Teori Lawrence M.Friedman,
97
tentang sistem hukum, memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem, yakni substansi hukum, struktur
hukum dan kultur hukum akan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisa penegakan hukum pidana terhadap kasus a quo, in ca’su putusan judex facti Nomor
2240Pid.B2007 PN.Mdn. Tanggal 5 November 2007 dan putusan MARI No. 68.KPID.SUS2008, tanggal 31 Juli 2008.
A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan di “Hilir”
Maksud penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kehutanan di “hilir” dalam kasus a quo, adalah penegakan hukum atas pelanggaran pasal 50 ayat 3 huruf
h: “Setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan,” yang
diancam pidana dengan pasal 78 ayat 7 UU Kehutanan. Duduk Perkara di “Hilir”. Bahwa pada tanggal 23 Januari 2006 sekitar pukul
17.00 wib di perairan Sibolga, Kab. Tapteng, Propinsi Sumatera Utara, Tim Reskrim Polri dari Polda Sumut menangkap tertangkap tangan satu unit tongkang yang
ditarik dengan satu unit Tug boat saat mengangkut muatan berbagai jenis kayu bulat sebanyak 552 lima ratus lima puluh dua batang atau 1.188,77 M³ seribu seratus
delapan puluh delapan ribu koma tujuh puluh tujuh meter kubik dengan SKSHH
97
Lawrence M. Friedman, Loc Cit. Baca juga uraian dan penjelasan M. Laica Marzuki tentang sistim hukum yang dikutip Yuliandri, dalam bukunya: Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Perundang_undangan Yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan , Jakarta:
Raja Grafindo Persada-2010 hal 32-33.
Universitas Sumatera Utara
fiktif an.PT.KNDI. Dalam pengangkutan kayu bulat ditemukan keadaan pisik kayu, baik jumlah dan jenis kayu bulat tidak sama dengan yang tertulis pada dokumen
SKSHH an. PT. KNDI. Pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang kehutanan termasuk pikiran-pikiran pembuat peraturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan
legalitas pengangkutan hasil hutan kayu dengan IUPHHK pada hutan alam dirumuskan sebagai berikut: 1 wajib dilakukan pengujian terhadap kayu di TPK
untuk memastikan, bahwa kayu tersebut benar berasal dari dalam RKT yang telah disahkan dan PSDH dan DR atas kayu itu telah dibayarkan kepada negara; 2 dalam
pengangkutan wajib dilengkapi bersama-sama dengan SKSHH. Pembuat undang- undang memberikan penjelasan hukumnya: “bahwa apabila isi dokumen SKSHH
tersebut tidak sama dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah, maupun volumenya, maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yang sah sebagai
bukti pengangkutan kayu” dan dalam pengangkutan kayu dianggap tidak dilengkapi dengan SKSHH dan hal tersebut adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana kehutanan vide pasal 50 ayat 3 huruf h yo pasal 78 ayat 7 UU Kehutanan. Oleh Satjipto Rahardjo berpendapat, “bahwa perumusan pikiran pembuat undang-
undang akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan oleh penegak hukum”.
