Universitas Sumatera Utara
3. Kompetensi Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya yang efektif dipengaruhi oleh salah satu faktor penting yaitu kompetensi komunikasi antarbudaya. Kompetensi
komunikasi antarbudaya adalah suatu perilaku yang menghasilkan kerja sama dalam situasi antarbudaya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kompetensi
komunikasi antarbudaya berkaitan dengan suatu keadaan dan kesiapan individu sehingga kapasitasnya dapat berfungsi efektif dalam situasi antarbudaya.
William Howel menyebutkan terdapat empat tingkatan dari kompetensi komunikasi Unconscious Incompetence tidak sadar-tidak mampu,
Conscious Incompentence sadar-tidak mampu, Conscious Competence sadar-mampu dan Unconscious Competence tidak sadar-mampu dalam
Griffin, 2006: 413. Dari hasil penelitian terhadap Mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera Utara didapatkan hasil bahwa mahasiswa asal Papua di
Universitas Sumatera Utara berada dalam tingkatan kompetensi komunikasi Conscious Competence. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya Mahasiswa asal
Papua di Universitas Sumatera Utara sudah sadar dalam berkomunikasi dan mampu untuk melakukan sesuatu. Hasil pengamatan dan wawancara di
lapangan menunjukkan informan 1, informan 2, informan 4, informan5, informan 6, informan7, informan 8 dalam penelitian ini mereka sudah sadar
tentang perbedaan latar belakang budaya yang ada antara Medan dan Papua tetapi tidak hanya berhenti pada tahap sadar akan adanya perbedaan mereka
juga sudah mampu mengambil tindakan agar mereka dapat mengenali bahkan mengetahui lebih dalam tentang budaya Medan. Upaya untuk meningkatkan
interaksi mereka adalah ikut terlibat dalam kegiatan kepanitiaan dan organisasi, berteman dengan teman yang berbeda etnis dan bertanya kepada kakakabang
senior mahasiswa Papua sebelumnya yang sudah terlebih dahulu tinggal di Medan. Usaha yang mereka lakukan ini pada akhirnya dapat meningkatkan
interaksi mereka dengan lingkungan sekitar mereka yaitu mahasiswa dan dosen yang memang semua berbeda etnis dengan mereka. Mereka juga mampu untuk
mengontrol perilaku komunikasi secara sadar dan mengerti dalam menempatkan diri mereka jika berkomunikasi dengan teman-temannya dan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dosen di kampus sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Gambaran ini didapatkan dari informan 1, informan 2, informan 4, informan 5, informan 6,
informan 7 dan informan 8 yang mulai menggunakan bahasa dan aksen Medan serta tidak mempertahankan aksen Papuanya jika berinteraksi dengan
mahasiswa dan dosen di USU meskipun sejauh ini mereka masih terus belajar. Seseorang yang mempunyai kompetensi komunikasi adalah orang
yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dan sesuai dengan anggota dari budaya yang memiliki latar belakang linguistik-kultural Samovar
et. al., 2010:460. Jika dilihat dari Spitzberg dalam Samovar dan Porter, 2000: 395
yang mengemukakan tiga komponen kompetensi dalam komunikasi antarbudaya yaitu motivasi, pengetahuan dan keterampilan maka peneliti
membuat pembahasan sebagai berikut: a.
Pengetahuan Informasi yang semakin banyak membuat semakin meningkatnya
interaksi dalam komunikasi. Aksioma Gudykunst ke-17 menyatakan bahwa pengetahuannya mengenai budaya tuan rumah meningkat dapat mengurangi
kecemasan dan dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam memprediksi secara akurat perilaku tuan rumah. Sepanjang penelitian,
peneliti mendapati bahwa ke 7 informan yaitu : informan 1, informan 2, informan 4, informan 5, informan 6, informan 7 dan informan 8 sudah tahu
sebelumnya tentang budaya Medan. Pengetahuan ini mereka dapatkan dari berbagai sumber, indorman 1, informan 2, informan 6, informan 7 dan
informan 8 mereka memiliki teman-teman ayang berlatar belakang budaya Batak di Papua. Berbeda dengan informan 4 dan informan 5 yang memang
mengenali budaya Medan karena diperkenalkan sebelumnya dalam institusi formal yaitu sekolah ini terjadi karena guru dari kedua informan tersebut ada
yang memang orang Batak. Adapun informan 3 memang tidak mendapatkan pengetahuan apapun sebelumnya tentang budaya budaya Medan. Dampaknya
sampai sekarang informan 3 terus menerus menghadapi gegar budaya bahkan sampai sekarang sehingga rekasi yang ditimbulkan dari gegar budaya tersebut
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
adalah menarik diri dan menganggap bahwa orang-orang dari budaya tuan rumah tidak peka Samovar, Porter, dan Mcdaniel, 2010: 476-477, ini
terlihat dari kebiasaan Piter yang sehabis kuliah langsung pulang ke asrama dan menganggap teman-temannya sombong karena teman-temannya tidak
mau memulai berbicara dengannya.
