Penanggulangan Money Laundering: Studi Kasus Adelin Lis Direksi PT Keang Nam Development Indonesia” dengan permasalahan: Pertama, bagaimana pengaturan
hukum terhadap penegakan hukum tindak pidana kehutanan dan money laundering di Indonesia?; kedua, Bagaimana pertanggung jawaban pelaku tindak pidana kehutanan
dalam kasus Adelin Lis, atau direksi PT KNDI?; Ketiga, bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana kehutanan dalam upaya menanggulangi
money laundering?
11
Keduanya memiliki rumusan permasalahan yang berbeda, sedangkan permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian lanjutan ini juga berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah, oleh karena itu, penelitian ini adalah benar keasliannya baik dilihat dari
judul, permasalahan, pembahasannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Untuk menjawab permasalahan di muka, maka dalam penelitian ini, digunakan teori sistem hukum sebagai pisau analisisnya yang dikemukakan oleh Lawrence M.
Friedman, yang memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem, yakni substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum
12
11
website perpustakaan USU Program Magister Ilmu Hukum http:repository.usu.ac.id
. Alasan penggunaan teori ini didasarkan pada pandangan bahwa pembahasan terhadap penegakan hukum
12
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum, Perspektif Ilmu Sosial, Nusa Media, Terjemahan M. Khozim, Bandung, 2009, hal 12.
Universitas Sumatera Utara
pidana kehutanan, khususnya dalam pemanfaatan hasil hutan kayu tidak dapat dianalisis hanya secara parsial, akan tetapi harus secara komprehensip atau secara
utuh dan sistemis, pembahasan dimulai dari aspek substansi peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana kehutanan, termasuk
instrumen pemanfaatan hasil hutan kayu, terhadap aspek struktur hukumnya meliputi lembaga penegak hukum kehutanan mulai dari penyidik Polri, PPNS Kehutanan,
jaksa penuntut umum, hakim, pengacara, termasuk instrumen manusia yang terkait dengan perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu yang belum sinergi, dan aspek kultur
hukumnya, yakni budaya hukum penegak hukum yang kurang konsisten dalam penegakan hukum pidana kehutanan terhadap pemanfaatan hasil hutan kayu karena
dipengaruhi faktor kepentingan, seperti suap. Perumusan masalah tersebut, diangkat dari studi kasus dalam penegakan hukum
pidana kehutanan, yakni UU No 41 tahun 1999, tentang kehutanan, yang diubah dengan UU No 19 tahun 2004, tentang penetapan Perpu No 1 tahun 2004, tentang
perubahan atas UU No 41 tahun 1999, tentang kehutanan, khususnya penegakan hukum pidana terhadap pemanfaatan hasil hutan kayu dengan IUPHHK dari Menteri
Kehutanan RI: SK Menhut RI No. 805Kpts-VI1999, tanggal 30 September 1999 yang telah berkekuatan hukum tetap inkracht berdasarkan putusan MARI No 68
KPID.SUS2008, an Adelin Lis selaku direktur keuangan PT Keang Nam Development Co PT KNDI dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan illegal logging pada kawasan hutan produksi tetap di Desa Singkuang, Kec. Muara Batang Gadis, Kab Madina, Propinsi
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara. Adelin Lis dipidana Penjara 10 tahun dan wajib membayar uang sebesar Rp.119.802.393.040 dan US 2.938.556,24
13
1 Substansi hukum pasal 80 ayat 1 2 UU kehutanan menetapkan ganti
rugi dan sanksi administrasi apabila pemegang IUPHHK melanggar ketentuan pidana diluar pasal 78, yakni:
. Persoalan-persoalan yang timbul dari rumusan permasalahan diasumsikan sebagai berikut:
Ayat 1 “Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam undang-undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 78, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi
sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada Negara, untuk biayarehabilitasi, pemulihan kondisi
hutan, atau tindakan lain yang diperlukan”
Ayat 2 “Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil
hutan, atau izin pemungutan hasil hutan yang diatur dalam undang-undang ini, apabila melanggar ketentuan di luar
ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administratif.”
Penetapan rumusan ini menimbulkan multi tafsir dan kontroversial terhadap prinsip-prinsip dan cita-cita pengaturan kehutanan termasuk
penegakan hukum pidana kehutanan itu sendiri. Timbulnya multi tafsir dan kontroversial diantara penegak hukum
berdasarkan fakta hukum dalam kasus Adelin Lis, yakni : 1. Terbitnya surat Menhut RI No.S.613Menhut-II2006, tanggal 27
September 2006 yang menyatakan bahwa “penebangan diluar RKT
13
Diakses terakhir tanggal 30 Juli 2011, melalui- http:putusan.mahkamahagung.go.id putusan 12fe57d986ae4d4b34603935ed40720a
Universitas Sumatera Utara
dipandang sebagai pelanggaran administratif dan bukan merupakan perbuatan pidana”;
14
2. Jaksa Penuntut Umum menuntut dengan pidana kehutanan, dan pidana korupsi;
3. Judex facti memutuskan putusan bebas vrijpraak, akan tetapi pada putusan kasasi membatalkan putusan tersebut dengan putusan
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan kehutanan.
