Pembagian Kerja Para Pihak Pelaksana Kegiatan di Pelabuhan

Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009 Jadi walaupun belum diperiksa dokumennya, namun barang dapat dikeluarkan, tapi disegel dan akan diperiksa di gudang importir yang mana petugas Bea dan Cukai sudah siaga disana untuk mngawasi pembongkaran barang. Selama barang masih dalam pengawasan Bea dan Cukai tidak dapat diperdagangkan atau diproduksi. Untuk ekspor barang Bea dan Cukai memberi kemudahan, yang saat ini pelaksanaan EDI juga dilakukan dengan penyesuaian sebelumnya melalui sistim disket atau manual. Untuk memajukan investasi suatu perusahaan diberi insentif oleh Pemerintah, diberi fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk atas barang impor di mana tujuan barangnya diekspor. Pihak Bea dan Cukai juga mengantisipasi pegawai- pegawainya agar tidak melakukan kerjasama dengan pihak pengguna jasa untuk melakukan penyimpanganpenyimpangan, antara lain dengan memberikan insentif- insentif dan ada pajak yang dikenakan pada para pengguna jasa yaitu pengenaan custom fee yaitu penerimaan negara bukan pajak, yang diharapkan kembali kepada pegawai pajak untuk kesejahteraan dan upaya antisipasi pihak bea dan cukai agar para pegawainya tidak melakukan penyimpangan. 71 Berikut ini akan dilihat beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai solusi untuk meningkatkan kinerja di pelabuhan dalam rangka meningkatkan kegiatan ekspor impor, yaitu : 72 Untuk dapat tercapainya kesamaan pengertian dan penerapan terhadap formulaformula indikator performansi atau kinerja pelabuhan diperlukan tahapan

