Tanggung Jawab Hukum Tanggung Jawab Profesi Kedokteran.

ﺎ و ﺎ اﻮآﺮ و ﷲا ﺪ او ﻰ ﺮ ـ ا ىذرﺎ ـ او آﺎ او ﻰ ﺎ ـ او ﻰ ﺮ ا ىﺬ و ﺎ ﺎ إ ﺪ اﻮـ ﻜ أ ﻜ ﺎ و ا او ـ ﺎ ﺎ او ـ ارﺎ ـ او , نإ نﺎآ ﷲا ﺎ ارﻮ . ءﺎ ـ ا : Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” Q.S. An-Nisa: 36.

2. Tanggung Jawab Hukum

Tanggungjawab hukum dokter adalah suatu “keterikatan” dokter terhadap ketentuan- ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya. 70 “Keterikatan” dokter terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya merupakan tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi dokter yang pada dasarnya meliputi 2 bentuk pertanggung jawaban 71 , yaitu: 1. Bidang hukum administarsi dimuat dalam Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 2. Bidang hukum pidana, terdiri dari: a. Undang-undang Hukum Pidana UU Nomor, 01 tahun 1946, antara lain: pasal 48-51, 224, 267, 268, 322, 344-361, 531 KUHP; b. Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan; c. Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 70 Legality, Jurnal Ilmiah Hukum, h 150 71 Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I, h 5 Dalam persfektip Islam mengenai masalah tanggung jawab terdapat beberapa hadits Nabi Saw yang berkenaan dengan tangung jawab profersi terutama profesi kedokteran, diantaranya adalah: ص ﷲا لﻮ ر لﻮ ﺮ ﷲاﺪ نأ . م . آ لﻮ ﻜًآو عار ﻜ لﻮ ﻹا ر مﺎ و عار ﺮـ او ر لﻮ ﻮهو هأ ﻰ عار ﻰ ﺔ ار ةأﺮ او ر لﻮ و ﺎﻬ وز ار مدﺎ او ﺎﻬ ر ﺔ ﻮ و ﺪ لﺎ ﻰ ع لﺎ ﺪ نأ و لﺎ ر لﻮ ر ﺮ او و أ لﺎ ﻰ عا لﻮ ﺔ ر لﻮ و عار ﻜ آو ر ͽ ا اور رﺎ ى ͼ 72 Artinya: Abdullah bin Umar r.a. mengabarkan, bahwa Rasullah Saw bersabda: “Setiap kamu adalah pimimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Imam itu pemimpin dalam keluarganya, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Laki-laki itu pemimpin, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Wanita itu pemimpin dalam rumah tangga, dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Khadam itu pemimpin bagi harta majikannya, bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kata Abdullah, agaknya nabi Saw jua bersabda: “Laki-laki itu pemimpin bagi harta-harta ayahnya dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kamu seluruhnya adalah pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. H.R. Bukhari Dalam sunan Ibn Majjah, dikatakan bahwa orang yang tidak memiliki ilmu kedokteran atau tidak berpengalaman atau dokter yang dangkal ilmunya, maka ia bertanggung jawab terhadap kesalahannya, sebab ia dianggap tubuh seseorang dengan kebodohannya. لﺎ ﺪ أ وﺮ : و ﷲا ﻰ ﷲا لﻮ ر لﺎ : و اذ ﺎ ﻮﻬ ﻚ ﺎ إ اور ﺔ Artinya: Dari ‘Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya ia berkata, Rasulallah Saw bersada: “Barang siapa yang memberi pengobatan dengan tidak berdasarkan ilmunya, mak ia harus bertanggung jawab.” H.R. Ibn Majjah Menurut Al-Khattabi, berkenaan masalah tanggung jawab profesi kedokteran yang mengatakan: 72 Zainuddin Hamidy dkk, Tarjamah Shahih Bukhari, jilid I, h 264 ﺎ ﻰ ﺎ ا ل : اذا ﺎ ا نا ﻰ ﺎ ا ﺎ ﺎ نﺎآ ﺮ ا ىﺪ , او ﺎ ﻰ ﻰ ﺎ و ﺪ ﺮ , ا ﺪ ﻮ اذﺈ ﻷ دﻮ ا و ﺔ ﺪ ا ﻚ اﺬ ﺪ نود إ ﺮ ا نذ أ ﺔ ﺎ لﻮ ﻰ ـ ا ﺔ ﺎ و ﺎ ﻰ ا ه 73 Artinya: “Aku tidak melihat adanya perselisihan pendapat tentang dikenainya tanggung jawab bagi seorang yang melakukan pengobatan kemudian menimbulkan korban. Bagi orang yang menguasai teori maupun praktek namun begitu berpengalamn ia melakukan terapi dan jatuhlah korban maka ia dikenai tanggung jawab berupa membayar diyat dan ia terlepas dari hukum qishash, lantaran praktek pengobatannya itu bukan atas inisiatif sendiri, melainkan atas dasar persetujuan dari si pasien. Menurut kebanyakan ahli ilmu, tanggung jawab dokter berupa diyat dibebankan kepada keluarganya.” 73 Ibn Hajar Al-Kanany Al-Astqalany, Subul As-Salam, Bandung, Dakhlan t,th, juz III, h 250

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM

TENTANG TINDAK PIDANA PROFESI KEDOKTERAN

A. Tindak Pidana Profesi Kedokteran Dalam Pandangan Hukum Pidana

Indonesia. Istilah tindak pidana dalam profesi kedokteran sebenarnya merupakan istilah yang asing dalam berbagai disiplin ilmu hukum. Tindak pidana profesi kedokteran merupakan gabungan dua istilah yaitu tindak pidana yang berarti perbuatan atau tindakan dan praktik. Sedangkan profesi kedokteran yang dalam Undang-undang No. 29 tahun 2004 UU Praktik Kedokteran diartikan sebagai suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi. Dapat disimpulkan bahwa tindak pidana profesi kedokteran tidak lain adalah tindakan medik yang salah atau kekeliruan yang dilakukan oleh profesi kedokteran yang buruk dan berakibat hukum atas perbuatan tersebut. Akan tetapi kebanyakan para pakar menggunakan beberapa istilah lain dalam tindak pidana profesi kedokteran yaitu “Medical Malpractice” yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Kelalaian Medik”. 74 Sedangkan Gonzales, dalam bukunya “Legal Medicine Pathology and Toxilogy” menggunakan istilah Criminal Malpractice dan Civil Malpractice . 74 Hendrojono Soewono, Perlindungan Hak-hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik, Jakarta, Srikandi, 2006, h. 86