x
1
x = Akrual diskresioner jangka pendek
2
x = Akrual diskresioner jangka panjang
3
x = Abnormal arus kas
4
e = Error
= Abnormal biaya diskresioner
3.2. Hipotesis
Teoh et al. 1998 menunjukkan bahwa penurunan kinerja perusahaan IPO berhubungan positif dengan discretionary accruals pada tahun perusahaan tersebut
go publik. Perusahaan dengan discretionary accruals tinggi, cenderung memiliki penurunan kinerja yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang discretionary
accruals saat IPOnya rendah. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ritter 1991 menyatakan bahwa kinerja saham menurun beberapa perioda setelah
IPO. Sedangkan Aharony et. al 1999, membuktikan bahwa perusahaan IPO melakukan earning management dengan cara mengganti metode akuntansi sebelum
IPO agar mendapatkan laba yang lebih tinggi. Manajer melakukan manipulasi dengan menggunakan akrual diskresioner,
yaitu kebijakan akuntansi yang memberikan keleluasaan pada manajemen untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel. Metode akrual diskresioner
memberi peluang bagi manajer untuk memperbaiki profil laba sesuai dengan keinginannya Friedlan, 1994. Bartov 1993 menemukan bahwa manajer menjual
aset tetap untuk menghindari pertumbuhan laba yang negatif dan pelanggaran
Universitas Sumatera Utara
perjanjian utang
.
Selain itu, Dechow dan Sloan 1991 melaporkan bahwa perusahaan yang di akhir periode mengurangi pengeluaran biaya riset dan pengembangan untuk
menaikkan laba jangka pendek. Sesuai dengan penelitian oleh Teoh et al. 1998, penelitian ini menggunakan dua jenis akrual yaitu, akrual diskresioner jangka pendek
dan akrual diskresioner jangka panjang, sedangkan ukuran akrual yang dipakai adalah modifikasi model Jones 1991.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini yang berkaitan dengan earning management akrual sebagai berikut:
H1 : Manipulasi laba akrual diskresioner jangka pendek mempengaruhi kinerja
saham perusahaan yang melakukan IPO
H2 : Manipulasi laba akrual diskresioner jangka panjang mempengaruhi kinerja
saham perusahaan yang melakukan IPO Manajer juga memiliki insentif untuk memanipulasi aktivitas nyata sepanjang
tahun untuk memenuhi target laba tertentu. Manipulasi aktivitas nyata mempengaruhi aliran kas dan dalam beberapa kasus akrual. Banyak dari riset terkini earning
management yang fokus pada deteksi abnormal akrual. Penelitian Roychowdhury, 2006 yang secara langsung menguji earning management melalui aktivitas nyata
diko
nsentrasikan
pada aktivitas investasi. Jika manajer menyimpang dari tingkat
aktivitas rata-rata pada industri dan tahun yang sama, maka hal ini menunjukkan bahwa: 1 manajer telah melakukan tindakan manipulasi aktivitas nyata, dan 2
manajer mendapatkan set kesempatan yang berbeda bagi perusahaan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan yang diduga mempunyai kemampuan terbatas dalam mengatur laba melalui akrual akan melakukan manipulasi aktivitas nyata sebagai penggantinya.
Manipulasi aktivitas nyata merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi
berjalan. Oleh karena itu, manipulasi ini dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi berjalan. Hal waktu inilah yang menjadi bagian penting bagi
perusahaan dalam hal ini manajer memiliki insentif untuk melakukan manipulasi aktivitas nyata. Tujuan manipulasi aktivitas nyata adalah menghindari melaporkan
kerugian yang dilakukan dengan menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh pada laba yang dilaporkan yaitu rekening-rekening yang masuk dalam laporan laba rugi.
Teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi aktivitas nyata adalah manajemen penjualan, produksi besar-besaran,
dan pengurangan biaya diskresioner Roychowdhury, 2006.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini yang berkaitan dengan manipulasi aktivitas nyata sebagai berikut:
H3 : Manipulasi aktivitas nyata arus kas kegiatan operasi mempengaruhi kinerja
saham perusahaan yang melakukan IPO
H4 : Manipulasi aktivitas nyata biaya diskresioner mempengaruhi kinerja saham
perusahaan yang melakukan IPO Asimetri informasi pada saat penawaran saham perdana mendorong
manajemen melakukan kebijakan earning management sebelum dan sesudah
Universitas Sumatera Utara
penawaran Teoh et al. 1998 menemukan bahwa variabel akrual diskresioner berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kinerja return saham tiga tahun setelah
penawaran. Sulistyanto dan Wibisono 2003 yang menggunakan akrual diskresioner sebagai proksi sikap oportunis manajer dan kinerja perusahaan yang diproksikan
sebagai kinerja keuangan dan kinerja saham dapat membuktikan terdapat hubungan yang negatif antara earning management dengan rendahnya kinerja return saham
perusahaan setelah penawaran. Rangan 1998 mencoba memprediksi return saham dengan komponen akrual
diskresioner untuk mendapatkan koefisien negatif yang menunjukkan kinerja saham yang rendah tersebut mampu dijelaskan dengan earning management. Hasilnya
menunjukkan bahwa koefisien regresi hubungan antara akrual diskresioner dan return saham adalah negatif, sehingga ia menyimpulkan bahwa rendahnya kinerja saham
mampu dijelaskan komponen akrual. Ali et al. 2000 menguji apakah komponen akrual mampu menjelaskan return saham perusahaan setahun setelah penerbitan
laporan keuangan. Komponen akrual penelitian tersebut dihitung dengan pendekatan Dechow et al. 1996. Hasilnya menunjukkan komponen akrual berhubungan negatif
dengan return saham. Subramanyam 2010 juga menemukan akrual diskresioner berhubungan dengan harga saham.
Syaiful 2004 meneliti hubungan earning management dengan return saham perusahaan yang terdaftar di BEJ. Penelitian dilakukan terhadap 44 perusahaan yang
melakukan IPO pada 1991-1994. Hasilnya menunjukkan bahwa return saham pada
Universitas Sumatera Utara
perioda satu tahun setelah IPO rendah. Tetapi penelitian ini tidak berhasil menemukan hubungan antara earning management dan return saham.
Rangan dalam Wibisono 2004 menunjukkan terdapat koefisien regresi yang negatif antara discretionary accrual dan return saham. Sedangkan Healy dan Palepu
1990 melaporkan reaksi pasar yang negatif disebabkan adanya asimetri informasi antara manajer dan investor. Penelitian ini menjelaskan bahwa pengumuman IPO
memberikan informasi mengenai resiko perusahaan dimasa depan. Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa turunnya kinerja perusahaan setelah
penawaran berkaitan dengan sikap oportunistik manajer yang memanfaatkan kesempatan yang ada. Meskipun dalam jangka pendek manajer mampu
mempertahankan keunggulannya, namun dalam jangka panjang manajer akan kehilangan kendali atas keunggulan tersebut, yang terefleksikan dalam penurunan
kinerja yang cukup signifikan. Berdasarkan keberagaman hasil penelitian sebelumnya dan berbagai teknik
earning management yang dapat dilakukan oleh perusahaan, mendorong dikembangkannya hipotesis ketiga sebagai berikut:
H5 : Earning management secara simultan mempengaruhi kinerja saham perusahaan
yang melakukan IPO .
Universitas Sumatera Utara
BAB IV METODE PENELITIAN