Akibat Hukum Pada Importir yang Tidak Melakukan Pembayaran Kredit

Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 pembuka segera memberitahukan eksportir atau bank penerus atas penolakan pembayaran tersebut. d. Opening bank dapat meminta eksportir untuk mengusahakan penyelesaian dengan eksportir, dan pada waktu yang sama memberitahukan bank penerus bahwa penyelesaian pelaksanaan pembayaran sedang ditunda. e. Meminta instruksi pada eksportir atau bank penerus LC tentang pelepasan dokumen- dokumen. f. Bila importir masih tidak memproses transaksi tersebut, maka opening bank akan memberitahukan negotiating bank tentang masalah tersebut, dan meminta instruksi atas penanggulangan barang-barang yang merupakan milik negotiating bank tersebut. 30

D. Akibat Hukum Pada Importir yang Tidak Melakukan Pembayaran Kredit

Pada dasarnya hubungan antara eksportir dan importir dalam pembukaan LC tetap berdasarkan pada hubungan jual beli. Tentang hubungan jual beli ini diatur dalamPasal 1458 KUHPerdata, yang berbunyi, “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah para pihak mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut beserta harganya, meskipun benda tersebut belum diserahkan ataupun harganya belum dibayar”. Berdasarkan ketentuan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli dihitung berlaku bulan sejak adanya penyerahan levering. Hak dan kewajiban kedua belah pihak sudah ada sejak terjadi kata sepakat mengenai benda beserta harganya 31 30 Roselyne Hutabarat, 1997, Transaksi Ekspor Impor, Erlangga, Jakarta, hal.76 31 Munir Fuady, 2002, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Keempat, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, hal. 121 . Hal ini juga berlaku bagi pembukaan LC, namun dalam hal pembukaan LC tidak ada hak dan kewajiban tambahan, karena pada prinsipnya pembukaan LC hanya mengkonfirmasikan kembali apa yang telah Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian jual beli. Sehingga dalam perdagangan ekspor impor, yang pertama kali dilakukan adalah persetujuan atau kesepakatan atas kontrak jual beli barang dalam bentuk sales contract atau confirmation of sales. Maka dengan dasar kontrak jual beli tersebut sudah dapat dimohonkan pembukaan letter of credit LC. Dalam hal pembukaan LC, hubungan hukum antara importir dengan bank dapat dilihat sebagai perjanjian pemberian kuasa, yaitu pihak importir memberi kuasa pada pihak bank untuk mengeluarkan LC dan membayar pada eksportir. Kewajiban utama bank disini adalah untuk membayar pada eksportir serta memeriksa dokumen-dokumen yang bersangkutan. Sedangkan kewajiban pihak importir adalah untuk membayar uang deposit, uang senilai harga jual beli, serta uang jasa bank. Kedudukan eksportir dalam pembukaan LC hanya sebagai pihak ketiga yang dijanjikan sesuatu oleh importir dan pihak bank. Seorang importir yang akan melaksanakan impor barang, selain harus memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan, juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan lainnya, yaitu: 1. Harus memiliki rekening pada bank yang akan digunakan pada lalu lintas pembayaran impor. 2. Importir tidak dalam status “black list” yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Jadi dalam hal yang menyangkut status importir ini, pihak bank harus memperhatikan keadaan nasabah importir, yang nantinya akan berkaitan dengan kredit ekspor yang dikeluarkan. Pada dasarnya, setiap pembukaan LC harus dalam jenis valuta yang dimiliki advising bank, namun opening bank tetap dapat membuka LC dalam jenis valuta yang tidak dimiliki oleh advising bank, sepanjang importir bersedia menanggung biaya-biaya yang akan timbul akibat nilai tukar valuta asing yang bersangkutan. Pelunasan pembayaran transaksi ekspor impor dapat dilakukan importir pada saat rekening impor diterima untuk sight LC, atau pada saat jatuh tempo pembayaran wesel berjangka waktu untuk usance LC. Apabila terjadi suatu situasi dimana importir tidak mampu Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 melakukan pelunasan pembayaran kredit impornya terhadap bank, maka hal ini dikatakan sebagai kredit macet. Defenisi dari kredit itu sendiri adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain, dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu saat yang telah ditentukan disertai dengan kontra prestasi berupa bunga dalam bentuk uang. Sedangkan defenisi kredit menurut Pasal 1 ayat 12 UU Pokok Perbankan RI, “kredit ialah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dalam jumlah bunga, imbalan, atau hasil keuntungan”. 32 1. Lancar Suatu kredit dapat dikatakan macet atau tidak, dapat diketahui dengan cara memperhatikan kolektibilitas kredit tersebut. Kolektibilitas kredit dapat diketahui dengan mengacu pada Surat Edaran BI No. 264BPPP tahun 1993 tentang Penggolongan Kredibilitas Kredit, yang menggolongkan kredibilitas kredit menjadi empat golongan, yaitu: Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok atau terdapat tunggakan angsuran pokok, tetapi belum melampaui waktu enam bulan tunggakan 0 – 6 bulan. 2. Kurang Lancar Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 6 bulan, tetapi belum melampaui waktu sembilan bulan tunggakan 7 – 9 bulan. 3. Diragukan Kredit tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar, atau kredit masih bisa diselamatkan dan jaminannya bernilai sekurang-kurangnya 75 dari hutang debitur, atau kredit tidak dapat diselamatkan tetapi jaminannya bernilai sekurang-kurangnya 100 dari hutang debitur tunggakan 10 – 30 bulan. 