Implementasi 2.2.1 Pengertian Implementasi TINJAUAN PUSTAKA

II.2 Implementasi 2.2.1 Pengertian Implementasi

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli. Menurut Jeffri L.Pressman and Aaron B.Wildavski dalam Jones 1996 :295, mengartikan implementasi sebagai sebuah proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya. Implementasi adalah kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan. Perangkat-perangkat yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut : adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources. Dengan demikian berdasar pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan dari implementasi tersebut dibutuhkan: manusia, anggaran, dan juga kemampuan organisasi ataupun instansi seperti teknologi informasi. Sementara itu, Van Meter dan Van Horn dalam Winarno, 2002:101 membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

2.2.2 Model Implementasi Kebijakan A. Menurut Van Meter dan Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono, 2005: 99 ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni : 1. Standar dan sasaran kebijakan Universitas Sumatera Utara Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. 2. Sumberdaya Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia human resources maupun sumberdaya non-manusia non-human resource. Dalam berbagai kasus Program Jaring Pengaman Sosial JPS untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanaan. 3. Hubungan antar Organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. 4. Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrsi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. Universitas Sumatera Utara 6. Disposisi Implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : a respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn Sumber :Subarsono 2005 : 99 Komunikasi antarorganisasi dan kegiatan pelaksanaan Ukuran dan tujuan organisasi Sumber daya Lingkungan ekonomi dan politik Karakteristik badan pelaksana Disposisi pelaksana Kinerja Implementasi Universitas Sumatera Utara

B. Menurut George Edward III

George Edward III, menegaskan bahwa ada empat variable yang mempenagruhi implementasi kebijakan publik :

1 Komunikasi

Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni; a. Transmisi Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukana keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan. Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga, persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan- persyaratan suatu kebijakan. b.Konsistensi Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsurkejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah akan memudahkan para pelaksana kebijakna menjalankan tugasnya dengan baik. Universitas Sumatera Utara c. Kejelasan Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.

2 Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif, tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial. 3 Disposisi kecendrungan atau tingkah laku Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka dia akan dapat menjalankan kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.

4 Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar standard operting procedures atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam bertindak. Universitas Sumatera Utara Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasaan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Gambar 1.2 Model Teori George Edward II Sumber Subarsono 2005 : 90

C. Model Briant W. Hogwood dan Gunn 1978

Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan terletak di kuadran pucak “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan mekanisme pasar. Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang diperlukan dalam melakukan implementasi kebijakan, yakni: 1. Jaminan tidak adanya masalah besar yang akan dihadapi oleh lembaga badan pelaksana yang berasal dari lingkungan luar atau eksternal Komunikasi Struktur Organisasi Sumberdaya Disposisi Implementasi Universitas Sumatera Utara 2. Tersedia sumber daya yang memadai termasuk sumber daya waktu karena berkenaan dengan fisibilitas implementasi kebijakan 3. Kerjasama atau perpaduan antara sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada 4. Kebijakan yang akan segera diimplementasikan merupakan kebijakan yang didasari oleh hubungan kausal yang handal, dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi 5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi 6. Hubungan saling ketergantungan kecil hingga implementasi kebijakan dapat berjalan dengan efektif 7. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan 8. Adanya perincian tugas dan ditempatkan pada urutan yang tepat 9. Koordinasi dan komunikasi yang sempurna 10. Pihak-pihak yang dapat menuntut dan mendapat kepatuhan yang sempurna.

D. Model Merilee S. Grindle 1980

Merilee memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Merilee juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi.

E. Model Mazmanian dan Sabatier 1983

Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai model Kerangka Analisis Impementasi. Universitas Sumatera Utara Mazmanian dan Sabatier meengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam 3 variabel, yakni: a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori, teknis, keragaman objek, perubahan yang dikehendaki b. Variabel intervening, yaitu kemampuan kebijakan dalam menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan, konsistensi terhadap tujuan dengan menggunakan teori kausal c. Variabel dependen, tahapan proses kebijakan yakni pemahaman lembaga pelaksanan dalam bentuk dibentuknya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan revisi atas kebijakan yang dilaksanakan baik sebagian kebijakan maupun keseluruhannya. Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi George C.Edward yang dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:

