Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGARUH SENAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI SAAT DISMENORE
PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S1) untuk memenuhi Persyaratan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Ica Solihatunisa
108104000042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
(2)
PENCARUH SENAM TERIIADAP Pf,NURUNAN INTENSITAS I{YERI
SAAT DISMENORE PADA MAEASISWI PROGRAM STUDI
ILMU
KEPf,RAWATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAII JAKARTATelah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi
Prograrq Stldi Ilmu Keperawatan Fakultas Kgdokteral dan Ilmu Kesehatan
Uniyersilas Islam Neged Syarif Hidayarullah Jakarta
Disusrm oleh
ICA SOLIIIATUMSA NIM 108104000042
Irma Nurba€ti. S.Kp. M.Kcp. Sp.lvlat NIF : 197009111996012fit1
Pembimbiq
II
T'*$"-Maulin& HandrYrni S.Kp.
lvlsc
NIP : 197902102005012002 PembimbingI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DA}I ILMU KESEEATAI{ UNTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF ITIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
SKRIPSI DENGAN JUDUL
PENGARUH SENAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI SA.A.T I'IS}'ENORE PADA MAHASISWI PROGRANI STUDI ILMU KEPERAWATAN
I]IN
SYARIF HIDAYATULLAH.]AKARTATelah disusun dan dipeltahankan di hadapan penguji oleh Nama : Ica Solihatunisa
NIM:
108104000042Irma Nurbaeti. S.KD.. M.Keo.. So.Mat NIP : 197005011996012001
Pembimbing
II
),&J'-\A
I
Maulina Hdndarani, S.Kp.. M.Sc NIP : 197902102005012002
Penguji II
)?"w!-e.
Maulina Handayani. S.Kp.. M.Sc
NII'
: I 97902102005012002 Irma Nurbacti. S.Kp.. M.Kep.. Sp.MatNIP : 19700501 19960t2001
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilnlu Kesehatan
r1 Pembimbing
I
Penguji
I
!.sl
006i Iltru Keperawatan
Ns. Waras B
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skipsi ini mea.rpakan hasil karya asli saya yang diajukan ultuk memenuhi salah satu pe$yamtan memperoleh gelar Strata-l di fakultas Kedoktemn dan Ilmu Kesehatan Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakafta2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisanini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedolderan dan llmu Kesehatan Unive$itas Islam Negeri(U$f
Syarif Hidayatullah Jakafia.3.
Jika Kemudian hari saya te$ukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain' maka saya bersedia menerima sa.nksi yang bertakLl di Fakultas Kedoktemn dan llmu KesehatanUniversitas Islam Negeri (UfN) Syadf Hidayatullah Jakafia'
(5)
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, 09 Desember 2012
Ica Solihatunisa, NIM : 108104000042
Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix + 79halaman + 6 tabel + 8bagan + 10 lampiran
ABSTRAK
Dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami oleh wanita. Gejala yang biasa dialami saat dismenore seperti berkeringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Penanganan dismenore dapat dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pencegahan yang paling aman dan efektif yaitu dengan melakukan senam. Senam dapat menghasilkan hormone endorpin, yaitu hormon yang dapat memberikan rasa nyaman dan dapat mengurangi rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode quasi eksperimental model non randomized pretest–postest control group design.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-September 2012 pada mahasiswi program studi ilmu keperawatan. Jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini adalah 46 responden terdiri dari 23 responden pada kelompok intervensi dan 23 responden pada kelompok kontrol dengan menggunakan metode purposive sampling.
Hasil analisis data bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon. Pada kelompok intervensi didapatkan nilai (Z= -4,090, p= 0,000 (p<0,05)) dan pada kelompok kontrol didapatkan nilai (Z= -1,697, p= 0,090 (p>0,05)). Hasil analisis mengenai perbedaan penurunan skala nyeri pada kedua kelompok dengan Uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai rata-rata selisih penurunan skala nyeri dismenore sebelum dan sesudah diberikan intervensi yaitu nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan ada perbedaan selisih rata-rata penurunan skala nyeri dismenore pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Senam efektif untuk menurunkan intensitas nyeri saat dismenore. Maka disarankan bagi penderita dismenore untuk melakukan senam ini, agar skala nyeri saat dismenore dapat berkurang dan angka kejadian dismenore juga dapat menurun.
Kata kunci : Senam, Intensitas Nyeri, Dismenore. Daftarbacaan : 48 (1998 – 2011)
(6)
ii
Thesis, 09 Desember 2012
Ica Solihatunisa, Nim: 108104000042
The Impact Of Exercise In Decreasing Of Dismenorrhea Pain Intensity In Nursing Students at State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix + 79 pages + 6 tables + 8 drafts + 10 attachments
ABSTRACT
Dismenorrhea is gynecology problems that in many cases felt by women. The symptoms when dismenorrhea attack such as sweating, headache, tachycardia, queasy, vomiting, diarrhea and tremor. Dismenorrhea can be held by pharmacology or nonpharmacology. The most effective and safety to prevent dismenorrhea is by performing exercise. Exercise can producehormonesendorphins, the hormone thatcanprovide comfortand mayreduce pain. This research objection is to know the impact of exercise in decreasing of dismenorrhea pain intensity in nursing students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
The research is a quantitative research by quasi eksperimental model non randomized pretest-postest control group design method. This research held in July to September 2012 to nursing students. The total sample of this research is 46 respondents that consist of 23 respondents in intervention group and 23 respondents in control group, by using purposive sampling.
The results of the bivariate data analysis using Wilcoxon test. In the intervention group the valueis (Z= -4,090, p= 0,000 (p<0,05) while in the control group, the value is (Z= -1,697, p= 0,090 (p>0,05). The results of the analysis of the differences in pain scale decreased in both groups with the Mann-Whitney test showed that before and after given the intervention is p= 0,000. It showed the difference of painful decreasing scale on intervention group and control group. It means that exercise is effective to decreasing the painful intencity when dismenorrhea attacked.
Exercise effective to reduce the intensity of pain during dysmenorrhea. It is recommended for patients with dysmenorrheal to do these exercises, that the scale of pain during dysmenorrheal can be reduced and the incidence of dysmenorrheal can also be decreased.
Key word : Exercise, Painful Intencity, Dismenorrhea References : 48 (1998-2011)
(7)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat yang tiada terkira kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul “pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi
program studi ilmu keperawatan universitas islam negeri syarif hidayatullah Jakarta”. Sholawat serta salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc) M.K Tadjudin, dr. Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
3. Ns. Eni Nuraeni Agustini, S.Kep, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
4. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
(8)
memberikan bimbingan dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan penulis.
7. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan 8. Bapak dan Mama serta saudara-saudaraku tercinta, Aa Arif, Ari dan Lulu
terima kasih atas do’a dan dukungannya yang telah diberikan selama ini. 9. Rekan-rekan mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terima kasih atas kerja sama serta sikap kooperatif kalian semua.
10.Temanku Novi, Risma, I’ah, Julia, Chicha, Ditha, Ridwan, Eka, Zaldaqi, Yeyen dan Rischa terimakasih atas suport, bantuaan tenaga dan pikiran selama penelitian ini, dan teman-teman PSIK 2008 UIN Jakarta terimakasih atas dukungan, kebersamaan, motivasi kepada penulis selama membuat skripsi ini.