Komponen pengetahuan dari kompetensi komunikasi ditujukan untuk kesadaran terhadap apa yang perlu dilakukan oleh seseorang untuk
berkomunikasi dalam situasi yang tepat dan efektif, karena dalam interaksi yang minim informasi dapat memengaruhi kompetensinya dalam berkomunikasi
Masril, 2015:99. Adanya stereotipe yang muncul dikalangan orang Papua tentang orang Medan, diantaranya; semua informan dalam penelitian ini pernah
mendengar bahwa orang Medan sangat kasar dan suka marah-marah. Selain stereotipe negatif ada juga stereotype positif tentang orang Medan yang diketahui
oleh orang Papua yaitu: informan 1, informan 2, informan 4 dan informan 5 mengatakan bahwa orang Medan setiap berbicara itu selalu ada pengetahuan
yang dibagikannya. Selain itu menurut informan 7 dan informan 8 orang Medan adalah tipe orang yang bertanggung jawab dan pekerja keras. Berbeda dengan
informan 3 yang mengatakan bahwa orang Medan cenderung sukses ditanah perantauan.
Jika dilihat dari segi kemampuan mereka untuk mengenali persamaan- persamaan budaya yang ada antara budaya Medan dan Papua, mahasiswa
Papua yang merantau ke Medan hanya mengetahui persamaan budaya Papua dan Medan sama-sama keras. Selain itu semua informan dalam penelitian ini
sepakat bahwa budaya Medan dan Papua memilki kesamaan dalam hal intonasi berbicara yang kuat. Informan 1 juga mengatakan bahwa masyarakat
Papua sama dengan masyarakat Medan yang kurang disiplin dalam mematuhi peraturan terutama dalam peraturan lalu lintas.
Hal yang menjadi kekurangan mahasiswa asal Papua adalah mereka kurang mempelajari tentang bahasa Medan sebelum akhirnya menetap di
Medan. Bahasa berfungsi untuk memberikan informasi ataupun pengetahuan bagi orang lain, juga dapat menunjukkan bagaimana sikap, perasaan dan
emosi kita. Bahasa juga dapat berfungsi mengarahkan orang lain Gudykunst,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2003: 212. Dengan menguasai bahasa yang lazim digunakan oleh masyarakat di tempat kita berada dapat
mengurangi kecemasan dalam berinteraksi. Hampir semua informan memiki kendala Karen tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tentang bahasa Medan, informan 5 pernah terjebak dalam perdebatan panjang tentang kata “tabrak” dan “bentrok”, selain itu semua informan yang peneliti
wawancarai awalnya terkejut dengan perbedaan makna yang mereka pahami tentang “kereta” yang ternyata “motor”, “motor” yang ternyata “mobil” dan
“semalam” yang ternyata “kemarin” .
Di samping minimnya pengetahuan tentang bahasa Medan, semua informan dalam penelitian juga terasa asing dengan aksen Medan yang
cenderung keras,kasar dan kuat seperti membentakmemerahi seseorang. Informan 1 pernah hampir mengalami perkelahian dengan temannya
dikarenakan aksen ini. Pengalaman lain juga diterima oleh informan 2 yang ketika ingin membeli makanan tetapi penjualnya berbicara dengan intonasi
yang keras dan kuat yang akhirnya membuatnya takut dan membatalkan niatnya untuk membeli makanan. Namun demikian semua informan dalam
penelitian ini masih terus belajar untuk menyesuaikan diri dengan aksen dan bahasa Medan tersebut.
b. Motivasi
Seseorang yang mempunyai motivasi untuk melintasi batas pribadi dan berusaha mempelajari pengalaman orang lain tandanya ingin sukses dalam
interaksi antarbudaya Samovar et. al., 2010: 461.
Hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap mahasiswa asal Papua, pada
umumnya mahasiswa asal Papua digerakkan oleh beberapa motivasi yang beragam dalam berinteraksi dengan mahasiswa dan dosen di USU. Menurut
Jonathan H. Turner dalam Liliweri, 2009:265 bahwa motivasi didasari hanya oleh kebutuhan dasar manusia untuk berkomunikasi. Kebutuhan-kebutuhan
dasar tersebut juga ditemukan dalam diri masing-masing informan. Secara umum mereka digerakkan oleh kebutuhan akan keterlibatan dalam kelompok
dan kebutuhan untuk membagi pengalaman tentang dunia.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Secara umum informan yang ditemui dilapangan diantaranya informan 1, informan 2, informan 4, informan 5, informan 6, informan, 7 dan
informan 8 mengungkapkan mereka termotivasi melakukan komunikasi dengan mahasiswa USU karena kesadaran bahwa mereka membutuhkan
bantuan di dalam pendidikan mereka. Keterbatasan kemampuan mereka untuk mengerti akan mata kuliah yang sedang mereka tempuh menimbulkan
keinginan mereka untuk melakukan komunikasi ditambah lagi dengan adanya kesulitan mereka ketika mereka memahami beberapa mata kuliah serta kata-
kata yang disampaikan oleh dosen membuat mereka bertanya kepada teman- teman mereka di kampus. Teman-teman mereka di kampus juga membantu
mereka dalam mengatasi kesulitan dalam studi mereka. Menurut para informan seperti informan 1, informan 2, informan 5 dan informan 8 banyak teman-
temannya yang hebat di kampus dan memiliki pengetahuan yang luas sehingga itu memotivasi mereka untuk terus meningkatkan hubungan dengan teman-
temannya agar mereka dapat belajar dan menambah ilmu serta mempermudah mereka dalam berinteraksi dengan teman-temannya tersebut.
Selain itu, mereka juga dimotivasi oleh kebutuhan untuk membina hubungan yang baik dengan mahasiswa USU yang berbeda budaya dengan
mereka seperti informan 1, informan 2, informan 4, informan 5, informan 6, informan 7 dan informan 8 yang memiliki teman berbagai etnis di kampus.
Bagi ketujuh informan tersebut, mereka sadar bahwa mereka memang seharusnya membina hubungan yang baik dengan lingkungan mereka seperti
dengan mahasiswa dan dosen diluar etnis mereka karena mereka tahu bahwa Medan bukanlah kampung halaman ataupun tanah kelahiran mereka. Mereka
sadar bahwa tujuan mereka ada di Medan adalah untuk menempuh pendidikan. Di samping itu mereka tahu benar bahwa masa tinggal mereka
yang cukup lama berkisar 4 tahun di Medan membuat mereka membutuhkan orang lain di luar etnis mereka yang lebih paham tentang budaya yang mereka
sedang hadapi sekarang. Informan 1 dan informan 5 merasa sangat senang ketika mereka terlibat dalam hubungan antarbudaya dengan teman-temannya
di kampus. Menurut mereka suatu hal yang menyenangkan ketika dapat belajar tentang budaya di luar dari budaya mereka.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Axioma Gudykust ke- 26 menyebutkan saat seseorang dapat memahami tingkah laku orang asing, dia dapat lebih percaya diri saat
berinteraksi. Hal ini sejalan dengan yang ditemukan oleh peneliti di lapangan yang dimana ke tujuh informan yaitu ; informan1, informan 2, informan 4,
informan 5, informan 6, informan 7 dan informan 8 memiliki motivasi untuk belajar budaya Medan yang tinggi dapat dilihat dengan adanya keterlibatan
mereka dalam diskusi atau belajar kelompok di luar jam kampus, pergi makan dan jalan-jalan dengan teman-teman kampus, terlibat dalam kegiatan mereka
diantaranya mengunjungi kos rumah mereka serta menghabiskan waktu dengan berdarmawisata bersama dan saling mengunjungi kampung halaman
teman-teman yang berbeda etnis dengan mereka. Semua informan dalam penelitian ini merasakan senang jika orang Medan bertanya tentang Papua di
samping mereka senang dapat berbagi tentang kondisi dan keadaan Papua mereka juga dapat membuka diri mereka melalui cerita tentang Papua.
Aktifitas di luar kampus yang lebih santai memudahkan mereka dalam beradaptasi dan bicara dalam konteks informal.
c. Keterampilan
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan modal dalam membangun sebuah interaksi terkhusus bagi orang-orang yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda. Para informan menyadari penting bagi mereka untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang Medan skan mereka
terkhususnya mahasiswa dan dosen mereka. Mereka sadar akan status mereka sebagai pendatang di lingkungan orang lain yang mengharuskan mereka untuk
belajar tentang budaya tuan rumah. Terdapat tiga unsur yang ada di dalam komponen keterampilan ini,
yakni : 1 kemampuan menggolongkan anggota budaya lain ke dalam kategori yang sama dimana mereka menggolongkan diri mereka sendiri; 2
kemampuan untuk memaklumi kerancuan; 3 kemampuan berempati dengan anggota budaya lain. Gudykunst dalam Griffin, 2006:401-402. Hasil
penelitian di lapangan menunjukkan bahwa mahasiswa asal Papua sudah memiliki keterampilan yaitu; kemampuan menggolongkan anggota budaya lain
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ke dalam kategori yang sama dimana mereka menggolongkan diri mereka sendiri. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka menempatkan etnis lain sama
seperti etnis mereka tanpa adanya perbedaan. Ketujuh informan dalam penelitian ini yaitu; informan 1, informan 2, informan 4, informan 5, informan
6, informan 7dan informan 8 bergaul dengan semua etnis di kampus mereka tanpa membeda-bedakan bahwa etnis mereka lebih baik dari etnis yang lain
bahkan, informan 1, informan 5 dan informan 6 memiliki teman dekat di kampus yang tidak berasal dari mahasiswa Papua.
