan negatif seperti marah, kurang percaya diri, kecemasan dan sebaliknya fokus pada perasaan positif salah satunya percaya diri,
empati dan keserasian. Pengembangan kecerdasan emosi harus lebih ditekankan untuk mengatasi stress dan kecemasan.
Salovey dalam Berrocal, 2006 berpendapat bahwa hasil penelitian kaitan antara kecerdasan emosi dengan depresi, kecemasan dan keseluruhan psikis serta
kesehatan mental telah menunjukkan hasil pada subyek orang dewasa. Sebagai contoh seseorang yang lebih banyak memperhatikan emosinya, seseorang yang
memiliki nilai lebih rendah kejernihan emosinya dan seseorang yang menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatur keadaan emosi menunjukkan
rendahnya penyesuaian emosi. Penelitian Gottman dan De Claire dalam Syahraini dan Rohmatun, 2007
menemukan bahwa individu yang belajar mengenali dan menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, sekaligus lebih sehat secara fisik. Mereka juga lebih
baik prestasinya atau di dunia kerja dan cenderung akan menjadi orang dewasa yang sehat secara emosional. Individu yang memiliki kecerdasan emosi akan lebih
terampil dalam menenangkan diri mereka sendiri bila mereka marah, dibandingkan dengan individu yang tidak dilatih emosinya.
Menurut Spielberger dan Rickman kecemasan adalah reaksi normal pada situasi sosial yang merupakan sikap mengancam harga diri atau mental yang
sehat. Kecerdasan emosi menurut Bar-On, merupakan pengukuran mental yang sehat pada seseorang dimana kecemasan yang tidak dapat di kontrol tidak akan
memiliki mental yang sehat. Pengukuran kecerdasan emosi menurut Emmerling dan Goleman bahwa kecerdasan emosional bisa di kembangkan begitu juga
dengan mental yang sehat dan kontrol kecemasan Rensburg, 2005. Mereka yang gagal menguasai kompetensi kecerdasan emosi menghadapi
bermacam-macam resiko gangguan jiwa yang semakin tinggi, seperti gangguan
mood dan kecemasan, gangguan makan, dan penyalahgunaan zat kimia. Karena kemampuan kecerdasan emosi ini dapat diajarkan, menawarkan anak-anak dan
orang dewasa kesempatan untuk memperkuat kompetensi-kompetensi ini dapat bertindak sebagai suntikan melawan aspek-aspek resiko sosial dan resiko
kejiwaan Kaplan dan Sadock. 1994. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa terdapat kaitan negatif antara
kecemasan dengan kecerdasan emosi dimana individu dengan kecerdasan emosional yang rendah menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi dan
sebaliknya individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi mempunyai tingkat kecemasan yang rendah.
E. Kerangka Pikir