Bahan dan Proses Produk Halal

B. Bahan dan Proses Produk Halal

Bahan dan proses merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu produk halal. Suatu produk dapat dikatakan halal ketika tidak mengandung suatu unsur bahan yang tidak dihalalkan, akan tetapi kehalalan pada bahan saja tidak cukup, harus pula diikuti dengan proses pembuatannya. Proses pembuatan produk halal harus benar-benar bersih dari zat-zat yang dilarang dalam Syariah Islam. Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk. 68 Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produk halal terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong. 69 1. hewan ; Bahan-bahan yang dimaksud ialah : 2. tumbuhan ; 3. mikroba ; 4. bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Bahan yang berasal dari hewan pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat. Bahan hewan yang diharamkan meliputi : 70 1. bangkai ; 2. darah ; 3. babi; danatau 4. hewan yang disembeli tidak sesuai dengan syariat. 68 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 1 angka 4. 69 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan produkHalal Pasal 17 ayat 1. 70 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 18 ayat 1. Universitas Sumatera Utara Selain itu terdapat juga hewan-hewan lain yang diharamkan selain hewan yang diatur haram dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, antara lain 71 1. keledai jinak ; : 2. segala hewan yang bertaring ; 3. segala jenis burung yang bercakar tajam burung pemangsa ; 4. hewan yang mayoritas makanan utamanya adalah barang najis sehingga menjadi haram dimakan atau diminum susunya ; 5. tikus ; 6. kalajengking ; 7. burung gagak ; 8. burung elang rajawali ; 9. anjing ; 10. ular ; 11. cicak tokek ; 12. semut ; 13. lebah ; 14. burung Hud-hud ; 15. burung Shurad : 16. katak ; selain hewan-hewan yang telah disebutkan diatas, para ulama memiliki beberapa kaedah fiqhiyyah dalam menentukan hukum atas haramnya suatu binatang yaitu 72 71 Anonim, “Mengenal Hewan-hewan yang diharamkan”, : http:www.muslim.or.idmengenal hewan-hewan yang diharamkan diakses pada tanggal 14 April 2016. Universitas Sumatera Utara 1. setiap hewan yang memakan benda najis dan menjijikan ; 2. setiap hewan yang dilahirkan dari hasil silang antar binatang halal dan binatang haram ; 3. setiap serangga yang membahayakan. Menurut Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 82MENKESSKI1996, yang dimaksud dengan makanan halal adalah makanan yang tidak mengandung bahan atau zat-zat sebagai berikut : 1. Zat-zat dan bahan yang diharamkan a. babi, anjing dan anak yang lahir dari perkawinan keduanya ; b. bangkai, termasuk binatang mati tanpa disembelih menurut cara penyembelihan Islam, kecuali ikan dan belalang.; c. tiap binatang yang dipandang dan dirasa menjijikkan menurut fitrah manusia untuk memakannya seperti : cacing,kutu,lintah dan sebangsa itu ; d. setiap binatang yang mempunyai taring ; e. setiap binatang yang memiliki kuku pencakar yang memakan mangsanya secara menerkam atau menyambar ; f. binatang-binatang yang dilarang oleh Islam untuk membunuhnya seperti : Lebah, burung hud-hud, kodok dan semut ; g. daging yang dipotong dari binatang halal padahal binatang tersebut masih hidup ; h. setiap binatang yang beracun dan memudharatkan apabila dimakan 72 Ibid. Universitas Sumatera Utara i. setiap binatang yang masih hidup di dua alam, seperti : kura-kura, biawak dan sebagainya. Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan oleh Menteri berdasarkan Fatwa MUI. 73 Hewan yang digunakan sebagai bahan produk wajib disembelih sesuai dengan syariat dan memenuhi kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner. 74 Tuntunan penyembelihan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. 75 Bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukkan danatau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya. 76 Bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik diharamkan jika proses pertumbuhan danatau pembuatannya tercampur, terkandung danatau terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan. 77 Bahan yang diharamkan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI. 78 Hal serupa juga disampaikan oleh Departemen Agama Republik Indonesia bahwa produk makanan halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, antara lain : 79 73 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 18 ayat 2. 74 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 19 ayat 1. 75 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 19 ayat 2. 76 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 20 ayat 1. 77 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 20 ayat 2. 78 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 20 ayat 3. 79 Departemen Agama RI, Panduan Sertifikasi Halal Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,2008, hlm.2. Universitas Sumatera Utara 1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi. 2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah dan kotoran. 3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. 