98
Lihat tabel 1 :
98
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis Yoyakarta: Genta Publishing - 2009, hal 24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Data Perbandingan SKSHH dengan hasil Pengukuran Ahli
Data dalam SKSHH Hasil Pengukuran Ahli
Jenis Hasil Hutan
Jumlah batang
Vol M³ Jenis Hasil
Hutan Jumlah
batang Vol M³
Meranti, 89
103,17 Meranti
30 53,11
Kapur 55
56,88 Kapur
32 66,89
Keruing 102
141,21 Keruing
20 46,55
Resak 113
139,32 Resak
380 834,27
Jelutung 75
93,59 -
- -
Rimba Campuran
311 463,00
Rimba Campuran
67 140,91
Rengas 95
147,03 Rengas
23 47,04
Jumlah
552 1.188,77
Sumber : Data Legal Audit Sophia Hadyanto Parners,
Penerbitan dokumen SKSHH dilakukan oleh terdakwa Drs. M. TOHIR selaku Kasubdis Bina Produksi dan NIRWAN RANGKUTI,SH selaku Kepala Seksi Tanda
Legalitas pada Dinas Kehutanan, Kabupaten Mandailing Natal Madina tanpa didahului dengan pengujian terhadap fisik kayu sehingga isi dokumen SKSHH tidak
sama dengan keadaan fisiknya. Putusan PN. Sibolga terhadap perbuatan para Terdakwa tersebut menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana menempatkan keterangan palsu pada dokumen autentik berupa SKSHH dan oleh karenanya dihukum pidana penjara antara 6 sampai 8 bulan
dipotong masa tahanan berdasarkan pasal 266 ayat 1 2 KUHP. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum atau “penerapan hukum” adalah
pelaksanaan penegakan hukum secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari- hari terhadap pelanggaran hukum atau suatu proses untuk mewujudkan keinginan-
Universitas Sumatera Utara
keinginan hukum menjadi kenyataan. Dalam bahasa asing Belanda: Rechtdtoepassing, rechtshandhaving
; dan Amerika: Law enforcement, application
; 99
Duduk Perkara di “Hulu”. Berdasarkan pertimbangan hukum dalam putusan PN. Sibolga terhadap para terdakwa diatas, yakni: Drs. M. TOHIR dan NIRWAN
RANGKUTI,SH selaku pejabat tata usaha negara yang menerbitkan dokumen SKSHH secara fiktif dijadikan sebagai “pintu masuk” atau entry point untuk
melakukan penegakan hukum pidana terhadap Dewan Direksi PT. KNDI masing- masing an. Terdakwa Ir. OSCAR SIPAYUNG selaku Direktur Utama dan Ir.
WASHINGTON PANE selaku Direktur Produksi perencanaan, dan Terdakwa Ir. BUDI ISMOYO selaku Kepala Dinas Kehutanan Kab. Madina periode tahun 2002
sampai tahun 2005 di PN. Penyabungan, di Penyabungan, Kab. Madina, masing- masing diberkas terpisah disiplitsing. Kepada para terdakwa, didakwa melakukan
penyalahgunaan hak wewenang dalam pemanfaatan hasil hutan kayu berdasarkan IUPHHK dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor:
805Kpts-IV1999, tanggal 30 September 1999 sejak tahun 200 sd tanggal 23 Januari 2006, di dalam areal hutan negara seluas ± 58.590 lima puluh delapan ribu lima ratus
sembilan puluh Ha yang terletak pada kelompok hutan Produksi sungai Singkuang – sungai Natal, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Mandailing Natal, dahulu sebelum
tahun 2000 adalah Kec. Natal, Kab. Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara, dalam jangka waktu 35 tiga puluh lima Tahun.
99
Satjipto Rahardjo, Loc. Cit. Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal 181.
Universitas Sumatera Utara
Terhadap para terdakwa dan diputus PN. Penyabungan bervariasi, yakni: 1 Putusan bebas vrijspraak;
100
2. Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum onslag van recht vervolging;
101
dan 3 Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum.
102
Terhadap ketiga jenis putusan tersebut tidak ada upaya JPU untuk melakukan upaya hukum, antara lain upaya kasasi terhadap putusan bebas
vrijspraak dan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum onslag van recht vervolging
vide pasal 244, 245, 248 dan 253 KUHAP; dan upaya memperbaiki dakwaannya terhadap dakwaan yang dianggap bersifat kabur oscuur libel vide
pasal 144 KUHAP, atau melakukan upaya perlawanan hukum terhadap dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum. Kesimpulannya, bahwa JPU tidak dapat
membuktikan dakwaannya dan tidak juga melakukan upaya perlawanan dengan menempuh upaya hukum atas putusan PN. Penyabungan itu, justru menerima putusan
tersebut vide pasal 246 ayat 1 KUHAP.
B. Penegakan Hukum Pidana dalam Kasus ADELIN LIS