11.Keluarga besar “Griya Aini” (Amal, Kak Dwi, Kak Nina, Rina, Reva, Mbak fat dan Mbak Leha) terima kasih atas sumbangan ide serta diskusinya. 12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini,
(9)
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses penyusunan skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah. Semoga skripsi ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, Desember 2012
Penulis
(10)
iv
ABSTRAK ...……… i
ABSTRACT……….. ii
KATA PENGANTAR……….. iii
DAFTAR ISI………... iv
DAFTAR LAMPIRAN... vii
DAFTAR GAMBAR………... viii
DAFTAR TABEL... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah... 8
1.3Pertanyaan Penelitian... 8
1.4Tujuan Penelitian... 9
1.5Manfaat Penelitian... 9
1.6Ruang Lingkup Penelitian... 10
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1Menstruasi 2.1.1 Definisi... 11
2.1.2 Fisiologis Siklus Menstrusasi... 11
2.1.3 Bagian-bagian Siklus Menstruasi... 14
2.1.4 Faktor-faktor yang berperan dalam siklus menstruasi... 17
2.1.5 Gangguan Menstruasi... 19
2.1.6 Dasar Hukum Menstruasi Menurut Islam... 25
2.2. Dismenore 2.2.1 Definisi... 26
2.2.2 Epidemiologi... 27
(11)
v
2.2.4 Derajat Nyeri Dismenore... 29
2.2.5 Etiologi dan Faktor Resiko... 31
2.2.6 Patofisiologi... 32
2.2.7 Tanda dan Gejala... 33
2.2.8 Penatalaksanaan... 34
2.3 Senam 2.3.1 Sejarah Senam... 35
2.3.2 Definisi Senam... 36
2.3.3 Macam-Macam Senam... 36
2.3.4 Manfaat Senam... 40
2.3.5 Lama Durasi dan Frekuensi Senam……… 41
2.4 Senam dan Dismenore... 42
2.5 Kerangka Teori... 45
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA 3.1 Kerangka Konseptual... 46
3.2 Hipotesis Penelitian... 46
3.3 Definisi Operasional... 47
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Desain Penelitian... 49
4.2Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi... 50
4.2.2 Sampel... 50
4.3 Tempat Penelitian... 52
4.4 Waktu penelitian... 52
4.5 Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 4.5.1 Alat Pengumpul Data... 52
4.5.2 Prosedur intervensi... 53
4.6 Pengolahan Data... 56
(12)
vi
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisa Univariat……….. 62
5.2 Analisa Bivariat………. 65
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Hasil Penelitian Univariat
6.1.1 Karakteristik Responden……….. 67 6.2 Hasil Penelitian Bivariat
6.2.1 Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan……… 68 6.2.2 Pengaruh Tehnik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan……….. 71
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan……… 74
7.2 Saran………. 75
(13)
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gerakan senam Dismenore
Lampiran 2 Skala nyeri
Lampiran 3 Lembar data responden dan observasi Lampiran 4 Lembar informed consent
Lampiran 5 Kuesioner penyaringan
Lampiran 6 Lembar permohonan menjadi responden
Lampiran 7 Lembar tujuan, manfaat dan prosedur penelitian Lampiran 8 Lembar persetujuan menjadi responden
(14)
viii
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi... 13
Gambar 2.2 Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan endometrium 17 Gambar 2.3 Skala intensitas nyeri... 31
Gambar 2.4 Skala intensitas nyeri... 31
Gambar 2.5 Kerangka teori... 44
Gambar 3.1 Kerangka konsep... 45
Gambar 4.1 Desain penelitian... 49
(15)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi operasional... 46
Tabel 5.1 Demografi data responden……….. 63
Tabel 5.2 Distribusi skala nyeri dismenor……… 63
Tabel 5.3 Klasifikasi skala nyeri dismenore……… 64
Tabel 5.4 Analisa skala nyeri dismenore……….. 66
(16)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Wanita yang normal secara periodik, akan mengalami peristiwa reproduksi, yaitu menstruasi. Menstruasi merupakan suatu keadaan meluruhnya jaringan endometrium karena tidak adanya telur matang yang dibuahi oleh sperma, peristiwa itu begitu wajar dan alami, sehingga dapat dipastikan bahwa semua wanita normal pasti akan mengalami proses itu (Wiknjosastro, 2005). Normalnya lama menstruasi berkisar antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari (Wiknjosastro, 2005). Pada kenyataannya banyak wanita yang mengalami masalah menstruasi, di antaranya adalah nyeri saat menstruasi yang dikenal dengan dismenore.
Rasa nyeri dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami oleh wanita. Bobak (2004) mengungkapkan dismenore bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala yang timbul akibat adanya kelainan dalam rongga panggul dan sangat mengganggu aktivitas wanita. Dismenore seringkali mengharuskan penderita beristirahat dan meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam akibat dismenore.
Dismenore tidak diketahui secara pasti kaitannya dengan penyebabnya, namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu ketidakseimbangan hormon dan faktor psikologis. Rasa nyeri tersebut
(17)
2
dapat merupakan gangguan primer atau merupakan gangguan sekunder dari berbagai jenis penyakit (Widjajanto, 2005 ).
Dismenore yang disebabkan gangguan primer cukup sering terjadi, biasanya timbul setelah dimulainya menstruasi pertama dan sering kali hilang setelah hamil atau dengan meningkatnya umur wanita. Kemungkinan penyebabnya merupakan hasil dari peningkatan sekresi hormon prostaglandin yang menyebabkan peningkatan kontraksi uterus. Jenis sakit menstruasi ini banyak menyerang remaja dan berlangsung sampai dewasa (Smeltzer 2002).
Dismenore sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disertai kelainan anatomis genitalis (Manuaba, 2001). Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan yang jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan menstruasi yang disertai infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip endometrial, stenosis serviks, IUD juga dapat merupakan penyebab dismenore ini (Bobak, 2004).
Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh dismenore (Kesrepro, 2007). Walaupun pada umumnya rasa nyeri ini tidak berbahaya, namun seringkali dirasa mengganggu bagi perempuan yang mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar gangguan tentu tidak sama untuk setiap penderitanya.
(18)
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder (Infosehat, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasisiwi ilmu keperawatan UIN pada Desember 2011 dari 10 mahasiswi yang dijadikan responden didapatkan hasil bahwa 60% dari 10 mahasiswi tersebut mengalami dismenore. Derajat dismenoreyang mereka rasakan diantaranya 50% mengalami dismenore sedang dan 50% lainnya mengalami dismenore berat. Intensitas yang mereka rasakanpun berbeda, sekitar 70% dari mereka mengalami dismenore tidak rutin saat mereka menstruasi dan 30% dari mereka selalu mengalami dismenore saat mereka menstruasi. Penanganan yang mereka lakukan juga berbeda, sebanyak 40% dari mereka melakukan istirahat, kompres air hangat (20%), ditekan-tekan (20%) dan minum obat paracetamol (20%).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Anggreani (2008) di SMP Negeri 1 Ambarawa. Dari hasil studi pendahuluannya juga menunjukkan data bahwa didapatkan 38 orang (76%) mengalami dismenore dan sementara itu yang tidak mengalami nyeri dismenore saat menstruasi sebanyak 12 orang (24%).
Tanda dan gejala dismenore sangat bervariasi. Tanda dan gejala dismenore meliputi kram atau nyeri, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit punggung, nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit tidur, pusing, gelisah, dan depresi (Harel, 2002 dalam Agustina dkk, 2010). Pinkerton (2010) dalam Agustina dkk, (2010) menambahkan tanda dan gejala dismenore adalah nyeri tajam, berdenyut, dapat menyebar
(19)
4
sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit atau diare, sakit punggung bawah, dan kadang terjadi muntah.
Berdasarkan dari pengalaman beberapa remaja yang mengalami dismenore primer gejala lain yang dialami remaja selain nyeri yang dirasakan antara lain mual, muntah, berguling-guling, bahkan pingsan. Ketidaknyamanan tersebut akan mempengaruhi aktivitas remaja. Di sekolah, konsentrasi belajar remaja menjadi menurun, bahkan tidak sedikit yang absen atau tidak masuk sekolah karena dismenore yang dialami (Agustina dkk, 2010).
Menurut penelitian Harel (2002) dalam Agustina dkk (2010), 14-52% remaja USA tidak datang sekolah karena mengalami dismenore, sedangkan pada remaja usia 11-12 tahun di Australia 53% dilaporkan mengalami keterbatasan aktivitas sosial, olahraga dan aktivitas sekolah. Studi di Kuala Lumpur yang dilakukan oleh Wong (2010) dalam Agustina dkk (2010) juga menyebutkan bahwa 74,5% remajanya mengalami dismenore, 51,7% diantaranya terganggu konsentrasinya di sekolah, 50,2% terbatasi aktivitas sosialnya, 21,5% tidak hadir ke sekolah, dan 12% menunjukkan performa yang tidak masimal di sekolah.