4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan atau dan atau barang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara syariat Islam. 5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar. Proses produk halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk. 80 Proses produk halal haruslah memiliki lokasi, tempat, dan alat PPH wajib dipisahkan dengan lokasi, tempat, dan tempat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk tidak halal. 81 Lokasi, tempat, dan alat PPH wajib. 82 1. Dijaga kebersihan dan higienitasnya. 2. Bebas najis. 3. Bebas dari bahan tidak halal. 80 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 1 angka 3. 81 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 21 ayat 1. 82 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 21 ayat 2. Universitas Sumatera Utara Pelaku usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat, dan alat PPH dikenai Sanksi administratif berupa : 83 1. Peringatan tertulis. 2. Denda administratif. Terkait akan hal bahan dan proses produk halal, MUI memuat beberapa ketentuan khusus yang harus dilakukan perusahaan diantaranya adalah : 1. Perusahaan harus jujur menjelaskan semua bahan yang digunakan dan proses produksi yang dilakukan di perusahaan serta melakukan operasional produk halal sehari-hari. 2. Semua bahan yang digunakan dalam proses produksi halal harus pasti kehalalannya. 3. Sistem harus dapat mengidentifikasi setiap bahan secara spesifik merujuk kepada pemasok, produsen, dan negara asal. Ini berarti bahwa setiap kode spesifik untuk satu bahan dengan satu status kehalalan. 4. Menyusun sistem pembuatan produk baru berdasarkan bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 5. Menyusun sistem perubahan bahan sesuai dengan ketentuan halal. 6. Melaksanakan pemeriksaan terhadap setiap bahan yang masuk sesuai dengan sertifikat halal, spesifikasi dan produsennya. 7. Melakukan komunikasi dengan KAHI terhadap setiap penyimpangan dan ketidakcocokan bahan dengan dokumen. 83 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 22 ayat 1. Universitas Sumatera Utara 8. Menyusun prosedur dan melaksanakan pembelian yang dapat menjamin konsistensi bahan sesuai dengan daftar bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 9. Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam pembelian bahan baru dan atau pemilihan pemasok baru. 10. Melakukan evaluasi terhadap pemasok dan menyusun peringkat pemasok berdasarkan kelengkapan dokumen halal. 11. Menyusun prosedur administratif pergudangan yang dapat menjamin kehalalan bahan dan produk yang disimpan serta menghindari terjadinya kontaminasi dari segala sesuatu yang haram dan najis. 12. Melaksanakan penyimpanan produk dan bahan sesuai dengan daftar bahan dan produk yang telah disusun oleh KAHI dalam sistem keluar masuknya bahan dari dan ke dalam gudang. 13. Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam sistem keluar masuknya bahan dari dan ke dalam gudang. Selain itu, MUI juga menetapkan ketentuan secara khusus kepada perusahaan dengan produk halal, yaitu : 1. Audit pokok adalah audit yang dilakukan terhadap produk dengan melalui pemeriksaan proses produksi, fasilitas dan bahan-bahan yang digunakan dalam produksi produk tersebut. 2. Menyusun prosedur produksi yang dapat menjamin kehalalan produk. 3. Melakukan pemantauan produksi yang bersih dan bebas dari bahan haram dan najis. Universitas Sumatera Utara 4. Menjalankan kegiatan produksi sesuai dengan matrik formulasi bahan yang telah disusun oleh KAHI dan diketahui oleh LPPOM MUI. 5. Melakukan komunikasi dengan KAHI dalam hal proses produksi halal. 6. Menerapkan suatu Standard Operating Procedures SOP adalah suatu perangkat instruksi yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. SOP dibuat agar perusahaan mempunyai prosedur baku untuk mencapai tujuan penerapan SJH yang mengacu kepada kebijakan halal perusahaan. SOP dibuat untuk seluruh kegiatan kunci pada proses produksi halal yaitu bidang RD, Purchasing, QAQC, PPIC, Produksi dan Gudang. Adanya perbedaan teknologi proses maupun tingkat kompleksitas di tiap perusahaan maka SOP di setiap perusahaan bersifat unik.

C. Lembaga Penyelenggara Jaminan Produk Halal

Dokumen yang terkait

Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

1 79 111

Perlindungan hukum bagi konsumen Muslim terkait penyelesaian sengketa sebelum dan sesudah disahkannya undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang janinan produk halal

2 76 0

HAK CIPTA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 0 10

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2 014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

0 0 40

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 7

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 23

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 19

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL A. Kewajiban Muslim untuk Mengkonsumsi Produk Halal berdasarkan Al- quran dan Hadist - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Kons

1 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15