1. Pembagian Kerja Para Pihak Pelaksana Kegiatan di Pelabuhan

71 Arifuddin, 1997, Praktek Pengangkutan Multimoda dan Pengangkutan Intersuler di Indonesia, disampaikan pada Seminar Nasional tentang Kesiapan Hukum Nasional dalam Menghadapi Perkembangan Pengangkutan Multimoda, BPHN, Depkeh, Jakarta, hal. 5. 72 Elfrida Gultom, Bea Cukai Sebagai Akselator Pelabuhan Untuk Meningkatkan Devisa Negara, diakses dari situs : httpwww.legalitas.org, tanggal 5 Maret 2008. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009 pelatihan atau penyuluhan terhadap semua petugas operasional, secara konsisten dan berkesinambungan. Untuk tercapainya prestasi yang diinginkan, maka terhadap semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kepelabuhanan perlu ditentukan besarnya tolok ukur kinerja pelabuhan yang menjadi tanggung jawabnya, sebagai indikasi baik dan buruknya prestasi kerja dari masing-masing pihak yang terlibat sebagaimana yang di sebut diatas. Mengingat banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kepelabuhanan pada dasarnya mempunyai tanggung jawab kinerja sendiri-sendiri, sebaiknya tolok ukur ini disepakati bersama, agar semua pihak yang benar-benar terkait dapat mencapai apa yang telah disepakati bersama. Adapun dimensi waktu dari masing-masing tolok ukur kinerja pelabuhan yang perlu disepakati tersebut, bisa dalam bentuk setiap aktivitas, rata-rata hari, minggu, dan sebagainya. Data dan informasi yang akurat melalui bantuan komputerisasi diperlukan mengingat lancarnya barang melebihi kelancaran informasi komputer karena data yang tidak akurat. Tanpa kejelasan siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengendalian atas penerapan tolok ukur kinerja pelabuhan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka sulit untuk dapat tercapainya kinerja pelabuhan secara keseluruhan yang membaik dari waktu ke waktu. Sebaliknya, pihak yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan pengendalian harus secara aktif melaksanakan pengawasan atas semua kegiatan operasional di lapangan setiap saat. 2. Pelaksanaan Good Corporate Governance Terhadap Fungsi Pemerintahan dan Fungsi Pengusahaan dalam Mengelola Pelabuhan Birokrasi pada awalnya dibuat untuk mempermudah urusan dan bukan menghambat, namun apa yang terjadi jika birokrasi justru berputar-putar tanpa Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009 kendali dan profesionalisme tidak dijadikan indikator utama untuk melihat efisiensi dan efektivitas suatu organisasi. 73 Birokrasi di badan pelabuhan dilakukan oleh instansi pemerintahan maupun pengusaha jasa pelabuhan sendiri, seperti misalnya keluhan dari GINSI Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia yang menghimbau pemerintah untuk memangkas sejumlah departemen teknis yang menangani impor di pelabuhan, dan meminta agar Ditjen Bea dan Cukai saja yang menangani agar lebih efektif dan optimal dalam menjalankan pengawasannya. Akibat dari semua itu adalah beban yang harus ditanggung kalangan importir yang mencapai 10 dari nilai impor. Pungutan Hal inilah yang merupakan fakta yang menjadi kendala majunya pelabuhan- pelabuhan Indonesia, terlalu banyaknya meja yang harus dilalui untuk bersandarnya kapal dan melakukan kegiatan bongkar muat dan lain sebagainya, padahal yang sangat diperlukan oleh suatu kapal terhadap kinerja suatu pelabuhan adalah efektif dan efisiensi. Namun yang menjadi hambatan bukan saja dari segi fasilitas, sumber daya manusia yang tidak optimal dari hampir di seluruh pelabuhan Indonesia yang mempunyai masalah yang sama, ketidakoptimalan kinerja juga dipicu oleh birokrasi yang berlarutlarut dari segi pelayanan baik oleh fungsi pemerintahan yang terdiri dari beberapa instansi terkait dan fungsi usaha yang dikelola oleh BUMN dalam hal ini PT. Pelindo. Sehingga untuk menikmati suatu pelayanan yang baik dari pelabuhan Indonesia adalah sesuatu yang mahal dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Hal ini karena begitu melekatnya birokrasi yang menyebabkan tumbuhnya praktek KKN yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di tubuh instansi penyelenggara kegiatan fungsi kepelabuhanan di Indonesia. 73 Ibid. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009 itu diluar yang telah diatur seperti bea masuk, dan PPh. Karena nilai impor Indonesia sudah mencapai US 35 miliar, maka pemborosan akibat pungutan tersebut sedikitnya US 3,5 miliar per tahun, yang kemudian ditanggung konsumen dalam negeri melalui harga produk impor yang tinggi. 74 secara teknis, tidak perlu lagi karena telah diperiksa oleh surveyor negara asalnya. Berbelit-belitnya izin di Departemen Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk melakukan impor aneka obat-obatan dan produk kesehatan. Contohnya impor alat suntik, yang jelas-jelas sudah diatur berbagai persyaratannya di BC, tapi masih juga harus mengajukan izin ke BPOM dan Depkes, padahal barang yang diimpor spesifikasinya sama. Hal ini sangat merugikan negara dan citra pelabuhan Indonesia, perlu segera disikapi dengan memberikan hukuman atas pelanggaran yang tidak seharusnya menurut peraturan karena merugikan pihak pengguna jasa pelabuhan, dan hal inipun dialami oleh pihak-pihak kapal asing yang akan masuk untuk bersandar di pelabuhan Indonesia, dimana apabila tidak membayar upeti atau biaya lebih, akan dipersulit dan menghadapi beberapa meja pegawai untuk dapat dengan waktu tepat sandar dan melakukan kegiatannya di pelabuhan, dan tentu saja pihak kapal menyetujui aksi para aparat ini, karena bila tidak akan banyak merugikan. Bukan uang yang dipermasalahkan tapi mengapa keadaan pelabuhan di Indonesia demikian. Selain itu untuk impor mesin bekas misalnya, yang telah disertifikasi oleh surveyor di negara asalnya tapi tetap harus mengajukan izin lagi di dalam negeri, yang 75 74 “Pangkas Departemen di Pelabuhan”, Bisnis Indonesia, Rabu, 3 November 2004, hal.6. 75 MS, Subagya, 1994, Manajemen Logistik, Haji Masagung, Cetakan Keempat, Jakarta, hal. 91. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009 Apabila dibandingkan dengan kinerja dari pelabuhan-pelabuhan negara tetangga, misalnya saja Singapura dan Malaysia, yang sangat efektif dan efisien dalam melayani kapal sebagai pelanggannya, bila pelayanan kapal memerlukan waktu hanya satu jam maka di Indonesia bisa memakan waktu 1 sampai 2 hari, dapat dibayangkan berapa biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh kapal yang akan bersandar di pelabuhan Indonesia daripada bersandar di pelabuhan negara tetangga tersebut. Penerapan hukum dan sanksi yang berat yaitu pengeluaran aparat yang melanggar harus diwujudkan untuk penertiban dan menjaga citra pelabuhan Indonesia dimata internasional. Seluruh departemen teknis yang berhubungan dan berkaitan dengan setiap kegiatan di pelabuhan lebih baik berkoordinasi, dengan demikian pihak pengguna jasa kepelabuhanan dapat menjalankan kegiatan bisnisnya tanpa harus dibebani birokrasi yang berbelit-belit dan melelahkan apabila tidak memberikan uang tip bagi aparat yang melayani jasa kepelabuhanan. Sehingga efisiensi dapat tercipta, dan harga-harga barang dapat dijual di pasaran dengan murah. Mekanisme administratif dan fisik hendaknya dilakukan melalui pengawasan yang optimal dari masing-masing departemen. Salah satu harapan untuk memperbaiki perekonomian Indonesia adalah meningkatkan pelayanan kinerja pihak terkait penyelenggara kegiatan pelabuhan, yaitu fungsi pemerintahan dan fungsi usaha. Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services disebut governance pemerintahan atau kepemerintahan, sedang praktek terbaiknya disebut good governance kepemerintahan yang baik. Agar Good Governance menjadi kenyataan dan sukses, dibutuhkan komitmen dari semua pihak, pemerintah dan masyarakat. Good Governance yang efektif menuntut Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009 adanya koordinasi yang baik dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep Good Governance dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri. 76 Belum dikelolanya sektor pelabuhan secara maksimal antara lain disebabkan karena tidak adanya pengelolaan tata laksana dan kepemerintahan yang baik yang sebenarnya merupakan cermin dan manifestasi dari aturan hukum, aturan main, dan etika. Kondisi semacam ini dikatakan sebagai ketiadaan Good Governance. 77 Hukum Progresif digunakan untuk membahas dan menganalisis apa yang menjadi faktor penghambat di pelabuhan dan bagaimana mengatasinya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa permasalahan pokok kepelabuhanan adalah kurang optimalnya peralatan penunjang kegiatan kepelabuhanan; tidak sinergis dan kondusifnya pembagian tugas dan wewenang antara pelaksana fungsi pemerintahan dan fungsi pengusahaan di pelabuhan sehingga berdampak pada tanggung jawab dari masing-masing pihak.

3. Hukum Progresif Sebagai Sarana Refungsionalisasi Pelabuhan