Berdasarkan berbagai dampak yang ditimbulkan akibat dismenore tersebut perlu penanganan yang tepat dan aman. Penanganannya dapat dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis dengan menggunakan obat golongan Nonsteroid anti-inflammatory agents (NSAIDs) diantaranya ada Ibuprofen, Naproxen, Diclofenac, Hydrocodone dan Acetaminophen, akan tetapi obat-obatan tersebut
(20)
menyebabkan ketergantungan dan memiliki kontraindikasi seperti Hipersensitivitas, ulkus peptik (tukak lambung), perdarahan atau perforasi gastrointestinal dan insufisiensi ginjal. Secara nonfarmakologis dapat dilakukan dengan relaksasi, hipnoterapi, kompres air hangat, senam atau olahraga teratur dan distraksi dengan cara mengalihkan perhatian melalui kegitan seperti membaca, menonton televisi dan mendengarkan musik/radio (Arifin, 2008 ).
Beberapa penderita dismenore, untuk mengurangi rasa nyerinya tersebutcenderung menggunakan obat sendiri, tanpa konsultasi ataupun resep dari dokter. Adapun persentase dari minum obat sebanyak 32,5%, melakukan kompres dengan air panas 34% dan yang paling sering dengan beristirahat sekitar 92% (Infosehat, 2008). Akan tetapi terapi farmakologi harus diminimalkan penggunaannya. Karena seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa obat-obatan tersebut dapat menyebabkan ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi (Arifin, 2008 ).Oleh sebab itu perlu adanya alternatif untuk mencegah atau mungkin bisa mengurangi angka kejadian dismenore. Senam merupakan salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk mencegah atau mengurangi rasa nyeri tersebut.
Senam merupakan salah satu tehnik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri, karena saat melakukan olahraga/senam otak dan susunan syaraf tulang belakang akan menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi sebagai obat penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman (Harry, 2007). Ramaiah (2006) juga
(21)
6
menyebutkan bahwa, salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah nyeri menstruasi ini adalah olahraga, salah satu jenis olahraga yang bisa dilakukan yaitu senam.
Beberapa gerakan senam dapat meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga dapat memperlancar peredaran darah. Senam ini setidaknya dilakukan dua hingga empat kali seminggu, khususnya selama paruh kedua siklus menstruasi. Riset menunjukkan bahwa perempuan yang berolahraga teratur dapat meningkatkan sekresi hormon dan pemanfaatannya (Ramaiah, 2006).
Menurut Abbaspour (2005) dalam Dyana (2009), wanita yang teratur berolahraga didapatkan penurunan insidensi dismenore. Hal ini mungkin disebabkan efek hormonal yang berhubungan dengan olahraga pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersikulasi. Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik yang bekerja jangka pendek dalam mengurangi nyeri.
Dismenore primer merupakan jenis yang tepat untuk dilakukan senam. Jenis dismenore ini tidak terdapat masalah ginekologi yang menyebabkan nyeri. Nyeri tersebut terjadi sebagai hasil kontraksi uterus yang berkepanjangan dan kurangnya aliran darah ke miometrium yang kemudian mengakibatkan iskemi. Sehingga dengan dilakukannya senam, aliran darah yang kurang ke miometrium dapat terpenuhi (Ramiah, 2006).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dyana (2009) mengenai hubungan dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA ST.Thomas 1 Medan. Hasil penelitianya menunjukkan
(22)
bahwa kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga. Didapatkan angka kejadian dismenore pada remaja yaitu 76 orang remaja (84%) dari 90 remaja yang dijadikan sampel. Sekitar 66% penderitanya yaitu remaja yang tidak melakukan olahraga, dan 34% remaja yang melakukan olahraga.
Penelitian ini juga didasari oleh peneltian yang dilakukan Istiqomah 2009 pada remaja putri di SMU N 5 Semarang. Penelitiannya terkait efektifitas dari senam dismenore dalam mengurangi nyeri dismenore. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senam dismenore ini efektif untuk menurunkan dismenore. Responden yang digunakan sebanyak 15 remaja yang melakukan senam selama 3 hari sebelum menstruasi, tingkatan nyeri sebelum mereka melakukan senam yaitu:
dismenore ringan sebanyak 7%, dismenore sedang 53%, dan dismenore
hebat 40%. Tingkatan nyeri yang dirasakan responden setelah senam dismneore mengalami penurunan, dengan prosentase dismenore ringan sebanyak 73,33%, dismenore sedang 26,67% dan tidak ada responden yang mengalami dismenore hebat.
Penelitian yang dilakukan oleh Anggreani (2008) mengenai Perbedaan tingkat dismenore pada remaja putri antara yang rutin melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA Negeri 1 Ambarawa tahun 2008. Hasil penelitiannya di SMA Negeri 1 Ambarawa pada 178 responden adalah diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan tingkat dismenore pada remaja puteri antara yang rutin
(23)
8
melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA Negeri 1 Ambarawa.
1.2Perumusan Masalah
Dismenore atau nyeri saat menstruasi terjadi karena adanya kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin, sehingga menyebabkan vasopasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri di saat menstruasi (Robert dan David, 2004). Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi juga disebut dismenore (Kesrepro, 2007).Wanita pernah mengalami dismenore sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa produktif dan 60-85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah (Annathayakheisha, 2009).
Senam adalah salah satu alternatif yang dapat mencegah ataupun mengurangi skala nyeri saat dismenore. Senam merupakan salah satu tekhnik relaksasi yang dapat menghasilkan hormon endorphin.Endorphin adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasisiwi ilmu keperawatan UIN pada Desember 2011 dari 10 mahasiswi yang dijadikan responden didapatkan hasil bahwa 60% dari 10 mahasiswi tersebut mengalami dismenore. Derajat dismenore yang mereka rasakan
(24)
diantaranya 50% mengalami dismenore sedang dan 50% lainnya mengalami dismenore berat. Berdasarkan uraian masalah tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3Pertanyaan Penelitian
“Adakah pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore?”
1.4Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi skala nyeri saat dismenore yang dialami oleh mahasiswi ilmu keperawatan sebelum dilakukan senam
b. Mengidentifikasi skala nyeri saat dismenore pada yang dialami oleh mahasiswi ilmu keperawatan setelah dilakukan senam
c. Menganalisa pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan sebelum dan setelah dilakukan senam.
(25)
10
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi peneliti
a. Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh saat kuliah
b. Mengembangkan minat untuk menganalisa hubungan rasa nyeri dengan faktor penyebab
c. Menamabah pengetahuan serta pengalaman yang lebih banyak mengenai informasi terjadinya dismenore dan hubungannya dengan senam 1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam pencegahan nyeri saat dismenore
b. Dapat dijadikan alternatif baru dalam mencegah nyeri saat dismenore. 1.5.3 Bagi masyarakat
Dapat dijadikan informasi mengenai cara pencegahan rasa nyeri saat dismenore, sehingga dapat menurunkan angka kejadian nyeri saat dismenore dan tidak menggangu aktivitas disekolah maupun pekerjaan.
1.6Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini untuk melihat variabel senam terhadap variabel penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi imu keperawatan. Alat ukur untuk mengidentifikasi intensitas nyeri saat dismenore ini menggunakan skala penilaian nyeri. Disini peneliti mengukur skala nyeri mahasiswi yang mengalami dismenore pada bulan sebelum melakukan senam, kemudian diukur skala nyeri kembali setelah
(26)
melakukan senam selama 2-3 kali dalam seminggu sebelum siklus menstruasi bulan berikutnya.
Penelitian ini telah dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan non random
control group pretest-posttest. Data yang digunakan adalah data primer
dengan melakukan intervensi senam terhadap mahasiswi ilmu keperawatan. Alat evaluasi pada penurunan intensitas nyeri saat dismenore menggunakan skala penilaian nyeri.
(27)
11
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1Menstruasi 2.1.1. Definisi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wikjosastro, 2005).Menstruasi merupakan suatu kejadian alamiah yang terjadi pada wanita normal.Hal ini terjadi karena terlepasnya lapisan endometrium uterus.Siklus menstruasi setiap bulannya berbeda pada setiap wanita. Selama menstruasi darah dan lapisan yang terbentuk pada dinding uterus mengalir keluar lewat vagina, termasuk juga sel telur yang mati karena tidak dibuahi oleh sperma, akan tetapi sebanyak apapun darah yang keluar saat menstruasi tidak akan menyebabkan anemia (Andira, 2010).
Proses menstruasi biasanya terjadi rata-rata pada setiap wanita sekitar 2 sampai 8 hari. Darah yang keluar rata-rata sebanyak antara kisaran 10 ml hingga 80 ml/hari. Adapun siklus menstruasi yang normal adalah rata-rata selama 21-35 hari (Andriyani, 2011).
