Perusahaan ini berkantor pusat di Medan, Sumatera Utara dan resmi didirikan dari hasil restrukturisasi BUMN pada tahun 1996. Direktur Utama perusahaan
adalah Bagas Angkasa sedangkan Komisaris Utama adalah Achmad Mangga Barani. PTPN III dibentuk berdasarkan PP No.8 Tahun 1996, Tanggal 14 Pebruari 1996
dalam rangka restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara BUMN dibidang perkebunan. PTPN III merupakan penggabungan kebun-kebun diwilayah Sumetera
Utara dari eks PTP III, PTP IV dan PTP V.
2.3. Sistem Pendukung Keputusan SPK
SPK merupakan sistem informasi berbasis komputer yang intraktif, fleksibel, dan dapat beradaptasi, yang secara khusus dikembangkan untuk mendukung
penyelesaian permasalahan yang tidak terstruktur untuk meningkatkan pembuatan keputusan Turban 1995.
2.4. Metode Analytical Hierarchy Process AHP
Metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Pada dasarnya AHP adalah metode yang
memecah suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok- kelompok, mengatur kelompok-kelompok tersebut ke dalam suatu susunan hirarki,
memasukkan nilai numeris sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif, dan akhirnya dengan suatu sintesis ditentukan elemen mana yang
mempunyai prioritas tertinggi Permadi, 1992. Metode AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utama, yaitu orang yang mengerti benar
permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah, atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Saaty 1991 menyatakan bahwa pada
dasarnya metode Proses Hirarki Analitik PHA adalah memfokuskan suatu situasi yang kompleks tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian
atau variabel itu ke dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, dan mensintesis
berbagai pertimbangan itu untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Sejalan
Universitas Sumatera Utara
dengan itu, dalam memecahkan persoalan dengan AHP decomposition¸ prinsip penilaian komparatif comparative judgment, prinsip sintesa prioritas synthesis of
priority dan prinsip konsistensi logis logical consistency. 1. Decomposition, yaitu pemecahan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin
mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut,
sehingga didapatkan beberapa tingkatan hirarki dari persoalan tadi. 2. Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang
kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian itu merupakan inti dari AHP, karena akan
berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan maktriks pairwise comparison.
3. Synthesis of Priority. Pada setiap matriks “pairwise comparison” terdapat local priority. Oleh karena “pairwise comparison” terdapat pada setiap tingkat, maka
untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local priority tersebut. Pengurutan elemen-elemen tersebut menurut kepentingan
relatif melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting. 4. Logical consistency. Konsistensi dalam hal ini mempunyai dua makna. Pertama
bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dari relevansinya. Kedua bahwa tingkat hubungan antara objek-
objek didasarkan pada kriteria tertentu misalnya sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, mutlak lebih penting.
2.4.1. Komparasi Berpasang Tahap terpenting dalam AHP adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan
terhadap aktor-aktor pada suatu tingkat hirarki. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numeric dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen
lainnya. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dari terendah. Skala
komparasi yang digunakan adalah 1 sampai 9 adalah yang terbaik. Hal ini telah dibuktikan oleh Saaty dengan berdasarkan pertimbangan tingginya akurasi yang
ditunjukkan dengan nilai Root Means Square RMS dan Median Absolute Deviation MAD pada berbagai problema. Nilai skala komparasi yang dimaksudkan disajikan
pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Nilai Skala Komparasi Berpasangan, Saaty, 1991
Tingkat Kepentingan Definisi
1 Sama penting
3 Sedikit lebih penting
5 Jelas lebih penting
7 Sangat jelas lebih penting
9 Pastimutlak lebih penting
11-9 Kebaikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1 - 9
2.4.2. Prosedur AHP Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP yaitu
mendefenisikan masalah, sintesis, mengukur konsistensi, menghitung Consistency Index CI, menghitung rasio, dan memeriksa konsistensi hierarki.
Cara menghitung Indek Konsistensi CI dapat dilihat dengan persamaan 2.1: CI = λ maks-nn
2.1 di mana
n =
banayak kriteria Cara menghitung Rasio Konsistensi CR dapat dilihat dengan persamaan 2.2
CR = CIRC 2.2
Di mana CR
= Consistency Ratio
CI =
Consistency Index IR
= Indeks Random Consistency
Untuk memeriksa Konsistensi Hierarki dapat dilihat dengan table 2.2 . Jika nilainya lebih dari 10, maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika
rasio konsistensi CIIR kurang atau sama dengan 0.1, maka hasil perhitungan dinyatakan benar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Nilai RI
n 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 RI
5.8 0.9
1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 2.4.3. Contoh Penerapan AHP
Penerapan AHP pada contoh kasus sederhana. Suatu kasus yang harus diputuskan mempunyai 3 kriteria yaitu Kriteria A, B dan C.
