5. Akuntan publik
Akuntan publik perlu menilai potensi keberlangsungan hidup badan usaha yang sedang diauditnya, karena akuntan akan menilai kemampuan going concern
perusahaan tersebut. Terdapat beberapa model analisis kebangkrutan yang digunakan untuk
mendeteksi kebangkrutan. Beberapa model analisis kebangkrutan dihasilkan dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli seperti Altman Z-Score,
Springate Model, dan Zmijewski Model.
2.1.2 Model Altman
Z-Score
Analisis Z-Score adalah model untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan atau memprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan
dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Analisis Z-Score adalah model rasio
yang menggunakan Multiple Discriminant Analysis MDA. Analisis Z-score pertama kali dikemukakan oleh Edward I Altman pada tahun 1968 sebagai hasil
penelitian dari beberapa objek perusahaan yang berbeda kondisinya untuk melihat perusahaan yang bangkrut atau tidak bangkrut. Model Altman menekankan pada
profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan. Dalam penelitiannya, Altman menghasilkan beberapa rumus yang berbeda untuk
digunakan beberapa perusahaan dengan kondisi yang berbeda. Rumus Z-score pertama atau Z-score asli dihasilkan oleh Altman pada tahun
1968 merupakan hasil dari penelitian atas berbagai perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang menjual sahamnya di bursa efek. Z-score asli dirumuskan
Universitas Sumatera Utara
dengan mengambil sampel sebanyak 66 perusahaan manufaktur publik di Amerika yang 33 diantaranya adalah perusahaan bangkrut dan 33 lainnya
perusahaan tidak bangkrut. Jumlah rasio keuangan yang diseleksi adalah 22 buah rasio, tetapi Altman hanya memilih 5 rasio yang paling kuat secara bersama
berkorelasi dengan kebangkrutan. Rumus pertama Z-score adalah sebagai berikut Rudianto, 2013:254-255 :
Z = 1,2X
1
+ 1,4X
2
+3,3X
3
+ 0,6X
4
+ 1,0X
5
di mana :
Aset Total
Kerja Modal
X
1
=
Aset Total
Ditahan Laba
X
2
=
Aset Total
EBIT X
3
=
g tan
U Total
Saham Pasar
Nilai X
4
=
Aset Total
Penjualan X
5
=
Model kebangkrutan Altman Z-score pertama memiliki sejumlah keterbatasan yang menjadi hambatan untuk diaplikasikan pada perusahaan di
berbagai belahan dunia dengan kondisi yang berbeda. Beberapa kelemahan tersebut antara lain Rudianto, 2013:256 :
1. Dalam membentuk model ini hanya memasukkan perusahaan manufaktur yang
go public saja. Sedangkan perusahaan dari jenis lain memiliki hubungan yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda antara total modal kerja dan variabel lain yang digunakan dalam analisis rasio.
2. Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai 1965 tentu saja
berbeda dengan kondisi seksrang, sehingga proporsi untuk setiap variabel sudah kurang tepat lagi untuk digunakan.
Dikarenakan adanya beberapa kelemahan Z-score asli, Altman
mengembangkan dua varian dari Z-score yaitu Z’-score dan Z”-score. Pada tahun
1984, Altman melakukan penelitian kembali di berbagai negara dengan menggunakan berbagai perusahaan manufaktur yang tidak go public. Z’-score
ditujukan untuk perusahaan manufaktur yang tidak menjual sahamnya di bursa efek. Rasio nilai pasar saham terhadap total hutang akan diganti dengan nilai
buku perusahaan terhadap nilai buku utang. Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Z-score yang kedua untuk perusahaan-perusahaan
manufaktur yang tidak go public, sebagai berikut Rudianto, 2013:256: Z = 0,717X
1
+ 0,847X
2
+ 3,107X
3
+ 0,420X
4
+ 0,998X
5
di mana :
Aset Total
Kerja Modal
X
1
=
Aset Total
Ditahan Laba
X
2
=
Aset Total
EBIT X
3
=
g tan
U Buku
Nilai Ekuitas
Buku Nilai
X
4
=
Universitas Sumatera Utara
Model kebangkrutan Altman Z-score kedua hanya tepat untuk perusahaan manufaktur non go public. Karena itu, Altman kembali melakukan penelitian di
Mexico yang merupakan negara berkembang dengan harapan bahwa Z-score dapat digunakan dalam perusahaan go public dan non go public. Hasil penelitian
Altman menghasilkan Z-score ketiga yang merupakan rumus yang sangat fleksibel karena bisa digunakan untuk berbagai jenis bidang usaha perusahaan,
baik yang go public maupun yang tidak. Rumus Z-Score terakhir menurut Rudianto 2013:257 “cocok digunakan di negara berkembang seperti Indonesia”.
Rumus Z-score ketiga sebagai berikut Rudianto, 2013:256: Z = 6,56 X
1
+ 3,26 X
2
+ 6,72 X
3
+ 1,05 X
4
di mana :
Aset Total
Kerja Modal
X
1
=
Aset Total
Ditahan Laba
X
2
=
Aset Total
EBIT X
3
=
g tan
U Buku
Nilai Ekuitas
Buku Nilai
X
4
=
Hasil perhitungan dengan menggunakan Z-score pertama, Z-score kedua, dan Z-score ketiga akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya Skor yang dihasilkan harus dibandingkan dengan standar penilaian untuk menilai keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Tiga
penelitian yang dilakukan Altman dengan 3 objek penelitian yang berbeda akan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan tiga rumus pendeteksi kebangkrutan dan standar penelitian yang berbeda. Tolok ukur dari ketiga rumus Z-score yang digunakan untuk menilai
keberlangsungan hidup berbagai kategori perusahaan, dapat diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Tolak Ukur dari Ketiga Rumus Altman Z-
Score
Perusahaan Manufaktur
Go-Public Perusahaan
Manufaktur Non Go-Public
Berbagai Jenis Perusahaan
Interpretasi
Z 2,99 Z 2,90
Z 2,60 Zona Aman Perusahaan
dalam kondisi sehat sehingga kemungkinan kebangkrutan
sangat kecil terjadi.
1,81 Z 2,99 1,23 Z 2,90
1,1 Z 2,60 Zona Abu-abu
Perusahaan dalam kondisi rawan grey area. Pada
Kondisi ini, perusahaan mengalami masalah
keuangan yang harus ditangani dengan cara yang
cepat.
Z 1,81 Z 1,23
Z 1,1 Zona Berbahaya
Perusahaan dalam kondisi bangkrut mengalami
kesulitan keuangan dan risiko tinggi
Sumber: Rudianto 2013:258
2.1.3 Model Springate