2.1.2. Fisiologis Siklus Menstrusasi
Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang wanita, yang dimulai dari (menarke) mulainya menstruasi sampai terjadinya (menapouse) berhentinya menstruasi. Menstruasi terjadi pada wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil. Menstruasi bisa menjadi salah
(28)
satu pertanda bahwa seorang wanita sudah memasuki masa suburnya. Karena secara fisiologis, menstruasi menandakan telah terbuangnya sel telur yang sudah matang (Andriyani, 2011).
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksin normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004)
Panjang siklus menstruasi ialah jarak tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hormon yang berperan pada suatu siklus menstruasi adalah FSH, GnRH, dan faktor penghambat prolaktin (prolactin inhibiting factor, PIF). Hormon ini memicu
pengeluaran FSH, LH, dan PRL dari hipofisis anterior. Prolaktin dan LH memicu sintesis dan pengeluaran hormon di ovarium, yaitu antara 21-35 hari (Wikjosastro, 2005).
Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan
(29)
13
siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001 dalam Prima 2010)
Selama satu siklus menstruasi, pada ovarium, uterus, dan serviks terjadi perubahan-perubahan (Gambar 2.1).
(30)
1.6.1 Bagian-bagian Siklus Menstruasi
Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:
2.1.3.1 Siklus Endometrium
Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu:
a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase proliferasi (fase folikuler)
Selama fase proliferasi, stroma dan kelenjar di endometrium mengalami regenerasi pada satu proses yaitu penebalan dari lapisan basal yang masih ada setelah menstruasi yang terakhir (ketebalannya lebih dari 0,5 mm). Biasanya berlangsung 10-14 hari, lama proliferasi bervariasi jika siklus menstruasi tidak teratur (Andrews, 2009 dalam Prima, 2010). c. Fase sekresi (fase luteal)
Fase sekretorik dan ovulasi ini terjadi berbarengan dengan periode korpus luteum aktif secara fungsional dan menyekresikan progesteron dan estrogen, dan beranglsung selama sekitar 14 hari. Di bawah pengaruh hormon progestreon dan estrogen, terutama progesteron, sel-sel pada
(31)
15
stroma endometrium menjadi edema, kelenjar-kelenjar berdilatasi dan menyekresi lendir encer kaya glikogen dan arteri-arteri spiral ini mengalami dilatasi dan kontraksi ritmik yang berada di bawah kendali hormon-hormon ovarium. Tebal endometrium sekitar 5 mm pada tahap ini (Everett, 2007 dalam Prima 2010).
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang diuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,
korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
2.1.3.2 Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (luitenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon
(32)
estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
2.1.3.3 Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi
gonadotropin releasing hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH
menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH
menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).
LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari sikus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.
(33)
17
Gambar 2.2. Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan endometrium
2.1.4 Faktor-faktor yang berperan dalam siklus menstruasi
Menurut Wikjosastro (2005), ada beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain:
2.1.4.1 Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase
(34)
luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
2.1.4.2 Faktor vaskular
Pada saat mulai fase proliferasi terjadi pula pembnetukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari vena.
2.1.4.3 Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2 dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.
(35)
19
2.1.5. Gangguan Menstruasi
Proses alamiah menstruasi terjadi pada setiap wanita yang beranjak dewasa. Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada saat menstruasi khususnya pada masa remaja. Gangguan dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada penderita maupun keluarganya.Faktor fisik dan psikologis berperan pada gangguan saat menstruasi.
Adapun gangguan menstruasi dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:
1. Amenore 2. Oligomenorea 3. Polimenorea
4. Menoragia atau Hiperenorea 5. Hipomenorea
6. Metroragia 7. Dismenore
2.1.5.1Amenore
Amenore adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum puberitas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Amenore sendiri terbagi dua, yaitu:
Amenore primer, yaitu keadaan terjadinya menstruasi pada wanita yang telah mencapai usia 14 tahun, pertumbuhan seksual sekunder belum tampak, menstruasi belum muncul, atau telah mnecapai usia
(36)
16 tahun, namun menstruasi belum juga muncul. Pada jenis amenore ini disebabkan karena kelainan hormonal (sangat jarang). Perlu dilakukan analisa hormonal FSH, LH E2 dan Prolaktin.
Amenore sekunder, yaitu tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea/jumlah darah menstruasi sedikit), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa.
Penyebab tersering dari amenorea primer adalah puberitas terlambat, kegagalan dari fungsi indung telur, agenesis uterovaginla (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina), gangguan pada susunan saraf pusat dan himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah haid. Sedangkan penyebab terbanyak dari amenore sekunder adalah kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi.
2.1.5.2Oligomenorea
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus haid memanjang lebih dari 53 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami menstruasi yang lebih jarang dari pada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus menstruasi berlangsung lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai amenore sekunder.
Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormonal tersebut menyebabkan lamanya siklus menstruasi
(37)
21
normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah menstruasi pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbangan hormon dalam tubuh.
2.1.5.3Polimenorea
Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih sering (siklus menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal dengan polimenorea. Wanita dengan polimenorea akan mengalami menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari biasanya.
Timbulnya menstruasi yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidak seimbangan sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hippofisis-ovarium. Ketidak seimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu siklus menstruasi normal sehingga didapatkan menstruasi yang lebih sering.
(38)
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.
2.1.5.4 Menoragia atau Hiperenorea
Menoragia atau Hiperenorea adalah perdarahan menstruasi yang lebih banyak dari normal (lebih dari 80 ml/hari) atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi. Siklus menstruasi yang normal berlangsung antara 21-35 hari, selama 2-8 hari dengan darah menstruasi sekitar 25-80 ml/hari.
Timbulnya perdarahan yang berlebihan saat terjadinya menstruasi (menoragia) dapat terjadi akibat beberapa hal, diantaranya:
1. Adanya kelainan organik, seperti:
Infeksi saluran reproduksi
Kelainan koagulasi (pembekuan darah), misal: kekurangan protombin, idiopatik trombositopenia purpura (ITP).
Disfungsi organ yang menyebabkan terjadinya menoragia seperti gagal hepar atau gagal ginjal. Penyakit hati kronik dapat menyebabkan
(39)
23
gangguan dalam menghasilkan faktor pembekuan darah dan menurunkan hormon estrogen.
2. Kelainan hormon endokrin misal akibat kelainan kelenjar tiroid dan kelenjar adrenal, tumor pituitari, siklus anovulasi dan kegemukan. 3. Kelainan anatomi rahim seperti adanya mioma uteri, polip
endometrium, hiperplasia endometrium, kanker dinding rahim dan lain sebagainya.
4. Latrogenik: misal akibat pemakaian IUD, hormon steroid, obat-obatan kemoterapi, obat-obatan anti-inflamasi dan obat-obatan antikoagulan.
2.1.5.5Hipomenorea
Hipomenorea adalah pendarahan dengan jumlah darah sedikit, melakukan pergantian pembalut sebanyak 1-2 kali per hari, dan berlangsung selama 1-2 hari saja. Penyebab kelainan ini adalah kekurangan hormon estrogen atau progesteron.
2.1.5.6Metroragia
Metroragia adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan menstruasi dan sering ditemukan pada usia menopause. Metroragia merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi di antara dua waktu menstruasi. Pada metroragia, menstruasi terjadi dalam waktu yang lebih sedikit. Metroragia tidak ada ada hubungannya dengan menstruasi, namun keadaanya ini sering dianggap oleh wanita sebagai menstruasi walaupun hanya berupa bercak.
Penyebab dari metroragia paling sering adalah kelianan organik seperti karsinoma korpus uteri, mioma submukosum, polip, dan
(40)
karsinoma serviks. Adapun pengobatan yang dilakukan pada metroragia jenis ini ialah dengan operatif. Dan penyebab endokrinologik sangat jarang terjadi pada kasus metroragia ini.
2.1.5.7Dismenore
Dismenore adalah nyeri saat menstruasi yang timbul menjelang atau selama menstruasi. Dikatakan dismenore bila nyeri yang timbul tersebut sampai membuat wanita tersebut tidak dapat bekerja ataupun absen dari sekolah. Nyeri yang terjadi sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah. Nyeri tersebut dirasakan di perut sangat sakit (kolik).