2 Peluang multi tafsir atas sanksi dalam pasal 78 terhadap pasal 80 ayat 2
UU No 41 tahun 1999, tentang kehutanan, timbul hambatan dalam penegakan hukumnya, terutama pelaksanaan eksekusi, baik terhadap
Adelin Lis tidak dapat dilakukan karena setelah putusan bebas oleh PN Medan yang bersangkutan melarikan diri dan saat penelian status Daftar
Pencarian orang DPO maupun pelaksanaan eksekusi terhadap harta kekayaannya untuk membayar uang pengganti oleh Jaksa Penuntut
Umum belum dapat dilakukan. Lawrence M. Friedman membagi sistem hukum kedalam tiga subsistem, yakni
substansi, struktur dan kultur hukumbudaya hukum
15
14
Putusan Yudex Facti tersebut telah dianulir dengan putusan MARI No 68PIDSUS2008 hal 252 memutuskan: 1 Bahwa Menhut tidak mempunyai kompetensi untuk menyatakan suatu
perbuatan merupakan tindak pidana atau tindakan administratif; 2 Bahwa yang berwenang menyatakan apakah suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana adalah hakim; 3 Bahwa tindakan
hakim yang membenarkan isi kedua surat tersebut adalah suatu pembenaran bagi lembaga lain selain pengadilan untuk bertindak sebagai hakim.
.
Universitas Sumatera Utara
Substansi hukum adalah aturan, norma, peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berada dalam sistem hukum itu. Substansi hukum tidak hanya
menyangkut peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam kitap-kitab hukum law in books,
16
tetapi juga pada tataran hukum yang hidup living law
17
Struktur hukum adalah agensi-agensi, organ-organ, pejabat-pejabat, badan dan lembaga yang mengawasi peraturan hukum dan melaksanakan fungsi struktural
tersebut yang diawasi dengan sebuah sistem pengawasan yang memadai yakni
“produk” berupa keputusan-keputusan administrasi negara yang dihasilkan oleh pejabat publik dalam lingkup sistem hukum itu, misalnya surat keputusan.
18
Kultur hukum budaya hukum lahir dari sejumlah fenomena yang saling berkaitan. Pertama, dari pemahaman publik mengenai pola-pola sikap dan perilaku
terhadap sistem hukum antara seorang ke orang lain akan berbeda, misalnya apakah pengadilan itu telah adil?, kapan orang-orang bersedia menggunakan pengadilan?,
unsur hukum mana yang sah ligitimate, bagaimana pemahaman mereka mengenai hukum? Kedua, satu jenis kultur hukum kelompok, yakni kultur hukum para
. Setiap peraturan perundang-undangan harus mempunyai lembaga pengawas dan berfungsi
untuk menegakkan undang-undang. Lembaga pengawas ditetapkan pada pasal 59 sampai pasal 64 dalam UU Kehutanan, yakni pemerintah pusat, daerah dan
masyarakat.
15
Lawrence M. Friedman. “American Law An Introduction,” Secon Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,Jakarta: Tata Nusa, 2001, hal 7.
16
Ibid hal 7
17
Ibid hal 8
18
Lawrence M. Friedman. “American Law An Introduction,” Secon Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar,Jakarta: Tata Nusa, 2001, hal 7.
Universitas Sumatera Utara
profesional hukum bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapan manusia terhadap hukum dan sistem hukum, dan prinsip-prinsip para
pengacara, hakim dan lain-lainnya yang bekerja dalam lingkaran ajaib sistem hukum
19
. Budaya hukum dapat diartikan pula sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum sangat dipengaruhi oleh “sub-budaya hukum” berdasarkan ras, seperti orang kulit putih, kulit hitam, berdasarkan agama, yakni
Katholik, Protestan, Yahudi, Polisi, Penjahat, Penasehat hukum, Pengusaha dan lain sebagainya. Sub-budaya hukum yang sangat menonjol dan sangat berpengaruh
terhadap hukum adalah budaya dari “orang dalam” insiders yaitu hakim, dan mereka yang terlibat bekerja dalam sistem hukum itu
20
Selain menggunakan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman, juga menggunakan teori hukum pembuktian untuk menjawab
permasalahan penegakan hukum dari perpektif hukum pembuktian mulai pada tahap penyidikan sampai pada proses pemeriksaan sidang pengadilan hingga putusan hakim
atas perkara Adelin Lis berkekuatan hukum yang tetap inkracht. .
2. Kerangka Konsepsi Definisi Operasional