32 Undang-Undang Pokok Perbankan No. 10 tahun 1998 Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 4. Macet Kredit tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lacar, dan diragukan. Atau memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waku 31 bulan sejak dinayatakan atau digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit tunggakan 30 bulan. Berdasarkan Surat Edaran Direksi BI No. 164BPPP tahun 1993 tentang kualitas aktiva produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan, langkah pertama yang harus dilakukan oleh pihak bank adalah upaya penyelematan kredit. Bentuk-bentuk dari upaya penyelamatan kredit dapat berupa: 33 a. Penjadwalan Kembali Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu, termasuk masa tenggang, meliputi perubahan besarnya angsran ataupun tidak. b. Persyaratan Kembali Yaitu perubahan sebagian atau keseluruhan syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lain sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit, dan perubahan sebagian atau menyeluruh kredit menjadi equity perusahaan. c. Penataan Kembali Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank dan atau perubahan sebagian atau menyeluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, serta perubahan sebagian atau menyeluruh kredit menjadi equity perusahaan. Upaya-upaya diatas merupakan upaya awal yang dapat dilakukan oleh sebuah bank apabila mengalami kredit macet. Tetapi apabila upaya tersebut tidak menunjukkan hasil, maka upaya 33 Surat Edaran Direksi BI No. 164BPPP tahun 1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 selanjutnya yang dapat diambil oleh pihak bank ialah tindakan berupa upaya-upaya hukum, yaitu: 1. Melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara BPUPLN 2. Melalui gugatan perdata melalui jalur pengadilan 3. Melalui jalur arbitrase Upaya penyelesaian melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara BUPLN hanya dapat dilakukan oleh bank milik pemerintah saja, sebab kredit macet yang dialami oleh bank milik pemerintah dianggap sebagai piutang negara. Untuk bank swasta, dimana modal perusahaannya bukan milik pemerintah, tidak dapat melalui BUPLN, tetapi dengan cara pengadilan ataupun arbitrase. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU No. 49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, disebutkan tentang penanganan kredit macet bank pemerintah melalui BUPLN, yaitu “ kepada instansi-instansi pemerintah dan badan-badan yang dikuasai secara langsung ataupun tidak langsung oleh negara, misalnya bank-bank pemerintah, perusahaan-perusahaan negara dan sebagainya diwajibkan menyerahkan piutang-piutang yang ada dan telah pasti jumlahnya, dimana penanggung hutangnya tidak mau melunasi kewajibannya sebagaimana mestinya, kepada Panitia Urusan Piutang Negara”. Dalam prakteknya, pelimpahan pengurusan penyelesaaian kredit macet kepada BUPLN selambat-lambatnya adalah 3 tiga bulan setelah tanggal jatuh tempo yang tercantum dalam dokumen-dokumen perpanjangan jangka waktu pelunasan kredit. Namun ada kalanya pengurusan ini timbul dari BUPLN sendiri tanpa menunggu pelimpahan dari pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara BUMN, yang didasarkan pada pemikiran bahwa pengurusan dan penagihan piutang macet merupakan upaya mengamankan keuangan dan kekayaan negara. Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 Hal pertama yang dilakukan oleh BUPLN dalam pelaksanaannya mengurus piutang negara adalah melakukan perundingan dengan pihak yang berhutang. Maksud dari perundingan tersebut adalah untuk mengetahui besarnya jumlah hutang yang belum dibayar oleh penanggung hutang. Setelah tercapai kesepakatan mengenai jumlah hutang, dimana termasuk bunga berupa uang, denda uang yang sifatnya bukan pidana, serta biaya-biaya yang bersangkutan dengan piutang, maka berdasarkan Pasal 10 ayat 1 UU No. 49 tahun 1960, BUPLN dan penanggung hutang membuat pernyataan bersama, yang memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Jumlah piutang negara. 2. Kewajiban penaggung hutang untuk menagihnya. Dengan adanya suatu pernyataan antara BUPLN dengan penanggung hutang yang merupakan surat keputusan bersama, maka surat keputusan bersama tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang kuat. Dengan demikian surat keputusan bersama tersebut juga mempunyai kekuatan eksekutor yang dapat dilaksanakan isinya. Untuk melaksanakannya, Ketua BUPLN mengeluarkan surat paksa yang dapat dijalankan dengan cara penyitaan atau pelelangan barang-barang kekayaan dari penanggung hutang. Hal ini dapat dilakukan sebab surat paksa yang dikeluarkan oleh Ketua BUPLN tersebut dianggap sama dengan keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak dapat dimintakan banding kepada Pengadilan Tinggi. Sedangkan untuk bank swasta yang mengalami piutang akibat kerdit macet, dapat diselesaikan dengan mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan, ataupun mengusahakan jalur damai dengan memanfaatkan bantuan pihak ketiga, seperti mediator, konsiliator, ataupun arbitrator. BAB V Farid Chairmawan : Tinjauan Yuridis Mengenai Pelaksanaan Ekspor Impor Yang Menggunakan Letter Of Credit, 2008. USU Repository © 2009 PENUTUP Dalam bab terakhir ini penulis akan menarik suatu kesimpulan tentang apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Disamping itu penulis juga akan mengemukakan beberapa saran yang mungkin dapat dijadikan bahan masukan bagi pembinaan dan pengembangan cara pembayaran dalam transaksi ekspor impor dengan menggunakan Letter of Credit serta pengembangan ilmu pengetahuan.

A. Kesimpulan