Dismenore dibagi dalam dua bentuk, yaitu: - Dismenore primer
- Dismenore sekunder
Dismenore primer muncul segera setelah menarke, sedangkan dismenore sekunder sebelumnya tidak merasa nyeri, tetapi selang beberapa bulan atau bahkan tahun rasa nyeri tersebut baru timbul. Penyebab pasti dari dismenore primer belum diketahui. Diduga faktor psikis sangat berperan terhadap timbulnya nyeri. Dismenore primer umumnya dijumpai pada wanita dengan siklus menstruasi berovulasi. Pada fase sekresi dijumpai dalam endometrium kadar prostaglandin yang tinggi.
Penyebab tersering dari dismenore sekunder adalah endometriosis dan infeksi kronik genitalia interna. Wanita dengan endometriosis sering
(41)
25
mengeluh nyeri senggama, nyeri buang air besar, dan sulit mendapatkan anak (infertil).
2.1.6. Dasar Hukum Menstruasi Menurut Islam
Untuk dapat menetapkan dasar hukum menstruasi, perlu diketahui terlebih dahulu macam-macam darah yang keluar dari rahim wanita.Barulah dapat ditentukan mana darah menstruasi dan mana yang bukan darah menstruasi.
Darah yang keluar dari rahim seorang wanita, dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Darah menstruasi
Seperti yang telah diterangkan bahwa menstruasi adalah darah kotor yang keluar dari rahim seorang wanita yang dalam keadaan sehat, dengan tidak ada sebab.
2. Darah istihadah
Darah istihadah adalah yang keluar dari rahim seorang wanita karena penyakit, bukan pula darah menstruasi. Wanita yang sedang berdarah penyakit, wajib mengerjakan semua ibadah sebagai mana ketetapan hukum wajib atas orang berpenyakit yang lain.
Firman Allah di mana disebutkan dasar hukum dari menstruasi: Al-baqarah: 222, yang mana artinya sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid (menstruasi), katakanlah: hadi itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu hedaklah kamu menjauhi diri
(42)
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Demikian juga sabda Rasulallah saw: Artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit, kata Rasulallah kepadanya: sesungguhnya darah haid itu hitam warnanya
dikenal oleh kaum wanita, maka apabila darah semacam itu ada,
hendaklah engkau tinggakan, apabila keadaan darah tidak seperti itu
hendaklah engkau berwudhu dan sembahyang”.
2.2. Dismenore
2.2.1. Definisi
Dismenore berasal dari bahsa Yunani yaitu Dys bearti sulit atau
menyakitkan atau tidak normal. Meno bearti bulan dan rrhea yang berarti
aliran. Sehingga dismenore didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau nyeri (Karim, 2009 dalam Dyah 2010). Dismenore atau nyeri saat menstruasi merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan para remaja pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Karena gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai.Walaupun frekuensi dismenorea cukup tinggi dan penyakit ini sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dengan memuaskan.(Wikjosastro, 2005).
(43)
27
Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff (2005) sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah dan gejala-gejala yang menyertainya sebelum dan selama haid maka istilah dismenorea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari.
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita, dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran yang digunakan.Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar.Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore.Di Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang tersiksa oleh dismenore (Infosehat, 2007).
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder (infosehat, 2009). Wanita pernah mengalami dismenore sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa produktif dan 60-85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah (Annathayakheisha, 2009).
(44)
Hasil suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Wanita dengan dismenore juga mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore (Abbaspour, 2005 dalam Dyana 2009 ).
2.2.3. Klasifikasi
Jacoeb dkk dalam kelompok studi endokrinologi reproduksi Indonesia (1995), menyebutkan bahwa dismenore ada dua jenis berdasarkan etiologinya yaitu primer dan sekunder.
1). Dismenore primer
Dismenore primer merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai
dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Wikjosastro, 2005).
Bobak (2004) mengungkapkan bahwa dismneore primer terjadi, jika tidak ada penyakit organik, biasanya dari bulan keenam sampai tahun kedua setelah menarke. Pada jenis dismenore ini biasanya nyeri akan
(45)
29
hilang pada usia 25 tahun atau setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginan.
2). Dismenore sekunder
Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti endometriosis, penyakit radang panggul pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus, dan polip uterus. IUD juga dapat merupakan penyebab dismenore sekunder (Bobak, 2004).
Dismenore sekunder terjadi karena adanya kelainan pada organ genitalia dalam rongga pelvis. Penderita dismenore sekunder sering mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari sebelum menstruasi disertai ovulasi dan kadangkala saat melakukan hubungan seksual (Smetzer, 2002).
2.2.4. Derajat Nyeri Dismenore
Riyanto (2002) menyebutkan bahwa derajat dismenore ada empat yaitu derajat 0-3:
1) Derajat 0
Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tak terpengaruhi 2) Derajat 1
Nyeri ringan dan memerlukan otot rasa nyeri, namun aktivitas jarang terpenuhi
(46)
3) Derajat 2
Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang nyeri namun aktifitas sehari-hari terganggu.
4) Derajat 3
Nyeri sangat hebat dan tidak berkurang walaupun telah menggunakan obat dan tidak dapat bekerja, kasus ini segera ditangani dokter.
Perry dan Potter (2005), mengkarakteristikkan nyeri yang paling subyektif adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang atau parah. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Deskriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak terkontrol”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk
mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical Ratting Scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
(47)
31
(Gambar 2.4) skala intensitas nyeri menurut Wong (2001)
2.2.5. Etiologi dan Faktor Resiko
Banyak teori dikemukan untuk menerangkan penyebab dismneore
primer, tetapi tetap belum jelas penyebabnya hingga saai ini. Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat mempengaruhi penyebab hal itu, namun penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin (Widjajanto, 2005 ).
Diantara sekian banyak hormon yang beredar dalam darah, terdapat senyawa kimia yang disebut prostaglandin. Telah dibuktikan, prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh, termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus (rahim) akan bertambah. Hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang hebat yang disebut dismenore (Vira, 2008).
Beredarnya prostaglandin yang berlebihan ke seluruh tubuh juga mengakibatkan peningkatan aktivitas usus besar. Jadi prostaglandin inilah yang menimbulkan gejala nyeri kepala, pusing, nyeri panas dan dingin
(48)
pada muka, diare serta mual yang mengiringi nyeri pada waktu menstruasi (Widjajanto, 2005 ).
Faktor resiko yang mempengaruhi dismenore diantaranya usia antara 15-30 tahun dan sering terjadipada usia 15–25 tahun yang kemudian hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an. Kejadian dismenore primer sangat dipengaruhi oleh usia wanita. Rasa sakit yang dirasakan beberapa hari sebelum menstruasi dan saat menstruasi biasanya karena meningkatnya sekresi hormon prostaglandin (Junizar, 2004).
Aktivitas juga merupakan faktor resiko yang dapat mempengaruhi dismenore. Seseorang yang kurang beraktivitas akan menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun, akibatnya aliran darah dan oksigen menuju uterus menjadi tidak lancar dan menyebabkan sakit dan produksi endorphin otak akan menurun yang mana akan dapat meningkatkan stres sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan dismenore primer (Novia dan Puspitasari, 2006)
2.2.6. Patofisiologi
Prostaglandin dikeluarkan selama fase luteal dan menstruasi, karena luruhnya dinding endometrium beserta isinya (Bobak, 2004). Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran prostaglandin di cairan menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus dan nyeri. Pelepasan prostaglandin yang berlebihan meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus, sheingga mengakibatkan iskemia dan kram abdomen
(49)
33
bawah yang bersifat siklik. Respon sistemik terhadap prostaglandin meliputi nyeri pinggang, kelemahan, pengeluaran keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare) dan gejala sistem syaraf pusat meliputi: pusing, nyeri kepala dan konsentrasi buruk (Bobak, 2004).
Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus dan menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi. Adanya peningkatan kadar vasopressin juga telah dilaporkan terjadi pada wanita dengan dismenore primer (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006).
2.2.7. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dismenore sangat bervariasi. Tanda dan gejala dismenore yang paling umum dirasakan oleh sebagian wanita adalah nyeri seperti kram di bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke punggung dan kaki (Ramainah, 2006). Tanda dan gejala dismenore lainnya meliputi mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit punggung, nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit tidur, pusing, gelisah, dan depresi (Harel, 2002 dalam Agustina dkk, 2010). Pinkerton (2010) dalam Agustina dkk, (2010) menambahkan tanda dan gejala dismenore adalah nyeri tajam, berdenyut, dapat menyebar sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit atau diare, sakit punggung bawah, dan kadang terjadi muntah.