1. Komunikasi

Persyaratan utama bagi implementasi kebijakan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan harus tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Secara alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implementor. Aspek lain dari komunikasi adalah konsistensinya, keputusan kontradiksi mengacaukan dan membuat frustasi staf administrative dan memaksa kemampuannya untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Petunjuk implementasi juga harus jelas. Seringkali perintah yang disampaikan kepada para Universitas Sumatera Utara implementor janggal dan tidak merincikan kapan dan bagaimana sebuah program dilakukan, hal ini dapat menimbulkan hal yang bertentangan dengan undang-undang. 2. Sumberdaya Sumber daya adalah kritis bagi implementasi kebijakan yang efektif. tanpa adanya sumberdaya, kebijakan yang ada diatas kertas bukan merupakan kebijakan dalam praktek dan penyimpangan pun tetrjadi. Keterampilan sebagaimana juga jumlahnya adalah sebuah karakteristik penting dari staf untuk implementasi kebijakan. Kurangnya bangunan, perlengkapan dan persediaan yang esensial serta batasan anggaran bisa menunda implementasi kebijakan didalam sumberdaya lain yang telah diuji. Hal ini pada gilirannya membatasi kualitas pelayanan dimana para impelementor memberikan kepada publik. 3. Disposisi Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi impelemtasi kebijakan public. Jika impelemtasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukannya, melainkan mereka juga mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. 4. Struktur Birokrasi Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplentasikan sebuah kebijakan itu ada dan para impelen tor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur organisasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan Universitas Sumatera Utara kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar standard operating procedures atau SOP. Komunikasi Sumberdaya Implementasi Disposisi Struktur Birokrasi

2.2.3 Fungsi Implementasi Kebijakan

Sifat kebijakan sangat kompleks dan sangat sedikit bersifat self-executing karena saling bergantung dengan implementasi, dimana kebijakan sangat didukung keberhasilannya oleh implementasi yang baik. Ini berarti memerlukan dukungan berbagai pihak yang memberi pengaruh dalam implementasi sehingga berdampak positif dan sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan publik lebih bersifat non self- executing yakni bergantung dengan pihak lain. Universitas Sumatera Utara Pada prinsipnya administrasi negara yang baik dalam proses pengimplementasian sebuah kebijakan publik harus mewujudkan pemerintahan yang demokrasi dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat bukan pemerintah. Implementasi harus menjamin terwujudnya kebebasan instrumental, meliputi fasilitas ekonomi, kebebasan berpolitik, kesempatan sosial, jaminan transparansi keamanan dan kesetaraan, peningkatan mutu sumber daya manusia, serta mampu menggabungkan nilai-nilai lama yang dapat menghasilkan nilai baru Secara garis besar, fungsi implementasi kebijakan ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tercapainya tujuan atau sasaran kebijakan publik pada hasil akhirnya sebagai outcome kebijakan. Fungsi implementasi kebijakan mencakup pada penciptaan yang terdapat dalam ilmu kebijakan itu sendiri public science yang disebut juga dengan policy delivery system sistem penyampaian penerusan kebijakan publik yang biasanya dirancang untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki dari kebijakan tersebut. Untuk memahami atau lebih memberi kesan spesifik pada sebuah kebijakan maka kebijakan tersebut biasanya diturunkan didalam sebuah program-program yang lebih operasional program aksi dan juga diturunkan lagi menjadi sebuah proyek yang tujuan utamanya adalah terciptanya perubahan-perubahan sebagai hasil akhir program atau proyek. Dari pembedaan antara kebijakan dengan program atau proyek tersebut dinyatakan bahwa fungsi dari implementasi program adalah proses implementasi kebijakan itu sendiri yang tergantung pada hasil akhir. Dengan demikian, yang menyatakan kebijakan itu berhasil atau gagal dilihat dari kemampuan dalam merumuskan atau mengoperasionalkan kebijakan atau program sebelumnya serta apakah hasil dari kebijakan atau program tersebut sudah sesuai dengan tujuan atau sasaran sebelumnya atau tidak. Universitas Sumatera Utara Rippley dan Franklin menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor yaitu: a. Prespektif kepatuhan compliance, melihat keberhasilan implementasi dari kepatuhan strate level burcancrats terhadap atasan mereka. b. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dalam penyelenggaraan kebijakan publik dan tidak adanya persoalan. c. Implementasi yang berhasil dilihat dari kinerja baik para pelaksana kebijakan dan kelompok yang menjadi penerima mendapat manfaat sesuai dengan kebutuhannya atau harapannya. Sedangkan Peter 1982 mengatakan bahwa ada 4 faktor kegagalan implementasi kebijakan publik, yakni: 1 gambaran yang kurang tepat tentang obyek kebijakan, pelaksana, dan hasil-hasil dari kebijakan karena kurangnya informasi; 2 masih samarnya isi kebijakan atau tujuan serta tidak adanya ketegasan intern atau ekstern atas kebijakan tersebut; 3 dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan tidak cukup; 4 pembagian tugas antara para aktor implementasi dan organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangan.

II.3 LARASITA LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH 2.3.1 Pengertian LARASITA