Langkah 1: Buat matrik berpasangan dan berikan tingkat kepentingannya. Tidak perlu seluruh
angka diisi. Cukup diagonal ke atas saja. Lihat tabel 2.3:
Tabel 2.3. Skala Penilaian Berpasangan Kriteria A
Kriteria B Kriteria C
Kriteria A
1 3
1
Kriteria B 1
5
Kriteria C 1
Angka 1 pada diagonal matrik di atas merupakan perbandingan kriteria yang sama. Angka 3 pada Kriteria B menyatakan bahwa Kriteria lebih penting sedikit daripada
Kriteria A demikian seterusnya. Untuk mengisi angka pada kotak yang kosong dilakukan dengan cara dibagi yaitu mengisi elemen Kriteria A vs Kriteria B. Maka
cukup mengambil nilai Kriteria A vs Kriteria A yaitu 1, kemudian dibagi dengan nilai Kriteria B vs Kriteria A yaitu 3 menghasilkan 0.333 lihat tabel 2.4. :
Tabel 2.4. Penilaian Berpasangan Lengkap
Kriteria A Kriteria B
Kriteria C Kriteria A
1 3
1
Kriteria B
0.3333333 1
5
Kriteria C 1
0.2 1
Universitas Sumatera Utara
Langkah 2 : Lakukan normalisasi. Caranya dengan membagi setiap elemen dengan jumlah masing-
masing kolom.
Tabel 2.5. Jumlah Kolom
Kriteria A Kriteria B
Kriteria C Kriteria A
1 3
1
Kriteria B 0.3333333
1 5
Kriteria C 1
0.2 1
Jumlah
2.3333333 4.2
7
Tabel 2.6. Normalisasi
Kriteria A Kriteria B
Kriteria C Kriteria A
0.4285714 0.7142857
0.1428571
Kriteria B 0.1428571
0.2380952 0.7142857
Kriteria C 0.4285714
0.047619 0.1428571
angka normal seperti di tabel 2.5. didapat dari kriteria dibagi jumlah. Contohnya 1 dibagi 2.3333 .. hasilnya 0.42857 Lihat tabel 2.6..
Langkah 3: Cari rata-rata setiap kriteria. Caranya, jumlahkan tiap baris kemudian dibagi dengan
jumlah kriteria yang ada. Untuk kasus ini jumlah kriterianya 3 A, B, C.
Tabel 2.7. Rata- rata
Kriteria A Kriteria B
Kriteria C Rata - rata
Kriteria A 0.4285714
0.7142857 0.1428571
0.428571429
Kriteria B
0.1428571 0.2380952
0.7142857 0.365079365
Kriteria C 0.4285714
0.047619 0.1428571
0.206349206
Universitas Sumatera Utara
Maka Vektor Bobot yaitu : W1= 0.428571429
W2= 0.365079365 W3= 0.206349206
Langkah 4: Kalikan bobot dengan matrik berpasangan tadi. Mana yang paling besar, itulah yang
paling penting
1 3
1 0.42857143
1.730159 0.3333333
1 5
0.36507937 =
1.539683 1
0.2 1
0.20634921 0.707937
Kalau di atas, maka tentunya urutannya adalah Kriteria A, Kriteria B dan Kriteria C Setelah ini masuk ke langkah pengujian
Langkah 1: Kalikan bobot tadi dengan matrik berpasangan yang pertama.
Langkah 2: cari nilai t dengan cara bagilah hasil pada langkah 1 tadi dengan masing-masing
bobotnya, kemudian jumlahkan semuanya. Setelah itu bagilah dengan jumlah kriteria yaitu 3. Lihat rumus dan angka di bawah ini :
Sehingga t = 3.895 Langkah 3:
Hitung Consistency Index CI dengan cara mengurangkan t di atas dengan jumlah kriteria. Hasilnya dibagi lagi dengan jumlah kriteria.
CI = t-nn — 3.985-44 = -0.0375 Langkah 4:
Hitung Consistency Ratio CR dengan cara CIRI. RI didapatkan dari tabel. Lihat tabel 2.2.
Karena contoh kasus ini menggunakan hanya 3 kriteria artinya RI yang dipakai 3 yaitu 5.8.
Sehingga CR= -0.03755.8 = -0.000647 5: t = x
+ +
Universitas Sumatera Utara
Langkah 5 Cek hasilnya, jika CR kurang dari 0.1 maka hasilnya bisa disebut konsisten. Jika tidak
konsisten, matrik berpasangannya harus diulang untuk dibuat .
2.5. Penelitian Terdahulu