Pengalaman beberapa remaja yang mengalami dismenore primer, gejala lain yang mereka alami selain nyeri ialah mual, muntah, berguling-guling, bahkan pingsan. Ketidaknyamanan tersebut akan mempengaruhi aktivitas remaja. Di sekolah, konsentrasi belajar remaja menjadi menurun,
(50)
bahkan tidak sedikit yang absen atau tidak masuk sekolah karena dismenore yang dialami.
2.2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan masalah dismenore meliputi penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi untuk mengurangi nyeri. Jika penyebab dismenore ditemukan, pengobatan difokuskan pada menghilangkan penyebab. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan pembedahan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab nyeri (ACOG, 2006). Penatalaksanaan farmakologi yaitu obat seperti OAINS (obat anti inflamasi non steroid) menghambat pembentukan prostaglandin. Hal ini mengurangi rasa kram. Obat ini juga mencegah gejala seperti mual dan diare. OAINS bekerja maksimal jika diberikan pada permulaan timbulnya gejala dan biasanya dikonsumsi hanya 1 atau 2 hari. Menurut Hart dan Norman (2000), pengobatan jangka panjang dengan progesteron juga mengurangi nyeri menstruasi. Dengan kontrasepsi oral dimana kontrasepsi oral dosis rendah terbukti efektif mengurangi dismenore pada remaja wanita pada studi terhadap 76 pasien (Zoler, 2004). Hormon-hormon pada kontrasepsi membantu mengontrol pertumbuhan dinding uterus sehingga prostaglandin sedikit dibentuk.
Penatalaksanaan dismenore secara non farmakologi meliputi terapi nutrisi dengan merubah pola makan atau diet dapat membantu mengurangi atau mengobati nyeri menstruasi seperti peningkatan masukan makanan seperti serat, kalsium, makanan dari bahan kedelai, buah-buahan dan sayuran (Tran, 2001). Adapun terapi alternatif lain dapat dilakukan dengan
(51)
35
kompres hangat, mandi air hangat, yoga, distraksi, massase, tidur/istirahat dan olahraga atau senam. Olahraga atau senam ini dilakukan setiap pagi dan atau sore hari. Baik dilakukan 3-5 kali seminggu selama 30 menit (Martchelina, 2011).
Adapun cara non-farmakologi dapat dilakukan dengan kompres hangat, makan makanan yang disukai, senam, vitamin, konsumsi obat herbal, olahraga, akupuntur, yoga dan transcitaneous electrical nerve stimulation (TENS). Adapun cara lain yang sering digunakan ialah dengan aromaterapi seperti menggunakan minyak angin dan minyak esensial (Agustnia dkk, 2010 ).
2.3Senam
2.3.1. Sejarah Senam
Senam pertama kali diperkenalkan pada zaman Yunani kuno.Senam berasal dari bahasa Gymnastics, Gymnas bearti telanjang, sebab pada waktu itu orang-orang berlatih tanpa memakai pakaian.Sedangkan Gymnasium adalah suatu tempat yang dipergunakan untuk mengadakan latihan senam.Pada zaman itu Gymnastik dilakukan dalam rangka upacara-upacara kepercayaan yaitu guna menyembah dewa Zeus (Adithya, 2009).
Senam mulai dikenaldi Indonesia pada tahun 1912, ketika senam pertama kali masuk ke Indonesia pada zaman penjajahan Belanda.Masuknya olahraga senam ini bersamaan dengan ditetapkannya
(52)
pendidikan jasmani. Meskipun belum diketahui secara pasti kapan dimulainya senam, namun unsur-unsur senam dalam bentuk akrobatik, latihan pemanasan, dan penyembuhan sudah ada sejak zaman kuno (2000 tahun S.M) seperti yang tersurat dalam lukisan, tulisan dan peninggalan sejarah lainnya yang ditemukan di Cina, India, Mesir, dan Yunani (Marwoto, 2008).
2.3.2. Definisi Senam
Marwoto (2008) mendefinisikan senam sebagai latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan dengan berencana. Disusun secara sistematis dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis.
Ciri-ciri kaidah senam yaitu:
a. Gerakan-gerakannya selalu dibuat atau diciptakan dengan sengaja.
b. Gerakan-gerakannya berguna untuk mencapai tujuan tertentu c. Gerakan harus selalu tersusun dan sistematis.
2.3.3. Macam-macam senam
Senam sudah berkembang pesat sampai saat ini, sehingga banyak bermunculan bentuk dan macamnya yang menyulitkan untuk mengelompokannya karena satu sama lain ada persamaan dan perbedaannya. (Suharjana, 2008). Pengelompokan senam menurut F.I.G (Federation Internationale de Gymnastique) senam dibagi menjadi enam kelompok, yaitu:
(53)
37
Senam Artistik (Artistc Gymnastics)
Senam artistik adalah gerakan yang cepat dan eksplosif, pada umumnya menonjolkan kelentukan dan keseimbangan, dan dilakukan dengan gerakan yang agak lambat, dilaksanakan secara terkontrol yang mampu memberikan pengaruh mengejutkan dan mengundang rasa keindahan.
Senam ritmik sportif (Sportif Rhytmic Gymnastics)
Senam yang komposisi geraknya diantarkan oleh tuntutan irama musik,yang menghasilkan gerak-gerak tubuh dan alat yang indah.
Senam Akrobatik (Acrobatic Gymnastics)
Senam yang mengandalkan kelentukan dan keseimbangan dengan gerakan yang cepat dan ekslposif, sehingga latihannya banyak mengandung salto dan putaran, sementara pesenannya harus mendarat di tempat-tempat yang sulit.
Senam Aerobik Sport (Sport Aerobics)
Senam yang menggabungkan dari suatu gerakan tari, kekuatan, kelentukan dan keseimbangan sehingga biasanya jenis senam ini yang biasa diadakan perlombaan.
Senam Trampolin
Senam trampolin merupakan pengembangan bentuk-bentuk latihan pada alat trampolin (alat pantul), yang pada mulanya merupakan alat bantu untuk mempelajari gerakan-gerakan tumbling untuk senam artistik dan loncat indah.
(54)
Senam umum
Senam umum adalah segala jenis senam selain kelima jenis senam yang disebutkan FGI. Senam umum ini dapat dibedakan dengan senam lainnya karena mempunyai ciri lima M, yaitu: Mudah, Murah, Meriah, Massal, dan Manfaat.
Senam yang dilakukan untuk mengurangi nyeri dismenore ini termasuk kedalam senam umum yang mana gerakannya sesuai dengan ciri dari senam umum dan juga ciri umum olahraga kesehatanyang dijelaskan oleh Giriwijoyo(1995:5) dalam Sumaryanti 2006 sebagai berikut:
1. Massal: senam ini dapat diikuti sejumlah besar orang secara serentak
2. Mudah: gerakan senam mudah diikuti dan dapat dilakukan dengan baik oleh peserta senam.
3. Murah: tidak memerlukan peralatan maupun ruangan khusus untuk pelaksanaannya.
4. Meriah: membangkitkan suasana santai dan gembira, bebas stress dan memungkinkan silaturahmi yang lebih baik
5. Manfaat dan aman: manfaatnya dapat dirasakan baik lahir maupun batin serta kecil kemungkinan terjadinya cedera.
Istiqomah (2009) menurutnya latihan senam untuk mengurangi nyeri dismenore ini tidak terlepas dari sistematika umum berolahraga yang terdiri dari tiga fase, yaitu:
(55)
39
1. Gerakan pemanasan
Senam ini dimulai dengan menarik nafas dalam melalui hidung, sampai perut menggelembung dan tangan kiri terangkat. Tahan sampai beberapa detik dan hembuskan nafas lewat mulut kemudian kedua tangan diletakan di pinggang, tunduk dan tegakkan kepala, patahkan leher ke kiri-ke kanan dan tengokkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu putar bahu bersamaan keduanya dalam hitungan 2x8 hitungan.
