15 mencapai efek terapeutik. Pemeriksaan kadar obat sangat dianjurkan setidaknya
setelah pemberian dosis ketiga sampai kelima. Secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa dosis loading dengan manfaat cepat, sedangkan dosis
pemeliharaan berkaitan degan toksisitas obat Hakim, 2013.
2.5 Penyakit Hipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik
Tujuan dari pengobatan hipertensi pada penyakit GGK adalah untuk menurunkan tekanan darah, untuk menurunkan resiko terjadinya kardiovaskular
Disease pada pasien hipertensi dan memperlambat progresi penyakit ginjal pada pasien dengan atau tanpa hipertensi NKF, 2004.
Berkembangnya penyakit GGK dapat diatasi dengan pengobatan hipertensi. Diuretik, β-blocker, ACE-I, dan antagonis kalsium semuanya efektif
pada pasien dengan gagal ginjal. ACE-I dan Calsium Channel blocker CCB tidak mengubah metabolisme glukosa atau lipid, memiliki efek yang diinginkan
pada hipertrofi ventrikel kiri dan memiliki efek nefroprotektif potensial dengan mengurangi peningkatan resistensi vaskular ginjal. ACE-I memiliki manfaat
tambahan berupa berkurangnya proteinuria pada pasien baik dengan penyakit diabetik maupun nondiabetik. Obat ini harus diberikan dengan hati hati karena
bisa menurunkan aliran darah ginjal dan memicu gagal ginjal akut Suwitra, 2006.
2.5.1 Obat Obat yang Perlu Penyesuaian Dosis pada Pasien GGK
Strategi untuk menyesuaikan dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam terapi obat individu dan membantu meningkatkan keamanan
obat. Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi
Universitas Sumatera Utara
16 keduanya Munar dan Singh, 2007. Pengetahuan penyesuaian dosis obat untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal sangat penting untuk mencegah dan mengurangi akumulasi obat tersebut dalam tubuh Sukandar, 2006.
Bila kreatinin klirens dibawah 60 mLmenit maka perlu penyesuaian dosis obat yang dikonsumsi. Penyesuaian dapat dengan cara mengurangi dosis obat atau
memperpanjang interval minum obat. Penyesuaian ini bertujuan untuk mendapat efek terapeutik maksimal tanpa efek samping.
2.5.2 Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik
Terdapat banyak kelas atau golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan, tetapi beberapa obat yang sering digunakan dan direkomendasikan
sebagai terapi pilihan pertama, yaitu ARB, β-blocker, CCB dan diuretik. Penggunaan obat-obat ini harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemilihan
obat awal pada pasien harus mempertimbangkan banyak faktor antara lain: umur, riwayat perjalanan penyakit, faktor risiko, kerusakan target organ, diabetes,
indikasi dan kontraindikasi. Indikasi spesifik dan target dalam strategi pemilihan obat antihipertensi tergantung dari profil faktor risiko, penyakit penyerta seperti
diabetes, penyakit ginjal, dan pembesaran atau disfungsi ventrikel kiri Sutter, 2007.
a. Golongan β – blocker Golongan β – blocker merupakan salah satu obat yang sering digunakan
untuk mengatasi hipertensi. Dalam distribusinya sekitar 30 terikat oleh protein dan sebesar 50 dieksresikan tidak berubah dalam urin dengan waktu paruh
selama 9 – 12 jam Ashley dan Currie, 2009.
