menggantikan. Penelitian ini menemukan bahwa earning management akrual cenderung menurun dan earning management aktivitas nyata naik setelah
penyelesaian penuntutan perkara hukum perusahaan. Akan tetapi kedua teknik earning management tersebut berhubungan positif dengan insentif atas melakukan
earning management. Oktorina 2008 berhasil menemukan bukti bahwa perusahaan melakukan manipulasi aktivitas nyata melalui arus kas kegiatan operasi dan
mempengaruhi kinerja pasar pada kelompok 50 perusahaan terbaik menurut Swa100 yang memiliki total aktiva diatas Rp 1 triliun dan EVA terbaik pada periode tahun
2001 sampai dengan 2006. Lain halnya dengan Annisaa’rahman dan Hutagaol 2007 yang mengatakan bahwa earning management ditemukan melalui akrual tetapi tidak
pada aktivitas nyata dan earning management mempengaruhi kinerja saham setelah IPO.
2.1.1.4. Penawaran Saham Perdana Initial Public OfferingsIPO
Initial public offerings IPO atau penawaran saham perdana merupakan proses penjualan saham suatu perusahaan kepada masyarakat umum untuk pertama
kalinya Jogiyanto, 2003. Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran efek yang dilakukan
oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Adapun yang dimaksud sebagai
efek adalah surat berharga yaitu surat pengakuan hutang , surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
Universitas Sumatera Utara
kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek. Sementara itu, perusahaan publik didefinisikan sebagai perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-
kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang- kurangnya Rp. 3 milyar atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang
ditetapkan Peraturan Pemerintah. Harga saham yang di jual di pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi
underwriter, sedangkan di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar permintaan dan penawaran. Apabila penentuan harga saham saat IPO secara
signifikan lebih rendah dibandingkan dengan harga saham saat IPO dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka terjadi underpricing.
Sebaliknya apabila penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan harga yang terjadi dipasar sekunder di hari pertama, maka terjadi
overpricing. Underpricing dan overpricing merupakan dua hal yang selalu terjadi pada saat penawaran saham perdana.
Asimetri informasi antara pihak manajemen dan investor potensial sangat tinggi ketika perusahaan belum melakukan IPO. Hal ini disebabkan karena informasi
perusahaan yang belum go public relatif sulit diperoleh investor. Ketika perusahaan melakukan IPO, investor potensial hanya mengandalkan informasi dari prospektus.
Menurut Rao dalam Teoh et al. 1998 tidak terdapat media lain yang menyediakan informasi perusahaan yang sedang melakukan IPO, kecuali prospektus yang
disyaratkan Pengawas Pasar Modal. Kelangkaan informasi perusahaan sebelum IPO, memaksa investor potensial hanya mengandalkan prospektus sebagai sumber
Universitas Sumatera Utara
informasi mengenai perusahaan. Padahal prospektus hanya menyediakan laporan keuangan selama tiga tahun sebelum IPO dan informasi non keuangan Teoh et al.
1998. Kondisi ini memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan earning management supaya meningkatkan kemakmurannya, yaitu mengharapkan
harga saham akan tinggi pada saat IPO. Kebanyakan teori yang menjelaskan Harga Penawaran Perdana IPO yang
underpriced didasarkan pada asumsi bahwa terjadi perbedaan informasi antara berbagai pihak terhadap nilai saham yang baru tersebut. Salah satu dari teori tersebut
menganggap bahwa underwriter secara signifikan mempunyai informasi yang lebih baik daripada issuer Baron Holmstrom, dalam Ronni, 2003. Oleh karena
underwriter memiliki informasi yang lebih lengkap, underwriter akan mampu meyakinkan issuer bahwa harga yang rendah lebih baik jika issuer tidak pasti
terhadap nilai sahamnya sendiri. Perspektif ini didasarkan pada anggapan bahwa meskipun issuer mengetahui lebih banyak karakteristik bisnisnya, tetapi underwriter
lebih mengetahui harga pasar sebab underwriter melakukan survei pasar, melakukan investigasi terhadap issuer, mendapatkan informasi dari issuer dan juga punya
pengalaman dalam pengeluaran saham baru Ibbotson, Sindelar, Ritter, dalam Ronni, 2003
Teori yang lainnya dalam menjelaskan underpricing IPO adalah sebagai Signaling Equilibrium Phenomenom Allen dan Faulhaber, Grinbaltt dan Hwang; dan
Welch dalam Ronni, 2003. Dasar fundamental dari teori ini adalah perusahaan yang baik atau bagus dapat memberikan signal tanda tentang tipe atau kondisi
Universitas Sumatera Utara
perusahaannya dengan melakukan penetapan IPO yang underpricing. Sementara perusahaan yang jelek atau buruk tidak mau melakukan underpricing karena tidak
bisa menutupi kerugian akibat underpricing. Motivasi dari pengiriman signal lewat underpricing adalah asumsi bahwa keuntungan masa datang dari underpricing IPO
lebih besar dari kerugiannya. Beberapa penelitian seputar IPO antara lain Friedlan 1994 menemukan bukti
bahwa perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat menaikkan laba akuntansi perioda satu tahun sebelum IPO. Jain dan Kini 1994 menyatakan bahwa terdapat penurunan
kinerja operasional perusahaan setelah IPO. Penurunan tersebut menunjukkan indikasi telah terjadi earning management menjelang IPO. Hal ini dilakukan dengan
cara menggeser pendapatan perioda yang akan datang ke perioda sekarang atau menggeser biaya perioda sekarang ke perioda yang akan datang, sehingga laba
perioda sekarang dilaporkan tinggi. Joni dan Jogiyanto 2008 menemukan earning
management di sekitar IPO, yaitu perioda dua tahun sebelum IPO dan lima tahun setelah IPO. Perusahaan melakukan earning management dengan menurunkan nilai
laba perioda t-2 mean reversing, kemudian earning management dilakukan dengan menaikkan nilai laba pada perioda t-1. Perusahaan juga melakukan earning
management dengan menaikkan nilai laba perioda lima tahun setelah IPO. Hastoro dan Yuliana 2010 menemukan bukti bahwa tingkat earning management pada
perioda sebelum IPO lebih tinggi dibandingkan dengan perioda setelah IPO.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.5. Kinerja Perusahaan