2. Gerakan inti
Setelah gerakan pemanasan masuk kedalam gerakan inti yaitu berdiri dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki direnggangkan kira-kira 30-35 cm lalu bungkukkan di pinggang dan berputar ke arah kiri, mencoba menjamah kaki kiri dengan tangan kanan tanpa membengkokkan lutut.Kemudian lakukan hal yang sama dengan tangan kiri menjamah kaki kanan.Masing-masingposisi dilakukan sebanyak empat kali.
Setelah itu gerakan selanjutnya yaitu berdirilah dengan tangan di samping dan kaki sejajar lalu luruskan tangan dan angkat sampai melewati kepala. Pada waktu yang sama sepakkan kaki kirimu dengan kuat ke belakang.Lakukan bergantian dengan kaki kanan. Setiap kaki melakukan sebanyak empat kali.
3. Gerakan pendinginan
Gerakan terakhir yang dilakukan yaitu gerakan pendinginan. Gerakan dilakukan dengan caragenggam tangan menggunakan lengan
(56)
dengan kuat tahan dan lepaskan.Lalu luruskan kaki tahan beberapa detik dan lepaskan kemudian kontraksikan seluruh otot tubuh sambil bernafas pelan dan teraatur lalu relaks.
2.3.4. Manfaat
Sebagian besar gejala-gejala medis yang diakibatkan kurangnya kegiatan merupakan hal yang menakutkan. Harus disadari bahwa apabila tubuh tidak pernah/sedikit dipakai, maka kerja paru menjadi tidak efisien, jantung melemah, kelenturan pembuluh-pembuluh darah berkurang, ketegangan otot-otot menghilang dan seluruh tubuh menjadi lemah. Latihan senam merupakan salah satu jenis latihan olahraga yang dapat mencapai kesegaran jasmani dengan kebutuhan tiap individu.
Menurut Marwoto (2008) orang yang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik (good physical
fitness). Usur-unsurnya terdiri dari:
1. Kekuatan otot
2. Kelentukan persendian 3. Kelincahan gerak 4. Keluwesan
5. Cardio vasculair fitness
6. Neuro musculair fitness
Apabila orang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan meningkat jumlah atau volume darah. Dan 20% darah terdapat di otak, maka akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk norepinefrin yang menimbulkan:
(57)
41
1. Rasa gembira 2. Rasa sakit hilang
3. Adiksi (kecanduan gerak) 4. Menghilangkan depresi
2.3.5. Lama Durasi Dan Frekuensi Senam
Lama latihan berbanding terbalik dengan itensitas latihan. Intensitas latihan yang berat memerlukan waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan intensitas latihan yang ringan. Semakin berat latihan maka semakin singkat waktu latihan, semakin ringan intensitas latihan maka semakin lama waktu latihan. Suatu latihan akan bermanfaat dengan baik bila dilakukan dengan tempo yang tepat. Latihan dengan tempo yang terlampau atau terlalu pendek akan memberikan hasil yang kurang efektif. (Sumaryanti, 2006)
Frekuensi latihan adalah berapa kali latihan intensif yang dilakukan oleh seseorang. Latihan dapat dikatakan intensif apabila memenuhi dua kaidah di atas yaitu memenuhi takaran intensitas dan tempo latihan yang baik. Frekuensi latihan untuk senam disarankan 2–4 kali dalam satu minggu. Hal ini dianggap cukup. Apabila frekuensi latihan kurang dari 2 kali maka tidak memenuhi takaran latihan, sedangkan apabila lebih dari 4 kali maka dikhawatirkan tubuh tidak cukup beristirahat dan melakukan adaptasi kembali ke keadaannormal sehingga dapat menimbulkan sakit /
(58)
Menurut Brick (2002). Frekuensi dan lama latihan senam menggunakan pola yang sama dengan takaran olahraga secara umum, yaitu prinsip frekuensi, intensitas dan time (FIT) yang meliputi:
1. frekuensi latihan 2-4 kali dalam 1 minggu 2. intensitas latihan 60-90% dari DNM
3. lama latihan 20-60 menit dalam satu kali latihan
2.4Senam dan Dismenore
Menstruasi merupakan kejadian fisiologi yang terjadi pada wanita. Siklus menstruasi ini akan menyebabkan timbulnya rasa sakit atau nyeri di daerah abdomen atau yang biasa di sebut dismenore (Junizar, 2001). Tiga puluh delapan dari seratus wanita yang mengalami dismenore sering menggunakan terapi medikal untuk mengurangi nyeri haid mereka (Ostrzenski,2002 dalam Toh Chia Thing, 2008). Pola makan dan olahraga merupakan hal yang disarankan para ahli untuk mengatasi dismenore. (Sumudarsono, 1998 dalam Suparto 2011). Hasil penelitiannya juga didapatkan ternyata dismenore lebih sedikit terjadi pada olahragawati dibandingkan wanita yang tidak melakukan olahraga/ senam.
Banyak jenis olahraga yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi dismenore salah satunya dengan senam. Tjokronegoro (2004) dan Rager (1999) mengungkapkan banyak manfaat yang diperoleh dari senam selama dismenore yaitu yang pertama dapat peningkatan efisiensi kerja paru sehingga ketika terjadi dismenore, oksigen dapat tersalurkan ke pembuluh-pembuluh darah di organ reproduksi yang saat itu terjadi
(59)
43
vasokonstriksi yang menimbulkan rasa nyeri, yang disebabkan karena respon dari oksigen tidak tersampaikan sampai pembuluh darah paling ujung. Tetapi bila seseorang rutin melakukan senam maka dia dapat menyimpan oksigen dua kali lipat permenit sehingga oksigen tersampaikan pada pembuluh darah yang mengalami vasokontriksi dan akan menyebabkan penurunan dismenore.
Manfaat yang kedua, pada seseorang yang rutin melakukan senam akan terjadi peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh darah yang menyalurkan darah keseluruh tubuh, termasuk ke organ reproduksi sehingga memperlancar aliran darah ketika terjadi dismenore. Selain itu senam juga dapat melatih kekuatan otot-otot tertentu sehingga otot-otot tersebut terlihat lebih kuat dan kencang dan kelenturan tubuhpun meningkat.
Abbaspour (2005) dalam Dyana (2009), mengungkapkan wanita yang teratur berolahraga didapatkan penurunan insidensi dismenore. Hal ini mungkin disebabkan efek hormonal yang berhubungan dengan olahraga pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersikulasi. Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik yang bekerja jangka pendek dalam mengurangi nyeri.
Penelitian yang dilakukan Dyana (2009) yang berjudul Hubungan dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA ST.Thomas 1 Medan tahun 2009. Hasil dari analisa dengan menggunakan
(60)
dengan kejadian dismenore. Hasil analisa menunjukkan kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga.
Vira (2008) pada penelitiannya yang berjudul perbedaan tingkat dismenore pada remaja putri antara yang rutin melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA Negeri 1 Ambarawa tahun 2008. Hasil penelitiannya di SMA Negeri 1 Ambarawa adalah ada perbedaan tingkat dismenore pada remaja putri antara yang rutin melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA Negeri 1 Ambarawa.
Penelitian ini juga didasari oleh peneltian yang dilakukan Istiqomah 2009 pada remaja putri di SMU N 5 Semarang. Penelitiannya terkait efektifitas dari senam dismenore dalam mengurangi nyeri dismenore. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senam dismenore ini efektif untuk menurunkan dismenore.
(61)
45
2.5Kerangka Teori
Gambar 2.5 Kerangka teori dikutip dari Bobak (2004), Tjokronegoro (2004), Rager (1999)
Faktor yang
mempengaruhi nyeri: a. Usia
b. Aktivitas Penyebab:
a. Pelepasan prostaglandin b. Peningkatan frekuensi kontraksi uterus
c. Psikis d. Lingkungan
Penurunan intensitas nyeri
dismenore Nyeri dismenore
Penatalaksanaan dismenore: 1. Latihan fisik (olahraga)
2. Senam
3. Kompres hangat 4. Massase
5. Istirahat cukup 6. Obat anagesik 7. Mandi air hangat 8. Yoga
(62)
46
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007).
Pada penelitian ini yang merupakan variabel independent adalah senam.Sedangkan variabel dependen yaitu nyeri saat dismenore sebelum dan sesudah melakukan senam. Berdasarkan dari uraian diatas maka dibuat kerangka konsep hubungan senam dengan penuruan intensitas nyeri saat dismenore sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka konsep
1.7Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitan. Hasil suatu penelitian pada hakikatya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan (Setiadi, 2007).
