Tanggung Jawab Produsen Farmasi Atas Kehalalan Produk Yang

saling berbenturan. Pengaturan mengenai kewajiban pelaku usaha yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Kosumen merupakan gambaran secara luas mengenai beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, sedangkan pengaturan mengenai kwajiban pelaku usaha yang terdapat dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal merupakan suatu bentuk aturan yang secara khusus mengenai pengaturan produk halal.

C. Tanggung Jawab Produsen Farmasi Atas Kehalalan Produk Yang

Disertifikasi Dalam sistem perdagangan internasional, masalah sertifikasi dan penandaan kehalalan produk telah mendapat perhatian, baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen terkhusus konsumen umat Muslim diseluruh dunia maupun sebagai strategi dalam menghadapi tantangan globalisasi pemasaran produk dalam kerangka pasar tunggal ASEAN. Perkembangan pengertian Jaminan Produk Halal pada dasarnya akan senantiasa sejalan dengan perkembangan pengaturan labelisasi pada produk pangan, karena melalui aspek labelisasi tersebutlah konsumen dapat mengetahui kondisi halal atau tidaknya suatu produk yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Selain kewajiban, pelaku usaha ataupun produsen diberikan tanggung jawab atas kehalalan produk yang disertifikasikan, terkhusus mengenai produk farmasi. Tanggung jawab adalah suatu kata dalam Bahasa Indonesia yang sudah secara umum dipakai di dalam masyarakat. Di kalangan para ahli hukum, baik praktisi maupun teoritis, tanggungjawab diistilahkan dengan “responsibility” Universitas Sumatera Utara pertimbangan nilai-nilai dan rasa keadilan sosial secara luas, baik dilihat dari dari moral maupun dari segi kehidupan sosial. Sehubungan dengan tanggung jawab produsen dan pelaku usaha lainnya, disebutkan bahwa meraka yang melakukan kegiatan atau menjalankan usaha untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri adalah wajar bila dia harus menanggung resiko akibat kegiatan atau usahanya itu. 136 Berdasarkan tanggung jawab, terdapat prinsip-prinsip yang tersimpan di dalam pertanggung jawaban tersebut dan dapat dibedakan menjadi beberapa pertanggung jawaban, yaitu : 137 1. Kesalahan liability based on fault. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum apabila terdapat unsur kesalahan yang telah dilakukan. 2. Praduga selalu bertanggung jawab presumption of liability, yiatu prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai tergugat dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, beban pembuktian ada pada si tergugat. 3. Praduga selalu tidak bertanggung jawab presumption of nonliability. Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. 4. Tanggung jawab mutlak strict liability. Pada prinsip ini, tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun 136 Sukarni, Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-bayang Pelaku Usaha Jakarta:Pustaka Sutra, 2009, hlm.11. 137 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Sinar Grafika 2009, hlm.93. Universitas Sumatera Utara ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab. 5. Pembatasan tanggung jawab limitation of liability. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan adalah prinsip yang paling sering digunakan oleh pelaku usaha untuk dicantumkan dalam klausula eksonerasi dalam perjanjian baku yang dibuat. Prinsip tanggung jawab ini pada dasarnya merugikan konsumen apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi tanggung jawabnya. Berdasarkan pengertian mengenai prinsip-prinsip pertanggung jawaban seperti yang telah disebutkan diatas, maka prinsip yang dipakai terkait produk halal yaitu menggunakan prinsip presumption of liability atau praduga selalu bertanggung jawab. Penggunaan prinsip ini terkait produk halal jika diterapkan dalam kasus perlindungan konsumen, maka akan cukup relevan. Dalam penggunaan prinsip ini, yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat tersebut yang harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Dalam keadaan ini konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika pihak penggugat gagal menunjukkan kesalahan pihak tergugat. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal memberikan penjelasan mengenai tanggung jawab, yaitu pelaku usaha yang melakukan kelalaian berupa tidak melaksanakan kewajiban seperti yang terdapat Universitas Sumatera Utara dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yaitu salah satunya adalah tidak mencantumkan label halal pada produk yang telah disertifikasi halal, maka dalam hal ini pelaku usaha akan dikenai sanksi administratif berupa : 138 1. Peringatan tertulis ; 2. Denda administratif, atau ; 3. Pencabutan Sertifikasi Halal. Pada Pasal 27 disebutkan bagaimana pelaku usaha diberikan suatu sanksi akibat tidak melaksanakan kewajiban dan akan diminta pertanggungjawabannya melalui sanksi-sanksi peringatan tertulis terlebih dahulu, namun apabila pelaku usaha tidak juga mengindahkan peringatan tertulis tersebut, maka pelaku usaha dapat dijatuhkan denda administrasi, kemudian apabila denda administrasi tepat juga tidak diindahkan oleh pelaku usaha, maka pelaku usaha akan dicabut sertifikasi halalnya. Di dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pelaku usaha yang mencantumkan Label Halal yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 dikenai sanksi administratif berupa : 1. Teguran lisan ; 2. Peringatan tertulis ; atau 3. Pencabutan Sertifikasi Halal. 