Desy Julita Ambarita : Tinjauan Budaya Amae Dalam Pola Pengasuhan Anak Jepang Menurut Teori Takeo Doi, 2010.
Amae adalah sikap ketergantungan atau sifat mengandalkan diri dengan mempercayai orang lain yang berasal dari kelompoknya. Hal ini berakibat bahwa
orang Jepang sangat memperhatikan pandangan lingkungannya, kekhawatiran akan jauh terkucil, serta ditinggalkan atau dijauhi dari lingkungan masyarakatnya yang
membuat mereka menjadi lebih peka, dan akan merasa malu atau haji 溟港
karena pandangan dan penilaian orang-orang sekitarnya sangat mempengaruhi pola kelakuan
dan tindakan mereka. Oleh karena itu, masyarakat Jepang sangat pandai dalam memelihara hubungan dengan orang lain dalam bermasyarakat dengan menekan
perasaan individu dan menitikberatkan kepada orang lain atau kelompok.
2.4 Pola Pengasuhan Anak Dalam Prinsip Amae
Hubungan ketergantungan mengadopsi tipe dan bentuk total ketika diekspresikan dalam interaksi ibu dan anak. Berikut ini akan dijabarkan bagaimana
pola pengasuhan anak dalam prinsip amae . Terdapat 4 jenis ketergantungan yang terjalin dari bentuk kultural dalam
hubungan idealis ibu dan anak ini. Pertama : Sang ibu memiliki kuasa penuh atas si anak, yang berarti si
anak bergantung secara total pada ibunya atas keamanan, perlindungan, dan pertahanan anaknya.
Kedua : Sang ibu adalah pelindung segalanya bagi si anak. Sang ibu
bertanggungjawab atas makanan, pengawasan toilet, pakaian,
Desy Julita Ambarita : Tinjauan Budaya Amae Dalam Pola Pengasuhan Anak Jepang Menurut Teori Takeo Doi, 2010.
dan kesehatan si anak. Si anak bergantung penuh pada kehadiran sang ibu.
Ketiga : Kehendak akan kesangatsabaran sepenuhnya condong dalam
hubungan ibu-anak ini. Sang ibu bertindak sebagai amayakasu, sementara si anak sebagai amaeru, tanpa adanya halangan yang
berarti. Keempat :
Seluruh hidup sang ibu diabdikan untuk kepentingan si anak. Sang ibu melambangkan “kemewahan” dalam empati dan
pengorbanan, yang mana menjadi tempat bergantung si anak tang tak berdaya.
Terdapat perubahan gambaran dari para ibu Jepang setelah masa perang berakhir. Pada masa sebelum perang, para ibu Jepang berifat pasif dan tunduk,
sementara pada masa setelah perang, para ibu seperti yang diberitakan oleh mass media, digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mendominasi. Meskipun begitu,
secara konsisten para ibu juga digambarkan sebagai sosok yang dapat diandalkan dan selalu membantu si anak. Si anak tidak meninggalkan kasih sayang yang mendalam
terhadap ibunya, bahkan ketika dia telah dewasa, yang mana hal ini berlawanan dengan anak remaja Amerika yang berjuang untuk mendapatkan kebebasan dari
kedua orang tuanya Lebra, 1976 : 58. Secara umum, dalam pola pengasuhan anak yang dilandasi oleh amae, baik
dominasi dan sifat posesif para ibu Jepang, kedua-duanya diseimbangkan atau disembunyikan di belakang sikap rela berkorbannya. Sang ibu secara konsisten
mendoktrinkan anaknya untuk menjadi anak laki-laki yang kelaki-lakian atau anak perempuan yang bersifat perempuan.
Desy Julita Ambarita : Tinjauan Budaya Amae Dalam Pola Pengasuhan Anak Jepang Menurut Teori Takeo Doi, 2010.
Dalam pola pengasuhan berlatar belakangkan budaya amae ketika sudah dewasa ini , ketergantungan ibu-anak bersifat timbal balik. Di saat si anak masih
kecil bahkan menginjak usia remaja, si anak bergantung kepada ibunya. Sebaliknya, si anak telah dewasa sang ibulah yang bergantung kepada anak. Para ibu di Jepang,
saat mengorbankan dirinya bagi anaknya, barangkali mengingatkan anaknya secara verbal atau melalui tingkah laku akan beban hatinya bahwa sang ibu bergantung
kepada si anak untuk menopang hidupnya. Dia akan berkata, “ Ingatlah anakku, kamu adalah satu-satunya yang ku miliki sebagai tempat bergantung. Engkau adalah
tujuan hidupku “ Lebra, 1998 :60. Berharap bergantung di masa tua kepada anak, dapat dimengerti menjadi alasan utama mengapa akhir-akhir ini para ibu Jepang pada
tingkat ekonomi menengah cenderung menjadi kyoiku mama para ibu yang terobsesi pada pendidikan yang secara terus menerus menekankan pendidikan
kepada anaknya, terutama dalam menghadapi ujian masuk. Hal ini adalah tanda lainnya bahwa perilaku sosial, dalam hal ini adalah ketergantungan, bersifat interaksi.
Berkat amae, bukanlah hal yang disengaja bahwa peran ibu menjadi tema yang populer dalam lagu-lagu terkenal, cerita, permainan, dan film. Dan masalah
dalam tema tersebut diisi dengan adegan menyedihkan yang selalu berhasil membuat penonton maupun pendengar meneteskan air mata.
Desy Julita Ambarita : Tinjauan Budaya Amae Dalam Pola Pengasuhan Anak Jepang Menurut Teori Takeo Doi, 2010.
BAB III BUDAYA AMAE DALAM POLA PENGASUHAN ANAK
3.1. Amae Dalam Pengasuhan Bayi
Dalam masyarakat Jepang, anak-anak diasuh bebas sekali, hampir terus menerus dalam kontak ibunya, dan praktis tidak pernah ditinggalkan sendirian.
Masyarakat Jepang sejak kelahiran memang diarahkan untuk saling bergantung kepada pihak lain
http:www.mail-archive.combalita-andaindoglobal.com .
Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti asing sering kali memuji kedekatan