Penurunan Intensitas Nyeri dismenore Senam
(63)
47
Hipotesa dalam penelitian ini adalah H0: tidak ada pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore dan Ha: ada pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007).
Tabel 3.1 Definisi operasional
No. Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor 1. Senam Gerakan
sederhana minimal 3 kali dalam
seminggu sebelum siklus menstruasi selanjutnya setiap pagi dan atau sore hari. (Istiqomah, 2009) Gerakan senam Lembar observasi dari kegiatan senam sesuai gerakan yang di ambil dari penelitian Istiqomah (2009).
- Senam harus dilakukan oleh responden secara rutin sebanyak 3 kali dalam seminggu pada waktu pagi dan atau sore hari. Dilakukan selama ± 30 menit dan gerakan senam harus tepat dan sesuai
dengan prosedur. 2. Nyeri
dismenore
Perasaan tidak nyaman yang dirasakan wanita saat
Melihat ekspresi wajah, terlihat Skala penilaian numerik
Interval Skala nyeri 0-10
(64)
menstruasi akibat kontraksi uterus.
merintih dan
wawancara sebelum melakukan senam
(65)
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental yaitu suatu desain penelitian yang melakukan percobaan bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat perlakuan tertentu (Setiadi, 2007). Desain penelitian eksperimental pada penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (quasy experimental
design).
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan non random control group pretest - postest. Dalam rancangan
ini, pengelompokan anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak (Setiadi, 2007). Rancangan pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.1 Desain Penelitian
Dibandingkan :
E1 – E2 = X1 (pretes -postes kelompok intervensi) C1 – C2 = X2 (pretes-postes kelompok kontrol) E1 – C1 = X3 (pretes kelompok intervensi-kontrol)
C2 C 1
Intervensi
Senam E 2
(66)
E2 – C2 = X4 (postes kelompok intervensi-kontrol)
X1 – X2 = X5 (deviasi pretes-postes kelompok intervensi-kontrol)
4.2Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Notoatmojo 1993 dalam Setiadi 2007). Populasi dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Setiadi, 2007).Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi PSIK UIN yang mengalami dismenore.
4.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 1993 dalam Setiadi, 2007). Sampel penelitian adalah mahasiswi yang mengalami dismenore di program studi ilmu keperawatan UIN Syahid Jakarta yang memenuhi kriteria sebagai sampel.
Adapun sampel yang diambil harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi:
a. Dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif
b. Mahasiswi yang berusia 18-22 tahun dan belum menikah
c. Mahasiswi yang tidak menggunakan obat penurun nyeri dismenore
(67)
51
2. Kriteria eksklusi:
a. Mahasiswi yang mengalami dismenore dan telah dilakukan pemeriksaan dan ditemui adanya masalah ginekologi (dismenore sekunder)
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu
teknik yang tidak memberi kesempatan yang sama bagi anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel dengan penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Setiadi, 2007).
Penulis membuat perhitungan besar sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji hipotesis beda dua mean derajat kemaknaan 5% kekuatan uji 95%, didapatkan besar sampel sebagai berikut (Hidayat, 2008). Adapun jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus berikut (Dahlan, 2010):
Penulis membuat perhitungan besar sampel:
n1 = n2 = Keterangan:
n = jumlah sampel minimum
Z = 1,64
Z = 1,28
(68)
S = 3,195 (kepustakaan)
Berdasarkan estimasi jumlah sampel sesuai rumus tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel minimal yang digunakan adalah sebanyak 21 responden untuk kelompok intervensi dan 21 responden kelompok kontrol. Untuk mencegah adanya drop out maka sampel
ditambah 10 % sehingga menjadi 46 orang
4.3Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di PSIK UIN Syahid Jakarta. Pertemuan pertama senam dilakukan dilabolatorium PSIK UIN Jakarta. Untuk kegiatan senam berikutnya peneliti mengobservasi responden dalam melakukan senam sebanyak 2-3 kali dalam seminggu sebelum siklus menstruasi berikutnya.
4.4Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli-September 2012.
4.5Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 4.5.1 Alat Pengumpul Data
a. Skala penilaian nyeri
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Pada tes ini responden dapat menentukan tingkat keparahan dismenorenya dengan skala dari 0-10.
b. Lembar data responden
Lembar data responden digunakan untuk mencatat karakteristik responden mencakup usia dan skala nyeri. Dan digunakan dalam
(1)
Uji Normalitas
Intervensi
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest .288 23 .000 .812 23 .001
posttest .171 23 .078 .909 23 .039
a. Lilliefors Significance Correction
Kontrol
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest .227 23 .003 .898 23 .023
posttest .222 23 .005 .892 23 .017
(2)
Hasil Analisa Bivariat (Wilcoxon)
Kelompok intervensi
Ranks N
Mean Rank
Sum of Ranks posttest -
pretest
Negative Ranks
22a 12.30 270.50
Positive Ranks 1b 5.50 5.50
Ties 0c
Total 23
a. posttest < pretest b. posttest > pretest c. posttest = pretest
Test Statisticsb
posttest - pretest
Z -4.090a
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000 a. Based on positive ranks.
(3)
Kelompok kontrol
Ranks N
Mean Rank
Sum of Ranks posttest -
pretest
Negative Ranks
11a 6.27 69.00
Positive Ranks 2b 11.00 22.00
Ties 10c
Total 23
a. posttest < pretest b. posttest > pretest c. posttest = pretest
Test Statisticsb
posttest - pretest
Z -1.697a
Asymp. Sig. (2-tailed)
.090 a. Based on positive ranks.
(4)
Hasil selisih penurunan skala nyeri Mann-Whitney Test
Ranks
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Skor selisih
dim ension1
Senam 23 34.22 787.00
Napas 23 12.78 294.00
Total 46
Test Statisticsa
skorselisih
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 294.000
Z -5.497
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
(5)
LAMPIRAN 10
Distribusi Skala Nyeri Responden Kelompok Intrevensi
No Sebelum intervensi (n=23)
Sesudah intervensi (n=23)
Angka Klasifikasi Angka Klasifikasi
1 9 Berat 7 Berat
2 9 Berat 7 Berat
3 7 Berat 2 Ringan
4 7 Berat 3 Ringan
5 6 Sedang 3 Ringan
6 6 Sedang 2 Ringan
7 6 Sedang 8 Berat
8 9 Berat 5 Sedang
9 8 Berat 4 Sedang
10 6 Sedang 2 Ringan
11 8 Berat 6 Sedang
12 6 Sedang 4 Sedang
13 6 Sedang 3 Ringan
14 8 Berat 6 Sedang
15 6 Sedang 2 Ringan
16 6 Sedang 4 Sedang
17 10 Berat 4 Sedang
18 6 Sedang 2 Ringan
19 6 Sedang 2 Ringan
20 8 Berat 5 Sedang
21 7 Berat 5 Sedang
22 6 Sedang 4 Sedang
23 8 Berat 4 Sedang
(6)
Kelompok Kontrol
No Sebelum intervensi (n=23)
Sesudah intervensi (n=23)
Angka Klasifikasi Angka Klasifikasi
1 6 Sedang 6 Sedang
2 4 Sedang 4 Sedang
3 5 Sedang 7 Berat
4 6 Sedang 6 Sedang
5 4 Sedang 4 Sedang
6 6 Sedang 8 Berat
7 6 Sedang 5 Sedang
8 7 Berat 6 Sedang
9 6 Sedang 4 Sedang
10 5 Sedang 5 Sedang
11 6 Sedang 4 Sedang
12 6 Sedang 6 Sedang
13 6 Sedang 6 Sedang
14 3 Ringan 3 Ringan
15 6 Sedang 4 Sedang
16 8 Berat 6 Sedang
17 8 Berat 4 Sedang
18 5 Sedang 4 Sedang
19 4 Sedang 4 Sedang
20 8 Berat 7 Berat
21 8 Berat 8 Berat
22 6 Sedang 6 Sedang
23 8 Berat 8 Berat
Rata-rata= 5,96 Rata-rata= 5,43
Keterangan:
- Skala nyeri 1-3 = ringan - Skala nyeri 4-6 = sedang - Skala nyeri 7-10 = berat