138 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 27. Universitas Sumatera Utara Selain sanksi yang terdapat di dalam Pasal 41, dalam Pasal 56 disebutkan bahwa Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikasi Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. Jika diperhatikan, berdasarkan pasal-pasal diatas yaitu Pasal 27 dan Pasal 56 terlihat suatu penerapan hukum dimana sanksi pertama yang diberikan bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan yang berlaku yaitu lebih mendahulukan peringatan tertulis atau teguran lisan. Selain tanggung jawab yang terdapat dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, tanggung jawab pelaku usaha juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Antara lain : 1. Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ayat 1 Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan. Ayat 2 Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Ayat 3 Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi. Universitas Sumatera Utara Ayat 4 Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Ayat 5 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. 2. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen , “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.“ 3. Pasal 21 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ayat 1 Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor, apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan agen atau perwakilan produsen luar negeri. Ayat 2 Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyedia jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing. 4. Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.” 5. Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, “Pelaku usaha yang menolak danatau tidak member tanggapan danatau tidak memenuhi gantu Universitas Sumatera Utara rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.” 6. Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ayat 1 Pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila : a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tenpa melakukan perubahan apa pun atas barang danatau jasa tersebut ; b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. Ayat 2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang danatau jasa tersebut. 7. Pasal 25 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ayat 1 pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 satu tahun wajib menyediakan suku cadang danatau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Universitas Sumatera Utara Ayat 2 Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut : a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas perbaikan ; b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan. 8. Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, “Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan danatau garansi yang disepakati danatau yang diperjanjikan.” 9. Pasal 27 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. “Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila : a. Barang tersebut terbutki seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan ; b. Cacat barang timbul pada kemudian hari ; c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ; d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ; e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.” 10. Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur “kesalahan” dalam gugatan ganti rugi sebagaimana Universitas Sumatera Utara dimaksud Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.” Tanggung jawab yang timbul bagi pelaku usaha berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah tanggung jawab berdasarkan sanksi administrasi dan pertanggung jawaban pidana apabila pelaku usaha melanggar ketentua yang berlaku. Dalam peraturan ini, tanggung jawab secara administrasi merupakan bentuk pertanggung jawaban yang lebih diutamakan dan pertanggung jawaban secara pidana adalah bentuk pertanggung jawaban terakhir. Apabila dilihat berdasarkan pada pasal-pasal diatas, maka dalam hal ini pelaku usaha memiliki tanggung jawab berdasarkan tanggung jawab mutlak strict liability. Tanggung jawab mutlat strict liability, memiliki arti bahwa pelaku usaha harus bertanggung jawab secara langsung tanpa memperhatikan ada tidaknnya unsur kesalahan, yang dilihat adalah kerugian yang ditimbulkan liability based on risk. Jadi merupakan kewajiban pelaku usaha untuk mengganti rugi.

D. Perlindungan Terhadap Produsen Farmasi Dalam Negeri Pada Era

Dokumen yang terkait

Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

1 79 111

Perlindungan hukum bagi konsumen Muslim terkait penyelesaian sengketa sebelum dan sesudah disahkannya undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang janinan produk halal

2 76 0

HAK CIPTA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA.

0 0 10

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2 014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

0 0 40

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 7

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 23

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 19

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL A. Kewajiban Muslim untuk Mengkonsumsi Produk Halal berdasarkan Al- quran dan Hadist - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Kons

1 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15