1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme perusakan senyawa purin, suatu nukleotida yang mempunyai banyak peran dalam berlangsungnya fungsi sel.
Pada manusia, asam urat dieksresikan didalam urin, tetapi dalam mamalia lain, asam urat dioksidasi lebih lanjut menjadi alantoin dikatalisasi oleh enzim urikase
Murray et al, 2003. Kadar asam urat normal pada manusia sekitar 4 mgdl. Kadar asam urat dalam
darah dapat meningkat melebihi kadar normal hiperurisemia, karena adanya peningkatan produksi asam urat atau penurunan eksresinya. Peningkatan kadar
asam urat darah dapat menyebabkan penumpukan kristal asam urat yang terbentuk seperti jarum terutama di persendian. Akibatnya akan menimbulkan rasa sakit
pada persendian tersebut. Keadaan ini dikenal sebagai penyakit gout atau artritis pirai Kasper et al, 2004.
Prevalensi penyakit gout di Indonesia sebesar 1,7 untuk daerah pedesaan dan 4,8 untuk daerah perkotaan. Pada tahun 1999, menurut penelitian,
prevalensi gout dan hiperurisemia di USA adalah 41 per 1000, dan di UK
prevalensi gout adalah 14 per 1000 Bandolier team, 2005.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangun Kusumo Jakarta, penderita rematik gout dari tahun ke tahun semakin
meningkat dan ada kecenderungan diderita pada usia semakin muda, yaitu kelompok usia produktif 30 sampai 50 tahun. Oleh karena itu, jika penyakit ini
tidak ditangani secara tidak tepat, maka gangguan yang ditimbulkan dapat
menurunkan produktivitas kerja Krisnatuti et al, 1997.
Diperkirakan bahwa gangguan asam urat terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan mewakili sekitar 5 dari total penyakit radang sendi. Penyakit ini
dapat dikelompokkan menjadi bentuk gout primer yang umum terjadi 90 kasus. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tapi diperkirakan akibat
kelainan proses metabolisme dalam tubuh. Umumnya dialami oleh laki-laki berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan gout sekunder 10 kasus dialami oleh
umumnya wanita setelah menopause. Penyebabnya karena gangguan hormon
Redaksi VitaHealth, 2008.
Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan dari bahan alam yang lebih murah dan memiliki potensi yang lebih baik yang berasal dari bahan alam yaitu obat
tradisional mengingat sumber daya alam Indonesia yang beragam akan tanaman obat. Selain itu obat-obat yang berasal dari bahan alam terbukti secara empiris
lebih akan digunakan dalam penggunaan jangka panjang dibanding dengan obat-
obat sintesis.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati melalui
penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan dalam tanaman obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia Herlina, 2005.
Hal ini disebabkan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia untuk mengobati suatu penyakit biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara
turun temurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi persyaratan. Salah satu tanaman obat yang secara tradisional digunakan untuk mengobati asam urat
adalah tapak liman Elephantopus scaber L suku Asteraceae. Diduga tumbuhan ini berasal dari Amerika di daerah tropik. Tumbuhan ini telah lama dimasukkan ke
pulau Jawa dan sekarang meluas di daerah rendah sampai ketinggian tempat kurang dari 1.200 m di atas permukaan laut. Tumbuhan merupakan gulma, pada
tempat-tempat tertentu sering ditemukan dalam jumlah banyak terutama di
lapangan rumput Depkes RI, 1996; Depkes RI, 1989; Yuniarti, 2008.
Secara umum menurut beberapa pustaka, dari hasil penelitian tapak liman mempunyai efek farnakologik untuk mengobati disentri, obat demam, malaria,
kurang darah, batuk, sariawan, influenza, peradangan amandel, radang tenggorok, radang mata, diare, gigitan ular, Epidemic encephalitis B, sakit kuning,
memperbaiki fungsi hati, busung air ascites, radang ginjal yang akut dan kronik, bisul, eksema, radang rahim, keputihan, mempermudah kehamilan, pengobatan
sesudah bersalin, pelembut kaki, peluruh dahak, peluruh haid, pembersih dahak, pengelat dan juga sebagai astringent, laktagoga. Serta memiliki kandungan kimia
antara lain Flavonoid luteolin-7 glukosida, epipriedelinol, lupeol, stigmaserin, triacontan-1-ol,
dotria-contan-1-ol, lupeol
acetat, deoxyelephantopin,
isodeoxyelephantopin Depkes RI, 1996; Depkes RI, 1989; Yuniarti, 2008.
Penelitian farmakologis dengan tahap pengujian secara sistematik, menggunakan metode uji asam urat yang tepat harus digunakan agar hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bermanfaat bagi masyarakat dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Hal tersebut melatarbelakangi
dilakukannya pengujian khasiat efek ekstrak etanol herba tapak liman
Elephantopus scaber L untuk menurunkan kadar asam urat darah hewan coba. Dalam hal ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia yang diinduksi oleh kafeina sebagai metode uji asam urat praklinis yang mendekati keadaan penderita asam urat yang
sebenarnya dan pemeriksaan kadar asam urat darahnya menggunakan metode tes
strip asam urat. 1.2
Perumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol herba tapak liman Elephantopus scaber L memiliki
kemampuan menurunkan kadar asam urat darah. 1.3
Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan khasiat ekstrak etanol herba tapak liman Elephantopus scaber L dalam menurunkan kadar asam urat darah tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia dengan pemberian kafeina.
1.4 Hipotesis