Komponen kedua mengenai keterampilan dalam komunikasi menurut Gudykunst 2006 yaitu kemampuan untuk memaklumi kerancuan. Keracuan
dalam penelitian ini mengarah pada kesalahpahaman stereotipe yang selalu dipahami sebagai akar masalah konflik antara orang-orang yang berbeda
budaya. Semua informan dalam penelitian ini pernah mendengar stereotipe negatif tentang budaya Medan dari lingkungan mereka yaitu
bahwa orang Medan sangat kasar dan suka marah-marah
. Namun, informan 1 dan informan 4 mengatakan bahwa setelah mereka membangun hubungan dengan teman-
temannya di kampus dan dosennya mereka sadar memang budaya Medan lebih kasar daripada budaya Papua tetapi terlepas dari kasarnya orang Medan
mereka memiliki hati yang baik. Kemampuan untuk berempati dengan budaya Medan terlihat juga dari
hasil penelitian ini yang dimana diketahui bahwa mahasiswa asal Papua merasa tertarik dengan budaya Medan. Ketertarikan ini dapat dilihat dari cara
mereka sering bertanya kepada teman mereka tentang budayanya teman mereka dalam hubungan pertemanan yang mereka bangun dan menurut
ketujuh informan yaitu : informan 1, informan 2, informan 4, informan 5, informan 6, informan 7dan informan 8 mereka aktif berpartisipasi dalam
kegiatan di kampus untuk semakin belajar tentang budaya Medan. Tidak hanya sebatas itu juga ke tujuh informan tersebut juga tetap bertanya kepada
para senior mereka yang berasal dari Papua jika ada hal yang mereka ingin ketahui tentang budaya Medan agar dalam hubungan dengan teman-temannya
di kampus, mereka tidak sulit untuk menjalin hubungan serta mengurangi kesalahpahaman. Selain itu, semua informan dalam penelitian ini juga belajar
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
untuk tidak mempertahankan aksen dan bahasa Papua saat berbicara dengan orang Medan tetapi menggunakan bahasa dan aksen Medan, hal ini mereka
lakukan untuk melatih keterampilan berbahasa mereka dan menunjukkan empati mereka terhadap budaya tuan rumah. Informan 8 menunjukkan
kemampuan berempatinya dengan budaya lain dengan cara apabila dia berada di sekitar orang Medan bersama dengan teman Papuanya, dia berusaha untuk
tidak menggunakan bahasa Papua dalam percakapan dengan teman Papuanya hal ini dilakukannya untuk lebih menghormati budaya tuan rumah.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian “Kompetensi Komunikasi Mahasiswa Asal Papua dalam Berinteraksi dengan Mahasiswa dan Dosen di Universitas Sumatera
Utara, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Mahasiswa asal Papua dalam berinteraksi dengan mahasiswa dan dosen tidak membatasi bergaul hanya dari etnis Papua saja tetapi dengan
semua etnis bahkan mereka memiliki teman dekat di luar etnis Papua. Hubungan dengan dosen juga berjalan baik karena dosen lebih
menyederhanakan setiap kata-kata dalam kegiatan belajar mengajar. 2.
Seluruh informan dalam penelitian mengaku bahwa ketika berinteraksi dengan teman di kampus dan dosen pada awalnya ada rasa
cemas, takut dan binggung harus berkata apa. Namun sekarang mereka sudah dapat beradaptasi dan mulai terbiasa dengan lingkungan baru
mereka. 3.
Hambatan-hambatan budaya yang membuat mahasiswa asal Papua sulit untuk berkomunikasi dalam interaksi antarbudaya bagi adalah
persepsi antarbudaya yang mencakup pandangan dunia yaitu streotipe baik positif maupun negatif, sistem lambang ; perbedaan bahasa seperti
logat dan pemilihan kata, intonasi masyarakat Medan yang cenderung kasar dan tinggi. Namun, sejauh ini mahasiswa Papua banyak belajar dan
mencoba untuk memahami situasi dan kondisi tersebut. 4.
Mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatera berada dalam tingkatan kompetensi komunikasi Conscious Competence yang dimana
sebenarnya mereka sudah sadar dalam berkomunikasi dan mampu untuk melakukan sesuatu. Walaupun dari segi pengetahuan tentang budaya
Medan masih minim namun mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk membina hubungan dengan lingkungannya serta dengan keterampilan
Universitas Sumatera Utara