Universitas Sumatera Utara
17 Beberapa β – blocker tidak dianjurkan untuk pasien gagal ginjal dengan
atau tanpa dialisis. Namun terdapat obat yang memerlukan penyesuaian dosis seperti bisoprolol, maka penyesuaian dosis dilakukan berdasarkan nilai LFG pada
pasien dengan gangguan ginjal kronik Sukandar, 2006. b. Golongan Calcium Channel Blockers CCB
Golongan Calcium Channel Blockers yang sering digunakan diantaranya adalah nifedipin dan amlodipin. Nifedipin mudah diabsorbsi pada pemberian per
oral dan sublingual, sebesar 92-98 terikat oleh protein plasma dan sebesar 1 dieksresikan dalam bentuk metabolit tidak aktif melalui urin serta mempunyai
volume distribusi sebesar 1,4 Lkg. Nifedipin dalam dosis tunggal dieksresikan sebesar 80 dalam waktu 24 jam. Insufisiensi ginjal tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap farmakokinetik nifedipin Ashley dan Currie, 2009. Setelah pemberian dosis terapeutik secara oral, amlodipin diabsorbsi
dengan baik dan kadar puncak dalam plasma tercapai setelah 6 – 12 jam. Volume
distribusi amlodipin kira-kira 20 Lkg. Waktu paruh eliminasi plasma terminal adalah 35
– 50 jam dan konsisten pada pemberian dosis sekali sehari. Sebanyak 97,5 amlodipin dalam sirkulasi terikat dengan protein plasma. Amlodipin
sebagian besar dimetabolisme dihati menjadi metabolit inaktif, diekskresikan melalui urin sebesar 10 dalam bentuk tidak berubah dan 60 sebagai metabolit
Ashley dan Currie, 2009. c. Golongan Angiotensin Receptor Blocker ARB
Golongan obat antihipertensi Angiotensin Receptor Blocker ARB dianjurkan untuk pasien dialisis, karena tidak diperlukan penyesuaian dosis,
Sukandar, 2006. Secara farmakokinetik candesartan mempunyai distribusi
Universitas Sumatera Utara
18 sekitar 94-97 terikat oleh protein dan mempunyai volume distribusi sebesar 17
Lkg serta sebesar 13 dieksresikan dalam bentuk tidak berubah Ashley dan Currie, 2009.
Saat terapi obat antihipertensi telah diberikan pada pasien maka harus dilakukan pemantauan dan di follow up serta dilakukan penyesuaian dosis sesuai
kondisi pasien secara terus menerus sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan. Kunjungan lebih diperlukan pada pasien dengan hipertensi derajat 2
atau dengan penyakit penyerta. Kadar kalium dan kreatinin plasma harus
dimonitor paling tidak 1-2 kali dalam 1 tahun Ashley dan Currie, 2009.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan organ vital terutama jantung, otak dan ginjal. Terjadinya hipertensi mempercepat
kerusakan ginjal dan konsekuensinya adalah terjadinya gagal ginjal akibat peningkatan tekanan darah. Kira-kira 90 pasien gagal ginjal kronik dengan
hipertensi meninggal dalam 12 bulan dari tanda-tanda awal. Terapi hipertensi dapat digunakan pada pasien gagal ginjal kronik untuk menurunkan tekanan darah
dan bisa untuk memperlambat progresifitas penyakit pada pasien dengan atau tanpa penyakit hipertensi Benowitz, 2001.
Penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi begitupun sebaliknya pada hipertensi kronik dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal.
Kira kira 10 hipertensi yang terdapat pada gagal ginjal kronik berhubungan dengan aktivitas sistem renin
–angiotensin –aldosteron Sukandar, 2006. Fungsi ginjal adalah mengeksresi zat zat yang masuk kedalam tubuh, jika
pada ginjal terjadi kerusakan, maka fungsi ginjal juga terganggu sehingga kadar zat zat yang masuk kedalam tubuh terakumulasi karena tidak dapat dieksresikan
oleh ginjal, alasan inilah yang menyebabkan perlunya penyesuaian dosis pada gagal ginjal agar tidak terjadi toksik Sukandar, 2006.
Sebagian besar obat diekskresikan dalam jumlah tertentu dalam bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat obat tersebut butuh penyesuaian yang hati hati apabila
obat tersebut diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun.
Universitas Sumatera Utara